Anda di halaman 1dari 3

Consuming “America”: From Symbol to System

Nadia Izzatunnisa

Di dalam bukunya, Benny Hoed menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang
selalu mencari makna dari berbagai hal yang ada di sekitarnya. Segala hal yang dimaknai
oleh manusia yang ada di luar dirinya disebut dengan sign (tanda). Barthes menjelaskan tanda
sebagai relasi antara ekspresi dan isi. Sebuah makna yang dibangun oleh sebuah tanda
bernilai sama dapat diekspresikan dengan beragam cara. Sebuah makna yang dibangun oleh
ekspresi yang sama dapat memiliki makna yang berbeda-beda. Perkembangan makna
berkaitan dengan kebudayaan pemberi makna.
Penelitian berjudul Consuming “America”: From Symbol to System menggambarkan
budaya konsumerisme Jepang oleh masyarakat tahun 1970-an hingga saat ini melalui TDL.
Budaya Amerika mulai memasuki dan mempengaruhi kehidupan masyarakat di Jepang sejak
tahun 1920. Kehidupan modern masyarakat Jepang menjadi salah satu aspek yang menandai
adanya proses Amerikanisasi. Masuknya budaya Amerika tidak hanya mempengaruhi Jepang
untuk mengimpor budaya Amerika, tetapi juga membuat masyarakat Jepang menginginkan
produk-produk Amerika.
Masuknya budaya Amerika ke Jepang tidak semerta-merta dikonsumi oleh Jepang,
tetapi adanya proses naturalisasi. Budaya Amerika semakin menyeruak dibuktikan dengan
adanya perubahan kota-kota di Jepang ke kehidupan yang lebih modern. Salah satu program
TV di Jepang juga meluncurkan program berbau Amerika. Begitu juga dengan pusat
perbelanjaan di Jepang menunjukkan adanya pengaruh dari Amerika. Amerika akhirnya
memberikan citra “kaya” dan “baru” sebagai simbol “emansipasi” dan “pertahanan” untuk
masyarakat Jepang.
Pada tahun 1983, dibukalah sebuah taman rekreasi di Jepang bernama Tokyo
Disneyland (TDL). Taman rekreasi tersebut menarik banyak peminat hingga per tahunnya
menghasilkan sekitar 15 juta pelanggan. TDL menjadi taman rekreasi pertama yang dibangun
oleh Amerika di luar Amerika. Keberadaan TDL menjadi simbol peng-kota-an Jepang yang
terbentuk selama terjadinya gelembung ekonomi. Hal tersebut mengartikan bahwa TDL
menjadi salah satu bentuk yang dirancang sangat baik dan bernilai konsumerisme tinggi oleh
Jepang. Di saat yang bersamaan, TDL dianggap sebagai “Amerika” di Jepang. TDL menjadi
salah satu tanda yang menggambarkan adanya perubahan citra Amerika yang tadinya hanya
berupa simbol menjadi sebuah sistem.
Tata ruang TDL diamati secara keseluruhan dan diskursif untuk menggambarkan
adanya perubahan makna “Amerika” dari simbol menjadi sistem. Konstruksi ruang yang satu
dengan yang lain dalam TDL mengandung unsur-unsur Amerika. Sebagai contoh, salah satu
ruang yang berada di dalam TDL adalah World Bazaar. Pada ruang tersebut, dibangun area
perbelanjaan yang menggambarkan jalanan di Amerika. Pengunaan konstruksi ruang tersebut
berpengaruh dengan kehidupan sosial masyarakat Jepang. Setiap ruang yang berada di dalam
TDL merefleksikan realitas kehidupan masyarakat Jepang.
Pemaknaan terhadap dibangunnya TDL tidak dipandang sebagai adanya imperialime
oleh Amerika, melainkan sebagai proses penyerapan budaya Amerika (internalisasi) lalu
digaungkan secara global (eksternalisasi). Hal ini menunjukkan bahwa Amerika di Jepang
sudah bukan lagi sebatas simbol, melainkan sistem karena dapat menyerap konsumen dan
meningkatkan praktik konsumsi masyarakat Jepang yang setara juga dengan konsep
kapitalisme global. Akan tetapi, pemaknaan TDL tersebut dapat juga dinilai berbeda. Budaya
konsumerisme yang dibangun oleh Amerika menunjukkan pula adanya kebahagiaan semu
yang dirasakan oleh masyarakat Jepang karena TDL justru menggambarkan Amerika baru
bagi negara-negara lain.
Pemaknaan TDL yang dianalisis melalui konstruksi ruang sejalan dengan konsep
Roland Barthes terkait tanda sebagai sistem makna. Tanda-tanda yang terdapat dalam TDL
berisi pesan-pesan yang mengandung ideologi. Lebih jauhnya, ideologi tersebut berpengaruh
terhadap tata cara kehidupan. TDL juga sejalan dengan konsep mitos dengan wujud sebuah
ruang atau bangunan yang dapat merefleksikan sesuatu. Secara denotatif, TDL dilihat sebagai
bangunan yang dalam konstruksi ruangnya mencakup tanda. Secara konotatif, TDL dapat
dilihat sebagai refleksi Amerikanisasi di Jepang yang berpengaruh terhadap kehidupan
bermasyarakat di sana. TDL menggambarkan makna-makna tertentu bagi masyarakat Jepang.
TDL juga menggambarkan makna tertentu dari refleksi kehidupan bermasyarakat orang
Jepang.

Acuan

Barthes, Roland. 1991. Mythologies. New York: The Noonday Press


Hoed, Benny H. 2014. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu.
Yoshimi, Shunya. 2002. Consuming ‘America’: From Symbol to System. London: Routledge.

Anda mungkin juga menyukai