Anda di halaman 1dari 14

BAB III

PENELITIAN KOHORT

Deskripsi
Pada bab ini dibahas mengenai, pengertian kohort, bentuk-bentuk penelitian kohort,
langkah-langkah penelitian kohort, kelebihan dan kekurangan penelitian kohort;
Tujuan Intruksional Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tentang penelitian kohort
Tujuan Intruksional Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian kohort;
2. Mahasiswa dapat menjelaskan bentuk-bentuk penelitian kohort;
3. Mahasiswa dapat menjelaskan langkah-langkah penelitian kohort;
4. Mahasiswa dapat menjelaskan kelebihan dan kekurangan penelitian kohort;

A. Pengertian Penelitian Kohort


Kohort sebagai istilah umum mengandung arti suatu kelompok, suatu ikatan, atau badan
seseorang. Kelompok kohort adalah sekelompok penduduk yang memiliki persamaan dalam hal
tertentu dan merupakan kelompok yang diamati sampai batas waktu tertentu. Dalam
epidemiologi, subjek dalam studi kohort dipilih berdasarkan beberapa karakteristik tertentu yang
dianggap sebagai faktor risiko terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan tertentu.
Studi kohort adalah metode epidemiologi untuk mengidentifikasi suatu populasi studi
menurut usia atau dengan menggunakan cara atau sifat atau pengelompokan individu lain demi
tujuan penelitian. Pengamatan (studi) kohort dapat bersifat deskriptif maupun analitis. Kohort
deskriptif adalah pengamatan kohort yang bertujuan hanya untuk menjelaskan insidensi atau
akibat yang terjadi terhadap populasi kohort setelah diamati dan diikuti selama jangka waktu
tertentu. Sedangkan pengamatan kohort analitis bertujuan untuk menganalisis hubungan antara
faktor risiko (efek keterpaparan) dengan kejadian penyakit atau gangguan kesehatan yang terjadi
selama/setelah waktu pengamatan.
Sesuai dengan sifat pengamatannya, studi kohort disebut juga sebagai follow up study,
atau longitudinal prospective study. Dalam merancang studi kohort analitis, peneliti harus
menetapkan hipotesis penelitian serta menentukan faktor-faktor risiko yang akan diamati, hasil
kejadian atau hasil luaran (penyakit atau gangguan kesehatan) yang diharapkan terjadi, serta
lamanya waktu pengamatan.
Ciri-ciri utama dari sebuah studi kohort adalah sebagai berikut:
1. Terdapat pemilihan subjek berdasar status paparan (terpapar dan tidak terpapar).
2. Kelompok-kelompok subjek yang dipilih memiliki karakter sama (bebas penyakit).
3. Memiliki periode waktu pengamatan tertentu.
4. Pengamatan muncul tidaknya penyakit pada subjek.
5. Dimungkinkan untuk dilakukan perhitungan laju insidensi.
6. Peneliti tidak mengalokasikan paparan dengan sengaja (bukan eksperimental).

Sakit

terpapar
Tidak
Sakit

Populasi Sampel
Sakit
Tidak
terpapar Tidak
Sakit

Gambar 1. Skema Dasar Studi Kohort

B. Bentuk – Bentuk Penelitian Kohort


Studi kohort pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kelompok utama yakni kohort
prospektif dan kohort retrospektif (historical cohort study).
1. Kohort Prospektif
Bentuk pengamatan ini merupakan bentuk studi kohort yang murni sesuai dengan
sifatnya. Pengamatan dimulai pada saat populasi kohort belum mengalami akibat yang diteliti
dan hanya diketahui kelompok yang terpapar (berisiko) dan yang tidak terpapar. Bentuk ini ada
dua macam yaitu (1) kohort prospektif dengan pembanding internal, di mana kelompok yang
terpapar dan yang tidak terpapar (sebagai kelompok pembanding atau kontrol) berasal dari satu
populasi yang sama; (2) kohort prospektif dengan pembanding eksternal di mana kelompok
terpapar dan kelompok pembanding tidak berasal dari satu populasi yang sama.
Pada penelitian ini populasi kohort dibagi dalam dua kelompok yakni yang terpapar dan
yang tidak terpapar sebagai kelompok pembanding. Kedua kelompok tersebut diikuti secara
prospektif sampai batas waktu penelitian, di mana akan muncul dari kelompok terpapar dua
subkelompok yakni subkelompok yang mengalami akibat/efek (a) dan yang tidak mengalami
akibat (b). Sedangkan dari kelompok yang tidak terpapar akan muncul juga dua subkelompok
yakni yang mengalami akibat (c) dan yang tidak mengalami akibat (d). Dari hasil pengamatan
kohor tersebut, peneliti dapat menghitung insiden kejadian dari kelompok yang terpapar dan
insiden kejadian dari kelompok yang tidak terpapar dan kemudian dapat dihitung; angka risiko
relatif hasil pengamatan.
Gambar 15 Kerangka konsep studi kohort prospektif dengan pembanding internal

Gambar 16 Kerangka konsep studi kohort prospektif dengan pembanding eksternal


2. Kohort Retrospektif
Umumnya studi kohort bersifat prospektif, di mana peneliti memulai pengamatan dengan
mengidentifikasi kelompok dengan faktor risiko (terpapar) dan kelompok tanpa faktor risiko
(tidak terpapar), kemudian diamati akibat yang diharapkan terjadi sepanjang waktu tertentu.
Namun demikian, studi kohort dapat pula dilakukan dengan menggunakan data yang telah
dikumpulkan pada waktu yang lalu yang tersimpan dalam arsip atau bentuk penyimpanan data
lainnya.
Umpamanya seorang peneliti yang ingin menganalisis faktor-faktor risiko dari 78 orang
penderita stroke yang berasal dari kelompok pegawai perusahaan tertentu yang dijumpainya
dalam dua tahun terakhir, dengan menelusuri catatan kesehatan penderita tersebut sejak bekerja
pada perusahan yang dimaksud.
Contoh lain adalah pengamatan terhadap sejumlah pegawai bagian produksi dari suatu
pabrik semen tertentu yang sedang menderita sejenis penyakit gangguan pernapasan. Peneliti
mencoba mengamati faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit tersebut dengan
menelusuri data kesehatan dan faktor lingkungan tempatnya bekerja sejak pegawai tersebut
mulai bekerja pada pabrik tadi.
Prinsip studi kohort retrospektif tetap sama dengan kohort biasa, namun pada bentuk ini,
pengamatan dimulai pada saat akibat (efek) sudah terjadi. Yang terpenting dalam bentuk ini
adalah populasi yang diamati tetap memenuhi syarat populasi kohort dan yang diamati adalah
faktor risiko masa lalu yang diperoleh melalui pencatatan data yang lengkap. Dengan demikian,
bentuk penelitian retrospektif kohort hanya dapat dilakukan bila data tentang faktor risiko
tercatat dengan baik sejak terjadinya keterpaparan pada populasi yang sama dengan efek yang
ditemukan pada awal pengamatan.

C. Langkah – Langkah Penelitian Kohort


1. Merumuskan Pertanyaan Penelitian dan Hipotesis
Langkah awal dari suatu studi kohor adalah merumuskan masalah atau pertanyaan
penelitian yang kemudian akan mengantar peneliti merumuskan hipotesis penelitian yang lebih
tepat/sesuai. Dari formulasi hipotesis tersebut, akan tercermin berbagai variabel yang menjadi
variabel penelitian, baik yang bersifat variabel bebas, variabel terikat (dependen) maupun
variabel-variabel lainnya yang harus menjadi perhatian peneliti, antara lain variabel kendali
(kontrol), variabel pengganggu serta variabel lainnya yang harus dipertimbangkan. Contoh : “
Apakah ada hubungan antara merokok dengan penyakit jantung koroner?”.
2. Menetapkan populasi kohort
Dalam memilih populasi kohort harus diperhatikan beberapa hal tertentu seperti berikut :
a. Populasi kohort sedapat mungkin agak stabil.
b. Populasi kohort dapat bekerja sama selama penelitian.
c. Populasi kohort mudah diamati dan mudah terjangkau untuk follow up selama penelitian.
d. Populasi kohort memiliki derajat keterpaparan yang cukup.
e. Anggota kohort tidak sedang menderita penyakit yang akan diamati.
Dalam hal ini peneliti harus yakin bahwa kelompok kohort dan kelompok kontrol betul-
betul tidak sedang menderita atau dicurigai sedang menderita (suspect case) efek yang akan
diteliti. Subjek yang terpilih dari populasi harus memenuhi kriteria pemilihan, meliputi kriteria
inklusif dan eksklusif.
Disebut kriteria inklusif adalah karakteristik umum subjek penelitian pada populasi target
dan populasi kontrol. Kriteria eksklusif bila dalam memilih subjek penelitian, sebagian subjek
yang telah memenuhi kriteria inklusif, namun harus dikeluarkan dari pengamatan karena
beberapa hal antara lain.
a. Terdapat keadaan atau penyakit lain pada subjek yang dapat mengganggu pengukuran
maupun interpretasi hasil penelitian, umpamanya bila terdapat predisposisi atau faktor
genetis yang dapat mempengaruhi hasil pengamatan.
b. Terdapat keadaan yang dapat mengganggu pelaksanaan studi, umpamanya mereka yang
tidak mempunyai alamat yang tetap sehingga sulit diamati.
c. Adanya hambatan etis, kultur atau kepercayaan individual maupun masyarakat untuk dapat
berpartisipasi.
d. Kemungkinan subjek yang akan diteliti, akan menolak berpartisipasi.
Sumber populasi kohort dapat berasal dari berbagai kelompok populasi :
a. Kelompok penduduk yang tergabung/berada dalam satu wilayah pelayanan kesehatan
tertentu.
b. Kelompok pekerja pada satu perusahaan tertentu/atau instansi tertentu.
c. Kelompok penduduk dengan kondisi kesehatan yang menggunakan pelayanan tertentu
seperti kelompok akseptor, kelompok dengan pengobatan radiasi dan lain-lain.
d. Kelompok penduduk dengan asuransi kesehatan tertentu.
e. Untuk populasi yang tidak terpapar (sebagai pembanding) dapat berasal dari :
- penduduk kelompok kohort yang sama
- populasi umum asal populasi kohort
- populasi lain yang memiliki keadaan yang sama dengan populasi kohort yang terpapar
(populasi target), tetapi tidak terpapar.
Semua anggota kelompok tersebut harus diperiksa sebelum pengamatan dimulai. Dalam
memilih populasi kohort ada beberapa faktor yang secara rinci perlu diperhatikan pula :
a. Komparabilitas sampel, artinya sedapat mungkin kelompok studi memiliki atribut yang
sama (tidak berbeda atau sebanding) dengan kelompok kontrol untuk menghindari bias
seleksi yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.
b. Frekuensi faktor risiko, artinya bila faktor risiko tinggi maka diusahakan memilih populasi
penelitian yang berasal dari masyarakat umum (komunitas). Sebaliknya, bila faktor risiko
rendah atau jarang diketemukan, maka populasi penelitian dapat dipilih dari orang-orang
(individu) yang mempunyai risiko tinggi untuk menderita penyakit yang diteliti.
c. Frekuensi penyakit di mana semakin kecil atau rendah frekuensi kejadian penyakit dalam
masyarakat, semakin besar sampel yang diperlukan, yang disertai dengan waktu follow up
yang lebih lama.
d. Representatif populasi penelitian, artinya populasi yang dipilih sedapat mungkin mendekati
ciri-ciri yang diinginkan untuk dianalisis, baik untuk kelompok studi maupun untuk
kelompok kontrol.
e. Tingkat asesibilitas, artinya populasi yang dipilih harus mampu memberikan informasi
lengkap mengenai segala sesuatunya yang berhubungan dengan faktor risiko dan proses
terjadinya penyakit.
3. Menghitung besar sampel
Besar sampel dalam penelitian kohort dihitung menggunakan rumus Lemeshow, et.al
(1990) yaitu :
Rumus besar sampel sebagai berikut :
di mana :
n = besar sampel minimum
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada  tertentu
Z1- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada  tertentu
P1 = perkiraan probabilitas outcome (+) pada populasi 1
P2 = perkiraan probabilitas outcome (+) pada populasi 2
P = (P1 + P2)/2
Pada penelitian kohort, untuk mengantisipasi hilangnya unit pengamatan, dilakukan
koreksi dengan 1/(1-f), di mana f adalah proporsi unit pengamatan yang hilang atau
mengundurkan diri atau drop out.
4. Sumber keterangan keterpaparan
Sumber keterangan tentang adanya dan besarnya derajat keterpaparan dapat diperoleh
dari berbagai sumber yang dapat dipercaya kebenarannya.
a. Dari status/kartu pemeriksaan kesehatan berkala dengan berbagai sifat tertentu seperti
tekanan darah, kadar kolesterol, dan lain lain.
b. Dari kartu pelayanan kesehatan khusus seperti kartu KB, kartu pengobatan radiologis dan
lain lain.
c. Wawancara langsung dengan anggota kohort, terutama tentang kebiasaan sehari hari seperti
merokok, pola makanan, kebiasaan olah raga dan lain lain.
d. Keterangan hasil pemeriksaan lingkungan (fisik, biologis dan sosial) termasuk lingkungan
kerja, tempat tinggal, dan lain lain.
5. Identifikasi Subjek
Pada pengamatan kohort prospektif dengan kontrol internal, kelompok kontrol terbentuk
secara alamiah, artinya diambil dari populasi kohort yang tidak terpapar dengan faktor risiko
yang diamati. Pada bentuk kohort dengan pembanding internal seperti ini, mempunyai
keuntungan tersendiri karena: pertama, kedua kelompok (target dan kontrol) berasal dari
populasi yang sama, dan kedua, terhadap kedua kelompok tersebut dapat dilakukan follow-up
dengan tata cara dan waktu yang sama.
Dalam pelaksanaannya, perbedaan adanya faktor risiko pada kelompok target dan
kelompok kontrol dapat berupa faktor risiko internal (seperti rentannya kelompok target terhadap
gangguan kesehatan atau penyakit tertentu), dapat pula sebagai faktor risiko eksternal
(umpamanya adanya faktor lingkungan atau perilaku maupun kepercayaan kelompok tertentu
yang dapat mempermudah seseorang terkena penyakit atau gangguan kesehatan tertentu). Di
samping itu, pada kelompok kontrol internal, perbedaan faktor risiko antara dua kelompok yang
diamati dapat pula hanya berbeda pada intensitas, kualitas, dan waktu keterpaparan, umpamanya
perokok aktif dan mereka yang berada di sekitar perokok aktif tersebut.
Pada penelitian kohort, pemilihan anggota kelompok kontrol biasanya tidak diperlukan
teknik matching (penyesuaian) dengan anggota kelompok target, terutama bila subjek yang
diteliti jumlahnya cukup besar, atau bila proporsi subjek dengan faktor risiko (kelompok target)
jauh lebih besar bila dibanding dengan kelompok kontrol. Namun dalam beberapa keadaan
tertentu, teknik matching perlu dipertimbangkan, misalnya apabila peneliti ingin mengetahui
besarnya pengaruh pemapaparan yang lebih akurat, pada penelitian dengan besarnya sampel
terbatas, atau pada keadaan di mana proporsi kelompok target lebih kecil bila dibanding dengan
kelompok kontrol. Namun demikian, bila variabel luar cukup banyak ragamnya, teknik matching
akan sulit dilakukan, dan apabila tetap dipaksakan, akan mengakibatkan jumlah subjek akan
lebih kecil sehingga sulit mengambil kesimpulan yang definitif.
6. Memilih Kelompok Pembanding
Kelompok kontrol dalam penelitian kohort adalah kumpulan subjek yang tidak
mengalami pemaparan atau pemaparannya berbeda dengan kelompok target. Sebagaimana
disebutkan di atas bahwa pemilihan kelompok kontrol pada rancangan kohort biasanya tidak
disertai dengan teknik matching. Yang dianjurkan melakukan teknik matching pada pemilihan
kelompok kontrol adalah pada kondisi berikut.
a. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor risiko secara teliti dan
mendalam.
b. Penelitian yang subjeknya sangat terbatas jumlahnya.
c. Penelitian dengan proporsi subjek yang terpapar jauh lebih kecil.
7. Pengamatan hasil luaran (timbulnya kejadian)
Pengamatan terhadap kedua kelompok (target dan kontrol) dilakukan secara bersamaan
selama jangka waktu tertentu. Lamanya waktu pengamatan prospektif kohort tergantung pada
karakteristik penyakit atau kejadian yang diharapkan timbul, dan hal ini sangat dipengaruhi oleh
sifat patogenesis serta perkembangan penyakit/masalah kesehatan yang diteliti. Untuk jenis
penyakit keganasan, misalnya timbulnya kanker hati pada kelompok target dengan faktor risiko
adanya HBs-Ag positif, diperlukan periode pengamatan yang cukup lama (dapat sampai puluhan
tahun), sedangkan sebaliknya hubungan antara perokok pasif (asap rokok sebagai faktor risiko)
dengan keadaan kelahiran bayi Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dari satu proses kehamilan
dibutuhkan masa pengamatan hanya 9 bulan untuk setiap subjek.
Pengamatan terhadap timbulnya akibat, dapat dilakukan dengan hanya pengamatan
tunggal yakni menunggu sampai terjadinya efek sebagai hasil akhir, tetapi dapat pula dengan
pengamatan berkala, caranya setiap subjek diamati secara periodik menurut interval waktu
tertentu, termasuk pengamatan pada akhir penelitian.
Salah satu masalah yang sering terjadi pada pengamatan bentuk kohort adalah hilangnya
subjek dari pengamatan (lost to follow up), terutama pada pengamatan yang membutuhkan waktu
yang cukup lama. Oleh sebab itu bila sejak awal diketahui bahwa ada subjek yang akan
berpindah tempat, sebaiknya tidak diikutsertakan pada penelitian. Bila subjek dipilih dengan
teknik matching, maka setiap subjek yang hilang dari pengamatan, pasangannya harus dihapus
pula dari pengamatan. Apabila jumlah subjek yang hilang dari pengamatan cukup besar,
pengamatan harus dihentikan.
8. Perhitungan hasil penelitian (insinden dan risiko)
Hasil penelitian kohor biasanya dianalisis berdasarkan besarnya insiden kejadian pada
akhir pengamatan terhadap kelompok yang terpapar dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Dalam analisis demikian ini, selain mereka yang tidak terpapar sebagai kelompok kontrol, juga
dimungkinkan membandingkan tingkat keterpaparan yang berbeda antara kelompok target
dengan kelompok kontrol. Hasil perhitungan adalah dengan menentukan besarnya pengaruh
keterpaparan atau hubungan tingkat keterpaparan dengan hasil luaran (efek).
Ukuran yang sering digunakan untuk menilai besarnya pengaruh taktor keterpaparan
terhadap kejadian adalah tingkat risiko relatif (RR). Risiko relatif (RR) adalah ukuran yang
menunjukkan berapa kali (lebih besar atau lebih kecil) risiko secara relatif untuk mengalami
kejadian (penyakit atau kematian) pada populasi terpapar bila dibandingkan dengan mereka yang
tidak terpapar. Bila nilai RR = 1 artinya tidak ada pengaruh antara keterpaparan dengan kejadian
penyakit. Bila nilai RR > 1 artinya ada pengaruh positif di mana faktor keterpaparan mem-
punyai peranan dalam timbulnya kejadian yang diamati. Makin besar nilai RR, makin besar pula
nilai kelipatan pengaruh tersebut. Sedangkan bila nilai RR < 1, artinya taktor keterpaparan bukan
merupakan risiko kejadian penyakit, tetapi mempunyai efek pencegahan terjadinya penyakit.

Tabel 1. Perhitungan Hasil Penelitian (Insinden Dan Risiko)


Menderita Tidak menderita Jumlah
Terpapar a B a+b
Tidak Terpapar c D c+d
Jumlah a+c b+d N=a+b+c+d

Keterangan:
a = jumlah yang terpapar dan menderita
b = jumlah yang terpapar dan tidak menderita
c = jumlah yang tidak terpapar dan menderita
d = jumlah yang tidak terpapar dan tidak menderita
a+c = jumlah seluruhnya yang menderita pada akhir pengamatan
b + d = jumlah merekayang tidak menderita pada akhir pengamatan
a+b = jumlah mereka yang terpapar pada awal pengamatan
c+d = jumlah mereka yang tidak terpapar pada awal pengamatan yang
diamati
N = jumlah populasi
Rumus
Rate Insiden (IR) umum : jumlah penderita/jumlah yang diamati

IR =

Rate Insiden Kelompok Terpapar (IRT) : jumlah penderita dari kelompok terpapar/jumlah
anggota kohort yang terpapar.

IRT =

Rate Insiden Kelompok tidak Terpapar (IRTT) : jumlah penderita dari kelompok yang
tidak terpapar/junlah anggota kohort yang tidak terpapar

IRTT =
RR = IRT / IRTT
Selain nilai risiko relatit tersebut di atas, dikenal pula nilai perbedaan rate insiden dari
kedua kelompok yang diamati, dan nilai ini disebut risiko atribut (Attributable Risk). Nilai RA
ini menunjukkan besarnya pengaruh bila faktor keterpaparan dihilangkan atau untuk melihat
besarnya kemungkinan dalam usaha pencegahan penyakit.

RA = IRT - IRTT
Contoh:
Penelitian untuk menentukan adanya hubungan antara peminum alkohol dengan
terjadinya hemoragi stroke. Dalam penelitian ini dikumpulkan sebanyak 2.916 orang peminum
alkohol dan 4.952 orang bukan peminum alkohol. Dilakukan pengamatan pada kedua kelompok
selama 12 tahun diperoleh hasil sebagai berikut. Dari 2.916 peminum ditemukan 193 orang
menderita stroke dan 4.952 bukan peminum terdapat 93 menderita stroke. Temuan tersebut dapat
disajikan dalam bentuk tabel kontingensi 2x2 sebagai berikut.

Tabel 2. Hubungan Antara Peminum Alkohol Dengan Terjadinya Hemoragi Stroke


Stroke
Peminum Jumlah Risiko
+ -
+ 193 (a) 2.723 (b) 2.916 0,066
- 93 (c) 4.859 (d) 4.952 0,018
Jumlah 286 7.852 7.868

Insiden pada masing-masing kelompok


Pada kelompok terpapar: Pada kelompok tidak terpapar:
IRT = IRTT =

= =

= 0,066 = 0,018

Risiko Relatif (RR) =

= 3,67
Risiko Atribut (RA) = insiden kasus kelompok terpapar – insiden kasus kelompok
tidak terpapar
= 0,066 – 0,018
= 0,048 atau 4,8%
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa peminum alkohol mempunyai
risiko 3,67 kali lebih besar jika dibandingkan dengan bukan premium. Dan besarnya risiko yang
dapat dihindarkan dengan tidak menjadi peminum adalah 4,8%.
Membandingkan kematian karena karsinoma paru-paru dan penyakit jantung koroner
antara perokok berat dan bukan perokok. Angka kematian per tahun 100.000 penduduk.

Tabel 13 Perbandingan Kematian Karsinoma Paru-Paru Dan Penyakit Jantung Koroner Antara
Perokok Berat Dan Bukan Perokok
Ca Paru-paru Penyakit jantung
Perokok berat 166 599
Bukan perokok 7 422

Risiko Relatif (RR)


RR Ca Paru-paru = 166/7 RR Penyakit jantung = 599/422
= 23,7 = 1,4
Risiko Atribut (RA)
RR Ca Paru-paru = 166 - 7 RR Penyakit jantung = 599-422
= 159 = 177
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk Ca Paru-paru pada perokok berat
mempunyai risiko 23,7 kali lebih besar jika dibandingkan dengan bukan perokok, sedangkan
untuk penyakit jantung koroner, perokok berat mempuntai risiko 1,4 kali lebih besar jika
dibandingkan dengan bukan perokok.
Disamping itu dapat diketahui bahwa (166-7) = 159 kematian per tahun per 100.000
penduduk karena Ca paru-paru dapat dihindari bila tidak merokok dan 177 kematian per tahun
per 100.000 penduduk karena penyakit jantung koroner dapat dihindari bila tidak merokok.
D. Kelebihan dan Kekurangan
1. Kelebihan
a. Penelitian kohort dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan normal (ontogenik)
yang terjadi dengan berjalannya waktu karena intervensi yang dilakukan oleh alam berupa
“waktu”. Misalnya, mempelajari pertumbuhan dan perkembangan anak selama 5 tahun sejak
dilahirkan.
b. Penelitian ini dapat pula digunakan untuk mempelajari timbulnya penyakit secara alamiah
akibat pemajanan (patogenik) yang dilakukan oleh orang ynag bersangkutan secara sengaja,
misalnya merokok atau tidak sengaja memakan makanan atau minuman yang tercemar
bakteri patogen. Misalnya, mempelajari hubungan antara rokok dengan penyakit jantung
koroner atau mempelajari terjadinya kejadian luar biasa pada keracunan makanan.
c. Penelitian kohort dapat digunakan untuk mempelajari perjalanan klinis suatu penyakit
(patogresif), misalnya perkembangan penyakit karsinoma payudara.
d. Secara skematis beberapa keuntungan yang diperoleh pada penelitian kohort seperti
ontogenik, patogenik dan patogresif dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3. Keuntungan Pada Penelitian Kohort
Keadaan awal Akibat paparan Kemudian Tipe penelitian
Sehat Pertumbuhan normal Sehat Ontogenik
Sehat Timbul penyakit Sakit Patogenik
Sakit Perjalanan penyakit Sehat/sakit/ Patogresif
meninggal

e. Rancangan penelitian ini dapat digunakan untuk mempelajari hubungan sebab-akibat. Pada
prinsipnya, penelitian ini memberikan gambaran yang cukup lengkap tentang pengaruh dan
sifat keterpaparan (hubungan keterpaparan dengan kejadian penyakit serta sifat penyakit
yang diteliti).
f. Dapat digunakan untuk mempelajari insidensi penyakit yang diteliti.
g. Besarnya risiko relatif dan risiko atribut dapat dihitung secara langsung.
h. Pada penelitian kohort dapat diketahui lebih dari satu outcome terhadap satu pemaparan,
misalnya penelitian tentang hubungan antara rokok dan karsinoma paru-paru ternyata
mempunyai hubungan juga dengan penyakit jantung, gastritis, karsinoma kandung kemih,
dan lain-lain.
2. Kekurangan
a. Membutuhkan sampel yang besar dan waktu yang lama sehingga sulit untuk
mempertahankan subjek studi agar tetap mengikuti proses penelitian.
b. Membutuhkan biaya yang besar sebagai akibat besarnya sampel dan lamanya penelitian.
Misalnya, penelitian tentang hubungan alkohol dengan terjadinya stroke hemoragi
membutuhkan waktu 12 tahun.
c. Sulit dilakukan pada penyakit yang jarang terjadi. Misalnya, kita kumpulkan 1000 orang
yang berisiko terkena penyakit dan hanya diperoleh 4 kasus; penelitian tentang hubungan
kelainan bawaan dengan umur ibu waktu melahirkan.
d. Terancam drop out mengganggu analisis.
e. Menimbulkan masalah etika.

E. Latihan
1. Jelaskan pengertian penelitian kohort?
2. Gambarkan skema penelitian kohort?
3. Jelaskan jenis-jenis penelitian kohort?
4. Jelaskan kelebihan dan kekurangan penelitian kohort?
5. Jelaskan parameter cara interpretasi relative risk pada penelitian kohort?
6. Jelaskan langkah-langkah penelitian kohort?

Kepustakaan ;
Budiarto, E dan Anggraini, D. 2002. Pengantar Epidemiologi Edisi Kedua. Jakarta : EGC.
Budiman. 2010. Penelitian Kesehatan Jilid Ke-1. Bandung : Penerbit Salemba.
Iswandi. 2009. Penelitian Kohort. Program Pascasarjana Biostatistik dan Kependudukan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Lemeshow, S., Hosmer, D.W., Klar, J. and Lwanga, S.K., 1990. Adequacy of sample size in
health studies.
Ryadi, S dan Wijayanti, T. 2011. Dasar-dasar Epidemiologi. Jakarta : Salemba Medika.
Timmreck, Thomas C. 2004. Epidemiologi: Suatu Pengantar Edisi Kedua. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai