Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Teknik Panen dan Penanganan Pasca Panen Yang Ideal Pada Kubis

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

Elva Fazhul Khaira (1805105010019)


Muhammad Andika (1805105010078)
Mustafa Ramadhan (1805105010076)
Sri Herliyanti (1805105010028)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

TAHUN 2020
I. PENDAHULUAN

1.1 Sekilas Tentang Kubis


Nama "kubis" diambil dari bahasa Perancis, chou cabus (secara harafiah berarti
"kubis kepala"), yang diperkenalkan oleh sebagian orang Eropa yang tinggal di Hindia-
Belanda.Nama "kol" diambil dari bahasa Belanda kool. Kubis (Brassica oleracia) atau biasa
disebut kol merupakan tanaman sayuran yang termasuk dalam keluarga Brassica seperti
brokoli, kembang kol, dan kecambah brussels. Keluarga kubis-kubisan memiliki jenis yang
cukup banyak. Yang lazim ditanam di Indonesia, antara lain kubis, kubis bunga, brokoli,
kubis tunas, kubis rabi, dan kale. Jenis kubis-kubisan ini diduga dari kubis liar Brassica
oleracea var. sylvestris, yang tumbuh di sepanjang pantai Laut Tengah, pantai Inggris,
Denmark, dan sebelah Utara Perancis Barat.
Sayuran kubis dapat ditanam di dataran rendah maupun di dataran tinggi dengan
curah hujan rata-rata 850-900 mm. Daunnya bulat, oval, sampai lonjong, membentuk roset
akar yang besar dan tebal, warna daun bermacam-macam, antara lain putih (forma alba),
hijau, dan merah keunguan (forma rubra). Kubis merupakan sayuran dengan produksi
tertinggi dan kebanyakan dipasarkan di dalam negeri. Kubis pernah menjadi salah satu
komoditi utama untuk ekspor. Tetapi sejak 2005, volume dan nilai ekspor kubis sangat kecil.
Penanganan pasca panen perlu memperhatikan sifat kubis yang mudah rusak, berbentuk bulat
besar (voluminous), waktu panen, dan waktu tempuh untuk mencapai pasar yang dituju.
Penanganan yang sembarangan menyebabkan susut jumlah, mutu dan nilai ekonomi kubis.
Praktek penanganan pasca panen dan cara penyimpanan yang baik dapat meningkatkan nilai
tambah yang akan meningkatkan nilai ekonomis kubis, walaupun akan meningkatkan biaya
produksi.
Masalah penanganan produk hortikultura setelah dipanen (pasca panen) sampai saat
ini masih menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius baik dikalangan
petani, pedagang, maupun dikalangan konsumen sekalipun. Walau hasil yang diperoleh
petani mencapai hasil yang maksimal tetapi apabila penanganan setelah dipanen tidak
mendapat perhatian maka hasil tersebut segera akan mengalami penurunan mutu atau
kualitasnya. Seperti diketahui bahwa produk hortikultura relatif tidak tahan disimpan lama
dibandingkan dengan produk pertanian yang lain.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Kubis dapat dipanen pada umur 3-4 bulan. Untuk mendapat hasil yang maksimum,
kubis harus sudah dipanen apabila kropnya telah keras. Tanda ini biasa dirasakan dengan
memegang atau menekan krop kubis tersebut. Menurut Rukmana (1996), pemanenan
diharapkan jangan sampai terlambat, karena menyebabkan kropnya pecah (retak-retak) dan
kadang-kadang diikuti dengan pembusukan. Cara pemanenan, baik secara mekanik ataupun
secara manual akan mempengaruhi derajat (tingkat) dan tipe pelukaan, kememaran dan
sayatan yang terjadi. Bagian yang rusak demikian merupakan titik-titik masuk bagi jasad
renik yang akan menurunkan kualitas (Subekti, 1998).
Teknik penanganan pascapanen bertujuan untuk memberikan penampilan yang baik
dan kemudahan-kemudahan untuk konsumen, memberikan perlindungan produk dari
kerusakan dan memperpanjang masa simpan. Sukses penanganan pascapanen memerlukan
koordinasi dan integrasi yang hati-hati dari seluruh tahapan dari operasi pemanenan sampai
ke tingkat konsumen untuk mempertahankan mutu produk awal. Beberapa tahapan perlakuan
umum pascapanen pada kubis antara lain adalah pre-sorting, pencucian, pelilinan,
pengendalian penyakit, pengendalian insekta, dan grading (Kitinoja, 1999).
Kubis yang ditujukan untuk penyimpanan dalam jangka panjang (5-6 bulan) harus
disimpan pada suhu 0°C. Kubis yang ditujukan untuk penyimpanan jangka panjang sangat
dianjurkan untuk memakai penyimpanan Controlled Atmosphere sehingga kualitas dan harga
jualnya menjadi kompetitif. Simpan kubis pada suhu 0-1°C, kelembaban relatif 95-98%,
dalam ruang penyimpanan CA dengan proporsi oksigen 3-5% dan CO2 5-7%. Proporsi
tersebut telah ditemukan untuk meningkatkan kualitas penyimpanan kubis (Mc. Gregor,
1987).
Kubis mengandung sekitar 92% air. Setelah kubis dipanen, sangat penting untuk
mendinginkan kubis secepat mungkin dan memperhatikan kelembabannya minimal 90% atau
lebih tinggi. RH yang dibawah 80% akan menyebabkan transpirasi sehingga kubis akan susut
dan mengkerut. Ketika kelembaban relatifnya rendah, basahi lantai penyimpanan untuk
meningkatkan kelembaban. komoditi kubis berada pada kelompok sedang dengan laju
respirasi 10-20 mg /CO2/kg/jam pada suhu 5°C. Pendinginan kubis akan memperlambat laju
respirasinya. Pada suhu 59°F (15° C), baik kubis merah dan hijau hanya melepaskan karbon
dioksida pada tingkat 32 mililiter per kilogram per jam. Ini merupakan kisaran suhu yang
sesuai untuk menjaga kubis dengan pendinginan untuk menjaga kualitasnya. Pendinginan
juga akan membantu untuk mempertahankan kandungan vitamin C (Bambang, 2017).
III. HASIL PENGAMATAN

Berdasarkan data dari www.slideshare.net, data yang dikumpulkan bukan berupa


angka-angka, melainkan berasal dari wawancara terhadap beberapa pedagang kubis. Hasil
pendataan dari beberapa pedagang memperlihatkan bahwa sebagian besar pedagang tidak
menangani kubis dengan baik sehingga daya tahan dari kubis hanya berkisar antara 2-3 hari.
Poin-poin penting yang ditanyakan pada wawancara ini meliputi asal dari kubis, penanganan-
penanganan yang dilakukan, metode penyimpanan dan pengaruhnya terhadap daya tahan
kubis, serta berapa banyak kubis yang terbuang (food waste). Dalam survei ini, peneliti
mengambil lokasi di Pasar Tradisional Peunayong, Banda Aceh diantaranya ialah sebagai
berikut :
1. Pedagang I
Dari pedagang I (Sdr. Andriansyah), diperoleh data bahwa kubis yang diecerkan
didatangkan dari dataran tinggi Karo (Berastagi), Sumatera Utara. Tidak ada penanganan-
penanganan khusus yang dilakukan terhadap kubis semenjak sampai di pasar, hanya sebatas
membersihkan kulit luar kubis yang kotor dan mengupas kulit yang mulai busuk. Kubis
diletakkan ditempat yang teduh dan dibawahnya diberi alas. Dengan metode penyimpanan
ini, kubis bertahan hanya sampai tiga hari, dan bila ada produk yang tidak terjual maka akan
dibuang. Biasanya dalam seminggu ada 3-4 kubis yang terbuang dan menjadi sampah.
2. Pedagang II
Dari pedagang II (Sdr. Jono), diperoleh data bahwa kubis yang diecerkan sebagian
berasal dari Takengon dan sebagian lagi berasal dari Berastagi. Pada saat dilakukan
wawancara, pedagang melakukan treatment yaitu mengupas kulit dan memotong bonggol
(bagian bawah) kubis. Dari wawancara ini juga diperoleh data bahwa untuk memperpanjang
masa simpan dari kubis, maka kubis direndam dengan menggunakan larutan kapur tohor.
Perlakuan-perlakuan terhadap kubis ini sudah cukup bagus. Namun, proses penyimpanan
kubis masih kurang diperhatikan. Kubis diletakkan di atas peti kayu tanpa alas dan dibiarkan
di tempat terbuka, sehingga tidak terlindung dari panas dan hujan. Selain itu, penyusunan
kubis bercampur dengan komoditi lainnya, seperti bunga kol, wortel dan tomat. Daya tahan
penyimpanan kubis ini hanya mencapai tiga hari, dan selebihnya kubis yang tidak terjual
akan dibuang dan menjadi sampah. Kubis yang terbuang mencapai 5 buah per minggu.
3. Pedagang III
Dari pedagang III (Bpk. Darwin), diperoleh data bahwa kubis berasal dari Takengon.
Tidak ada penanganan-penanganan khusus yang dilakukan terhadap kubis dan
penyimpanannya pun hanya diletakkan begitu saja di atas meja. Dari semua pedagang,
kerugian yang diperoleh pedagang III adalah yang terbesar, karena dalam seminggu jumlah
kubis yang terbuang cukup banyak.
4. Pedagang IV
Dari pedagang IV (Sdr. Mukhlis), diperoleh data bahwa kubis berasal dari Berastagi.
Penanganan yang dilakukan hanya mengupas kulit luar kubis yang rusak. Penyimpanannya
dilakukan begitu saja, dengan menyusun kubis di atas meja tanpa dilapisi pada bagian
alasnya. Daya tahan kubis hanya 2-3 hari terhitung sejak kubis dimuat ke pasar.
IV. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan, dilakukan perbandingan lama masa simpan kubis/kol


di pasar tradisional Peunayong, Banda Aceh dengan penyimpanan ideal yang diinginkan
sebagai berikut:
a. Pedagang I
Kubis bertahan hanya sampai tiga hari, dan bila ada produk yang tidak terjual maka
akan dibuang. Biasanya dalam seminggu ada 3-4 kubis yang terbuang dan menjadi
sampah.
b. Pedagang II
Daya tahan penyimpanan kubis ini hanya mencapai 3 hari. Kubis yang terbuang
mencapai 5 buah per minggu.
c. Pedagang III
Dari semua pedagang, kerugian yang diperoleh pedagang III adalah yang terbesar.
Dalam seminggu jumlah kubis yang terbuang cukup banyak.
d. Pedagang IV
Daya tahan kubis hanya 2-3 hari terhitung sejak kubis dimuat ke pasar.

Sedangkan pada kondisi penyimpanan ideal, kubis dapat bertahan hingga 5-6 bulan
dan kerusakan mekanis dapat diminimalkan. Seperti yang direkomendasikan University of
Saskatchewan dan WHFood, penanganan kubis dapat dilakukan dengan beberapa cara
diantaranya ialah bungkuslah kubis dalam plastik dan simpan kubis sedingin mungkin pada
suhu 0˚C dan kelembaban relatifnya 98-100% tanpa proses pembekuan. Bonggol kol harus
dipangkas berikut dengan daun-daun yang longgar sebelum proses penyimpanan. Dianjurkan
untuk memakai penyimpanan Controlled Atmosphere. Ruang penyimpanan CA dengan
proporsi oksigen 3-5% dan CO2 5-7%.

4.1 SNI Kol/Kubis


Kubis segar yang didefinisikan dalam Standar Nasional Indonesia (1998) adalah
kumpulan daun-daun yang masih menempel pada batang dan membentuk telur/krop berasal
dari tanaman kubis (Brassica Oleracea, var. capitata, LINN) dalam keadaan segar dan
bersih. Standar mutu kol/kubis tercantum pada Standar Nasional Indonesia SNI 01-317-
19921.
4.2 Upaya Untuk Mempertahankan Kualitas Kubis
Berikut adalah upaya yang dapat dilakukan pedagang untuk mempertahankan kualitas
kubis yang tidak habis terjual yaitu:
- Pendinginan
Pendinginan kubis akanmemperlambat laju respirasinya. Pada suhu 59°F (15° C), baik
kubis merah dan hijau hanya melepaskan karbon dioksida pada tingkat 32 mililiter per
kilogram per jam. Ini merupakan kisaran suhu yang sesuai untuk menjaga kubis dengan
pendinginan untuk menjaga kualitasnya.Pendinginan juga akan membantu untuk
mempertahankan kandungan vitamin C.
- Pengemasan
Bungkuslah kubis dalam plastik dansimpan di bagian rak kulkas untuk membatasi
eksposur terhadap aliran udara, dan dengan demikian akan mengurangi respirasi dan
menghambat pembusukan. Selain fungsi bungkus plastik untuk menjaga kelembaban
eksternal, bungkus plastik juga membantu kubis untuk mempertahankan kelembaban
internalnya (menjaga keluarnya air dari sel).
- Pencegahan kerusakan mekanis
Hati-hatilah menangani kubis untuk mencegah memar. Setiap jenis kerusakan sel
menurunkan kadar vitamin C. Beberapa tas atau box penyimpanan dapat digunakan untuk
meminimakan kerusakan mekanis.

4.3 Hal Yang Dapat Dilakukan Apabila Kubis Tidak Layak Jual Lagi
Yang dapat dilakukan oleh pedagang terhadap produk yang rusak/tidak layak jual,
pedagang harus mencari jalan keluar untuk mengolah kubis agar layak dijual kembali.
Mengolah menjadi pupuk organik, menjual kubis yang rusak tersebut kepada pertenak sapi,
kambing. Pedagang dapat menimalisir kubis yang rusak tersebut dengan cara pengolahan
kembali atau menjual kubis dengan harga yang murah. Kubis tersebut dicek apakah masih
layak dijual, ini dilakukan agar bisa menjadi bahan baku pengolahan suatu produk lainnya.
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagian besar pedagang di pasar tradisional tidak melakukan perlakuan-perlakuan
khusus dalam usaha memperpanjang lama penyimpanan kubis.
2. Penanganan yang sembarangan menyebabkan susut jumlah, mutu dan nilai ekonomi
kubis.
3. Penanganan pasca panen perlu memperhatikan sifat kubis yang mudah rusak,
bentuknya yang bulat besar (voluminous), suhu, serta kelembaban udara.
4. Sebagian besar kesalahan penyimpanan kubis oleh pedagang yaitu terkait
penyusunan, sanitasi, aerasi, suhu, dan pencampuran dengan komoditi lain.
5. Rata-rata masa simpan kubis pada pasar tradisional Peunayong hanya mencapai 2-3
hari.

5.2 Saran Dan Rekomendasi


o Pemerintah daerah, Dinas Pertanian, Mahasiswa, atau instansi lain harus terus
berupaya meningkatkan dan menyebarkan pengetahuan tentang teknologi pasca panen
produk pertanian, khususnya hortikultura. Salah satu programnya yaitu dengan
melakukan pelatihan dan penyuluhan terhadap pedagang untuk mempelajari dan
mengetahui teknologi pengolahan pascapanen komoditas pertanian.
o Untuk para pedagang, kami menyarankan cara penyimpanan yang sederhana tetapi
dapat memperpanjang masa simpan, seperti perendaman dalam kapur tohor, memberi
alas ketika meletakkan kubis di atas peti, tidak menumpuk kubis dengan komoditi
lainnya, simpan di ruang yang terkontrol dari panas dan hujan, memperhatikan
sanitasi, dan tidak membuang daun kubis yang rusak berdekatan dengan yang masih
bagus.
DAFTAR PUSTAKA

Agblor, S. and D. Waterer. 2001. Cabbage: Post-Harvest Handling and Storage. Dept. of
Plant Sciences, University of Saskatchewan, Canada.
Bambang, DR. 2017. http://fp.unram.ac.id/data/DR.Bambang%20B%20Santoso/BahanAjar-
PascapanenHortikultura/BAB-3-Fisiologi-a.pdf .
Kitinoja, L dan Gorny,J.R. 1999. Postharvest Technology for Small Scale Produce.
Mc. Gregor, B.M. 1987. Tropical Products Transport Handbook. USA. United States
Department of Agriculture.
Rukmana,R.1996. bertanam kubis. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Subekti Sri. 1998. Mempelajari Karakteristik Respirasi dan Perubahan Mutu Kubis (Brassica
oleracea) pada penyimpanan Segar[skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
Zulkarnain, H. 2010. DasarDasarHprtikultura. BumiAkasara, Jakarta.
www.slideshare.net,

Anda mungkin juga menyukai