Anda di halaman 1dari 18

Pembuatan dan Karakterisasi Material Gelas-

Keramik untuk Potensi Penggunaan dalam


Aplikasi Dental: Sifat Termal dan Mekanis,
Mikrostruktur, dan Bioaktivitas In Vitro

Abstrak: Gelas silikat multikomponen dan derivatifnya yang berupa gelas-


keramik disiapkan dan diuji potensi penggunaannya dalam kedokteran gigi. Gelas
silikat diproduksi menggunakan proses melting-quenching (pelelehan, kemudian
pendinginan secara cepat), penghalusan, dan penyaringan untuk memperoleh
bubuk halus yang kemudian dibentuk silinder kecil dan dimampatkan. Gelas
tersebut kemudian dipanaskan dalam proses sintering sehingga didapatkan gelas-
keramik. Karakterisasi menggunakan difraksi X-ray dilakukan sebelum dan
sesudah sintering untuk mendeteksi keberadaan fasa kristalin. Analisis termal,
karakterisasi mekanis (penilaian kekuatan tekuk, modulus Young, kekerasan
dalam skala Vicker, fracture toughness), dan uji bioaktivitas in vitro dalam
simulasi cairan tubuh juga dilakukan. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dibahas
beberapa potensi penggunaan gelas-keramik ini dalam bidang kedokteran gigi,
baik itu untuk penggunaan restoratif maupun untuk implan. Pada bagian akhir,
didiskusikan kemungkinan riil penggunaan jenis implan baru yang bersifat full-
ceramic bilayer. Implan ini tersusun dari satu lapisan dengan bioaktivitas tinggi
yang diharapkan dapat mendukung osteointegrasi dan satu lapisan lain dengan
sifat yang menyerupai enamel gigi, sehingga secara keseluruhan implani ini
memiliki potensi menarik untuk menjadi bahan substitusi gigi secara utuh.
Kata kunci: gelas bioaktif; gelas-keramik; restorasi gigi; implan gigi.

1. Pendahuluan
Material yang ditujukan untuk digunakan dalam kedokteran gigi dapat
dibagi ke dalam dua kategori: material untuk keperluan restorasi dan material
untuk keperluan implan. Kedua jenis material ini memiliki perbedaan dalam sifat
yang diharapkan, kondisi di mana material digunakan, serta tujuan akhir
penggunaannya. Syarat utama untuk kategori pertama adalah kompatibilitas
dengan keadaan di dalam mulut (oral environment), mengingat tujuan restorasi
gigi adalah untuk menggantikan enamel asli gigi. Enamel gigi adalah komponen
penyusun gigi yang berada di ujung gigi dengan ketebalan 2-3 mm. Enamel gigi
melindungi komponen utama gigi, yaitu dentin, dari keadaan kimiawi dalam
mulut serta tekanan dari gerakan mastikasi (pengunyahan makanan). Karena itu,
karakteristik enamel yang paling penting adalah ketahanannya terhadap aus,
tekanan, dan kondisi kerja dalam mulut seperti gerakan resiprokasi, tubrukan,
syok termal, dan asam. Ketahanan tersebut hanya bisa ditiru oleh material
restoratif buatan.
Biokeramik merupakan material yang menjanjikan untuk kebutuhan
restorasi tersebut karena stabilitas kimiawi, kecocokan estetis, dan durabilitasnya.
Komposit organik/inorganik yang terbuat dari gelas atau gelas-keramik yang
ditanam dalam matriks polimer telah digunakan secara luas dalam kedokteran gigi
selama tiga dekade, misalnya untuk filler yang menutup lubang kecil pada enamel
gigi. Pada artikel ini, dibahas potensi penggunaan gelas-keramik (dengan sifat
kimiawi, mekanis, dan estetis yang disesuaikan) sebagai material yang cocok
untuk digunakan dalam restorasi gigi. Biokeramik pertama untuk keperluan ini
dikembangkan pada tahun 1970-an dan termasuk ke dalam sistem Li2O-ZnO-
SiO2. Ada pula sistem-sistem lain yang lebih baru dan berbasis leucite dan fasa-
fasa mika.
Sementara itu, material untuk keperluan implan gigi memiliki syarat-
syarat yang berbeda dengan material untuk restorasi. Material implan gigi harus
menunjukkan sifat-sifat bioaktif, seperti kemampuan untuk: (i) berikatan dengan
tulang; (ii) mendukung tumbuhnya jaringan tulang baru; dan (iii) menciptakan
antarmuka yang stabil antara implan dengan tulang inang. Ketahanan terhadap
tekukan, ketangguhan (toughness), dan modulus Young mungkin juga
dibutuhkan, tergantung pada kasus penggunaannya. Sifat-sifat optis atau estetis,
seperti derajat keputihan, tidak terlalu penting untuk material implan gigi.
Contoh penggunaan biokeramik untuk keperluan implan gigi adalah
sebagai material mahkota gigi buatan yang menjadi ‘jangkar’ untuk prostesis gigi
dan sebagai penutup saluran akar (canal root). Sementara, gelas bioaktif
dimanfaatkan untuk meregenerasi tulang alveolar dan mengatasi hipersensitivitas
dentin.
Pada penelitian dalam artikel ini, disintesis gelas silikat dan derivatifnya
yang berupa gelas-keramik. Sifat material tersebut kemudian diteliti menggunakan
analisis termal, difraksi X-ray, karakterisasi mekanis, dan uji bioaktivitas in vitro.
Pemilihan material dalam penelitian ini sebagian didasarkan pada sifat gelas dan
gelas-keramik yang mudah disesuaikan melalui proses pembuatannya. Kemudian
akan dibahas berbagai aplikasi berbeda untuk material ini untuk keperluan
restorasi dan implan gigi. Artikel ini juga membahas prototipe awal, berupa
implan bilayer yang menggabungkan kedua jenis material sehingga dapat
digunakan untuk keperluan restorasi dan implan gigi secara bersamaan dan dapat
menggantikan gigi secara utuh.

2. Materials dan Methods


2.1. Sintesis Bahan Awal
Komposisi molar dari tiga gelas yang digunakan sebagai bahan awal
dalam pekerjaan ini tercantum pada Tabel 1. Mengenai persiapan gelas, reagen
(oksida kemurnian tinggi, karbonat, atau garam yang sesuai) dicampur secara
homogen dalam wadah platinum dan dipanaskan di udara pada laju 10 ˚C min -1
dalam tanur listrik (Tabel 1). Setelah ditahan selama 1 jam pada suhu leleh untuk
memastikan homogenitas lelehan, gelas didinginkan dalam air dingin untuk
mendapatkan "frit" yang digiling dengan penggilingan bola (Pulverisette 0
dilengkapi dengan bola ZrO2) dan diayak (saringan stainless steel) hingga ukuran
butir akhir di bawah 32μm.
Tabel 1. Composition and preparation details of the starting materials.
Glass Composition (moL%) Melting
Name Condition
SiO2 P2O5 CaO Na2O MgO K2O Al2O3 CaF2
CEL2 45 3 26 15 7 4 - - 1400˚C for 1 h
FaGC 50 6 18 7 3 7 - 9 1550 ˚C for 1 h
SCNA 57 - 34 6 - - 3 - 1550 ˚C for 1 h

2.2. Karakterisasi Bahan Awal


2.2.1. Analisis Termal
Suhu karakteristik bahan, yaitu, suhu transisi gelas (Tg), suhu kristalisasi
(Tx), dan suhu leleh (Tm), dinilai dengan analisis termal diferensial (DTA) yang
dilakukan pada kaca bubuk sampel dalam kisaran 50-1.400 ˚C dengan laju
pemanasan 20 ˚C min-1, serbuk Al2O3 digunakan sebagai referensi. Koefisien
ekspansi termal (α) ditentukan oleh analisis mekanik dinamis (DMA).
2.2.2. Analisis Difraksi Sinar-X
Bahan yang dituangkan, setelah ditumbuk dalam bubuk, dilihat dari sudut
pandang struktural melalui sudut lebar (2θ dalam 10-70˚) analisis difraksi sinar-X
(XRD); a X 'Pert Philips difraktometer (Cu anode, radiasi Kα dengan panjang
gelombang λ = 15,405 nm, Δ(2θ) = 0,02, waktu penghitungan tetap 1 detik per
langkah) beroperasi pada 40 kV dan 30 mA digunakan. Fase kristal diidentifikasi
dengan menggunakan perangkat lunak High X XPert (2.2b) yang dilengkapi
dengan basis data PCPDFWIN.
2.3. Persiapan Sampel Kaca-Keramik
Serbuk CEL2, FaGC, dan SCNA secara uniaksial (1-D) ditekan dalam
bentuk silinder (diameter 10 mm, tinggi 10 mm) kondisi pengepresan diatur pada
500 MPa selama 60 detik untuk mendapatkan bahan bebas retak. Sampel untuk
pengujian lentur (52 mm×10 mm×4 mm) juga diproduksi dengan pendekatan
yang sama. Etanol digunakan sebagai pengikat untuk partikel kaca. Setelah
dipadatkan, bahan yang diperoleh tersebut diperlakukan secara termal (TT) di
udara untuk menghasilkan sampel kaca-keramik yang disinter, selanjutnya disebut
sebagai TT-CEL2, TT-FaGC, dan TT-SCNA. Spesimen dipanaskan pada laju 5
˚C min-1 hingga suhu sintering yang tepat, dapat dilihat pada Tabel 2, setelah
ditahan pada suhu yang diinginkan selama 3 jam, mereka dibiarkan dingin di
dalam tungku hingga suhu kamar pada laju 10 ˚C min -1. Parameter sintering
dipilih berdasarkan hasil mikroskopi tahap awal dan DTA untuk mencapai
densifikasi yang baik bersama dengan penyusutan minimum sampel gelas-
keramik akhir.
Tabel 2. Sintered glass-ceramis samples: preparation details and resulting
densities.
Sample Parent Material Sintering ρs (g/cm3)
Conditions
TT-CEL2 CEL2 1000˚C for 3 h 2,46 ± 0,10
TT-FaGC FaGC 800˚C for 3 h 2,50 ± 0,12
TT-SCNA SCNA 1000˚C for 3 h 2,53 ± 0,11

2.4. Karakteristik Sampel Gelas-Keramik


2.4.1. Analisis Difraksi X-Ray
Keramik-kaca yang disinter ialah yang telah digiling menjadi bubuk dan
diselidiki dengan lebar-sudut XRD, seperti yang dijelaskan pada 2.2.2, untuk
mendeteksi keberadaan fase kristal selama perlakuan termal.
2.4.2 Karakterisasi Fisik dan Mekanik
Densitas silinder kaca-keramik yang disinter dinilai dengan pengukuran
massa volume geometris, nilai-nilai yang dihasilkan disajikan pada Tabel 2 . Total
porositas P( vol%) dihitung :
ρs
(
P = 1−
ρ0 )
×100 (1)

dimana ρs adalah kerapatan nyata sampel gelas-keramik (rasio massa terhadap


volume) dan ρ0 adalah kerapatan teoretis dari bahan yang tidak berpori.
Tes flural tiga titik dilakukan untuk sampel gelas-keramik dengan bagian
persegi panjang (dimensi sampel: 52 mm×10 mm×4 mm), bending stress σb
(MPa) dihitung sebagai :
3 Fb L
σb = (2)
2 hb2
di mana Fb adalah beban yang diterapkan, L adalah jarak antara penyangga, dan b
dan h adalah ukuran dari bagian sampel.
Sebelum menjalani pengukuran microhardness, permukaan sampel dipoles
oleh kertas grit SiC (# 4000 max.). Vickers hardness (HV) dari keramik gelas
diukur dengan menggunakan microhardness tester (Leica Microsystem, Milan,
Italia), lekukan dilakukan pada 5 N selama 20 detik dan nilai HV (GPa) dihitung
sebagai:
2 F H ( β /2 )
HV = (3)
d2
di mana FH adalah beban yang diterapkan selama pengujian, β = 136◦ adalah sudut
ujung indentasi, dan d (µm) adalah panjang diagonal dari jejak.
Fracture toughness KIC (MPa · m1 / 2) diperkirakan menurut Anstis et al
adalah
( E/ HV )1 /2
KIC¿ 0.016FH (4)
c 3 /2
di mana E adalah modulus Young dan c adalah panjang rata-rata retakan.
Modulus elastis E dalam Persamaan (4) secara eksperimental dinilai
dengan cara yang tidak merusak dengan menggunakan teknik eksitasi impuls,
yang didasarkan pada analisis getaran alami transien spesimen yang dihasilkan
dari dampak mekanis. Pendekatan ini diikuti oleh pengarang lain untuk
menyelidiki bahan-bahan mental.
Density, porositas, dan semua hasil uji mekanik dinyatakan sebagai rata-
rata ± standar deviasi yang dihitung untuk lima sampel.

2.4.3. In Vitro Bioactivity


Uji bioaktivitity in vitro dilakukan pada piringan kecil TT-CEL2, TT-
FaGC, dan TT-SCNA (diameter 10 mm, tinggi 5 mm) dengan merendam sampel
selama tujuh hari dalam 30 mL simulated body fluid (SBF) yang disiapkan sesuai
ke protokol Kokubo’s. Spesimen dipertahankan pada suhu 37◦C dalam botol
polyethylene tertutup dan larutan dibilas dua kali seminggu. Setelah diekstraksi,
sampel dibilas dengan air suling dan dibiarkan kering satu malam pada suhu
kamar. Kemudian, dilapisi dengan lapisan perak ultrathin dan diuji dengan
scanning electron microscopy (SEM; accelersting voltage 15 kV), spektroskopi
dispersif energi (EDSPV 9900) untuk analisis komposisi, dan wide-angle XRD.

2.5. Proposal Aplikasi: Desain dan Pengembangan Implan Bilayer Gelas-


Keramik
Kelayakan implan bilayer yang diturunkan dari gelas (kaca), yang
dibentuk oleh dua bahan berbeda sudah dieksplorasi. Ide ini adalah untuk
mengembangkan implan yang terdiri dari "lapisan bawah" bioaktif, yang dapat
mengembangkan osteointegrasi dengan tulang alveolar, serta estetika "lapisan
atas". Atas dasar itu analisis dilakukan pada bahan yang disiapkan sebelumnya,
CEL2 dan SCNA dipilih untuk membuat sebuah prototipe implan baru yang
diperoleh dengan menumpuk dan kemudian secara uniaksial (tidak langsung)
menekan (500 MPa untuk 60 s) dua lapisan serbuk kaca. Proses pembuatan secara
skematis digambarkan dalam Gambar 1. Body "hijau" yang diperoleh secara
termal diperlakukan pada 1000 °C selama 3 jam untuk memungkinkan sintering
dari partikel kaca, dan implan silinder (diameter ~ 10 mm, tinggi ~ 20 mm)
akhirnya diperoleh.

Gambar 1. Persiapan sampel bilayer glass-derived untuk potensi


penggunaan dalam implantologi gigi: tuangan dari (a) serbuk CEL2; dan
(b) serbuk SCNA dalam cetakan; (c) penekanan 1-D; dan (d) ekstraksi
dari cetakan.

Daerah yang bergabung antara dua lapisan diselidiki dengan cermat oleh
analisis SEM untuk mendeteksi adanya celah atau diskontinuitas antar muka.
Untuk tujuan ini, sampel tertanam dalam resin epoksi, dipotong oleh gergaji
berlian dan dipoles dengan hati-hati oleh kertas pasir SiC (#4000 max.).
Tes in vitro dilakukan pada implan bilayer ini dengan merendam sampel
selama satu bulan tujuh hari di SBF, untuk meningkatkan perilaku yang berbeda
dari dua lapisan ketika melakukan kontak dengan cairan biologis. Setelah
diekstraksi dari tabung pada akhir pengujian, sampel dibilas dengan air suling dan
dibiarkan kering semalaman pada suhu kamar. Kemudian, dipotong oleh gergaji
berlian, dipoles oleh kertas grit SiC, dilapisi dengan perak, dan dianalisis oleh
SEM untuk mendeteksi modifikasi yang terjadi pada permukaannya.

3. Hasil
3.1. Bahan awal
3.1.1. Analisis Termal
Hasil DTA (Tg, Tx, Tm), bersama dengan koefisien ekspansi termal,
diakses oleh DMA, digambarkan pada Tabel 3. DTA mengungkapkan bahwa
CEL2 dan FaGC menunjukkan dua suhu kristalisasi, sedangkan hanya satu Tx
yang terdeteksi untuk SCNA.

Table 3. Results of the thermal analyses carried out for the starting materials.

− 6 ◦C − 1 )
Material T g ( ◦C ) T x ( ◦C ) T m ( ◦C ) α (× 1 0
CEL2 550 ± 10 650 ± 10; 850 ± 10 1100 12.0
FaGC 520 ± 10 730 ± 10; 780 ± 10 1300 12.7
SC N A 690 ± 10 850 ± 10 1200 8.7

3.1.2. XRD
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2, CEL2 dan SCNA adalah bahan
amorf (hanya halo luas terlihat dalam spektrum XRD yang sesuai pada Gambar
2a, c), sedangkan FaGC adalah gelas-keramik yang mengandung kristal
fluoroapatite (FA, Ca10(PO4)6F2) (Gambar 2b). Nukleasi kristal FA dalam FaGC
adalah karena adanya CaF2 dalam komposisi awal [34]. Dari sudut pandang
kualitatif, hasil ini konsisten dengan tampilan visual dari bahan: CEL2 dan
SCNA, menjadi gelas (kaca), secara optik transparan untuk cahaya tampak,
sedangkan FaGC, menjadi gelas-keramik, buram (opaque) dan putih.
Gambar 2. Pola XRD dari material yang digunakan: (a) CEL2; (b) FaGC; dan (c)
SCNA.
3.2. Derivatif Glass-Ceramic
3.2.1 Investigasi XRD
Ketiga bahan awal mengalami kristalisasi pada perlakuan termal, sehingga
berasal struktur Glass-Ceramic. Secara khusus, fase-fase baru ini diidentifikasi
sebagai berikut Na2Ca2(Si3O9) (combeite) and Ca2Mg(Si2O7) (akemanite) in TT-
CEL2 (gambar 3a); K3(Na3Ca5)Si12O30F4∙H2O (canasite) and FA, dimana sudah
ditemukan seperti yang dituangkan FaGC, in TT-FaGC (gambar 3b); CaSiO3
(wollastonite) in TT-SCNA (gambar 3c).
Gambar 3. Pola XRD dari bahan yang disinter: (a) TT-CEL2; (b) TT-FaGC; and
(c) TT-SCNA

3.2.2. Karakteristik Fisik dan Mekanik


Porositas total dari semua sampel gelas-keramik yang disinter berkisar
antara 5-10%, sehingga menilai bahwa tingkat kepekaan yang baik dicapai setelah
sintering. Data yang dihasilkan dari karakteristik mekanis ditunjukkan pada Tabel
4. Secara umum, deviasi standar rendah ditentukan, yang menunjukkan
reproduksibilitas spesimen yang baik.

Table 4. Mechanical properties of the sintered samples.

3.2.3 Penilaian Bioaktivitas In Vitro


Gambar 4 menunjukkan modifikasi yang terjadi di permukaan TT-CEL.2
setelah direndam selama tujuh hari di SBF. Lapisan kompak dari hidroksiapatit
(HA), yang menunjukkan morfologi "kembang kol" khas yang dibentuk oleh
aglomerat globular, terlihat jelas pada Gambar 4a. Gambar 4b mengungkapkan
bahwa aglomerat HA terdiri dari kristal berukuran nano, yang tertera secara
tipikal mengkarakterisasi lapisan HA yang terbentuk pada permukaan kacamata
bioaktif [35]. Analisis komposisi (Gambar 4c) menunjukkan rasio molar Ca-to-P
sebesar 1,66, yang mendekati nilai stoikiometrik (1,67) HA. Kehadiran puncak
perak (Ag) dalam pola EDS disebabkan oleh pelapisan logam yang diperlukan
untuk analisis. Puncak yang lemah sesuai dengan silikon (Si) dapat dikaitkan
dengan adanya residu silika gel, yang terbentuk selama tahap awal proses bioaktif
seperti yang dijelaskan oleh Hench dan rekan kerjanya [36].

Gambar 4. Tes bioaktivitas in vitro yang dilakukan pada sampel TT-CEL2: (a, b)
permukaan sampel setelah direndam selama tujuh hari dalam cairan tubuh
simulasi (SBF) dan (c) pola spektroskopi dispersif energi (EDS) terkait energi.
Investigasi XRD yang dilakukan pada permukaan sampel lebih lanjut
mengkonfirmasi keberadaan HA, seperti yang dilaporkan pada Gambar 5. Puncak
utama HA diidentifikasi dan diindeks dalam gambar, sedangkan puncak yang
sesuai dengan fase kristal TT-CEL2 yang terletak di bawahnya tidak lebih lama
terlihat.

Gambar 5. Pola XRD TT-CEL2 setelah direndam selama tujuh hari dalam SBF.
Gambar 6a menunjukkan permukaan TT-FaGC setelah direndam selama
tujuh hari di SBF; pola EDS yang sesuai pada Gambar 6b. Permukaan sampel
masih dilapisi oleh lapisan silika-gel: keberadaannya digambarkan oleh analisis
komposisi (puncak intens untuk Si terlihat pada Gambar 6b) dan morfologi
"rump-like" yang khas disebabkan oleh kondensasi Si- Kelompok OH (tahap 3
dari mekanisme bioaktivitas [36,37]). Aglomerat globular kecil, kaya Ca dan P,
terlihat di bagian atas lapisan yang kaya silika: keberadaannya menunjukkan
bahwa film kaya CaO-P2O5 yang terbentuk di bagian atas lapisan gel mulai
mengkristal (tahap 4 dan 5). proses bioaktif [38]). Harus diperhatikan bahwa
tahap pertama dari proses bioaktif, yaitu pertukaran ion spesies kationik dari gelas
dan H + dari larutan, adalah langkah penentuan laju untuk seluruh mekanisme
bioaktivitas. Atas dasar pertimbangan ini, dimungkinkan untuk memberikan
penjelasan kualitatif tentang perilaku bioaktif yang berbeda dari TT-CEL2 dan
TT-FaGC. Jumlah fase kaca residual dalam TT-FaGC diharapkan akan rendah,
karena bahan induknya (FaGC) adalah kaca-keramik dan selama treatment termal,
pengembangan canasite dan tambahan FA terjadi (lihat Bagian 3.2.1) . Oleh
karena itu, jumlah fase amorf terbatas pada TT-FaGC memperlambat laju proses
bioaktif dan, dengan demikian, pembentukan HA dibandingkan dengan TT-CEL2.
TT-SCNA tidak menunjukkan kemampuan pembentukan apatit karena
kandungan tinggi SiO2 yang membuatnya, seperti yang diharapkan, bahan
bioinert [37]. Perilaku ini sudah dipelajari dalam pekerjaan sebelumnya di mana
kehilangan massa nol terdeteksi setelah perendaman berkepanjangan (satu bulan)
dari implan berpori SCNA yang diturunkan secara termal dalam SBF [39].

Gambar 6. Tes bioaktivitas in vitro yang dilakukan pada sampel TT-FaGC: (a)
permukaan sampel setelah direndam selama tujuh hari dalam SBF dan (b) pola
EDS yang sesuai.
3.3. Implan Kaca-Keramik Bilayered

Gambar 7. Implan kaca-keramik berlapis: antarmuka antara lapisan TT-CEL2


dan TT-SCNA.

Gambar ini diperoleh oleh SEM yang diatur dalam mode back-scattered
(BSM) untuk lebih membedakan bahan dari dua lapisan dan mendeteksi berbagai
fase yang membentuk setiap lapisan. TT-SCNA kristal berbentuk jarum dari
wollastonite (daerah putih) dengan panjang 10-30 μm jelas dapat dibedakan dari
fase amorf (wilayah abu-abu). Sebaliknya, fase kristal TT-CEL2 tidak dapat
dideteksi dengan jelas pada magnifikasi ini karena ukuran kristal yang kecil (di
bawah 5 μm) dan kontras rendah antara fase kaca dan kristal.
Lapisan TT-CEL2 dan TT-SCNA berhasil bergabung bersama tanpa cacat
atau retak antarmuka. Pori-pori berkisar antara 5-30 μm terlihat pada kedua bahan.
Optimalisasi masa depan dari ukuran partikel kaca dan kondisi pengepresan akan
memungkinkan pengurangan kandungan pori material, sehingga mengarah pada
peningkatan lebih lanjut dari sifat mekaniknya. Tes in vitro menghasilkan bukti
untuk perilaku yang berbeda dari dua daerah implan yang bersentuhan dengan
cairan biologis.
4. Pembahasan
Telah tersedia tiga silikat multikomponen non-komersil (CEL2, FaGC,
SCNA) melalui suatu proses dilelehkan-didinginkan. Gelas keramik turunan (TT-
CEL2, TT-FaGC, TT-SCNA) diperoleh dari perlakuan panas untuk memproduksi
sampel berbentuk silinder atau batang besar. Selama perlakuan panas,
pengembangan fase fase kristalin terjadi pada material seperti pada gambar 3.
Hasil XRD dari TT-CEL2 dan TT-SCNA dengan jelas konsisten dengan data dari
analisis termal. Faktanya, fase kristalin dinilai dari tinjauan XRD (Gambar 3a,c)
memiliki suatu kecocokan langsung dengan suhu (Tx) yang ditemukan dengan
DTA. Perlakuan panas sintering menginduksi pengembangan fase kristalin baru
(canasite), seperti yang ditunjukkan pada gambar 3b. Analisis DTA menunjukkan
kehadiran dua suhu kristalisasi, artinya, kristalisasi FA juga berlanjut dari fase
residu seperti kaca, sampai sintering. Hasil XRD cocok dengan temuan
sebelumnya, tentang perlakuan termal material turunan CEL2,FaGC, dan SCNA
yang telah “dibahas” pada “penelitian” lainnya (Pada Ma H et. al. 2013; Baino F
2018; Brovarone-Vitale 2009). Fase kristalin TT-CEL2, Na2Ca2Si3O9 sama
dengan fase kristalin yang dikembangkan dalam Biokeramik 45S5® saat diberi
perlakuan panas di atas 600°C. FA yang ditemukan dalam TT-FaGC, adalah suatu
komponen alami email gigi; canasite adalah biokompatibel, meskipun penggunaan
nya pada perbaikan tulang memerlukan kewaspadaan, karena kecenderungannya
untuk resorpsi cepat in vivo. Koefisien ekspansi termal komparabel dengan
struktur gigi yang memiliki tipikal rentang antara 8x10-6 sampai 11x10-6 °C-1.
Telah diperhatikan bahwa densitas dari seluruh sampel kaca-keramik yang telah
dihasilkan, juga, mendekati zat-zat gigi keras (~2.5 g cm -3). Secara umum, sifat
mekanik gigi adalah tergantung dari umur pasien; maka dari itu, perlu dilakukan
pemilihan material secara tertentu untuk aplikasi dental daripada suatu yang
lainnya yang harus secara ideal dengan mempertimbangkan parameter ini.
Tabel 5. Sifat mekanik gigi alami
(Ramalho A et. al 2007; Fong H et. al. 2000; Yan J et. al. 2008)
Sifat Dentine Email
Kekuatan bending (Mpa) 30-120 60-200
Modulus Elastik (GPa) 18-26 70-100
Kekerasan (GPa) 0.7-0.8 3.0-5.5
Kekerasan fraktur 2.4-2.5 1.0-1.5
1/2
(MPa.m )

Tidak ada material ideal yang mampu cocok secara seluruhnya dengan sifat
material di atas. Hasil penelitian ini juga memiliki batasan-batasan, tetapi
menunjukkan keuntungan-keuntungan menarik dibandingkan dengan mayoritas
kaca-keramik dental yang umumnya dikemukakan pada literatur. Material-
material yang digunakan untuk implantologi dental harus mampu berikatan
dengan cepat pada tulang alveolar. TT-CEL2, seperti yang terlah
didemonstrasikan dengan tes bioaktivitas (Gambar 4 dan 5), menunjukkan tingkah
laku bioaktif tinggi: faktanya, setelah pencelupan hanya untuk satu minggu pada
SBF, lapisan padat HA dibentuk pada permukaannya. Kehadiran lapisan HA,
meniru mineral tulang, mengangkat adhesi dan migrasi sel, demikian
memperbolehkan pembentukan antarmuka stabil antara permukaan implan dan
tulang yang ditumpanginya. TT-CEL2 dengan data pada tabel 5, adalah mungkin
untuk mengobservasi bahwa kekuatan bending dan kekerasan fraktur komparabel
dengan dentine tersebut. TT-SCNA secara kualitatif memperlihatkan sifat putih
yang baik sekali, yang mereproduksi penampilan email gigi. Lebih lagi, seperti
yang dinilai dari keberendamannya dalam SBF, TT-SCNA memiliki perlakukan
seperti bioinert. Dengan membandingkan data yang dilaporkan dalam tabel 4 dan
5, adalah mungkin untuk mengobservasi bahwa kekuatan bending dan modulus
young TT-SCNA mendekati email gigi; dengan tambahan, kekerasan TT-SCNA
adalah tiga kali lipat dari email gigi alami. Kekerasan fraktur TT-FaGC lebih kecil
daripada dentine alami. Kekuatan bending adalah komparabel dengan email gigi
alami, dan modulus Young nya tidak terlalu kecil daripada email gigi alami.
Kekerasan TT-FaGC adalah dua kali lipat daripada email gigi alami. Kehadiran
kristal FA dapat memberi suatu efek anti-kariotik pada material menginduksi
remineralisasi email gigi alami, seperti yang dilaporkan beberapa penulis.
Fluorida yang dilepaskan dari fase residu kaca dari TT-FaGC layak untuk
dipelajari: ini dalah merepresentasikan suatu nilai tambahan signifikan material
sebagai kemampuannya untuk melepas fluorida pada sekitar zona pulihnya dapat
menginduksi presipitasi FA alami, demikian menambah remineralisasi email gigi.
Bagaimanapun, karakteristik translusen dari material TT-FaGC harus benar benar
dipelajari lebih lanjut. Mengkopel suatu lapisan TT-CEL2 dengan lapisan TT-
SCNA telah dengan sukses disesuaikan. Dua lapisan telah secara efektif
digabungkan bersama sama tanpa cacat atau kerusakan pada bagian antarmuka
(Gambar 7). Lapisan TT-CEL2 harus bertindak untuk menggantikan akar gigi,
dengan mengizinkan implan pada ikatan ke tulang alveolar yang disebabkan oleh
bioaktivitas tinggi kaca-keramik (Gambar 8 dan 9). Bubuk TT-CEL2 dan TT-
SCNA dapat di dipadatkan menjadi cetakan dan akhirnya tersintering untuk
memproduksi suatu implan yang dapat dengan sempurna me-mimic bentuk dan
ukuran gigi asli pasien. Penelitian di masa depan harus dilakukan untuk
memperpanjang dan menyuport capaian menjanjikan ini, seperti eksperimen in
vitro dengan tipe tipe sel sesuai dan tes ketahanan memnggunakan larutan yang
me-mimic kondisi fisiologikal dalam rongga mulut.

5. Simpulan
Penelitian termal, mikrostruktur, mekanik, dan bioaktif dilakukan pada
tiga keramik gelas eksperimental (TT-CEL2, TT-FaGC, dan TT-SCNA), yang
diproduksi oleh perlakuan gelas termal silikat induk, untuk menentukan potensi
kesesuaiannya untuk aplikasi pada gigi. TT-CEL2 menunjukkan sifat mekanis
yang sebanding dengan dentin alami dan kemampuan pembentukan apatit yang
sangat baik dalam SBF (bioaktivitas in vitro); karena alasan ini, penggunaannya
mungkin menjanjikan untuk mengganti akar gigi. TT-SCNA adalah bioinert
setelah direndam dalam SBF dan menunjukkan sifat mekanik yang dekat dengan
enamel gigi: oleh karena itu, dapat disarankan untuk mengisi rongga enamel atau
sebagai bahan untuk pembuatan crown gigi. TT-FaGC dapat disarankan sebagai
bahan untuk restorasi enamel, dan diharapkan untuk menunjukkan sifat anti-
karotik in vivo. Akhirnya, implan prototipe TT-CEL2/TT-SCNA berlapis berhasil
dibuat dan diusulkan untuk penggantian total gigi. Pendekatan ini merupakan
pilihan baru yang menarik untuk menggantikan dan meregenerasi struktur gigi,
yang perlu diselidiki lebih lanjut dan analisis mendalam di masa depan.
CROWN GIGI → prosedur pemasangan selubung gigi di atas gigi yg rusak.
Daftar Pustaka
1. Bayne, S.C. Dental biomaterials: Where are we and where are we going?
J. Dent. Educ. 2005, 69, 571–585.[PubMed]
2. Cho, Y.D.; Seol, Y.J.; Lee, Y.M.; Rhyu, I.C.; Ryoo, H.M.; Ku, Y. An
overview of biomaterials in periodontology and implant dentistry. Adv.
Mater. Sci. Eng. 2017, 2017, 1948241. [CrossRef]
3. Bhargavi, A.; Ajay, S.; Rohit, B.; Vishal, A.; Minkle, G. Comparative
tooth anatomy—A review. Int. J. Dent. Sci. Res. 2013, 1, 34–37.
[CrossRef]
4. Denry, I.L.; Holloway, J.A.; Rosenstiel, S.F. Crystallization kinetics of a
low-expansion feldspar glass for dental applications. J. Biomed. Mater.
Res. 1998, 41, 398–404. [CrossRef]
5. Ramalho, A.; Antunes, P.V. Reciprocating wear test of dental composites
against human teeth and glass. Wear 2007, 263, 1095–1104. [CrossRef]
6. Weiss, P.; Lapkowski, M.; LeGeros, R.Z.; Bouler, J.M.; Jean, A.; Daculsi,
G. Fourier-transform infrared spectroscopy study of an organic-mineral
composite for bone and dental substitute materials. J. Mater. Sci. Mater.
Med. 1997, 8, 621–629. [CrossRef] [PubMed]
7. Sakaguchi, R.L. Review of the current status and challenges for dental
posterior restorative composites: Clinical, chemistry, and physical
behavior considerations (Summary of discussion from the Portland
Composites Symposium (POCOS) 17–19 June 2004, Oregon Health &
Science University, Portland, Oregon). Dent. Mater. 2005, 21, 3–6.
[PubMed]
8. Sajewicz, E. On evaluation of wear resistance of tooth enamel and dental
materials. Wear 2005, 260, 1256–1261. [CrossRef]
9. Holand, W.; Frank, M.; Rheinberger, V. Surface crystallization of leucite
in glasses. J. Non-Cryst. Solids 1995, 180, 292–307. [CrossRef]
10. Cattell, M.J.; Chandwick, T.C.; Knowles, J.C.; Clarke, R.L.;
Samarawickrama, D.Y.D. The nucleation and crystallization of fine
grained leucite glass-ceramics for dental applications. Dent. Mater. 2006,
22, 925–933. [CrossRef] [PubMed]
11. Holand, W.; Rheinberger, V.; Apel, E.; Van’t Hoen, C. Principles and
phenomena of bioengineering with glass-ceramics for dental restoration. J.
Eur. Ceram. Soc. 2007, 27, 1521–1526. [CrossRef]
12. Ananth, H.; Kundapur, V.; Mohammed, H.S.; Anand, M.; Amarnath, G.S.;
Mankar, S. A review on biomaterials in dental implantology. Int. J.
Biomed. Sci. 2015, 11, 113–120. [PubMed]
13. Hong, M.H.; Min, B.K.; Kwon, T.Y. Fabricating high-quality 3D-printed
alloys for dental applications. Appl. Sci. 2017, 7, 710. [CrossRef]
14. Rohanizadeh, R.; LeGeros, R.Z.; Harsono, M.; Bendavid, A. Adherent
apatite coating on titanium substrate using chemical deposition. J. Biomed.
Mater. Res. A 2005, 72, 428–438. [CrossRef] [PubMed]
15. Ozawa, N.; Negami, S.; Odaka, T.; Morii, T.; Koshino, T. Histological
observations on tissue reaction of the rat calcaneal tendon to sintered
hydroxyapatite. J. Mater. Sci. Lett. 1989, 8, 869–871. [CrossRef]
16. Albrektsson, T.; Branemark, P.I.; Hansson, H.A.; Kasemo, B.; Larsson,
K.; Lundstrom, I.; McQueen, D.H.; Skalak, R. The interface zone of
inorganic implants in vivo: Titanium implants in bone. Ann. Biomed. Eng.
1983, 11, 1–27. [CrossRef]
17. Cochran, D.L.; Schenk, R.K.; Lussi, A.; Higginbottom, F.L.; Buser, D.
Bone response to unloaded and loaded titanium implants with a
sandblasted and acid-etched surface: A histometric study in the canine
mandible. J. Biomed. Mater. Res. 1998, 40, 1–11. [CrossRef]
18. Palka, V.; Ivan, J.; Postrkova, E.; Kolenciak, V.; Krsek, A.; Infner, I.;
Koerten, H.K. The effect of biological environment on the surface of
titanium and plasma-sprayed layer of hydroxylapatite. J. Mater. Sci.
Mater. Med. 1998, 9, 369–373. [CrossRef] [PubMed]
19. Jayaswal, G.P.; Dange, S.P.; Khalikar, A.N. Bioceramic in dental
implants: A review. J. Indian Prosthodont. Soc. 2010, 10, 8–12.
[CrossRef] [PubMed]
20. Abbasi, Z.; Bahrololoom, M.E.; Shariat, M.H.; Bagheri, R. Bioactive
glasses in dentistry: A review. J. Dent. Biomater. 2015, 2, 1–9.
21. Jitaru, S.; Hodisan, I.; Timis, L.; Lucian, A.M.; Bud, M. The use of
bioceramics in endodontics—Literature review. Clujul Med. 2016, 89,
470–473.
22. Al-Haddad, A.; Che Ab Aziz, Z.A. Bioceramic-based root canal sealers: A
review. Int. J. Biomater. 2016, 2016, 9753210. [CrossRef] [PubMed]
23. Wren, A.W. Vitreous materials for dental restoration and reconstruction.
Adv. Struct. Mater. 2016, 53, 203–225.
24. Montazerian, M.; Zanotto, E.D. Bioactvie and inert dental glass-ceramics.
J. Biomed. Mater. Res. A 2017, 105, 619–639. [CrossRef] [PubMed]
25. Verné, E.; Vitale-Brovarone, C.; Bui, E.; Bianchi, C.L.; Boccaccini, A.R.
Surface functionalization of bioactive glasses. J. Biomed. Mater. Res. A
2009, 90, 981–992. [CrossRef] [PubMed]
26. Vitale-Brovarone, C.; Baino, F.; Miola, M.; Mortera, R.; Onida, B.; Verné,
E. Glass-ceramic scaffolds containing silica mesophases for bone grafting
and drug delivery. J. Mater. Sci. Mater. Med. 2009, 20, 809–820.
[CrossRef][PubMed]
27. Baino, F.; Ferraris, M.; Bretcanu, O.; Verné, E.; Vitale-Brovarone, C.
Optimization of composition, structure and mechanical strength of
bioactive 3-D glass-ceramic scaffolds for bone substitution. J. Biomater.
Appl. 2013, 27, 872–890. [CrossRef] [PubMed]
28. Ma, H.; Baino, F.; Fiorilli, S.; Vitale-Brovarone, C.; Onida, B. Al-MCM-
41 inside a glass-ceramic scaffold: A meso-macroporous system for acid
catalysis. J. Eur. Ceram. Soc. 2013, 33, 1535–1543. [CrossRef]
29. ISO 6872:2015. Dentistry-Ceramic Materials. Available online:
https://www.iso.org/standard/59936.html (accessed on 18 November
2017).
30. Anstis, G.R.; Chantikul, P.; Lawn, B.R.; Marshall, D.B. A critical
evaluation of indentation techniques for measuring fracture toughness: I,
direct crack measurements. J. Am. Ceram. Soc. 1981, 64, 533–538.
[CrossRef]
31. ASTM C1259-14. Standard Test Method for Dynamic Young’s Modulus,
Shear Modulus, and Poisson’s Ratio for Advanced Ceramics by Impulse
Excitation of Vibration. 2014. Available online:
https://compass.astm.org/Standards/HISTORICAL/C1259-14.htm
(accessed on 18 November 2017).
32. Labella, R.; Lambrechts, P.; Van Meerbeek, B.; Vanherle, G.
Polymerization shrinkage and elasticity of flowable composites and filled
adhesives. Dent. Mater. 1999, 15, 128–137. [CrossRef]
33. Kokubo, T.; Takadama, H. How useful is SBF in predicting in vivo bone
bioactivity? Biomaterials 2006, 27, 2907–2915. [CrossRef] [PubMed]
34. Clifford, A.; Hill, R.G.; Towler, M.R.; Wood, D.J. The crystallisation of
glasses from the ternary CaF2-CaAl2Si2O8-P2O5 system. J. Mater. Sci.
2001, 36, 3955–3961. [CrossRef]
35. Kaur, G.; Pandey, O.P.; Singh, K.; Homa, D.; Scott, B.; Pickrell, G. A
review of bioactive glasses: Their structure, properties, fabrication and
apatite formation. J. Biomed. Mater. Res. A 2014, 102, 254–274.
[CrossRef] [PubMed]
36. Hench, L.L.; Splinter, R.J.; Allen, W.C.; Greenlee, T.K. Bonding
mechanisms at the interface of ceramic prosthetic materials. J. Biomed.
Mater. Res. 1971, 5, 117–141. [CrossRef]
37. Wilson, J.; Pigott, G.H.; Schoen, F.J.; Hench, L.L. Toxicology and
biocompatibility of bioglasses. J. Biomed. Mater. Res. 1981, 15, 805–817.
[CrossRef] [PubMed]
38. Hench, L.L. Bioactive ceramics. Ann. N. Y. Acad. Sci. 1988, 523, 54–71.
[CrossRef] [PubMed]
39. Baino, F. Porous glass-ceramic orbital implants: A feasibility study.
Mater. Lett. 2018, 212, 12–15. [CrossRef]
40. Baino, F.; Verné, E.; Vitale-Brovarone, C. 3-D high strength glass-ceramic
scaffolds containing fluoroapatite for load-bearing bone portions
replacement. Mater. Sci. Eng. C 2009, 29, 2055–2062. [CrossRef]
41. Vitale-Brovarone, C.; Baino, F.; Verné, E. High strength bioactive glass-
ceramic scaffolds for bone regeneration. J. Mater. Sci. Mater. Med. 2009,
20, 643–653. [CrossRef] [PubMed]
42. Lefebvre, L.; Chevalier, J.; Gremillard, L.; Zenati, R.; Thollet, G.;
Bernache-Assolant, D.; Govin, A. Structural transformations of bioactive
glass 45S5 with thermal treatments. Acta Mater. 2007, 55, 3305–3313.
[CrossRef]
43. Boccaccini, A.R.; Chen, Q.Z.; Lefebvre, L.; Gremillard, L.; Chevalier, J.
Sintering, crystallisation and biodegradation behaviour of Bioglass®-
derived glass–ceramics. Faraday Discuss. 2007, 136, 27–44. [CrossRef]
[PubMed]
44. Bretcanu, O.; Chatzistavrou, X.; Paraskevpoulos, K.; Conradt, R.;
Thompson, I.; Boccaccini, A.R. Sintering and crystallization of 45S5
Bioglass® powder. J. Eur. Ceram. Soc. 2009, 29, 3299–3306. [CrossRef]
45. Jones, J.R.; Brauer, D.S.; Hupa, L.; Greenspan, D.C. Bioglass and
bioactive glasses and their impact on healthcare. Int. J. Appl. Glass Sci.
2016, 7, 423–434. [CrossRef]
46. Wu, C.; Chang, J.; Zhai, W.; Ni, S.; Wang, J. Porous akermanite scaffolds
for bone tissue engineering: Preparation, characterization, and in vitro
studies. J. Biomed. Mater. Res. B (Appl. Biomater.) 2006, 78, 47–55.
[CrossRef] [PubMed]
47. Huang, Y.; Jin, X.; Zhang, X.; Sun, H.; Tu, J.; Tang, T.; Chang, J.; Dai, K.
In vitro and in vivo evaluation of akermanite bioceramics for bone
regeneration. Biomaterials 2009, 30, 5041–5048. [CrossRef] [PubMed]
48. Boskey, A.L. Mineralization of bones and teeth. Elements 2007, 6, 385–
392. [CrossRef]
49. Da Rocha Barros, V.M.; Salata, L.A.; Sverzut, C.E.; Xavier, S.P.; Van
Noort, R.; Johnson, A.; Hatton, P.V. In vivo bone tissue response to a
canasite glass-ceramic. Biomaterials 2002, 23, 2895–2900. [CrossRef]
50. Bubb, N.L.;Wood, D.; Streit, J.P. Reduction of the solubility of
fluorcanasite based glass ceramics by additions of SiO2 and AlPO4. Glass
Technol. 2004, 45, 91–93.
51. Kokubo, T.; Ito, S.; Sakka, S.; Yamamuro, T. Formation of a high-strength
bioactive glass-ceramic in the system MgO-CaO-SiO2-P2O5. J. Mater.
Sci. 1986, 21, 536–540. [CrossRef]
52. Sautier, J.M.; Kokubo, T.; Ohtsuki, T.; Nefussi, J.R.; Boulekbache, H.;
Oboeuf, M.; Loty, S.; Loty, C.; Forest, N. Bioactive glass-ceramic
containing crystalline apatite and wollastonite initiates biomineralization
in bone cell cultures. Calcif. Tissue Int. 1994, 55, 458–466. [CrossRef]
[PubMed]
53. Kraft, L.; Engqvist, H.; Hermansson, L. Early-age deformation, drying
shrinkage and thermal dilation in a new type of dental restorative material
based on calcium aluminate cement. Cem. Concr. Res. 2004, 34, 439–446.
[CrossRef]
54. Fong, H.; Sarikaya, M.; White, S.N.; Snead, M.L. Nano-mechanical
properties profiles across dentin—enamel junction of human incisor teeth.
Mater. Sci. Eng. C 2000, 7, 119–128. [CrossRef]
55. Finke, M.; Hughes, J.A.; Parker, D.M.; Jandt, K.D. Mechanical properties
of in situ demineralised human enamel measured by AFM
nanoindentation. Surf. Sci. 2001, 491, 456–467. [CrossRef]
56. Mahoney, E.K.; Rohanizadeh, R.; Ismail, F.S.M.; Kilpatrick, N.M.; Swain,
M.V. Mechanical properties and microstructure of hypomineralised
enamel of permanent teeth. Biomaterials 2004, 25, 5091–5100. [CrossRef]
[PubMed]
57. Park, S.;Wang, D.H.; Zhang, D.; Romberg, E.; Arola, D. Mechanical
properties of human enamel as a function of age and location in the tooth.
J. Mater. Sci. Mater. Med. 2008, 19, 2317–2324. [CrossRef] [PubMed]
58. Yan, J.; Taskonak, B.; Platt, J.A.; Mecholsky, J.J., Jr. Evaluation of
fracture toughness of human dentin using elastic-plastic fracture
mechanics. J. Biomech. 2008, 41, 1253–1259. [CrossRef] [PubMed]
59. Kinney, J.H.; Nalla, R.K.; Pople, J.A.; Breunig, T.M.; Ritchie, R.O. Age-
related transparent root dentin: Mineral concentration, crystallite size, and
mechanical properties. Biomaterials 2005, 26, 3363–3376. [CrossRef]
[PubMed]
60. Low, I.M.; Duraman, N.; Mahmood, U. Mapping the structure,
composition and mechanical properties of human teeth. Mater. Sci. Eng. C
2008, 28, 243–247. [CrossRef]
61. Schwartz, Z.; Boyan, B.D. Underlying mechanisms at the bone-
biomaterial interface. J. Cell. Biochem. 1994, 56, 340–347. [CrossRef]
[PubMed]
62. ElBatal, F.H.; Azooz, M.A.; Hamdy, Y.M. Preparation and
characterization of some multicomponent silicate glasses and their glass-
ceramics derivatives for dental applications. Ceram. Int. 2009, 35, 1211–
1218. [CrossRef]
63. Lee, Y.K. Translucency of dental ceramic, post and bracket. Materials
2015, 8, 7241–7249. [CrossRef] [PubMed]
64. Wiegand, A.; Buchalla, W.; Attin, T. Review on fluoride-releasing
restorative materials-fluoride release and uptake characteristics,
antibacterial activity and influence on caries formation. Dent. Mater. 2007,
23, 343–362. [CrossRef] [PubMed]

Anda mungkin juga menyukai