Anda di halaman 1dari 80

The Power of Dream

Aditya Nurmalita Pervitasari


Chung-Ang University, Anseong

Belajar di luar negeri mungkin


menjadi impian banyak orang,
termasuk aku. Banyak orang
menertawakan impianku, maklum
saja aku hanya gadis biasa yang
memiliki kemampuan yang biasa
bahkan dibawah rata-rata. Kenapa
dibawah rata-rata? Karena memang
nilaiku tak sehebat nilai teman-
temanku dulu. Tiga ranking terbawah selalu aku duduki sewaktu SMA, tidak ada yang bisa
dibanggakan dariku. Bahkan sahabatku pun sering mencemooh aku, karena aku tak mampu
mencapai nilai tinggi seperti mereka. Masih teringat jelas apa yang mereka katakan kepadaku
dulu, agak menyakitkan memang, tapi yah sudahlah memang ini hasilnya. Nilai yang kudapat
dengan jerih payahku sendiri. Aku tidak akan peduli apapun yang mereka katakan kepadaku.
Satu-satunya yang bisa membuatku melawan rasa sakit hatiku ini adalah senyuman dari orang
tuaku, Ayah dan Ibuku. Dan senyuman itu yang membuatku berani bermimpi untuk
melanjutkan sekolah ke luar negeri, dan membuktikan kepada teman-temanku bahwa aku
akan bisa mewujudkannya. Ayah Ibu, aku berjanji kelak aku akan menjadi putri yang mampu
membanggakan kedua orang tua dan membuktikan pada mereka bahwa aku bisa menjadi
pribadi yang lebih baik. Satu per satu aku berusaha mewujudkan mimpiku.
Mimpi pertamaku adalah aku ingin bisa kuliah di salah satu universitas negeri di kota Malang.
Aku mencoba mengutarakan keinginanku kepada Ibuku. Aku tidak mengerti mengapa beliau
melarangku melanjutkan pendidikanku di kota Malang. Satu- satunya alasan yang di utarakan
oleh Ibuku adalah karena aku adalah seorang wanita. Saat itu aku masih belum menerima
alasan Ibuku, maklum saja tingkat kedewasaanku masih rendah. Kecewa memang, tapi ya
apa yang bisa aku lakukan selain menuruti apa yang dikatakan ibuku. Aku tidak ingin melihat
Beliau kecewa. Aku membuang keinginan untuk kuliah di Malang. Lalu aku mencoba untuk
mendaftar jalur khusus Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) di Universitas Jember.
Aku tidak yakin, tapi apa salahnya jika aku mencoba. Saat itu yang ada dalam benakku
adalah aku ingin kuliah di bidang yang aku sukai. Aku menjatuhkan pilihan pertama di
Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan pilihan kedua di
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan masyarakat (FKM). Kekecewaanku belum hilang
juga, namun aku percaya jika kedua orang tuaku menginginkan yang terbaik dan terindah
bagiku. Beberapa bulan kemudian aku mendapat kabar bahwa aku diterima di Univeritas
Jember, di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) jurusan Biologi melalui
jalur khusus PMDK. Aku kaget, kenapa bisa diterima di MIPA Biologi padahal aku memilih
FKIP Biologi. Aku mencari berkas-berkas pendaftaranku dan aku sadar bahwa aku salah
menuliskan kode jurusan. Kode yang aku tulis bukanlah kode untuk jurusan FKIP Biologi
namun kode untuk jurusan MIPA Biologi. Saat itu aku bimbang, aku bertanya kepada
beberapa orang terdekatku. Di antara mereka ada yang menyarankan untuk meneruskan
namun ada pula yang menyarankan untuk mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB) di tahun berikutnya. Aku berdoa dan berpikir, jalan mana yang harus aku tempuh.
Akhirnya, hati kecilku berkata bahwa aku harus mengambil kesempatan ini dan mungkin ini
sudah menjadi jalan hidupku. Aku meneruskan pendidikanku di jurusan Biologi MIPA
Universitas Jember. Dan benar saja ini adalah awal dari jalanku untuk mewujudkan mimpiku.
Di sana juga aku menemukan tambatan hatiku, seseorang yang kini menjadi pendamping
hidupku.
Awal kuliah tidak ada yang istimewa, selayaknya mahasiswa baru lainnya. Berkutat dengan
kesibukan kuliah, praktikum dan laporan praktikum yang menyita waktu, tenaga dan pikiran.
Tidak ada jeda waktu yang bisa digunakaan untuk bersantai. Praktikum pertama di awal
kuliah menjadi sangat membosankan dan aku benar- benar berharap aku bisa bebas dari
praktikum ini. Hingga semester ketiga, aku merasakan hal yang berbeda, praktikum kali ini
menjadi momen yang paling aku tunggu. Kenapa? Karena ada dia, seseorang yang kini
menjadi pendamping hidupku. Dia menjadi asisten praktikumku. Dia sosok yang cerdas yang
pernah aku kenal. Aku belajar banyak hal darinya. Dia jugalah yang selalu menjadi
inspirasiku, dari dialah aku mulai berani meneruskan mimpiku kembali untuk kuliah di luar
negeri dan menjadi kebanggan kedua orang tua.
Tahun demi tahun berlalu, banyak hal yang telah terjadi. Kini tiba waktuku untuk
mengaplikasikan ilmu yang aku dapat selama ini dengan melakukan kerja magang di sebuah
instansi atau laboratorium penelitian. Aku bingung, kemana aku harus kerja magang. Nilaiku
yang pas-pasan ini, membuat aku merasa kurang percaya diri. Mana bisa seseorang dengan
nilai pas-pasan dapat masuk ke instansi yang bagus. Namun perasaan ini hilang ketika dia
datang untuk memberikan motivasi kepadaku. Dia menyarankanku untuk mencoba magang
di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cibinong. Dengan bekal informasi yang
kudapat dari internet. Aku mencoba menghubungi satu per satu laboratorium yang ada di
LIPI. Dan akhirnya aku diterima magang kerja di Laboratorium Reproduksi Hewan di bidang
Zoologi LIPI. Lagi-lagi aku membuktikan the power of dream. Di sana aku mempelajari
banyak hal. Kemampuan dan pengetahuan laboratoriumku bertambah. Dan aku mendapatkan
hasil yang memuaskan di sana. Aku berhasil menyelesaikan tugas magangku di LIPI.

Kunjungan Profesor Indonesia ke Chung-Ang University.

Waktupun bergulir dengan cepatnya. Semester akhir sudah di depan mata, kini saatnya untuk
memilih bidang penelitian yang akan digunakan untuk skripsi. Beberapa dosen menjadi
incaranku untuk menjadi pembimbing skripsiku. Aku berusaha mencari bidang yang pas.
Beberapa dosen yang bekerja di bidang zoologi memintaku untuk bergabung dalam penelitan
karena aku memiliki pengalaman kerja magang di bidang zoologi, namun akhirnya aku
memutuskan untuk memilih bidang botani, bidang yang berbeda 180 derajat dari bidang
ketika aku kerja magang. Agak aneh memang tapi inilah pilihanku. Aku bergabung dengan
sugar group research yang di bimbing oleh Prof. Bambang Sugiharto. Di sanalah aku
menghabiskan waktuku untuk melakukan penelitian di bidang kultur jaringan dan molekular.
Dan disanalah juga aku bertemu dengan banyak orang yang menjadi inspirasiku untuk
kembali mewujudkan mimpiku yang dulu. Butuh waktu 1,5 tahun untuk menyelesaikan
penelitianku. Jatuh bangun aku rasakan sampai akhirnya aku berhasil lulus dengan
menyandang gelar S.Si. Satu gelar yang bisa aku persembahkan untuk kedua orang tuaku,
dan lagi-lagi senyum beliau membuat aku semakin ingin mewujudkan impianku untuk
sekolah di luar negeri.
Selepas lulus sarjana strata 1, aku mengutarakan keinginanku untuk melanjutkan sekolah di
luar negeri. Namun, Ibuku kembali melarangku. Sangat kecewa, aku kembali patah arang.
Semakin aku ingin mewujudkan mimpiku semakin keras Ibuku melarangku. Tidak ada jalan
lain kecuali aku pasrah. Dalam malam aku berdoa, “ya Allah, hamba benar-benar ingin
melanjutkan sekolah ke luar negeri. Hamba benar-benar ingin membuat kedua orang tua
hamba bangga, Hamba mohon tunjukkanlah jalan kepada Hamba”. Hari demi hari tetap restu
dari Ibuku tak kunjung aku dapat. Dan akhirnya aku memilih untuk mengalah, aku mencoba
untuk menunda mimpiku. Aku memilih untuk mencari pekerjaan. Aku berusaha bangkit dari
rasa kekecewaanku. Aku berusaha untuk bangkit melanjutkan hidup. Berbekal ijazah yang
aku miliki, aku melamar pekerjaan di beberapa instansi dan perbankan. Semua lowongan
pekerjaan aku masuki. Mulai dari analis, terapis, sales marketing, frontliner, customer service,
semua bidang aku coba masuki. Agak aneh memang karena bidangku biologi dan tidak ada
kaitannya sama sekali dengan bidang perbankan dan beberapa lowongan yang ditawarkan,
namun aku tetap mengirimkan surat lamaran pekerjaan. Yang ada dalam benakku saat itu, aku
tidak ingin memberatkan kedua orang tuaku, aku harus bisa mendapatkan pekerjaan. Aku
mau melakukan pekerjaan sesulit apapun asalkan pekerjaan tersebut halal. Satu per satu
interview dan tes aku lalui. Rata- rata pertanyaan yang sama dilontarkan saat interview
berlangsung yaitu, “bidang anda adalah biologi, mengapa anda mencoba mencari pekerjaan
di bidang perbankan? Bukankankah ini bidang yang sangat berbeda jauh dari bidang
pendidikan anda?”. Saya hanya bisa menjawab pertanyaan tersebut dengan satu kata, manusia
tidak bisa berhenti untuk belajar dan berusaha, saya adalah pribadi yang menyukai tantangan
tidak salahnya jika mencoba untuk belajar dan mau berusaha untuk menajadi seseorang yang
berhasil baik itu di bidang yang saya tekuni maupun dibidang lain. Entah mengapa setelah
aku menjawab pertanyaan ini, aku dinyatakan diterima untuk bekerja di salah satu bank yang
cukup besar di Indonesia. Di sini awal karirku dimulai. Sejenak melupakan mimpi dan
merajut mimpi yang lain untuk bisa membanggakan kedua orangtuaku. Gaji pertama aku
persembahkan buat Ibuku. Ibuku sangat terharu saat menerimanya. Aku berusaha bekerja
sebaik mungkin disana. Banyak kejadian yang membuat tingkat kedewasaanku bertambah.
Semakin lama aku bekerja semaki kuat keinginanku untuk melanjutkan sekolah keluar negeri.
Perlahan aku mengutarakan kembali keinginaku kepada Ibuku, namun tetap saja restu belum
aku dapat. Aku terus berdoa, terus berusaha meyakinkan Ibuku untuk memberikan restu
kepadaku. aku bertanya kepada Ibu, mengapa aku tidak boleh melanjutkan sekolah di luar
negeri. Ibuku hanya berkata bahwa aku tidak ingin berpisah jauh dari anak perempuanku.
Aku paham maksud Ibuku, namun aku tetap ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri. Aku
terus berusaha mencari informasi mengenai beasiswa ke luar negeri. Hingga pada akhirnya
seorang sahabat baikku mengabarkan kepadaku bahwa ada kesempatan beasiswa untuk
sekolah Chung-Ang University di Korea. Aku ingat, kami memiliki mimpi yang sama yaitu
sama-sama ingin kuliah di luar negeri. Aku kembali bersemangat meraih mimpiku kembali.
Aku mulai mencari informasi secara detail mengenai “calon” universitasku ini. Dengan
perlahan aku baca semua instruksi dari sahabatku. Aku buka websitenya
(http://neweng.cau.ac.kr/03_admission/graduate04.php), dan beruntung website tersebut
dalam bahasa Inggris, karena ada beberapa website universitas di Korea yang memakai
tulisan Hangeul. Aku langsung jatuh cinta pada saat pertama kali melihat foto “calon”
kampusku ini. Entah mengapa, padahal kampusku ini bukan kampus yang nomor satu di
Korea. Selain informasi mengenai kampus akupun mencari informasi mengenai “calon”
Profesorku, bidang penelitiannya, serta yang tak kalah penting mothly allowance yang
diberikan. Jumlahnya berbeda-beda bergantung kebijakan dari Profesor, karena beliau yang
berhak menentukan berapa jumlah yang akan kita terima. Meskipun demikina pihak graduate
office memberikan ketentuan batas minimal yang diberikan Profesor kepada mahasiswa
yaitu sebesar 500.000 won. Berapapun jumlahnya asalkan dapat memenuhi semua
kebutuhannku disana, itu sudah lebih cukup bagiku karena semua biaya lainnya seperti
application fee, admission fee, tuition fee tiap semesternya sudah ditanggung oleh universitas.
Kalau ketiga biaya tersebut digabungkan mungkin aku bisa membangun sebuah rumah yang
megah di tengah kota. Bisa dibayangkan berapa jumlah yang harus dibayarkan bila tidak
mendapatkan beasiswa. Tidak berhenti di sana, aku mencoba lebih menggali informasi lebih
lanjut mengenai kehidupan, segala kemungkinan dan konsekuensi yang ada melalui
sahabatku dan seniorku yang telah menempuh kuliah di Korea.
Banyak persyaratan yang harus aku penuhi, mulai dari dokumen yang harus dalam bentuk
bahasa Inggris seperti : ijazah, akta kelahiran, KTP kedua orang tua, kartu keluarga, personal
statement serta study plan yang harus aku buat, pengurusan paspor, hingga pembuatan visa.
Untuk dokumen berbahasa Inggris terus terang aku agak kewalahan pasalnya, pihak
kecamatan maupun kabupaten hanya mampu menyiapkan dokumen tersebut dalam bahasa
Indonesia. Hanya akta kelahiran saja yang dapat dibuat dalam bahasa Inggris, sedangkan
yang lainnya harus melalui cara lain untuk mendapatkan legalitas dokumen berbahasa Inggris.
Tak patah arang, aku memutar otaku untuk bisa memenuhi persaratan tersebut, aku meminta
bantuan lembaga penerjemah untuk menterjemahkan dokumen berbahasa Indonesia ke dalam
bahasa Inggris, selanjutnya aku ke notaris untuk melegalisasi dokumen tersebut. Jadi boleh
dibilang notaris tersebut yang menjamin bahwa dokumen yang kita buat adalah asli. Setelah
dokumen selesai sedikit demi sedikit aku mulai menyicil untuk menyelesaikan personal
statement dan study plan disela-sela kesibukanku bekerja di bank, disinilah letak yang
terpenting karena dari tulisan ini kredibilas kita dinilai. Satu per satu kata aku rangkai dengan
hati-hati hingga semuanya selesai, sambil terus berusaha meyakinkan Ibuku untuk
memberikan restunya dan tak lupa berdoa. Perlahan-lahan dan pasti aku terus merayu Ibuku.
Hingga pada akhirmya ibuku mau memberikan restu kepadaku dengan satu syarat, aku harus
mengikuti tes CPNS terlebih dahulu. Ibuku memintaku untuk berjanji apabila kelak tes CPNS
berhasil maka aku harus melepas kesempatanku untuk sekolah keluar negeri. Dengan senang
hati aku menerima permintaan Ibuku. Aku memutuskan untuk keluar dari tempat kerjaku
untuk fokus belajar mempersiapkan tes CPNS dan menyelesaikan persyaratan-persyaratan
beasiswa. Aku kembali bersemangat. Restu dari Ibuku membuat aku semakin terpacu untuk
mewujudkan mimpiku yang tertunda. Janji kepada Ibuku pun aku pegang, aku belajar keras
untuk menghadapi tes CPNS. Pasal-pasal yang tertera di UUD 1945 aku hafalkan. Ilmu-ilmu
sosial kembali aku pelajari. Agak berat, karena aku terakhir mendapat pelajaran ilmu sosial
ketika aku masih duduk di kelas 1 SMA, dan aku tidak pernah lagi membuka buku ilmu
sosial lagi. Disamping itu aku mencoba kembali untuk meningkatkan kemampuan bahasa
Inggris. Aku sadar kemampuanku masih belum cukup. Aku bertanya juga pada sahabatku apa
yang harus aku persiapkan lagi, dia memberiku beberapa jurnal. Tentunya jurnal yang
nantinya akan berkaitan dengan penelitian yang akan aku lakukan jika aku diterima kuliah di
Korea nanti. Aku juga meminta bimbingan dari seniorku disana. Banyak hal yang harus aku
pelajari kembali. Satu tahun berkutat denga ilmu perbankan membuatku harus kembali
belajar ilmu yang aku tekuni yaitu biologi. Tidak mudah bagiku untuk membagi pikiranku,
aku harus bisa mempelajari dan menguasai dua bidang yang jauh berbeda dalam waktu yang
singkat. Mungkin inilah yang dinamakan seni dalam menggapai mimpi. Tidak ada yang tak
mungkin selama kita mau berusaha. Sambil belajar aku pun berusaha untuk menyiapkan
semua berkas- berkas baik itu berkas untuk persyaratan beasiswa yang belum selesai maupun
persyaratan untuk tes CPNS dalam waktu yang hampir bersamaan. Tidak mudah menyiapkan
semua berkas tersebut, aku harus bolak- balik ke beberapa instansi negara. Satu per satu
berkas tersebut aku selesaikan. Dan akhirnya selesai juga, berkas itu mampu aku kirim
sebelum batas akhir pengumpulan berkas. Perjuanganku belum berakhir, setelah berkas
terkirim masih akan ada beberapa tahapan tes yang harus aku lalui. Tes Kemampuan
Dasar (TKD), adalah tes awal dari CPNS yang harus aku lalui. Banyak cerita yang
menggambarkan betapa menakutkannya tes ini. Belum apa- apa aku sudah merasa pasrah.
Hanya satu yang ada dalam benakku, aku akan berusaha semaksimal mungkin dan
menyerahkan semua hasilnya kepada yang Maha Kuasa. Sambil menunggu pengumuman
hasil tes TKD, aku kembali berkutat dengan materi-materi lagi, kali ini bukan materi
mengenai pasal-pasal dalam UUD 1945 namun materi dalam jurnal yang diberikan sahabatku.
Mengingat kembali istilah-istilah ilmiah yang dulu sangat terdengar sangat dekat di telingaku.
Mencoba mencerna satu per satu kata yang ada dalam jurnal tersebut. Kembali
menenggelamkan diri dengan buku-buku biologi dan bahasa Inggris.

Bersama Profesor Kim Jongkee pada saat konfrensi pertamaku di Pyeongchang.

Hari demi hari berlalu hingga akhirnya pengumuman mengenai hasil tes TKD, di umumkan
melalui website. Namaku tertera disana, seketika itu pula aku bimbang. Di satu sisi
keinginanku untuk melanjutkan kuliah di luar negeri sangat kuat dan kurang beberapa
langkah lagi impianku akan terwujud, disisi lain janji untuk melepas kesempatan kuliah di
luar negeri jika aku diterima sebagai pegawai negeri pada Ibuku harus aku pegang. Aku
pasrah, aku kembali berdoa meminta untuk ditunjukkan jalan yang terbaik. Aku tidak ingin
mengingkari janjiku pada Ibuku, namun aku juga tidak ingin mengubur keinginanku untuk
melanjutkan kuliah di luar negeri. Satu hal yang ada dalam benakku saat itu masih ada satu
tes lagi yang harus aku lalui yaitu interview, dan aku harus bisa mempersiapkan dengan
sebaik mungkin. Aku selalu menunggu balasan email dari graduate office mengenai jadwal
interview untuk persyaratan beasiswa di Chung-Ang University dan melihat pula jadwal tes
lanjutan untuk CPNS. Tidak ada informasi secara detail di website mengenai tes lanjutan
dari CPNS, aku berpikir mungkin tes akan diadakan setelah tanggal 25 Desember 2013
karena adalah hari libur nasional. penat otak ini, aku memutuskan untuk santai sejenak sambil
menunggu pengumuman tersebut. Kebetulan tanggal 21-24 Desember 2013 ada acara reuni
keluarga di Purwosari, Malang. Di daerah perkebunan teh, aku menghabiskan waktuku disana
bersama keluarga besarku. Kami baru kembali pada pada tanggal 24 Desember 2013, dan
betapa kagetnya aku setelah aku mengetahui ternyata tes tahap kedua CPNS adalah tanggal
23-24 Desember 2013 artinya aku melewatkan tes tersebut. Sekilas aku melihat wajah
kecewa Ibuku tatkala mengetahui hal itu. Aku meminta maaf kepada Ibuku. Ibuku menatapku
dengan mata yang berkaca-kaca. kali ini Ibuku benar-benar kecewa. Tapi mungkin inilah
jalan yang terindah dan terbaik yang Allah berikan untukku dan Ibuku. Aku terus bisa
mewujudkan mimpiku tanpa harus mengingkari janji kepada Ibuku.
Satu hal telah terlewati, kini saatnya aku kembali fokus mempersiapkan diri untuk interview
dengan graduate office dari Chung-Ang University. Setiap hari aku selalu melihat emailku,
menantikan balasan dari graduate office. Hingga pada akhirnya graduate office membalas
emailku dan memberikan jadwal interviewku, awalnya interview akan dilakukan oleh salah
satu pihak dari graduate office namun tiba-tiba rencana itu berubah, aku akan di interview
langsung oleh calon Profesor. Nyaliku menjadi ciut, membayangkan bagaimana nantinya
proses interview berlangsung. Sehari sebelum proses interview berlangsung aku dihubungi
oleh seniorku yang berada di Chung-Ang University, Beruntung aku memiliki senior seperti
beliau. Beliau memberikan semangat dan mencoba menenangkanku. akupun bertanya kepada
sahabatku mengenai pengalamannya dulu ketika dia menjalani interview. Diapun mencoba
menenangkanku, serta memberikan motivasi kepadaku. banyak motivasi yang aku dapat,
namun aku tetap merasa tertekan, stress dan rendah diri. Berkali-kali aku keluar masuk kamar.
Aku tidak pernah merasakan stres berat seperti ini. Hingga pada akhirnya tes interview
berlangsung. Aku langsung berkomunikasi dengan calon Profesorku. Beberapa pertanyaan di
katakan oleh calon Profesorku. Alhamdulillah aku bisa mengendalikan diri dan melewati
proses yang menegangkan dalam hidupku. Kini aku bisa bernafas lega dan tinggal menunggu
hasil dari interview.
Keesokan harinya teleponku kembali berdering, aku mendapat kabar bahwa tes interview
harus diulang karena pihak graduate office ingin merekam proses interview. Aku kembali
merasakan stres berat. Berusaha tenang menjalani tes tersebut. Pertanyaan demi pertanyaan
mulai aku jalani. Alhamdulillah, tes berjalan dengan lancar. Tinggal menunggu hasil akhir
dari serangkaian tes untuk mendapatkan beasiswa tersebut. Menunggu pengumuman adalah
saat-saat paling menegangkan, aku pasrahkan semua hasilnya kepada-Nya. Otakku kembali
memutar perjalanan panjang dan penuh perjuangan untuk mewujudkan mimpi ini. Banyak hal
yang dikorbankan dan cucuran air mata yang telah mengalir. Mulai dari keinginanku untuk
menjadi kebanggan kedua orang tua, keputusanku untuk keluar dari perkejaanku hingga janji
kepada Ibuku. Aku yakin apapun hasilnya, maka itu yang terbaik buat kami, Aku dan Ibuku.
Aku ingat betul, pagi itu. Aku, Ayah dan Ibuku akan pergi mengunjungi nenek di Semboro.
Saat akan mengunci pintu rumah tiba-tiba hp-ku berdering, menandakan ada e-mail baru
yang masuk. Aku membuka email tersebut dan seketika itu pula aku berlari memeluk Ibuku.
Ibu Alhamdulillah, aku berhasil menerima beasiswa dari Chung-Ang University. Ibu dan
ayahku menangis dan memelukku erat. Seketika itu pula menjadi salah satu momen yang
paling membahagiaakan dalam hidupku. Perjuangan panjang untuk mewujudkan sebuah
mimpi yang mustahil bagi gadis biasa sepertiku. Gadis yang sering dipandang sebelah mata
oleh teman-temannya, gadis yang selalu memelihara mimpinya untuk bisa membuat kedua
orang tuanya tersenyum bangga kepadanya. Semoga gadis ini terus diberi kekuatan untuk
mewujudkan mimpinya. Karena masih ada perjalanan panjang untuk bisa terus mewujudkan
mimpinya. Satu yang mungkin bisa dipetik dari pengalam hidup ini bahwa jangan pernah
berhenti untuk bermimpi. Teruslah bermimpi dan berusaha mengejar mimpi-mimpi itu.

Penulis:
Aditya Nurmalita Pervitasari saat ini adalah mahasiswi program Master-Ph.D. di bidang
applied plant science, Chung-Ang University. Penulis adalah penerima Chung-Ang Young
Scientist Scholarship (CAYSS). E-mail: adityapervitasari@yahoo.com
Berawal dari Mimpi Hingga Bersekolah di Luar Negeri

Ahmad Fathoni
Pukyong National University, Busan

Saya Ahmad Fathoni, lulus


program master (S2) dari
Department of Biotechnology,
Pukyong National University
(PKNU), Busan. Saya
menyelesaikan studi master saya
selama 2,5 tahun (Maret 2008-
Agustus 2010) karena pada awal
studi di Korea saya terdaftar
sebagai research student selama
satu semester.
Sekolah di luar negeri adalah hal yang tidak pernah terbersit dalam hati dan bahkan dalam
impian saya sebelum akhirnya saya mendapatkan beasiswa S2 di Korea. Waktu itu, bagi saya
mampu menyelesaikan studi S1 saja sudah menjadi keajaiban dan mimpi yang menjadi
kenyataan. Namun bukan berarti saya tidak mempunyai impian untuk bahkan melanjutkan
studi S2 jika memang ada kesempatan. Saya lulus S1 Jurusan Kimia, Universitas Diponegoro
(Undip) pada tahun 2005. Masa studi S1 saya lakoni sambil bekerja sebagai penjaga warnet
kampus dan penjaga rental komputer sekaligus sebagai tempat tinggal (kos) saya demi
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi setelah kuliah, saya jaga warnet sore hari sampai jam 9
malam lalu jaga rental komputer dari jam 10 malam sampai kadang pagi tergantung
pelanggannya. Belum disela-sela waktu, saya juga aktif diorganisasi sebagai ketua Himpunan
Mahasiswa Jurusan Kimia. Perjuangan untuk memenuhi kebutuhan sendiri ini berawal
setelah semester dua, ketika itu saya sudah mengajukan surat mengundurkan diri dari
perkuliahan atau tidak bisa melanjutkan studi karena faktor ekonomi. Namun Tuhan telah
menetapkan jalan tersendiri bagi saya hingga tetap bisa melanjutkan dan menyelesaikan studi
S1 saya di Kimia Undip.
Cerita impian saya berawal ketika suatu hari saat jam jaga saya di warnet kampus, saya
melihat teman-teman sibuk browsing mengerjakan tugas satu mata kuliah. Saya memang
bukanlah tipe mahasiswa yang dimasukkan dalam kategori pintar dengan IPK tinggi kala itu
dan apalagi kategori study oriented karena selama 4 tahun saya lebih aktif ikut organisasi
baik tingkat jurusan ataupun fakultas. Pada waktu saya melihat teman-teman yang begitu
sibuknya dengan belajar dan tugas kuliah, saya bergumam (bicara dengan diri sendiri) sambil
jaga warnet bahwa jika suatu hari nanti saya mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan
studi S2, saya akan buktikan bahwa saya juga bisa seperti mereka (mendapatkan IPK tinggi).
Tidak disangka kata-kata tersebut seolah menjadi titik balik dan pemicu saya untuk tetap
menjaga asa menggapai mimpi melanjutkan studi meski saya tidak tahu bagaimana cara
untuk mewujudkannya nanti.

Musim dingin di Pukyong National University, Maret 2010.

Saya berhasil menyelesaikan studi S1 dalam waktu 4 tahun 1 bulan untuk mewujudkan obsesi
saya bahwa seorang aktivis kampus juga bisa lulus tepat waktu dengan nilai memuaskan.
Saya cukup puas dengan nilai IPK yang saya raih dengan segala aktivitas saya di kampus dan
tanpa sekalipun mengikuti semester pendek yang banyak diminati mahasiswa kala itu guna
mendongkrak nilai. Empat bulan setelah wisuda kelulusan, saya diterima bekerja di Jakarta
Barat. Setelah hampir dua tahun bekerja dan mulai nyaman dengan pekerjaan yang ada, tiba-
tiba senior saya di Kimia dulu memberi tahu informasi beasiswa S2 di salah satu universitas
di Korea (Pukyong National University) yang diperoleh dari adiknya yang sedang studi S3 di
Korea. Kemudian saya singkat cerita menghubungi adiknya di PKNU dan saya diminta
mengirimkan lamaran aplikasi langsung ke Profesor yang bersangkutan. Pada saat
mendapatkan informasi beasiswa tersebut, saya langsung teringat akan kata-kata dalam hati
saya waktu itu dan bertanya dalam hati “inikah kesempatan itu?”. Meski begitu banyak hal
membuat hati ragu, namun saya bulatkan niat dan tekad untuk mencoba.
Saya kemudian menyiapkan dokumen-dokumen yang diminta meliputi curriculum vitae (CV),
motivation letter, ijazah S1 dan transkrip nilai serta sertifikat TOEFL. Kemudian saya
kirimkan langsung kepada Profesor yang bersangkutan. Hal yang tidak disangka adalah
respon dari calon Profesor waktu itu. Saya mengirimkan lamaran aplikasi saya pagi hari
kemudian siang hari sudah mendapatkan balasan dari Profesor yang menyebutkan bahwa
lamaran saya diterima dan saya diminta untuk langsung menyiapkan dokumen-dokumen
termasuk paspor dan visa untuk berangkat. Saya masih ingat waktu itu akhir Desember 2007
ketika saya mengirimkan aplikasi lamaran beasiswa S2 kepada Profesor di PKNU dan
Profesor meminta saya untuk datang ke Korea (Busan) pada awal bulan Maret 2008 yang
artinya saya hanya memiliki kurang dari tiga bulan untuk mempersiapkan semuanya. Saya
kaget dan hampir tidak percaya antara senang dan tidak tahu harus bagaimana karena
pasalnya kendala terbesar yang saya hadapi adalah biaya. Iya karena jenis beasiswa saya ini
bukan seperti beasiswa pemerintah Korea (NIIED) atau beasiswa pemerintah Indonesia
(DIKTI) yang hampir semua biaya ditanggung seperti pembuatan paspor, visa bahkan tiket
pesawat. Dalam kasus saya, semua itu menjadi tanggung jawab saya sendiri dan tentu
tidaklah sedikit bahkan tidak mungkin saya peroleh biaya yang sangat besar bagi saya untuk
menanggung biaya paspor sampai tiket dan lain sebagainya. Informasi awal yang saya
peroleh tentang jenis beasiswa saya waktu itu adalah ini merupakan beasiswa dari Profesor
yang memiliki dana proyek penelitian untuk membiayai kuliah S2. Adapun beasiswanya
meliputi tuition fee, tempat tinggal, makan, dan uang bulanan.
Meskipun biaya paspor, visa, dan tiket pesawat harus biaya sendiri, saya putuskan untuk
ambil kesempatan ini. Saya berusaha untuk mencari batuan dana terlebih dahulu agar bisa
berangkat. Setelah menghubungi beberapa orang yang menurut saya bisa membantu, saya
belum juga mendapatkan respon yang positif. Hati makin ragu namun saya tidak berhenti
berusaha dan berharap jika memang ini adalah jalan saya pasti akan selalu ada pertolongan
dan kemudahan didalamnya. Hingga akhirnya, saya mendapatkan bantuan dari seseorang
yang bisa saya gunakan untuk menanggung semua biaya persiapan dan biaya hidup beberapa
bulan di Korea.
Perjalanan dari Jakarta-Seoul-Busan mungkin menjadi salah satu hal gila yang pernah saya
lakukan karena berangkat seorang diri dengan modal terutama bahasa Inggris yang sangat
pas-pasan tanpa tahu sedikitpun tentang bahasa Korea. Kehidupan di Korea selama 2.5 tahun
pun tidak bisa dibilang mudah karena perbedaan budaya dan lain-lainnya. Pada enam bulan
pertama, saya terdaftar sebagai research student dahulu kemudian saya baru terdaftar sebagai
mahasiswa Master setelahnya. Saya beruntung banyak dibantu teman Korea di lab dalam
urusan administrasi kampus seperti pembayaran asrama karena saya tinggal di asrama
kampus pada tahun pertama. Namun setelah tahun kedua, saya pindah mengontrak rumah
dengan sesama teman Indonesia agar lebih ekonomis karena saya harus bisa menyisihkan
biaya untuk tiket pulang ke Indonesia setelah lulus nanti. Beasiswa saya memang tidak
tergolong besar apalagi jika dibandingkan dengan beasiswa NIIED dari pemerintah Korea
jadi harus pintar-pintar cari jalan agar bisa menabung. Sebagian besar waktu saya dihabiskan
di laboratorium, tujuh hari dalam satu minggu mulai dari jam 9 pagi sampai rata-rata jam 11-
12 malam. Dan kebanyakan mahasiswa yang studi di Korea pasti juga mengalami hal serupa
meski tergantung bidang riset kita juga. Saya sangat beruntung karena banyak sekali dibantu
oleh teman-teman Indonesia di sana waktu itu. Saya merasakan hubungan kekeluargaan yang
cukup dekat dengan teman-teman di Busan dan hal itu menjadi salah satu motivasi saya juga
untuk tetap semangat menjalani studi di Korea.
Saya lulus tahun 2010 dan memutuskan pulang ke Indonesia untuk mencari pekerjaan
terlebih dahulu. Saya kemudian langsung mengikuti seleksi lowongan kerja di salah satu
lembaga penelitian di Indonesia dan diterima. Alhamdulillah, pada akhirnya segala usaha
selama 2.5 tahun terbayarkan. Hal yang juga tidak pernah terbayangkan oleh saya bahwa di
tempat saya bekerja sekarang sangat terbuka sekali kesempatan untuk mengembangkan diri
dan melanjutkan studi ke jenjang S3. Dan setelah hampir tiga tahun bekerja, saya kemudian
diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi S3 di Inggris melalui beasiswa pemerintah
Indonesia. Saat ini saya sedang melanjutkan studi S3 di University of Bath, Inggris dan ini
adalah tahun kedua saya.
Sebuah keajaiban dan kebesaran Tuhan yang nyata bagi saya karena bagi saya dulu untuk
menyelesaikan studi S1 saja sudah sebuah keajaiban. Banyak pelajaran yang saya petik dari
setiap perjalanan hidup ini. Bahwa kehidupan benar-benar telah menjadi sumber inspirasi
yang luar biasa bagi saya. Semoga tulisan ini juga bisa menjadi sumber inspirasi bagi para
putra-putri bangsa agar berani bermimpi untuk terus menuntut ilmu, bersekolah baik di dalam
ataupun di luar negeri. Apalagi saat ini semakin banyak jenis beasiswa baik dari pemerintah
Indonesia maupun pemerintah Korea sehingga semakin besar pula peluang kita untuk
mewujudkan mimpi melanjutkan sekolah terlebih di luar negeri. Melalui fasilitas internet saat
ini, informasi dunia ada dalam genggaman kita. Jadi, tidak ada lagi alasan bagi kita kesulitan
mendapatkan informasi terkait beasiswa atau berhenti berharap mewujudkan mimpi sekolah
di luar negeri karena faktor ekonomi. Buat adik-adik yang ingin melanjutkan sekolah ke luar
negeri (Korea), mungkin sedikit kiat-kiat berdasarkan pengalaman pribadi ini bisa berguna:
Gali informasi sebanyak-banyaknya tentang beasiswa yang diinginkan karena setiap beasiswa
bisa berbeda syarat dan ketentuannya. Cari nama universitas, bidang dan nama Profesor
melalui website kampus dan jika sudah menemukan satu, bisa langsung menghubungi
Profesornya. Apabila memiliki senior yang sudah ada di universitas tujuan akan sangat
membantu sebagai mediator kita, jadi perkuat link atau hubungan dengan senior atau orang
lain. Biasanya untuk apply beasiswa, kita perlu letter of acceptance (LoA) dari Profesor
dahulu namun ada juga jenis beasiswa yang tidak memerlukan LoA pada seleksi awal. Jadi
pahami benar jenis beasiswa yang diminati. Dan yang paling penting adalah niat yang baik,
usaha sungguh-sungguh dan pantang menyerah. Mari mulai berani bermimpi.

Merayakan kelulusan di Pukyong National University, 2010.

Bagi saya, segala sesuatu berawal dari mimpi, mimpi yang saya artikan sebagai sebuah
keinginan yang kita landasi dengan niat tulus dan usaha yang sunguh-sungguh untuk
mewujudkannya. Pada akhirnya, barangsiapa yang bersungguh-sungguh, dia akan
mendapatkannya, insyaAllah. Selamat berjuang para putra bangsa. Mari kita bersama
menjadi generasi muda yang mampu membesarkan nama bangsa Indonesia. Salam sehat dan
sukses selalu.
Tulisan ini saya dedikasikan untuk orang-orang yang sangat berperan dalam mewujudkan
salah satu impian hidup saya untuk melanjutkan studi S2 di Korea; keluarga Ibu Anggoro
(Jakarta), Yohannes Andi IBM. S.Si, Dicky Harwanto, Ph.D. dan Maria DN Meinita, Ph.D.
(Semarang) juga untuk seluruh teman-teman seperjuangan di Busan (2008-2010).

Penulis:
Ahmad Fathoni saat ini adalah mahasiswa program Ph.D. di University of Bath, Inggris
Raya. Penulis adalah alumni program Master di bidang bioteknologi, Pukyong National
University. Penulis adalah penerima Grant from The Korea Institute of Planning and
Evaluation for Technology of Food, Agriculture, Forestry and Fisheries. E-mail:
ahmad.fathoni1737@gmail.com
Everybody Should be Different - I am Different and I am Proud of It

Aulia Djunaedi
Woosong University, Daejeon (Master) dan Chungnam University, Daejeon (Ph.D.)

Cerita saya ke Korea agak berbeda dengan yang


lain karena saya ke Korea pada waktu Korea
belum terkenal, belum menjadi negara tujuan
untuk belajar, bekerja, apalagi K-pop dan
Hallyu. Tetapi, yang pasti ada yang bisa teman-
teman sekalian pelajari dari kisah saya selama
tinggal lebih dari 10 tahun di Korea mulai dari
turis menjadi permanent resident tanpa menikah
dengan orang lokal.
Saya mulai mengenal negara ginseng merah ini pada tahun 2001. Pada waktu itu ada
beberapa mahasiswa pertukaran pelajar dari negara Korea, Jepang, dan Belanda di kampus
saya, Universitas Surabaya. Didasari kesukaan saya pada bahasa asing maka bergaulah saya
dengan mahasiswa-mahasiswa asing ini. Diiringi dengan berjalannya waktu, saya menjadi
lebih tertarik dengan Korea dikarenakan teman-teman Korea saya yang unik dan sedikit gila.
Saya yang dulunya rajin belajar bahasa Jepang sejak tahun 2000 beralih belajar bahasa Korea
NON-STOP meskipun sekeliling mencemooh hobi saya. Ingat pada waktu itu Korea belum
terkenal ^^ jadi aneh sekali untuk belajar bahasa Korea.
Singkat kata saya rela menjadi supir mereka, membantu pekerjaan rumah mereka dan
sebagainya dengan catatan mereka harus rela mengkoreksi bahasa Korea saya yang acak-
acakan. Pada waktu itu tahun 2003 saya mendengar kabar summer program yang diadakan
oleh Woosong University yang terletak di Daejeon. Saya ikut mendaftar dan mendapat
kesempatan untuk mengikui summer program yang biayanya tergolong sangat murah pada
waktu itu, yaitu 200 USD untuk sebulan.
Ibu saya mengantar saya ke Bandara Soekarno-Hatta, untuk melepas saya ke Korea. Pada
waktu itu saya tahu bahwa saya akan tinggal di Korea jauh lebih lama dari 1 bulan. Seusai
summer program, saya tetap tinggal di Korea. Untuk menyambung hidup dan membayar
uang sekolah bahasa Korea saya bekerja di café hotel.
Tahun demi tahun berlalu, tak terasa saya sudah menghabiskan waktu lebih dari 10 tahun di
Korea. S2 dan S3 saya peroleh ditangan. Berbagai kesempatan magang, kerja sambilan saya
coba. Berbagai tipe visa saya lewati dan sekarang visa saya F2-7 (seperti permanent resident).
Saya juga telah menerbitkan beberapa buku bahasa Indonesia untuk orang Korea melalui
penerbit Korea. Tetapi, saya tidak akan tetap disini saja. Kita harus selalu membuat tantangan
baru dalam hidup. Harapan saya tahun ini yaitu untuk diterima di salah satu perguruan tinggi
untuk gelar S2 lagi untuk menjadi guru bahasa Korea, dan suatu hari membuka kursus
bahasa dan tempat penanpungan binatang di Surabaya. Listen to your heart, do something
good for others and yourself.

Penulis:
Aulia Djunaedi merupakan alumni program Master bidang TESOL English education dari
Woosong University dan alumni program Ph.D. di bidang English linguistics dari Chungnam
University. E-mail: oliayippie@yahoo.com
Mimpi dan Puzzle Kehidupan

Awalia Maulina
Youngsan University, Yangsan

Entah harus berapa puluh ribu kali mengucapkan


syukur, karena di tahun ini Allah melengkapi puzzel
kehidupan yang dulu saya impikan. Sampai saat ini
masih seperti mimpi rasanya berada di korea selatan,
dengan budayanya yang luar biasa, orang-orang yang
disiplin dan jujur, Profesor dan guru bahasa korea yang
baik serta pesona keindahan alamnya. Sebelumnya
tidak pernah terbayangkan bahwa saya akan
mendapatkan beasiswa ke negara ini. Berawal dari
mengikuti tes dikampus Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa yang diadakan atas kerjasama antara Youngsan University dan Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa pihak kampus dari korea selatan tersebut datang langsung ke Universitas
untuk melakukan tes tulis dan wawancara. Dari 8 teman saya yang mengikuti tes hanya 2
orang yang akan terpilih lolos tes seleksi dan berhak mendapatkan beasiswa unggulan dari
kementrian pendidikan besarnya 3.500 USD (syarat bisa dilihat di
http://beasiswaunggulan.kemendiknas.go.id) dan juga beasiswa berupa gratis kelas bahasa
korea dan potongan biaya kuliah dari youngsan university. Setelah hampir 1 bulan menunggu
ternyata pihak Universitas mengumumkan bahwa saya lolos tes seleksi dan mendapatkan
beasiswa. Rasanya campur aduk, mulai dari bingung, senang, bersyukur dan wah.......!!! (you
know what I mean?)
Saya selalu bermimpi mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri entah itu dimana pun, tapi
tidak pernah terlintas difikiran saya, bahwa Allah menakdirkan saya berkuliah di Korea
Selatan. Saya selalu membaca buku-buku novel nonfiksi serta artikel tentang beasiswa luar
negri, salah satunya adalah trilogi laskar pelangi. Banyaknya buku serta artikel kiat sukses
mendapatkan beasiswa diluar negeri itulah yang membuat mimpi saya menjadi lebih bisa
dirasakan, sepertinya buku serta artikel tersebut merupakan vitamin tambahan untuk memacu
saya terus belajar, entah itu memperbaiki bahasa asing saya, ataupun belajar giat dalam
menekuni setiap mata kuliah yang saya jalani saat itu. Banyak anak negeri yang berasal dari
pelosok daerah yang bahkan tidak terjangkau oleh internet dan listrik tapi mereka mempunyai
semangat yang luar biasa untuk mengikuti olimpiade atau mendapatkan beasiswa membuat
saya menjadi terpacu untuk tidak juga kalah dari mereka. Saran saya buat teman-teman yang
ingin mendapatkan beasiswa, tentukan negara mana yang akan kalian tuju. pelajari bahasanya
dengan baik, minimal menguasai dua bahasa asing (salah satunya bahasa Inggris), pelajari
bagaimana cara-cara lolos seleksi di negara yang dituju, dan jurus pamungkas yang paling
manjur adalah banyak berdoa kepada Allah dan minta doa kedua orang tua. Ups...lupa belum
kenalan nama saya Awalia Maulina Mahasiswi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang-
Banten. Di Korea Selatan saya mengambil jurusan Hukum Bisnis, program beasiswa Double
Degree (Master Hukum dari Indonesia dan LLM atau biasa disebut Master of Law dari
Korea), dimana saya menempuh 1 tahun kuliah di Indonesia dan 1,5 tahun di Korea Selatan.

Berfoto saat KOREASEAN Broadcasting Content Conference.

Andrea Hirata: “Bermimpilah Maka Tuhan Akan Memeluk Mimpi-Mimpimu”.

Penulis:
Awalia Maulina saat ini adalah mahasiswi program Master di bidang hukum, Youngsan
University. Penulis adalah penerima Beasiswa Unggulan DIKTI. E-mail:
awalia_maulina@yahoo.com
Beasiswa ke Luar Negara yang Tidak Pernah Dibayangkan

Bangun I. R. H.
Pukyong National University, Busan

Bagi beberapa orang dapat mengenyam sekolah di


negara manca apalagi mendapat beasiswa penuh
mungkin merupakan cita-cita bahkan obsesi yang
disusun bertahun-tahun sebelumnya. Tetapi tidak bagi
saya yang memang dari kecil tidak diizinkan mendiang
ayah untuk menerima beasiswa, momen saat ayah saya
telah meninggal dan atasan dari instansi tempat saya
bekerja usil menyarankan saya untuk mendaftar
beasiswa pemerintah Korea Selatan via kedutaannya ya
saya secara nyantai mempersiapkan dokumen-dokumen
penyertaan tanpa persiapan khusus. Tetapi saya masih
ingat sekitar akhir Februari 2010 saat tenggat waktu pengumpulan dokumen itu datang,
mendadak atasan saya di jurusan Teknik Arsitektur, menanyakan kembali dan menyuruh saya
untuk segera mengirim aplikasi karena beliau ingin ada stafnya yang lulusan Korea Selatan,
setelah bosan dengan lulusan Jepang dan Eropa. Dasar saya yang selalu menurut kata orang
tua, ya akhirnya saya meminta izin sehari bebas tugas (kebetulan liburan sehingga tidak ada
jadwal mengajar) untuk menyelesaikan kelengkapan dokumen dan menyerahkannya ke
bagian hubungan luar negeri universitas untuk selanjutnya dikirim ke kedutaan Korea di
Jakarta sebagai format Korean Government Scholarship Program (KGSP) melalui lembaga
National Institute for International Education (NIIED) program pascasarjana doktoral,
meskipun ada satu jalur lagi yaitu langsung dikirim ke kampus tujuan yang secara
probabilitas diterimanya lebih besar karena adanya sistem kuota terutama untuk universitas
yang meskipun bagus tetapi kurang terkenal di luar negeri.
Dalam kelengkapan dokumen itu saya masih sayup-sayup ingat ada beberapa dokumen yang
menggelikan untuk diingat tetapi masih sesuai ketentuan NIIED, semisal :
1. rekomendasi Profesor yang saya dapat dari teman saya sendiri atas nama Dekan
Fakultas Teknik,
2. legalisir ijazah dan transkrip berbahasa Inggris hanya keluaran kampus (bukan dari
pejabat tersumpah) dan
3. surat keterangan sehat dari Puskesmas Poncol daerah tempat tinggal saya yang
kebetulan dokter Puskesmasnya masih teman seangkatan saya waktu SMU dulu.
Selain itu juga dokumen dokumen standar aplikasi yang diunduh di niied.go.kr seperti :
4. rencana studi beserta motivasinya
5. Curriculum vitae atau data personal
6. Surat pernyataan tentang kewarganegaraan
Meskipun persiapan seadanya, segala puji bagi Tuhan YME, aplikasi saya lolos menjadi satu
dari delapan belas mahasiswa KGSP 2010 pada bulan Juli. Oya supaya tidak terlalu
mengecilkan pihak penyelia aplikasi, mungkin juga saya lolos karena saya juga menyertakan
dua publikasi regional ASEAN yang diterbitkan setahun sebelumnya dan beberapa
penghargaan yang saya terima selama kuliah maupun bekerja.

Kegiatan Futsal rutin akhir pekan bersama teman-teman Indonesia melawan tim lain di PKNU.

Yup KGSP pasca sarjana memang pengumuman hasilnya Juli dan tanggal keberangkatan
Agustus sehingga dalam jangka waktu satu bulan harus sudah berangkat, parahnya saya baru
mengetahui hal tersebut setelah menerima email dari kedutaan korea selatan padahal saya
mengira bakal ada program pelatihan bahasa Korea dulu selama enam bulan di Indonesia.
Terus terang pengetahuan saya tentang Korea Selatan memang minimal sekali hehe bahkan di
kolom pilihan universitas tujuan pilihan pertama saya adalah PKNU atau Pukyong National
University (yang disarankan atasan saya karena awal tahun beliau berkunjung ke universitas
ini) dan pilihan kedua saya adalah Seoul University (yang setelah tiba di Korea saya baru
menyadari pilihan kedua saya ini merupakan favorit KGSP).
Hahaha cukup menggelikan memang bagaimana saya dapat mendarat pertama kali di Korea,
pada 27 Agustus 2010 dengan beasiswa KGSP dan masih belum lulus hingga awal tahun
2015 ini karena memang program doktoral di jurusan saya Arsitektur Pukyong National
University belum memungkinkan untuk dapat lulus 3 tahun sesuai harapan pemerintah Korea
yang memberikan beasiswa penuh, seperti biaya kuliah tiap semester hingga 7 juta KRW +
uang saku 900 ribu per bulan + asuransi + biaya administrasi di Korea + tiket pesawat saat
datang pertama dan pulang setelah selesai, juga beberapa insentif khusus lainnya seperti yang
termaktub di tautan http://www.niied.go.kr/eng/contents.do?contentsNo=78&menuNo=349.
Beasiswa saya sebenarnya memiliki sedikit kelemahan dengan tenggat waktu 1 tahun untuk
belajar bahasa hingga mendapat TOPIK (Test of Proficiency in Korean) level 3 dan tiga tahun
untuk program doktoral dengan kesempatan perpanjangan dua semester, sehingga agak
mengerikan juga bagi saya yang berkuliah di arsitektur PKNU yang belum pernah
meluluskan mahasiswa S3 kurang dari 5 tahun masa kuliah apalagi yang S2-S3 terintegrasi.

Bersama teman-teman lab saat musim gugur 2013.

Agak lucu juga saya dapat bertahan dan menikmati hampir lima kali musim dingin padahal
saya ingat benar saat masih SD saya selalu meringkuk di dalam selimut ketika mengunjungi
tempat ayah bekerja di Bandung disaat saudara saya bisa bermain di gunung Tangkuban
Perahu. Tapi memang saya tidak dapat memungkiri semangat kekeluargaan dari teman
mahasiswa asing maupun Indonesia di PKNU, sesama warga asing di Korea Selatan dan
maupun keberadaan PERPIKA (PPI Korea Selatan) membuat saya masih betah-betah saja di
sini dengan berbagai macam problematikanya yang unik.
Oya hampir lupa salah satu hal yang mungkin menjadi keunggulan beasiswa pemerintah
Korea Selatan ini adalah program bahasa Korea yang memaksa dengan sangat penerima
beasiswa harus dapat berbahasa Korea dengan fasih untuk kehidupan sehari-hari (TOPIK
level 3 tadi) sebelum dapat memasuki jenjang perkuliahan utamanya. Hal ini sempat memberi
tekanan besar bagi saya yang memang sudah cukup umur untuk belajar bahasa asing tetapi
merupakan keunggulan yang mungkin sangat membantu mahasiswa NIIED KGSP untuk
berbaur bersama orang Korea secara mandiri dan melakukan kegiatan luar kuliah dengan
nyaman.

Kegiatan International Day yang diadakan tiap tahun oleh kampus.

Dari cerita saya tadi mungkin dapat menginspirasi teman-teman tidak hanya mampu
bermimpi dan mewujudkan mimpinya, tetapi juga sebaiknya dapat mencontoh saya (jika
memang patut dicontoh, maaf sedikit narsis) untuk selalu siap untuk menjalani tugas dan
berkah yang mungkin tidak pernah diharapkan sebelumnya karena hidup itu tidak hanya
mewujudkan mimpi saja tetapi juga menjalankan semua fase dengan usaha terbaik kita
apalagi di negara manca yang keadaan alam, manusia,budaya tidak sama dengan kita jadi
dapat melatih keterbukaan pikiran kita untuk menyaring dan menerima yang baik.
Bagi saya hidup itu adalah pilihan maka saya harus menjalani pilihan itu sebaik-baiknya
(karena Tuhan senantiasa beserta umatnya yang ingin berusaha dengan baik).
Salam Merdeka Bung dan kakak dari Busan^_^

Penulis:
Bangun I. R. H. saat ini adalah mahasiswa program Ph.D. di Pukyong National University.
Penulis adalah penerima Korean Government Scholarship Program. E-mail:
bangunirh@naver.com
Kuliah Bukan di Universitas Negeri,
Justru Berhasil Sekolah ke Luar Negeri

Dwi Putra
Youngsan University, Yangsan

Halo semuanya, Annyeonghaseyo!! Kali


ini saya akan menuliskan salah satu cerita
yang menurut saya menarik untuk
dibagikan kepada para teman-teman
pembaca semua. Negeri yang cukup
terkenal saat ini, negeri dimana setiap
kaum muda ingin sambangi, negeri
dimana kaum muda percaya bahwa ini
adalah negeri impian yang ingin
didatangi bersama pasangan, dan lain
sebagainya. Ya benar ini adalah tulisan
tentang Korea Selatan. Negara yang
terletak di semenanjung sebelah selatan benua asia timur pada 33º LU - 38º LS dan 124º BB -
132ºBT dan berbatasan langsung dengan Jepang di sebelah timur, Korea Utara disebelah
utara, lautan Pasifik di sebelah selatan dan tentu Cina di sebelah barat. Negara dengan lebih
dari 30 persen merupakan dataran rendah dan sisanya merupakan pegunungan memberikan
daya tarik khusus bagi para pengunjung yang hendak mendatangi Korea Selatan. Negara
dengan iklim sub tropis ini memberikan kesan khusus bagi setiap pendatang di dalamnya
terutama bagi pendatang yang berasal dari negara tropis, keberadaan salju adalah salah satu
daya tarik khas Korea Selatan yang menjadikan negara ini ramai-ramai ingin dikunjungi.
Semuanya dimulai ketika saya lulus sekolah menengah atas di SMAN 8 Bandung. Salah satu
sekolah menengah atas terbaik di Bandung yang seolah tidak mengizinkan lulusan nya kuliah
di universitas selain ITB, Unpad, UGM, UI, dsb. Selepas lulus SMA maka saya memutuskan
untuk mengikuti berbagai tes masuk universitas seperti kebanyakan siswa lainnya melalui
jalur SNMPTN di tahun 2010. Berniat agar bisa terdaftar di salah satu universitas yang telah
saya sebutkan diatas, saya malah menemukan kegagalan dari tes saringan masuk tersebut dan
terpaksa harus sedikit sakit hati tidak dapat diterima di uiversitas terbaik tersebut, tes demi tes
masuk perguruan tinggi negeri dan politeknik negeri terus saya ikuti namun hasilnya belum
sesuai keinginan. Dan pada akhirnya saya pasrah saja atas arahan keluarga saya agar
berkuliah di universitas swasta saja, yang penting kuliah! Perkataan saat itu dari keluarga
saya. Saya didaftarkan ke Universitas Komputer Indonesia (Unikom) dengan jurusan sistem
informasi oleh paman saya, saya tidak bisa menolak karena saat itu saya dalam kondisi
pasrah saja mengikuti apa yang mereka inginkan.
Oktober tahun 2010 saya memulai perkuliahan saya di Unikom. Semester satu di universitas
ternyata materi yang disampaikan sebagian besar masih merupakan pelajaran yang kita
pelajari di SMA, sehingga saat itu saya tidak terlalu mengalami kesulitan berarti untuk
melewati semester satu di berbagai ujian baik itu ujian tengah semester maupun ujian akhir
semester.
Saya memimpikan saat itu agar saya tidak membebani keluarga saya dengan tuntutan biaya
per semester dan mencoba mencari beasiswa saat itu. Bak gayung bersambut, setelah lolos
dari semester satu dengan IPK 3,80 tertera pengumuman pengajuan beasiswa di kaca jendela
sekretariat jurusan saat itu. Saya mencari informasi soal ini dan akhirnya saya hanya diminta
memberikan daftar riwayat hidup dan salinan kartu hasil studi saya di semester sebelumnya.
Semester dua sudah dimulai saat itu, namun pengumuman atau informasi mengenai beasiswa
yang saya ajukan di akhir semester satu belum juga ada informasi lanjutan, sehingga akhirnya
saya tidak berharap banyak saat itu pada beasiswa yang telah saya daftarkan. Namun
pemikiran saya salah besar, selang beberapa hari saya dihubungi melalui telepon selular oleh
pihak jurusan saat itu dan diminta hadir untuk wawancara terkait beasiswa. Saat itu saya
benar-benar sedang berada di rumah dan tidak siap dengan panggilan mendadak seperti ini
dan akhirnya saya dengan tergesa-gesa mengendarai vespa tua saya menuju ke kampus untuk
wawancara. Ketika saya tepat menghadiri wawancara beberapa pertanyaan muncul dari ketua
jurusan saat itu terkait hal pribadi dan lain sebagainya. Ketika wawancara selesai maka saya
langsung diberi tahu bahwa saya berhak mendapatkan beasiswa program sarjana hingga lulus
strata satu di universitas ini dimulai dari semester tiga. Rasanya sulit membayangkan
kesenangan saat itu selain hanya tersenyum sendiri dan mengucap syukur pada Allah.
Semester yang saya tunggu dimana saya ditetapkan sebagai mahasiswa penerima beasiswa
dari DIKTI dan KEMENDIKBUD tiba, yaitu semester tiga. Saya terus mengucapkan syukur
atas apa yang Allah berikan saat itu pada saya, saya sudah cukup berterima kasih pada-Nya
dengan hanya diberikan hal seperti ini. Namun nampaknya Allah masih “belum puas”
menghibur saya yang pada tahun 2010 tidak berhasil masuk universitas negeri di Bandung.
Melalui program beasiswa ini ternyata ada pihak lain yang ikut bekerjasama di dalamnya,
yaitu BPKLN (Badan Perencanaan Kerja Sama Luar Negeri). Dengan kerjasama ini para
penerima beasiswa seperti saya diwajibkan untuk menempuh pendidikan di luar negeri
melalui program double degree. Saat itu saya benar-benar senang sekali dan tak henti
mengucapkan rasa syukur saya pada Allah atas yang Dia berikan saat itu.
Proses penandatanganan kontrak diatas materai dimulai keesokan harinya. Tanpa ragu saya
menandatangani kerjasama ini sebagai konsekuensi atau keharusan atas pilihan yang saya
pilih. Sampai saat ini saya masih mengingat betul proses penandatanganan itu, saya
menghubungi kedua orang tua saya melalui telepon seluler untuk memohon restu dan doa
atas pilihan yang saya pilih untuk belajar di luar negeri. BPKLN menunjuk Korea Selatan
sebagai negara tujuan kami untuk menimba ilmu dan saat kami mengetahui bahwa Korea
Selatan merupakan tujuan kami,senangnya bukan main saat itu karena saat itu seluruh kaum
muda-mudi memimpikan untuk berkuliah disana, sementara saya sama sekali tidak pernah
bermimpi sedikitpun untuk menuju Korea Selatan dalam rangka pendidikan. Bahkan saat di
SMA saya sering mengejek teman saya yang menyukai kebudayaan Korea ini, sehingga saya
berpikir bahwa ini adalah balasan Tuhan atas ejekan saya terhadap kawan saya itu.
Pergi ke Korea untuk melanjutkan studi bukanlah hal yang mudah, sebelum keberangkatan
kami dipersiapkan selama satu tahun untuk belajar bahasa Korea dan juga kewajiban untuk
menyelesaikan beban studi di Unikom sendiri. Kami benar-benar tidak memiliki waktu luang
dari hari Senin hingga Sabtu, seluruhnya diisi dengan kegiatan belajar di kelas sesuai jurusan
masing-masing dan juga terus menerus belajar bahasa Korea selama 3 jam dari Senin hingga
Rabu. Ini membuat saya terlalu lelah, tapi saya harus tetap semangat untuk menjalankannya.
Pengajar bahasa Korea kami didatangkan langsung dari Korea Selatan, ia bernama Lee Keun
Hwa, seorang guru perempuan yang tidak terlalu tinggi postur nya namun memiliki semangat
yang luar biasa, dan yang menarik adalah dia sama sekali tidak bisa berbahasa Inggris.
Bayangkan ketika kami belajar bahasa Korea maka ia menjelaskan seluruhnya dalam bahasa
Korea. Paham saja tidak apalagi mengerti, namun di akhir pertemuan kami berhasil
membuatnya bangga dengan kelancaran kami dalam menguasai bahasa Korea selama satu
tahun.
Tanggal keberangkatan kami tiba, 29 Agustus 2012 dari ibu kota Indonesia menuju ibu kota
Korea Selatan, Seoul. Pengurusan visa dan dokumen lainnya yang saya dan teman-teman
lainnya harus lakukan tidak mungkin dijelaskan disini karena tingkat kerumitan yang cukup
tinggi berkaitan dengan teknis pelaksanaan. Kami berangkat dari Bandung menumpang
sebuah minibus sewaan kawan saya pada pukul 15:30 tepat setelah sembahyang Ashar.
Perjalanan terasa begitu haru, ada teman saya yang menangis karena menghubungi kedua
orang tuanya, namun tak sedikit pula yang menghadapinya dengan biasa saja. Saya berangkat
bersama 23 orang teman lainnya dan 3 orang dosen pembimbing dari Unikom yang
memang berperan penuh atas keberangkatan kami ke Korea Selatan saat itu. Proses check-in
berjalan lancar dan kami berhasil melalui berbagai penjagaan dengan normal dan lancar.
Pukul 23:50 saat itu pesawat kami bergerak mulai meninggalkan Indonesia, Dadaaaaahhhh
Indonesiaaa, ketemu lagi dua tahun yaaaaa! Begitulah sahut kami saat pesawat mulai
beranjak naik.
Pukul 07:00 tanggal 30 Agustus 2012 waktu korea kami tiba di Bandar udara internasional
Incheon. Kami langsung mencari bus yang menjemput kami menuju kota tempat kami
menimba ilmu nanti yaitu Busan. 10 menit menunggu dan akhirnya kami menemukan bus
tersebut. Segala barang bawaan telah kami masukan ke dalam bus dan perjalanan darat
Selama tujuh jam kami tempuh menuju universitas yang bekerjasama dengan kami yaitu
Universitas Youngsan, Kampus Haeundae. Setibanya disana kami ditempatkan di asrama
dalam kampus lantai 6, yang sampai saat ini lantai 6 hanya diperuntukan bagi mahasiswa asal
Indonesia. Kami beristirahat sejenak dan salah satu dari pihak kampus kemudian mengajak
kami ke salah satu restoran Korea untuk menyantap hidangan makan malam. Menu pertama
yang kami makan saat itu adalah bibimbap. Setelah makan malam usai kami kembali ke
asrama dan mempersiapkan untuk keesokan harinya saat kelas pertama di jurusan Asia Bisnis
dimulai.
Ketika kelas dimulai di musim gugur ternyata kami diberitahukan bahwa selama satu
semester di sini mahasiswa asing diwajibkan mengikuti kelas bahasa korea terlebih dahulu.
Mau tak mau akhirnya kami mengikuti kelas tersebut selama satu semester dan teman kami
dikelas hanyalah sesama mahasiswa Indonesia.
Setelah semester dengan pelajaran bahasa Korea saja telah usai, ini menandakan libur musim
dingin akan segera dimulai. Selama libur musim dingin kami biasa mengisi kegiatan kami
dengan bekerja paruh waktu di berbagai tempat untuk menambah uang jajan kami disini. Ini
kami lakukan karena besaran beasiswa yang kami terima hanya mencakup pembayaran
tuition fee saja sebesar 2.300.000 Won, dan bila ada kelebihan, kami gunakan sebagai uang
tabungan untuk kehidupan sehari-hari. Satu hal yang kami pelajari disini bahwa kami tidak
perlu malu untuk melakukan suatu pekerjaan selama itu halal dan itu ternyata membantu
kami disini.
Hari bersalju sekaligus Rebo Nyunda (Rabu Nyunda).

Semester dua,tiga,dan empat atau semester akhir kami lalui dengan berbagai cerita menarik di
setiap jenjangnya. Dimulai dari kami memulai semester dua di musim semi, musim yang
keadaan udara nya mengingatkan kami pada suhu udara di Bandung, sejuk dan menenangkan
dan berhasil membuat saya beserta teman lainnya rindu pada Paris van Java dan juga
semester dimana kami mulai digabungkan dengan mahasiswa asing lainnya seperti dari Cina,
Vietnam, dan mahasiswa Korea sendiri, disini terlihat jelas bahwa kami benar-benar menjadi
wakil Indonesia untuk menghadapi persaingan. Disini kami sudah tidak menempelkan nama
Unikom di kepala kami melainkan nama Indonesia di setiap kegiatan belajar mengajar. Dan
seluruh teman-teman yang membaca ini harus mengetahui bahwa bangsa kita adalah bangsa
yang besar dan cerdas. Hal ini diperlihatkan ketika seluruh teman-teman kami dari negara
lain begitu menghormati kami yang berasal dari negara kepulauan terbesar di dunia, selain itu
teman-teman kami lainnya memuji kami bahwa ternyata mahasiswa Indonesia adalah
mahasiswa yang kreatif dan cerdas. Selain mahasiswa dari negara asing tersebut, pujian
terlontar dari hampir seluruh Profesor yang bertindak sebagai dosen di kelas kami. Hampir
setiap Profesor senang bila bekerjasama dengan kami, mahasiswa Indonesia. Mereka
mengatakan bahwa kepintaran mahasiswa Indonesia sebetulnya biasa saja, namun inisiatif
dan tingkat kreativitas dan jiwa sosial mereka tinggi, disamping itu mereka taat menjalankan
kegiatan agama mereka masing-masing menurutnya.
Semester tiga dan empat kegiatan belajar mengajar kami berjalan sesuai yang diharapkan.
Kami mahasiswa Indonesia di Youngsan University berhasil menyelesaikan tahapan demi
tahapan yang diberikan pada kami selama proses pembelajaran, hingga pada akhirnya kami

dinyatakan lulus dari universitas ini dengan gelar무역학사 (di Indonesia gelar ini setara

dengan Sarjana Ekonomi). Seiring dengan dinyatakannya kelulusan kami maka sesegera
mungkin kami harus kembali ke Indonesia.
Setibanya di Indonesia tanggal 18 Juni 2014, kami mengurus berbagai dokumen kelulusan
kami dari Unikom. Dan akhirnya pada tanggal 27 September 2014 kami mengikuti wisuda
dengan mendapatkan dua gelar sekaligus yaitu bagi saya pribadi adalah S.Kom dan

무역학사 tadi.

Diluar perjalanan pendidikan kami di Korea Selatan masih banyak hal yang tidak saya
sampaikan di dalam tulisan ini. Pendidikan di Korea Selatan, di Youngsan University selama
dua tahun mengubah pola pandangan kami terhadap diri kami sendiri dan terhadap isu
internasional lainnya. Di Korea Selatan melalui PERPIKA (Persatuan Pelajar Indonesia di
Korea Selatan) kami saling bertukar pikiran dan melakukan kegiatan positif seperti olahraga
dan konferensi mengatasnamakan pelajar Indonesia. Bagi teman-teman yang ingin sekali
menempuh pendidikan di Korea Selatan, jangan pernah patah semangat berusaha karena
beasiswa bukan hanya bagi si pintar saja tetapi bagi yang mau berusaha lebih dibandingkan
lainnya. Ini terjadi pada saya pribadi yang gagal di terima di universitas negeri dan ternyata
Tuhan mengizinkan saya benar-benar ke luar negeri. Dan satu tips lagi bagi teman-teman
sekalian, untuk mendaftarkan diri menjadi penerima beasiswa ini bisa membuka laman
beasiswa unggulan di http://beasiswa.dikti.go.id, disana tertera berbagai informasi mengenai
beasiswa tersebut, dan juga jangan lupa untuk rajin mendatangi bagian akademik kampus
masing-masing atau bagian hubungan luar negeri kampus masing masing untuk dapat terus

memperbaharui informasi seputar studi di luar negeri. 힘네세요여러분! (Semangat ya

kalian!).

Penulis:
Dwi Putra merupakan lulusan program double degree dari Unikom dan Youngsan University.
Penulis adalah penerima Beasiswa Unggulan program Double Degree Dikti, Unikom
Bandung, BPKLN, KEMENDIKBUD, dan Youngsan University. E-mail:
koreabdg@gmail.com
Catch Your Dream!

Edwina Firdhatarie Minaputi


Chungnam National University, Daejeon

Hai! Nama saya Wina, saya lulusan Ekonomi Sumberdaya


Lingkungan, IPB angkatan 46. Dulu saya termasuk ke
dalam mahasiswa yang agak telat lulus di departemen saya.
Bukan malas, tapi karena susah untuk bimbingan sama
dosen pembimbing pertama yang saat itu sedang pegang
jabatan sehingga beliau sibuk. Saya selalu bimbingan
sama dosen pembimbing kedua hampir tiap hari, tapi apa
daya, kalau dosen pembimbing pertama belum kasih
lampu hijau, ya nggak bisa apa-apa. Hehe.. Tapi saya
beruntung dibimbing kedua dosen tersebut. Walaupun
lama dan sempat stress juga karena data yang harus diolah berpuluh-puluh kali, serta
hitungan, cara penulisan, huruf-huruf keselip sampai titik koma dan garis pinggir yang harus
dikoreksi dan diubah beratus-ratus kali. Tapi, semua itu menjadi salah satu poin untuk
mendorong saya mencari beasiswa keluar negeri (Selain orang tua dan dosen pembimbing
memang mendorong untuk itu), khususnya ke Korea Selatan.
Kenapa Korea Selatan? Hmm.. Saat kuliah tingkat 3, saya dan sahabat-sahabat saya ingin
memanfaatkan waktu luang yang kami punya. Karena saat itu jadwal kuliah tidak terlalu
padat. Bayangkan saja, kami kuliah dari hari Senin-Jumat dan dari pukul 7.30 WIB – 12.00
WIB atau terkadang 15.00 WIB. Tanpa tugas yang banyak pula. Akhirnya, salah satu teman
saya menawarkan untuk mengikuti les bahasa bersama. Pengen ikut les TOEFL tapi mahal.
Setelah cari-cari sana-sini, ternyata di Lab Bahasa IPB ada les Bahasa Korea langsung
dengan pengajar dari Korea. Harganya pun saat itu hanya Rp 300.000 untuk 3 bulan (les 2
kali seminggu, 1 kali pertemuan 3 jam). Murah banget kan? Saya setuju-setuju saja karena
murah. Dari situ saya mengenal huruf-huruf Hangeul, sedikit-sedikit tentang kebudayaannya,
K-pop, drama. Hal ini lah yang membuat saya ingin kuliah di Korea Selatan. Karena saya
sudah mengenal Korea Selatan dari songsaenim saya walaupun baru ‘sedikit’.
Februari 2014 adalah bulan dimana saya menghadapi sidang skripsi. Satu minggu setelahnya,
Ayah saya ngasih brosur tentang beasiswa Korean Green Promotion Agency (KGPA). Saat itu
juga saya coba buka linknya (http://www.kgpa.or.kr/) dan melihat persyaratannya. Ternyata
kita hanya perlu mengisi form tentang study plan, self-introduce dalam bentuk essay, dan
melengkapi surat-surat penting seperti ijazah S1, surat rekomendasi dari Profesor di
universitas kita saat S1, dan surat keterangan sehat dari dokter (Psst.. tidak ada syarat TOEFL
lho!). Tapi, deadline untuk pendaftarannya lima hari lagi. Sempet mundur-maju untuk daftar,
tapi tetep usaha ngumpulin semua berkas yang diperlukan. Detik-detik terakhir pendaftaran
sambil ketawa-ketawa sama ibu (karena kita gak yakin banget bisa diterima) dan tentunya
bilang Bismillah, saya pijit tombol Send (pengiriman berkas melalui email) dan.. terkirimlah
berkas-berkas saya. >.<

Musim gugur di CNU.

Saya sempat hampir lupa kalau saya telah mengirim form untuk beasiswa. Bahkan mencari
beasiswa lainnya pun tidak (Karena saya tidak PD saya bisa lolos beasiswa manapun >.<).
Fokus saya saat itu saya ingin bekerja atau buka usaha sendiri. Bulan Maret/April, saat itu
saya baru selesai wawancara kerja di sebuah perusahaan ternama di daerah Jakarta Selatan,
ada email masuk. Daaan.. Jeng jeng jeng.. Ternyata saya beruntung mendapatkan beasiswa
full dari KGPA untuk melanjutkan pendidikan (S2) di Korea Selatan. (Note: Beasiswa ini
disarankkan untuk yang ingin melanjutkan studi di bidang kehutanan atau lingkungan ya^^).
Ah, kata-kata full disini, benar-benar full. Bagaimana tidak, KGPA memberikan monthly
allowance sebesar 1.000.000 KRW, settlement allowance sebesar 400.000 KRW pada saat
pertama kali kita datang di Korea Selatan, biaya kuliah langsung dibayarkan sesuai dengan
biaya di universitas kita nantinya, lalu kita mendapatkan Korean Language Training Expense
selama 6 bulan di universitas masing-masing, biaya untuk text books dan buku referensi
lainnya sebesar 200.000 KRW per semester, dan untuk graduation thesis printing sebesar
1.000.000 KRW (diberikan saat kita sudah selesai studi). Syukur tidak habis saya ucapkan
hingga saat ini.
Jalan tidak selalu mulus itu benar adanya. Ada sedikit masalah disini, saat mendaftar ke
KGPA, saya memilih Seoul National University (SNU) untuk melanjutkan studi saya. Kenapa
SNU? Karena SNU adalah salah satu universitas terbaik disini dan juga berada di Seoul,
sehingga memudahkan untuk pergi kemana-mana. Sayangnya ternyata pendaftaran SNU
telah tutup sebelum pengumuman beasiswa KGPA keluar. Saya sempat mencoba
menghubungi salah satu Profesor disana, beliau mau menerima saya tetapi untuk semester
Spring 2016. KGPA tidak mau menunggu dan memberi beasiswa jika saya masuk Spring
2016. KGPA pun memberikan solusi untuk mencoba daftar ke Chungnam National
University (CNU), karena disana ada Lab yang sesuai dengan study plan saya. Saya sempat
bimbang, tetapi akhirnya saya pun mengiyakan dan saya urus berkas untuk daftar ke CNU.
Saya harus menunggu pengumuman lagi di bulan Juni. Bulan Juni saya sebut sebagai bulan
saya. Karena ulang tahun saya jatuh pada bulan Juni. Tetapi tahun kemarin adalah bulan Juni
yang paling saya tunggu karena:
1. tanggal 23 Juni yang ke 23 dalam hidup saya (ga penting hahaha..)
2. tanggal 24 Juni dimana saya diwisuda
3. pengumuman CNU.
Alhamdulillah tiga moment itu bisa saya lewati dengan hati yang senang dan pastinya syukur.
Bagaimana tidak, saya diberikan kesempatan untuk merasakan ulangtahun ke 23 di tanggal
lahir saya, 23 Juni dan juga akhirnya saya diwisuda S1. Hadiah besar untuk orang tua saya
(menurut saya saat itu). Tetapi saya juga ternyata bisa membuat orangtua lebih bahagia lagi
saat saya di terima di CNU dengan beasiswa full dari KGPA. Senang rasanya melihat mereka
bangga karena usaha saya dan rezeki dari Allah untuk saya.
Hari ini (16 Desember 2014), sudah hampir empat bulan saya berada di kota Daejon, Korea
Selatan. KGPA memberikan saya beasiswa untuk pelatihan Bahasa Korea selama 3 bulan.
Sehingga Bahasa Korea saya menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya, walaupun masih
belum lancar juga sih.. hahaha..
Saya senang mempunyai banyak teman baru, baik dari negara sendiri maupun negara lain.
Ada sekitar 10 orang Indonesia di CNU. Di Daejon? Ada banyak^^ Di Lab dan Departemen
saya, saya orang Indonesia satu-satunya. Sehingga saya harus membiasakan diri
menggunakan bahasa inggris dan bahasa korea. Padahal bahasa inggris saya pun tidak bagus.
Tetapi mau tidak mau harus biasa. Karena tidak setiap hari saya bertemu orang Indonesia dan
bisa bicara bahasa Indonesia. Terkadang sehari penuh saya menggunakan Bahasa Inggris dan
Bahasa Korea. Tapi saya sudah mulai enjoy dengan itu.

Bersama mahasiswa dan keluarga Indonesia di CNU.

Saya juga bersyukur punya teman-teman Indonesia yang sudah saya anggap sebagai keluarga
kedua membuat homesick saya berkurang. Begitu pula dengan teman-teman lab yang
semuanya orang Korea dan super duper baik dan Profesor saya juga sangat baik. Hari kedua
saya di Lab, saya diminta Profesor untuk presentasi tentang mengapa saya pakai jilbab dan
tentang agama saya, agar mereka mengerti. Alhamdulillah, Profesor dan teman-teman lab
saya menerima dengan baik. Profesor saya juga memberikan satu ruangan untuk saya solat.
Bahkan ketika kami makan bersama mereka saling mengingatkan agar tidak memesan
makanan yang ada babi-nya untuk saya. Senang sekali rasanya mereka menghargai saya
seperti itu.
Tugas-tugas yang lumayan 'berat' karena harus pakai bahasa Inggris, saya kerjakan dengan
enjoy seperti waktu kuliah di IPB. Walaupun tidak sesantai di IPB dan saat sekolah dulu.
Maklum, saya orangnya terlalu santai dan terkadang gak ada planning pasti untuk
kedepannya seperti apa. Tetapi sejak disini, saya terbiasa untuk mengatur langkah
kedepannya, bahkan sejam berikutnya saya harus melakukan apa. Enjoy tetap, tetapi terasa
lebih teratur.

Bersama salah dua teman-teman lab.

Mungkin baru ini yang bisa saya ceritakan, mengingat pengalaman saya disini juga belum
banyak. Tapi mudah-mudahan memberikan gambaran pada teman-teman betapa rezeki itu
tidak kemana (apalagi kalau kita PD, jangan seperti saya yang tidak PD untuk mendapat
beasiswa). Dan juga terkadang kita harus mendengar pendapat orang lain dan tidak memaksa
kehendak (Coba kalau saya maksa di SNU dan melepas beasiswa KGPA, wah nggak
kebayang deh gimana kedepannya.) Intinya, kita harus mengejar cita-cita kita, harus berusaha
semaksimal mungkin walaupun mempunyai waktu yang sedikit, tapi harus lihat batasan yang
kira-kira memang tidak mungkin.
Selamat menggapai cita-citamu. Sampai bertemu di Korea Selatan, teman^^

Penulis:
Edwina Firdhatarie Minaputi merupakan mahasiswi program Master di bidang forest
resources and human health. E-mail: firdhatarie@gmail.com
Live Our Dream, in Korea

Febriani Elfida T.
Seoul National University, Seoul

Korea, the Land of Morning Calm, merupakan salah


satu ‘wishlist’ teratas saya yang menunggu untuk
dicapai sejak tahun 2008. Sebagai mahasiswa Bahasa
Korea, negara Korea menjadi destinasi favorit bagi
kami untuk menggantungkan mimpi. Mimpi ke Korea.
Mimpi menjejakkan kaki di tanah Korea. Sampai
mimpi sekolah ke Korea. Mimpi ini bermulai dari
demam Korea yang mulai melanda seluruh dunia,
termasuk Indonesia pada masa itu, yang juga memberi
pengaruh yang cukup besar bagi saya. Sejak saat itulah
saya belajar bahasa Korea secara otodidak dan masuk
ke jurusan Bahasa Korea, dan pada saat itulah saya
memulai perjalanan saya dalam mencari beasiswa ke Korea.
Ketertarikan saya dalam mencari beasiswa ke Korea dimulai sejak saya masuk kuliah di
tahun 2009. Perjuangan itu pada akhirnya membuahkan hasil di tahun 2011 ketika saya masih
duduk di bangku kuliah tahun ke-2. Saat itu saya mendapat kesempatan terbang ke negeri
kimchi selama 11 hari for free. Program ini diberikan oleh NIIED (National Institute of
International Education) yang bekerja sama dengan Daejon University untuk mengundang
sekitar 50an lebih mahasiswa dari negara berkembang untuk belajar, jalan-jalan dan
mengenal budaya Korea secara langsung. Saya berangkat pada bulan Juli 2011 bersama
empat orang teman Indonesia lainnya, di tengah terik dan keringnya musim panas di Korea.
Buat saya, yang belum pernah terbang jauh sampai luar negeri, pengalaman ini benar-benar
membuat saya sangat excited dalam mempersiapkannya. Begitu saya mendarat di Bandar
Udara Internasional Incheon, tempat yang begitu saya dambakan sejak masih SMA, saya
tidak bisa mengungkapkan perasaaan yang saya rasakan saat itu. Alhasil, bagi kami berlima
(yang kebetulan perempuan semua), bandara raksasa ini berhasil membuat kami terpesona
sampai-sampai koordinator kami harus menunggu lebih dari 1.5 jam gara-gara kami heboh
foto-foto di dalam (norak yah? Maaf hehe).
Suasana di Seoul National University

Meskipun singkat, program ini dikemas secara efisien dan menarik, karena dalam waktu 11
hari saja kami bisa berkeliling di banyak kota wisata di Korea. Dimulai dari wisata di ibukota
Seoul selama 3 hari, dilanjutkan dengan Daejon yang menjadi tempat singgah kami sampai
program berakhir. Kami menginap di asrama Daejon University yang membuat seakan-akan
sudah berasa kuliah di Korea hehe . Satu hari di Daejon, kami melanjutkan tur ke kota-kota
wisata seperti Jeonju. Di sana kami merasakan rasanya tidur di rumah tradisional Korea dan
juga membuat bibimbap (nasi campur Korea) ala sendiri, kemudian dilanjutkan ke kota
Gyeongju untuk melihat kuil Bulguksa yang terkenal. Tidak hanya itu kami juga diajak
berkeliling Busan selama beberapa jam sebelum melanjutkan perjalanan kembali ke Daejon.
Program ini juga memberi kami kesempatan untuk homestay di rumah keluarga Korea,
berlatih Taekwondo, dan juga melihat baseball secara langsung. 11 hari yang pendek, tetapi
berkesan. Karena tidak hanya bisa menikmati suasana Korea yang biasanya hanya dinikmati
lewat drama atau reality show yang ditonton lewat layar kaca, kami juga banyak belajar
tentang budaya dan juga sejarah Korea. Terlebih lagi, berwisata bersama 45 orang teman-
teman dari penjuru dunia yang belum pernah kami temui sebelumnya, membuat pengalaman
ini menjadi salah satu pengalaman yang tidak pernah terlupakan seumur hidup saya.
Perjalanan itu membuat saya tidak puas hanya berhenti di situ saja, justru memberi saya
motivasi dalam mencari beasiswa exchange ataupun beasiswa studi lanjut ke Korea. Mulailah
saya rajin mencari informasi tentang S2 di Korea. Awalnya pilihan negara tujuan saya tidak
terbatas di Korea saja, akan tetapi jurusan yang ingin saya ambil sangat berhubungan dengan
Korea sehingga lebih afdhol istilahnya, untuk mengambil pilihan universitas di Korea. Pada
akhir tahun 2012, saya mendapat informasi tentang beasiswa dari pemerintah Korea yang
ngetren dengan sebutan KGSP (Korean Government of Scholarship Program). Beasiswa ini
cukup terkenal di kalangan pemburu beasiswa ke Korea, karena tawarannya yang menarik.
Beasiswa ini memberikan beasiswa tuition fee, tiket PP, dan juga uang saku. Tidak hanya itu,
pilihan universitas yang ditawarkan juga sangat beragam, dan uniknya, kita diharuskan untuk
menyelesaikan 1 tahun program belajar Bahasa Korea untuk mencapai level 3 Korean
Proficiency Test yang dikenal sebagai tes TOPIK.
Program ini merupakan program pemerintah Korea setiap tahunnya yang mencakup beasiswa
S1 sampai S3. Program ini memberikan tunjangan penuh yaitu tuition fee, uang saku sebesar
KRW 800.000 untuk S1 dan KRW 900.000 untuk S2 dan S3. Terlebih kalau sudah mendapat
TOPIK Level 5 atau 6, kita bisa dapat uang saku tambahan sebesar KRW 100.000. Selain itu,
pemerintah Korea juga memberikan tiket PP untuk pertama kali datang dan saat kita lulus
kuliah. Belum lagi biaya kursus Bahasa Korea yang gratis, biaya penelitian sebesar kurang
lebih KRW 200.000 setiap semester, biaya print skripsi/tesis/desertasi yang mencapai KRW
500.000, dan juga asuransi kesehatan sebesar KRW 20.000 setiap bulannya. Mereka juga
menyediakan biaya penyesuaian diri sebesar KRW 200.000 ketika kita sampai untuk pertama
kalinya di Korea.
Beasiswa KGSP ini dibuka setiap tahunnya (biasanya pendaftaran dibuka di awal tahun yaitu
selama bulan Februari untuk beasiswa Master), dan dilaksanakan dengan dua jalur, yaitu jalur
kedutaan dan universitas dengan masing-masing tiga dan dua tahap seleksi. Pada saat itu,
saya memilih jalur kedutaan karena bisa memilih tiga universitas yang diinginkan. Proses ini
meliputi interview kandidat terpilih kedutaan yang akhirnya memilih calon kandidat yang
akan direkomendasikan ke pihak NIIED (sponsor utama beasiswa ini) dan pada akhirnya
kandidat terpilih di tahap kedua akan dipilih langsung oleh tiga universitas pilihan masing-
masing peserta. Setelah melalui proses yang cukup panjang yaitu mulai dari Maret-Juni 2013,
hasil akhir penerima beasiswa KGSP 2013 akhirnya diumumkan dan saya termasuk di
dalamnya. Syukur tidak hentinya diucap, karena saya masih diberi kesempatan untuk kembali
mengunjungi Korea, kali ini lebih lama untuk belajar di negeri yang selama ini hanya saya
pelajari seluk beluknya di kampus.
Perjalanan kedua ini dimulai pada bulan September 2013, dan saya mendapat kesempatan
untuk mengenal kota Gwangju, kota yang belum saya sempat kunjungi dalam perjalanan saya
yang pertama, untuk belajar Bahasa Korea selama satu tahun di Cheonnam National
University. Tidak hanya belajar bahasa, saya juga mendapat kelas-kelas tambahan untuk
belajar budaya dan seni Korea. Selain itu banyak juga field trip untuk mengunjungi tempat-
tempat wisata terkenal di Korea. Selama berada di Gwangju, saya banyak mendapat teman-
teman yang seru dan luar biasa dari berbagai negara. Tidak hanya teman-teman dari negara
lain, komunitas mahasiswa Indonesia yang berdomisili di Gwangju juga sangat welcome dan
ramah sehingga kami sering berkumpul bersama sampai mengadakan perjalanan ke luar kota.
Di Gwangju saya mulai mempraktekkan bahasa Korea yang hanya saya pelajari di Indonesia.
Saya juga jadi mengenal bagaimana bahasa Korea memiliki bermacam-macam aksen atau
yang lebih dikenal sebagai ‘saturi’ dalam Bahasa Korea. Di Gwangju pula saya jadi banyak
belajar mengenai masyarakat Korea dengan berinteraksi dengan mereka selama satu tahun.
Mengenal kebiasaan dan tradisi orang Korea. Sampai mengenal karakter orang Korea secara
umum. Bagaimana saya bisa melihat bahwa dunia itu luas, dan kita harus mengenalnya lebih
dekat untuk dapat merasakan indahnya perbedaan, dan lebih menghargai apa yang kita punya.

Musim dingin dan salju pertama di Chonnam National University.

Satu tahun di Gwangju telah selesai, satu episode kehidupan seorang pelajar yang awalnya
tergila-gila dengan Korea di sisi dunia hiburannya, telah usai. Episode berikutnya bermulai di
Kota Seoul, ibukota Korea Selatan, lebih tepatnya di daerah pegunungan Gwanak, Seoul
National University. Jurusan yang saya pilih adalah Sastra Korea, yang bisa dikatakan
melanjutkan perjuangan saya dalam mempelajari bahasa Korea, yang sudah saya lakukan
selama hampir empat tahun di Indonesia. Tidak sedikit orang bilang kalau jurusan ini susah,
sulit bahkan untuk orang Korea sendiri. Namun demikian, keputusan yang saya ambil dua
tahun lalu tidak dapat diubah dan saya harus terus berjalan menyelesaikan apa yang sudah
saya pilih.
September 2014, saya resmi menyandang status sebagai mahasiswa S2, membuat saya
excited sekaligus deg-degan. Apa saya bisa mengikuti? Apa saya bisa belajar dengan baik?
Kebiasaan yang hanya belajar bahasa Korea selama satu tahun cukup membuat saya nervous
untuk memulai kehidupan mahasiswa yang sebenarnya. Begitu pindah, saya merasakan
suasana di kampus yang sangat kondusif dan juga menyenangkan. Korea memang dikenal
sebagai negara yang sangat mementingkan pendidikan, sehingga fasilitas belajar pun sangat
diperhatikan. Membuat keadaan yang nyaman untuk belajar di kampus. Namun, tidak bisa
dipungkiri, karakter bangsa Korea yang pekerja keras dan juga (sedikit) kompetitif bisa
ditemukan di setiap sudut kampus, tempat mahasiswa belajar. Pada awalnya, hal ini cukup
memberikan saya culture shock karena saya bukan termasuk orang yang sukaaaa sekali
belajar. Hasilnya, dua bulan pertama saya berkuliah, tekanan yang saya hadapi bukan main-
main. Saya sempat berpikir untuk pergi dan berbalik alias menyerah dan pulang hehe. Namun
demikian, pada akhirnya saya tetap bertahan karena kesempatan ini tidak datang dua kali.
Bahwa ini adalah proses yang saya inginkan sejak bertahun-tahun yang lalu.
Biarpun begitu, hiruk pikuk dan padatnya kota Seoul senantiasa menemani keseharian saya
selama hampir lima bulan, dan mimpi-mimpi yang dulu saya untai ketika saya masih belum
mendapat kesempatan ini satu persatu mendapat gilirannya untuk ditandai mission
accomplished. Begitulah, kehidupan semester pertama yang cukup berat (baca: cukup luar
biasa berat, hehe) masih memberikan saya kesempatan untuk menjelajahi seluk beluk kota
Seoul yang menjadi salah satu spot favorit para wisatawan. Seoul memiliki banyak tempat-
tempat yang asyik untuk dikunjungi, banyak kafe-kafe yang nyaman untuk hanya sekedar
dibuat nongkrong dan jangan lupa, Seoul juga merupakan gudangnya fashion buat teman-
teman yang suka belanja. Mulai dari tempat yang modern dan penuh dengan anak muda,
sampai tempat-tempat yang bersejarah yang penuh dengan turis-turis asing. Di tengah
menjulangnya gedung pencakar langit, Seoul memiliki tempat-tempat romantis dan juga
hangat di tengah dinginnya suasana ibukota, yang seru untuk dikunjungi. Tidak hanya tempat
wisata yang dikenal sampai luar negeri, Seoul juga mempunyai banyak taman-taman dan area
yang nyaman untuk berjalan santai dan juga bagus untuk foto-foto.
Namun, perjalanan ini masih panjang, Seoul masih menjadi tempat saya untuk menyelesaikan
studi selama 1.5 tahun ke depan. Seoul masih menjadi tempat saya untuk belajar lebih banyak
selama beberapa waktu ke depan, memberikan nilai-nilai kehidupan yang mungkin belum
tentu saya dapatkan di tempat-tempat lainnya.
Mendapatkan beasiswa ke luar negeri merupakan suatu kesempatan yang nantinya akan
menjadi memori yang tidak bisa kita lupakan begitu saja. Pengalaman dan juga ilmu yang
didapat, akan membuat pemikiran kita jauh lebih dewasa dan matang, membuat kita lebih
terbuka dengan apa yang terjadi di luar sana, dan lebih pentingnya lagi semakin kuatnya rasa
cinta terhadap tanah air (ini yang saya rasakan, lho ^^). Korea menjadi negara pertama yang
saya kunjungi setelah 20 tahun tinggal di Indonesia, dan sampai sekarang saya masih
mengaguminya. Meskipun pengaruh demam Korea yang juga melanda saya sejak tahun 2008
tidak lagi sepanas dulu, tetapi Korea masih menjadi tempat yang berkesan bagi saya. Tempat
saya menggoreskan warna realita dalam kertas-kertas mimpi saya dulu. Walaupun masih ada
destinasi impian saya yang belum saya realisasikan, Korea pernah menjadi negara teratas
yang ingin saya kunjungi.
Dan, mungkin saja teman-teman juga mempunyai kertas-kertas mimpi yang sama dengan
saya. Mungkin saja teman-teman punya keinginan untuk memulai episode hidup di luar
negeri dengan Korea sebagai tujuan pertama yang ingin teman-teman tuju. Kesempatan itu
ada banyak di luar sana, mereka menunggu kita untuk menemukannya, berusaha
mewujudkannya dan menjalaninya. Mungkin bukan hanya di Korea, mungkin di negara
lainnya.
Don’t be afraid to dream, and don’t stop there.. Live your dream.

Catatan:
Informasi lebih lanjut mengenai KGSP bisa dibuka di website ini:
http://www.niied.go.kr/eng/contents.do?contentsNo=78&menuNo=349 atau
www.studyinkorea.go.kr (Bagian Korean Government of Scholarship Program)

Penulis:
Febriani Elfida T. saat ini adalah mahasiswa program Master di bidang Korean literature,
Seoul National University. Penulis merupakan penerima Korean Government Scholarship
Program 2013. E-mail: yoreum_lee@ymail.com
Mimpiku Unlimited

Heny Aprianita
Pukyong National University, Busan

Namaku Heny Aprianita, sekarang


aku sedang melanjutkan mimpiku di
Pukyong National University,
Department Food and Life Science
dan baru semester pertama. Aku
meraih beasiswa ICFO
(International Cooperative Fisheries
Organisation) sebagai orang pertama
dari Indonesia yang mendapatkan beasiswa full scholarship beserta free airplane, free
dormitory dan pocket money, yang lumayan tiap bulannya. Aku bingung memulainya
darimana bahkan untuk menceritakan sebuah “proses” memperoleh mimpiku ini tak cukup
hanya satu lembar kertas A4. Oke, aku awali saja dari latar belakangku.
Aku lahir sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Ayahku bekerja sebagai wiraswasta
dengan dominasi sebagai petambak dan ibuku seorang ibu rumah tangga, jadi kalian bisa
membayangkan bahwa aku berasal dari keluarga yang biasa saja. Melihat latar belakang
orang disekitarku yang bekerja di dunia perikanan dan kebanyakan dari mereka memiliki
pendidikan yang rendah, pada saat itulah, setelah lulus SMA aku memutuskan untuk
meneruskan S1 di Perikanan Universitas Diponegoro (Undip), dan agar bisa kuliah di luar
negeri. Itu awal mula mimpiku ini. Selama proses S1, aku aktif di himpunan mahasiswa, aku
sering membuat karya ilmiah dan research, menjadi koordinator asisten dan sibuk
membimbing adik-adik juniorku. Tetapi sayang, aku tidak bisa mendapatkan nilai cumlaude.
Lantas hal ini membuatku putus asa? Aku jawab: TIDAK.

Oktober 2013,
Lulus S1 aku disibukkan mencari kerja sana sini dan nihil. Aku terus berusaha dan berdoa,
dalam doa-doaku tak lupa selalu kusempatkan untuk meminta kepada Allah agar diberikan
kesempatan untuk menjadi orang yang berguna di bidangku. Ketika aku sedang mengikuti
job fair di Jogja, aku mendapat kabar untuk fokus mencari beasiswa meneruskan S2 karena
ada informasi dari Induk Koperasi Perikanan Indonesia (IKPI) akan membuka lowongan
beasiswa full scholarship ke luar negeri dengan syarat anak orang perikanan dan latar
belakang pendidikan perikanan. Aku lacak informasi tersebut dari internet, aku menemukan
link http://www.icfo.coop dan memang benar adanya. Beasiswa ini merupakan beasiswa dari
koperasi perikanan dunia yang sekarang berkantor di Korea Selatan, diketuai oleh Mr. Lee
Jong-Koo dibawah naungan KNFC (Korean National Federation of Fisheries Cooperatives).
Untuk mengisi hari-hariku dirumah, aku mengikuti kursus bahasa korea yang diadakan oleh
jasa lembaga pengiriman kerja (LPK) Hanguk Ganda Kusuma yang dibimbing oleh eks TKI
korea Selatan. Di sana aku belajar bersama calon-calon tenaga kerja Indonesia yang saat itu
sedang disibukkan dengan tes seleksi TKI bulan Juli mendatang.

Maret 2014
Perjuanganku mendapatkan beasiswa ini bisa dikatakan jatuh bangun mengejarnya. Awalnya
aku mendapatkan info dari koperasi perikanan Indonesia, bahwa koperasi perikanan dunia
akan memberikan beasiswa bagi anak nelayan atau pembudi daya untuk melanjutkan S2 di
Korea Selatan, tepatnya Pukyong National University karena ada MOU antara ICFO dan
Pukyong, Lantas aku searching di internet dan ternyata dibutuhkan hanya satu orang dari
Indonesia, dan deadline pengumpulan berkas adalah satu minggu yang akan datang, berkas
harus sampai di kantor ICFO Korea Selatan. Aku pontang-panting dalam mengurus
persyaratan itu, hingga interview dengan Wakil IKPI, Bapak Karjono serta Ketua IKPI,
Bapak Wibisono Wiyono agar memberikanku rekomendasi. Apalah aku ini yang serba pas-
pasan, speaking pas, IPK pas, TOEFL pas, semuanya PAS. Aku tepis semua pikiran yang
membuatku down walaupun posisi satu orang dari sekian ribu peminat hampir terkesan
impossible buatku.
Aku lanjutkan dengan segenap niat dan menyelesaikan semuanya. Alhamdulillah berkas
sampai di detik-detik terakhir deadline. Aku hanya bisa pasrah karena telah berusaha
semaksimal yang aku bisa, meneruskan hidupku dengan belajar, ada pepatah “Kita harus
mendekatkan diri dengan mimpi kita, agar membuat mimpi menjadi nyata”, sebenarnya itu
yang aku lakukan. Keadaanku yang masih teka-teki dengan beasiswa ini yang
pengumumannya 4 bulan lagi, aku pergi belajar bahasa Inggris di Pare 2 bulan sebagai
support mendekatkan mimpiku untuk belajar disana. Rintangan demi rintangan aku lewati,
dari cemoohan tetangga yang menyangsikan mimpiku, hingga dikira menjadi TKI pun aku
terima dengan ikhlas, karena niatku satu, menjadi orang yang bermanfaat bagi mereka.
Juli, 2014
Aku diterima sebagai satu-satunya orang Indonesia yang berhak mendapatkan
beasiswa tersebut dan berangkat ke Korea. Tetapi problem sekarang adalah, pengumuman
yang mepet dengan hari keberangkatan. Lagi dan lagi aku jatuh bangun mengurus visa yang
terkendala dengan arus balik hari raya dan hari libur 17 Agustus. Akan tetapi, apalah yang
bisa diragukan dari kehendak Tuhan, aku bisa mencapai itu semua walau harus mencurahkan
hampir seluruh tenaga, berpuluh liter air mata, dan keringatku. Selang H-2, aku baru
mendapatkan visa dan Alhamdulillah sampai di korea dengan senyum puas dan bahagia.

Bersama dengan mahasiswa Indonesia Pukyong National University

Sekarang...
Aku sedang mencoret satu per satu harapan yang aku tulis di note kecilku... dan poin ke 14
sudah tertandai sekarang, bisa S2 ke luar negeri dengan full scholarsip dan naik maskapai
Korean Air.
“Jika merasa mimpimu terlalu besar untuk dirimu yang kecil, besarkanlah dirimu sebesar
mimpimu, kecilkan rasa takutmu, lalu kamu akan mendapatkannya”
“Everyone has same chance to have a dream, it all depends on how hard they work to
achieve it”
Special thanks to :
Allah SWT, Orang Tua (Bapak Rusono dan Ibu Suharti) serta adikku Romi Baskoro, Mbak
Dyah Puji Lestari serta keluarga besarku di Tayu, Pati, Jawa Tengah. Bapak Karjono selaku
Wakil Ketua IKPI, Bapak Wibisono Wiyono (like as my grand father) selaku Ketua IKPI
thanks for everything, Suhyup KNFC (Mr. Lee Jong-Koo as Chairman ICFO) and Mr. Park
Kwang-Bum, Mr. Ji Young Hun for helping me. Universitas Diponegoro FPIK Jurusan
Perikanan Program studi THP (Teknologi Hasil Perikanan), Segenap dosen-dosenku di THP,
dan Mahasiswa THP angkatan 2009, Roni Widiantoro, The mentels (Virqi, Tika,Mia, Rani,
Novi), Mom Indah (Owner Alfalfa Camp and Daffodil, Pare), Fety, Tita, Hesti, Vina
Firdausia Khalida, Mahasiswa Indonesia di Pukyong National University (PERPUKYONG)
dan segenap teman-teman yang telah membantu dan tidak bisa saya sebut satu-per satu.

Penulis:
Heny Aprianita saat ini adalah mahasiswi program Master di bidang food and life science,
Pukyong National University. Penulis merupakan penerima beasiswa dari International
Cooperative Fisheries Organization. E-mail: henyrusono@gmail.com
Jika Kamu adalah Linda, Kamu Pasti Bisa

Herlinda Yuniasti
Kyung Hee University, Seoul

Kalimat tersebut selalu saya


tulis pada halaman pertama
semua buku yang saya punya.
Sebuah kalimat yang sangat
sederhana, tetapi mempunyai
makna yang sangat berarti bagi
saya. Terutama, ketika saya
lelah dan ingin menyerah.
Saya Linda. Nama yang sudah
tidak asing lagi, mungkin oleh
semua manusia di belahan bumi
ini. Nama yang cantik. Akan tetapi, saya tak secantik itu. Saya berasal dari kota kecil di
wilayah pantura Jawa Timur yang terkenal dengan tuaknya, mahasiswi sebuah universitas
negeri di Yogyakarta, jurusan Bahasa Korea. Jurusan yang membuat hampir sebagian orang
yang saya kenal tertawa sambil nyeletuk “Mau jadi apa? Kuliah kok sastra Korea!”. Akan
tetapi, saya adalah saya. Saya adalah Linda. Linda yang berani bermimpi. Bermimpi, bahwa
cepat atau lambat saya akan pergi ke Korea.
Ah, ada satu hal yang ingin saya ceritakan. Sejak kecil, saya ingin menjadi dokter. Saya
berusaha dan belajar mati-matian, masuk ke SMA favorit jurusan IPA, dan mendaftar
Pendidikan Dokter. Saya hanya melihat masa depan diri saya menjadi seorang dokter,
meskipun ketika sekarang ini saya membuka rapor, nilai pelajaran bahasa saya selalu lebih
tinggi daripada nilai-nilai IPA saya. Akhirnya, pada 2010 saya mendaftar SNMPTN, saya
tidak lolos. Saat itu saya sempat marah kepada orangtua saya yang hanya seorang pensiunan
PNS, karena tidak bisa menyekolahkan saya di universitas swasta hanya demi menjadi dokter.
Akan tetapi, setelah beberapa minggu berlalu, saya mulai tenang. Saya membulatkan tekad
untuk mencoba peruntungan lagi di tahun depan. Selama satu tahun saya berkuliah di
universitas swasta jurusan PGSD dan bekerja sebagai penyiar radio lokal, sambil
mempersiapkan ujian di tahun depannya.
Seiring berjalannya waktu, saya merasa ada yang berubah dengan pola pikir saya. Mengapa
saya harus jadi dokter, jika melihat –atau bahkan hanya membayangkan- seseorang terluka
benda tajam saja saya tidak berani? Mengapa saya harus jadi dokter, jika yang saya inginkan
hanya pergi ke luar negeri, jalan-jalan, dan menulis buku? Hingga pada akhirnya, pada 2011
tanpa diketahui orangtua, saya mendaftar jurusan Bahasa Korea dan diterima. Inilah titik
balik kehidupan saya.

Menjadi bagian tim ‘Indonesia Saiyo’ dari KTTI KBRI Seoul tampil di acara ‘Bravo! ASEAN in Korea 2013’.

Setelah tiga semester menuntut ilmu, diam-diam saya berani mendaftar program beasiswa
pertukaran pelajar selama dua semester di Kyunghee University, Korea. Beasiswa tersebut
meliputi biaya pendidikan, biaya akomodasi, dan biaya hidup sebesar 800.000 won. Akan
tetapi, jika orangtua saya tahu saya mendaftar beasiswa ini, saya yakin mereka tidak akan
mengijinkan karena saya sudah terlambat masuk kuliah selama satu tahun. Jika saya
mendaftar beasiswa ini, masa studi saya akan mundur lagi satu tahun. Itu artinya, ketika saya
baru lulus S1, mungkin teman-teman saya yang lain sudah lulus S2, atau bahkan sudah
menikah dan mempunyai momongan.
Pikiran itu terus menghantui hingga akhirnya keinginan saya untuk pergi mengalahkan
segalanya. Saya mempersiapkan semua dokumen secara sembunyi-sembunyi, seperti
personal statement, study plan, recommendation letter, dll. Jika bertanya apakah TOEFL
penting? Tentu saja! Tetapi jangan bertanya berapa skor minimal yang harus dimiliki.
Kebanyakan memang sekitar 550, tetapi tidak menutup kemungkinan skor 500 pun bisa lolos.
‘Yang penting kirim berkas dan coba!’ modal itu saja sudah cukup.
Setelah mengirimkan berkas, seleksi dokumen, dan dinyatakan diterima, barulah saya
memberitahu kedua orangtua saya. Meskipun sedikit terkejut dan berberat hati melepas saya
ke negeri rantau, pada 26 Februari 2013 di bandara internasional Adi Sucipto Yogyakarta,
saya berangkat ke Korea dengan membawa sejuta mimpi dan angan terpendam saya.

Berdiskusi dengan teman satu kelas dari Tiongkok dan Jepang.

Saya menganggap semua telah berakhir karena saya telah berhasil pergi ke Korea. Ternyata
itu salah. Di Korea, saya juga harus belajar keras dan menyesuaikan diri. Apalagi saya
seorang Muslim dan berjilbab. Akan tetapi, karena doa yang tak putus dipanjatkan kedua
orangtua saya, segala urusan saya di Korea dimudahkan oleh Tuhan. Saya berkenalan dan
bertemu dengan orang-orang hebat di Korea, kakak-kakak PASKIBRAKA 2013, kakak-
kakak PERPIKA, serta keluarga besar KTTI KBRI Seoul. Banyak keluh kesah, pengalaman
hidup, dan pelajaran-pelajaran berharga yang saya dapatkan dalam kurun waktu sepuluh
bulan di Korea. Hingga akhirnya, ketika tiba saatnya saya harus kembali ke Indonesia, saya
menangis.
Di penghujung tahun 2013, untuk terakhir kalinya saya bertemu dengan seorang teman Korea
saya. Dia memberikan sebuah hadiah kepada saya, yaitu foto-foto perjalanan saya sejak
pertama kali saya datang, pertama kali saya belajar memakai sumpit, pertama kali saya pergi
ke Jeonju, pertama kali saya menari bersama keluarga KTTI, pertama kali saya menginap di
sebuah sauna di Busan, pertama kali saya naik KTX, pertama kali saya terpeleset di salju, dan
beberapa kisah lain yang tidak bisa saya ungkapkan satu persatu di sini.
Saya menangis, saat itu, karena satu hal. Saya berhasil merealisasikan mimpi saya. Meskipun
pada awalnya saya harus menempuh jalan berliku, saya berhasil mewujudkan mimpi saya.
Melalui foto-foto tersebut, saya bisa melihat saya, Linda, yang berjuang mewujudkan mimpi-
mimpinya. Sampai sekarang pun, ketika saya melihat foto-foto hadiah dari teman saya itu,
saya masih menitikkan air mata.
Definisi mimpi sebenarnya ada dua. Sesuatu yang terlihat atau dialami dalam tidur, dan
angan-angan. Akan tetapi, bukan tidak mungkin definisi ‘bunga tidur’ itu bisa berubah
menjadi ‘angan-angan’. Jika suatu saat kita bermimpi mendapatkan beasiswa dan berkuliah di
luar negeri, kita bisa mengubahnya menjadi ‘angan-angan’. Kejar dia, dan jangan lepaskan.
Lalu tulis selalu kalimat ini pada halaman depan semua buku yang kita punya, seperti saya.
“Jika kamu adalah _________________, kamu pasti bisa.”

Penulis:
Herlinda Yuniasti adalah mahasiswi program student exchange di bidang Korean language,
Kyung Hee University. Penulis merupakan penerima Global Korea Scholarship Student
Exchange Program 2013. E-mail: one_ryz_cheese@yahoo.com
Tak Cukup Usaha

Indra Kusuma Putra


Daejeon University, Daejeon

Alhamdulillah sudah mendarat di negara tujuan


ini dengan selamat, atau tidak selamat?, entahlah.
Aku menulis tulisan ini beberapa waktu sebelum
keberangkatan. Tepatnya di waktu-waktu
menunggu. Menunggu visa, menunggu LoA,
dan banyak menunggu-menunggu lain yang tak
bisa disebutkan satu persatu.
Jadi begini,
Sebenarnya niatan exchange sudah ada sejak
kelas dua SMA, sejak sadar bahwa menyia-
nyiakan form pendaftaran program YES (Youth
Exchange & Study) yang di traktir oleh kakak
perempuanku adalah sebuah kerugian. Maka
sejak saat itu kesadaran mulai tumbuh,
kesadaran untuk memaksimalkan kesempatan
semaksimal kemampuan (walau selama perjalanan namanya manusia ya tempatnya lupa,
yang berakibat pada pasang surutnya motivasi) hingga di SMA ini diakhiri dengan
memaksimalkan kesempatan di organisasi dan di pelajarannya.
Memasuki bangku perkuliahan, terdapat banyak sekali kesempatan yang dapat dilakukan oleh
sebuah mahluk yang bernama mahasiswa. Beasiswa, penelitian, jadi ahli di bidang apapun
juga bisa (dari ahli bidang agama hingga ahli menggoda wanita tentu bisa). Ada pula
beberapa mahasiswa yang fokus pada kesempatan untuk mencicipi udara negeri luar, bergaul
dengan orang-orang baru yang pemikirannya jauh dari dasar pemikiran teman sejawat.
Exchange!
Perjuangan ini dimulai di tahun pertama. Ada sebuah program dari AMINEF sebuah
pertukaran pelajar ke Amerika Serikat. Apply untuk program ini selalu dilakukan secara
offline. Berkas-berkas yang diperlukan harus sudah sampai di kantor AMINEF Jakarta pada
tanggal 1 November di tiap tahunnya. Persiapan untuk program ini adalah tiga buah essay
dan surat-surat rekomendasi, serta yang tak kalah penting TOEFL. Essaynya essay standar,
menjelaskan siapa kamu, apa yang ingin kamu lakukan, bagaimana kamu akan
memanfaatkan kesempatan ini? Untuk rekomendasi, rekomendasinya bukan hanya dari dosen,
tapi juga dari kepala sekolah SMA (jadi untuk aku yang berkampus di Bandung harus
berkunjung ke Jogjakarta). Nah, untuk TOEFL, TOEFL minimal yang dibutuhkan adalah ITP
dengan skor 500, aku memutuskan untuk mempersiapkan TOEFL secara otodidak. Bermodal
dua puluh ribu rupiah dengan CD kumpulan TOEFL yang dijual di mobil pickup depan
kampus dan 330 ribu untuk tes TOEFL ITP di kampus, serta persiapan selama tiga hari.
Alhamdulillah TOEFLnya mencukupi, 530 pas. Oktober hampir berakhir, ini bulan yang agak
sibuk di kampus tapi alhamdulillah berkas terkirim dengan selamat. Maka waktu kembali
menemani hingga awal Desember, berharap ada kabar yang menjadi kado ulang tahun, tapi
ternyata tidak.
Selain itu di tahun pertama ini juga ada sebuah kesempatan untuk melakukan summer
program di Korea Selatan di Incheon National University tepatnya. Setelah mempersiapkan
motivation letter dan transkrip akademik. Aku mengajukan diri ke International Relation
Office. Diterima! Tapi syarat selanjutnya adalah membayar sejumlah uang yang bilangannya
cukup besar dan saat itu keadaan ekonomi sedang pas-pasan. Aku dan kebanyakan darimu
bukan orang yang dengan mudah meminta bantuan finansial pada orang tua bukan?
Pengalaman ini kuhitung sebagai kurang beruntung. Karena kesempatan sudah berada di
depan mata, hanya tak bertemu dengan kesiapan.

Musim gugur pertama para pelajar AUN dari Indonesia.


Perjuangan pada tahun kedua aku mulai dengan mendaftarkan diri pada salah satu
programnya Erasmus Mundus, Lotus. Syarat yang dibutuhkan untuk program Lotus ini
bahkan lebih jelas dari program UGRAD. Tujuan universitasnya harus jelas, apa yang akan
dilakukan dan alasan kenapa harus disana juga perlu dijelaskan dengan sangat jelas.
Selanjutnya adalah melengkapi motivation letter dan surat rekomendasi. Dari pengalaman
sebelumnya, motivation letter yang ini kembali berkembang, mungkin yang kemarin kurang
panjang atau kurang menjelaskan. Maka motivation letter ini menjadi motivation letter yang
panjang dan bahkan melebihi batas maksimal yaitu 500 kata. Setelah dimapatkan maksimal
pun hanya bisa sampai 513 kata (kupikir panitia tidak akan melakukan pengecekan hingga ke
jumlah kata yang selisihnya sedikit seperti itu, tapi entahlah).
Untuk surat rekomendasi, surat rekomendasi itu mendapatkannya susah-susah gampang. Bisa
diminta ke dosen wali, atau dosen pengajar yang paham kapasitas kita, atau kalau beruntung
minta ke kaprodi super baik yang selalu mendukung mahasiswanya. Lengkap semua berkas,
kemudian menunggu. Penantian kali ini tidak terasa karena tugas di kampus terkait kuliah
dan organisasi ternyata membuatku lupa kalau sedang menunggu, lupa juga kalau ternyata
tidak terpilih.
Nah, selain itu ada juga program dari AUN (ASEAN University Network). Program
pertukaran ke Daejon University ini diumumkan pada bulan Juni. Deadlinenya sangat dekat,
hanya tiga minggu, dan lebih repot lagi berkas harus sudah di Sekretariat AUN (Thailand)
yang nanti diteruskan juga ke Daejon University. Tahun itu, berkas yang dibutuhkan adalah
essay tentang transnational crime, form pendaftaran yang mencantumkan motivasi dan
tujuan, serta surat rekomendasi. Database surat motivasi saat itu sudah lumayan banyak.
Pada tiap kesempatan mengajukan pertukaran sebelumnya, aku selalu mengumpulkan
referensi dan akhirnya membuat motivasi pribadi yang sesuai dengan diriku. Maka pada
pengajuan kali ini aku membuka kembali motivation letter saat UGRAD dan motivation letter
saat Lotus. Lemah. Bahasanya terlalu menggebu-gebu dan ternyata malah memberi kesan
tidak paham dengan apa yang ingin dicari. Dari pengalaman tersebut saat mengajukan
aplikasi ini motivation letterku di rombak beberapa kali. Hingga akhirnya menjadi padat
berisi. Siapa sangka, karena terlalu bersemangat untuk mengikuti program ini, aku
melewatkan hal yang fatal. Pengiriman dokumen bagi universitas anggota AUN harus melalui
international relation office (IRO). Berbekal berkas lengkap, di H-7 deadline aku datang ke
IRO, bermaksud mengumpulkan berkas tersebut. Tapi ternyata dari pihak IRO belum
mendapatkan informasi tentang program ini, maka hari itu IRO tidak menerima berkasku.
Maka saat itu juga kuhubungi panitia dari AUN, besoknya berkas kami dikirimkan ke
Thailand dan Korea oleh IRO tapi dengan catatan “tidak dijamin bisa sampai tepat pada
waktunya” Baiklah, toh usahaku sudah maksimal, sisanya biarkan takdir yang membuktikan
apakah rezekiku termasuk mengikuti program ini atau tidak.
Ah, ternyata tidak.

Masih di tahun kedua, kuputuskan untuk mengikuti sebuah program summer school. Akan
tetapi yang kali ini dibiayai oleh EF dan UNAOC, UNAOCEF. Saat itu, UNAOC
membutuhkan peserta yang sadar tentang keadaan sosial disekitarnya dan berkomitmen untuk
melakukan perubahan. Yang dibutuhkan untuk program ini adalah niat dan passport, bahkan
tidak memerlukan TOEFL, di website tersebut terdapat tes bahasa Inggris tersendiri. Sisanya
adalah mengisi biodata dan melengkapi pertanyaan dan motivasi. Untuk program inipun
masih belum rezekiku.

(Menikmati budaya korea, sebuah hari saat semua orang saling memberi pepero)

Siapa sangka ternyata rezekiku adalah pada tahun ketiga. Pada tahun ini aku juga mencoba
lagi program yang kuikuti pada tahun pertama dan kedua. Masih belum menyerah dan masih
ngotot. Hingga akhirnya pada aplikasi terakhir pada aplikasi AUN di tahun ini kuniatkan
sebagai pendaftaran exchange terakhir. Jika gagal akan kuselesaikan perkuliahan dengan
cepat, kemudian cepat kerja cepat nikah cepat bawa istri buat S2, dengan beasiswa
Chevening atau LPDP. Agar niatan untuk berkunjung dan bergaul dengan orang-orang baru
dengan pemikiran baru itu terlaksana. Dengan lebih indah tentunya.
Pengalaman pada tahun sebelumnya adalah guru terbaik untuk aplikasi AUN tahun ini.
Setelah melihat pengumuman, hal yang pertama kulakukan adalah menghubungi TU untuk
keperluan surat rekomendasi dan transkrip akademik. Kemudian menghubungi IRO,
mengecek apakah informasi AUN untuk tahun ini sudah ada atau belum, ternyata belum.
Maka kupastikan panitia dari AUN benar-benar menghubungi IRO universitasku hingga
akhirnya IRO mau membantu pengurusan beasiswa dari AUN ini.
Saat itu adalah masa-masa kerja praktik, maka tanpa bantuan seorang teman untuk ke TU dan
mengajukan transkrip akademik, mungkin berkasnya terlambat. Tanpa ijin dari pak
Rahardono sang pembimbing kerja praktik untuk ijin dua hari maka kesempatan mengajukan
ini akan hilang. Semua berkas siap, IRO pun mengirimkannya dua minggu sebelum deadline.
Selain itu aku selalu meminta secara rutin pada pihak AUN untuk memberikan
pemberitahuan jika berkasku telah tiba. Alhamdulillah pemberitahuannya ada. Sisanya
tinggal menunggu. Tidak, tidak, ini kesempatan terakhir, aku tidak akan menunggu saja,
masih ada usaha yang ternyata selama ini luput, berdoa keras (temannya berusaha keras).
Kalau selama ini aplikasi selalu didampingi doa kebaikan dunia akhirat dan dengan doa
‘semoga yang terbaik’, kali ini harus lebih. Beruntunglah tempat kerja praktikku berdekatan
dengan masjid yang di tiap harinya selalu ramai oleh manfaat dan permohonan. Restu orang
tua juga penting, pada aplikasi sebelumnya, aku selalu berniat memberikan kejutan jika
diterima, tapi kali ini sejak awal aku memohon doa. Kurasa doaku yang masih banyak
maksiat ini tidak cukup, mumpung bulan Ramadhan maka baiknya kutitip doa pada teman-
teman baik (thanks guys, you guys are great!). Doa keras ini terus berlangsung, sambil kerja
praktik dilanjutkan dengan liburan ke Yogyakarta.
Liburan kali ini, ada sebuah misi lain. Membantuin kakak perempuanku untuk pindah rumah.
Di suatu sore saat sedang menemani tukang mengecat dinding depan, ada sebuah telpon dari
nomor asing, tulisannya Thailand. Saat itu juga terjadi interview. Interview berlangsung
singkat tiga pertanyaan. Pertama menanyakan motivasi, kedua menanyakan alasan memilih
Korea, ketiga menanyakan rencana kedepan dan bagaiaman hubungannya dengan program
ini. Event ini membuat doa keras dirasa semakin perlu, kakakku juga menyarankan sedekah.
Beruntunglah doa keras ini berakhir pada hadiah idul fitri terbaik sepanjang hidup sampai
saat ini.
Catatan :
Beasiswa Fostering ASEAN Future Leader yang setiap tahunnya diselenggarakan oleh AUN
(tiap tahun namanya dapat berubah) merupakan sebuah beasiswa pertukaran pelajar bagi
Mahasiswa di Indonesia ke Daejeon University. Beasiswa ini mencakupi biaya tiket pulang-
pergi, biaya kuliah, asuransi kesehatan dasar, makan tiga kali sehari, biaya dormitory, serta
uang bekal bulanan sebesar 300 US Dollar.
Setiap mahasiswa dari berbagai universitas (baik negeri maupun swasta) dapat mengajukan
beasiswa ini, akan tetapi seleksinya akan berbeda pada tiap universitas. Bagi universitas yang
sudah memiliki kerja sama dengan AUN, maka terlebih dahulu akan diadakan seleksi oleh
IRO di universitas tersebut. Kemudian berkas akan dikirim oleh IRO ke kantor AUN. Bagi
universitas yang belum memiliki kerjasama dengan AUN, tiap mahasiswanya dapat langsung
mengirimkan berkasnya ke kantor AUN di Thailand. Sudah tiga tahun ini, program AUN
selalu diumumkan di bulan Juni akhir atau Juli awal di website berikut
http://www.aunsec.org/, atau dapat berlangganan grup facebook ini
https://www.facebook.com/groups/75033751019/

Penulis:
Indra Kusuma Putra adalah mahasiswa program student exchange di bidang information
technology, Daejeon University. E-mail: indra_kp5@yahoo.co.id
Mengejar Mimpi ke Korea

Margareth Theresia
Kyung Hee University, Seoul

Empat tahun kuliah di S1 Bahasa dan


Kebudayaan Korea Universitas
Indonesia membuat saya menyadari apa
mimpi saya selama ini. Saya menikmati
pekerjaan sampingan saya selama
menjadi mahasiswa, yaitu mengajar.
Maka pada tahun ketiga kuliah saya,
saya memiliki tujuan, bahwa setelah
lulus S1, saya akan melanjutkan
pendidikan S2 saya di Korea.
Pada awalnya saya agak pesimis karena saya bukan berasal dari keluarga yang berada, maka
saya mengambil pekerjaan sampingan dengan mengajar dan menerjemahkan. Selain itu, saya
juga cukup aktif dalam organisasi kampus. Semua itu untuk membuat agar riwayat hidup
saya terlihat bagus, sekaligus mengambil pengalaman dalam berbagai hal. Saya tahu dari
senior saya bahwa seleksi untuk masuk universitas di Korea itu lumayan sulit, sehingga saya
harus memiliki banyak pengalaman agar bisa lebih baik dari kandidat lain. Selain memiliki
sertifikat TOEFL (Test of English as Foreign Language), saya juga memiliki sertifikat TOPIK
(Test of Proficiency in Korean). Namun kedua sertifikat itu tidak ada artinya tanpa riwayat
hidup dan rencana kuliah yang bagus. Setelah lulus S1, saya bekerja dahulu di sebuah bank
milik Korea. Disana saya mengasah kemampuan bahasa Korea saya, mengumpulkan
pengalaman, dan mengumpulkan uang. Saya saat itu berpikir apabila saya tidak bisa
mendapatkan beasiswa KGSP (Korean Government Scholarship Program), maka saya harus
mengumpulkan uang untuk biaya hidup bulan-bulan pertama sambil mencari pekerjaan
sampingan di Korea. Pada saat pendaftaran KGSP dimulai pada bulan Februari 2014, saya
memilih untuk mendaftar via universitas. Saya sudah diterima di Kyunghee University
jurusan Sastra Klasik Korea, tetapi saya gagal dalam seleksi beasiswa KGSP. Pada saat
Kyunghee menawarkan beasiswa kampus (hanya gratis biaya kuliah), saya akhirnya
menerimanya. Saya bisa mendapatkan beasiswa itu karena CV yang cukup pengalaman,
sertifikat bahasa, dan juga rencana perkuliahan yang saya buat. Saya membuat sedikit
perkenalan mengenai tesis yang akan saya buat sehingga cukup menarik perhatian seorang
dosen di Kyunghee yang akhirnya berkenan memberikan surat rekomendasi ke Kyunghee
agar saya mendapatkan beasiswa.

Suasana di Kyung Hee University.

Saya datang ke Korea dengan uang tabungan saya bekerja dari kuliah hingga satu tahun
setelah lulus S1. Awalnya, saya cukup kuatir dengan kemampuan bahasa saya yang kurang
bagus apabila dibandingkan dengan teman-teman saya yang sudah lebih dulu sampai di
Korea, tetapi ternyata setelah mengikuti perkuliahan, bahasa Korea membaik dengan
sendirinya. Awalnya saya sedikit kesulitan mengikuti perkuliahan, tetapi karena jurusan saya
sebagian besar mahasiswanya adalah orang Korea, mau tidak mau saya beradaptasi dengan
sendirinya. Senior-senior saya juga cukup baik dengan membantu saya selama mengikuti
perkuliahan. Mengenai biaya hidup yang awalnya saya kuatirkan, ternyata tidak perlu saya
pusingkan. Saya sudah mendapatkan pekerjaan sampingan dalam bulan kedua saya di Korea.
Saya mendapatkan pekerjaan sampingan sebagai seorang guru privat bahasa Indonesia dan
terjemahan. Pekerjaan sampingan ini bisa didapat dengan berkenalan dengan teman-teman
Indonesia yang ada di Korea. Kita semua saling membantu satu sama lain karena bersama-
sama hidup di Negara orang. Kesimpulannya, mengejar mimpi di Korea bukan hanya
didukung oleh sokongan uang yang besar dari orang tua. Apabila kita memiliki tekad dan
banyak berdoa kepada Tuhan, maka kita bisa meraih mimpi sampai ke Korea.
Catatan:
Beasiswa kampus yang ditawarkan oleh Kyunghee University bisa dilihat di
(http://www.khu.ac.kr/eng/academics/international_scholarships.jsp). Namun, untuk jenis
beasiswa yang saya dapatkan, hanya ditawarkan bagi calon mahasiswa yang mendaftar
melalui program KGSP dengan jalur universitas. Apabila seleksi kedua di pihak NIIED gagal,
maka kampus akan memberikan tawaran President Scholarship berupa beasiswa yang
menanggung biaya kuliah dari semester 1 sampai semester 4. Penerima beasiswa ini nantinya
harus bekerja di kantor pascasarjana atau International Office Kyunghee University sebanyak
15 jam seminggu Biaya hidup tidak di-cover sehingga mahasiswa yang mendapatkan
beasiswa ini biasanya harus mencari pekerjaan sampingan (part time) di luar kampus.
Dokumen-dokumen yang diperlukan adalah ijazah dan transkip nilai S1 yang sudah
dilegalisir, TOPIK (Test of Proficiency of Korean) minimal level 4, Self Introduction (1
halaman), Study Plan (1 halaman, kalau bisa berisi rencana studi dari semester 1-4 dan sedikit
proposal tesis), rekmendasi dari Profesor di universitas asal (Indonesia), rekomendasi dari
Profesor di departemen universitas tujuan (Kyunghee University), skripsi atau jurnal yang
pernah dipublikasikan, serta fotokopi identitas diri (paspor, akta lahir, dan kartu keluarga
yang sudah diterjemahkan oleh penerjemah tersumpah). Jika syarat-syarat ini bisa dipenuhi,
maka calon mahasiswa bisa mendapatkan beasiswa President Scholarship ini.

Penulis:
Margareth Theresia saat ini adalah mahasiswi program Master di bidang Korean classical
literature, Kyung Hee University. Penulis merupakan penerima President Scholarship dari
Kyung Hee University. E-mail: margareth.theresia91@gmail.com
Studi ke Korea, Kenapa Enggak! Kamu Bisa!

Puteri Tiara Maulida


Sejong University, Seoul

Sharing tentang pengalaman mendapatkan


beasiswa ke Korea,, dengan senang hati saya
akan berbagi dengan teman-teman semua.
Melalui program PERPIKA "Cerita ke Korea”
yang bertujuan agar menginspirasi rekan-
rekan di Indonesia untuk berani bermimpi
bersekolah di luar negeri,,, cerita dimulai......
Pertama-tama, pastinya perkenalan diri
terlebih dahulu dong,, Hai nama saya Puteri
Tiara Maulida, biasa dipanggil Puteri. Asal
dari Bogor, Jawa Barat. Saya adalah alumni
dari jurusan "Konservasi Sumberdaya Hutan
dan Ekowisata-Fakultas Kehutanan-Institut
Pertanian Bogor" dengan angkatan masuk
tahun 2004 dan lulus tahun 2008.
Cita-cita melanjutkan studi S2 sebenarnya
sudah ada di pikiran saya sejak lama, bahkan
sebelum menyelesaikan studi S1. Tapi banyak
saran yang bilang kalau lebih baik bekerja
dulu baru melanjutkan studi supaya punya
pengalaman kerja yang cukup, sehingga kalau
nanti sudah lulus S2 bisa mempermudah
mencari kerja lagi dikarenakan sudah punya pengalaman kerja. Tahun 2009, saya memulai
bekerja dan tidak terasa sudah 4 tahun terlewati dengan suka duka yang ada di WWF-
Indonesia (sekarang kantornya di TB Simatupang, Jakarta Selatan) sebagai Conservation
Spatial Plan and Database Officer sebelum melanjutkan studi ke Korea.
Korea sebenarnya bukan pilihan utama saya untuk bersekolah, bahkan menjadi pilihan
terakhir saya, karena saya berkeinginan untuk melanjutkan studi ke Eropa. Dari mulai tahun
ketiga saya bekerja, mulailah saya mencari-cari informasi beasiswa (pastinya beasiswa yang
mengcover studi dan biaya hidup selama bersekolah), saya orangnya simple dan suka hal-
hal yang simple pula sehingga saya memilih untuk tidak mengikuti beasiswa-beasiswa pada
umumnya karena kesibukan bekerja akan membuat sulit pemenuhan prosedur yang banyak
tersebut (pikir saya saat itu). Disela-sela waktu luang bekerja atau weekend di rumah selalu
saya gunakan untuk mencari-cari informasi seputar bidang kehutanan/lingkungan/
manajemen, dan para Profesor yang terkait di bidang itu. Austria, Jerman, Spanyol, dan Italia
telah menjadi negara yang saya pilih untuk melakukan kontak dengan Profesor melalui e-mail
dengan menjelaskan maksud untuk melanjutkan studi S2 di bawah bimbingan Profesor terkait
dan meminta bantuam beliau untuk mencarikan beasiswa studi. Respon positif selalu saya
dapatkan dari Profesor yang saya hubungi, namun kendalanya adalah studi akan dilakukan
dengan bahasa lokal dan beasiswa juga diprioritaskan bagi yang bisa bahasa lokal tersebut
(bahasa negara setempat). Sebelum menjatuhkan pilihan studi ke Korea, sebelumnya juga
saya diterima di USST-Shanghai China, namun harus menunggu tahun berikutnya agar
mendapatkan beasiswa. Akhirnya saya memilih untuk mencoba mencari kesempatan studi di
Korea.

Mahasiswa Indonesia di Sejong University, Musim Panas 2014.

Tidak terasa pertengahan tahun 2012 telah terlalui saat itu, namun keinginan saya untuk bisa
melanjutkan studi di luar negeri belum padam, saya mempunyai target kalau sampai dengan
akhir tahun 2012 belum juga ada hasil yang positif dari universitas di luar negeri maka saya
akan menyerah dan bersekolah saja di dalam negeri. Saya mencoba pada saat itu dengan cara
yang sama, yaitu dengan mengontak para Profesor di Korea dari berbagai universitas melalui
email (lebih dari 20 universitas). Tidak semudah yang dibayangkan, ternyata mendapatkan
persetujuan dan beasiswa dari Profesor Korea cukup sulit, namun akhirnya setelah satu bulan
berusaha akhirnya saya mendapatkan titik terang dari satu universitas di Seoul, Korea Selatan,
yaitu Sejong University (universitas yang akhirnya menerima saya untuk studi). Profesor
yang menerima saya mengajukan banyak syarat termasuk menguji kemampuan saya dalam
ilmu dasar kimia, statistika, dan kemampuan menulis paper, sampai pada akhirnya saya lulus
tes dari Profesor saya tersebut dan mulai lah saya mengikuti prosedur penerimaan mahasiswa
baru di Sejong University (website : www.sejong.ac.kr).
Desember 2012, saya akhirnya mendapatkan surat penerimaan resmi dari Universitas Sejong,
dengan senang hati setelah pulang bekerja saya membuka surat tersebut. Akhirnya saya akan
melanjutkan studi di Korea untuk Spring 2013 (Studi ke Korea,,, Kenapa ngga,, Kamu
bisa,, !!!) dalam benakku saat itu. Kalau kamu berusaha pasti akan ada hasil yang baik, dan
takdir juga yang bisa membawa saya melanjutkan studi ke Korea.
Pada 26 Februari 2013 akhirnya saya tiba di Bandara Incheon, Korea Selatan setelah
menyelesaikan prosedur pengunduran diri di kantor, mengajukan visa ke Kedubes Korea di
Indonesia, berpamitan dengan keluarga, dan teman-teman yang saya sayangi. Awalnya saya
diterima untuk studi joint Master-Ph.D. dengan total waktu 4-5 tahun, namun seiring dengan
berjalannya waktu akhirnya saya memutuskan hanya akan membereskan studi Master saya.
Sebelum mengakhiri cerita saya ke Korea ini. Ada beberapa saran yang bisa saya berikan
tentang studi di Korea : Studi di Korea itu memang berat seperti jadwal dan pekerjaan lab
yang banyak (bahkan lebih banyak dari perkuliahannya sendiri), weekend kadang pula
diminta bekerja, dan lab benar-benar menjadi rumah bagi para mahasiswa/i lebih dari kamar
sendiri,,hehehe. Jadi, siapkan mental dan fisikmu untuk bisa melanjutkan studi di Korea
Selatan ini. Tetap semangat pastinya.

Penulis:
Puteri Tiara Maulida saat ini adalah mahasiswi program Master di bidang geochemistry
exploration engineering, Sejong University. Penulis merupakan penerima beasiswa
universitas dan research assistant dari Sejong University. E-mail:
puteri.maulida04@gmail.com
Kuliah di Korea: Mengapa dan Bagaimana

Rohib
Yeungnam University, Gyeongsan

A. Mengapa (Memilih) Kuliah di Korea ?


Hal yang ingin saya ceritakan
diawal tulisan ini adalah
respon orang ketika mendengar
jawaban dari pertanyaan yang
dilontarkan kepada saya terkait
aktifitas yang sedang saya
jalani, ketika saya
menjawab kuliah di Korea,
reaksi yang diberikan adalah
sebagai berikut: Disana belajar
K-pop ( nyanyi, nari dan sebagainya) (?), mau operasi plastik ya (?), mau jalan-jalan ke Jeju
Island, Nami Island dan tempat-tempat indah di Korea lainnya (?) atau mau ketemu Suju, Lee
Minho, SNSD, Sungha Jung dll (?). Pokoknya semua reaksi yang diberikan adalah hal-hal
yang identik dengan sesuatu yang ”berbau” hiburan dan jalan-jalan. Jarang yang bertanya
kenapa memilih kuliah di Korea, ada apa dengan Korea atau bagaimana keilmuan (khusunya
bidang teknik) di Korea dan hal-hal lain yang lepas dari mainstream tentang artis, hiburan
dan jalan-jalan tersebut. Dari reaksi itu saya semakin meyakini betapa hebatnya Korea
berekspansi dan membentuk citra dirinya terhadap halayak sehingga semua orang (khususnya
orang Indonesia, lebih khusus lagi orang-orang yang dikenal dan mengenal saya) mengetahui
bahwa Korea adalah pusat dari segala macam hiburan dan jalan-jalan seperti yang disebutkan.
Terlepas dari mindset orang terkait Korea, saya ingin menyampaikan pendapat saya terkait
Korea dan mengapa saya (memilih) kuliah di negeri ginseng ini. Alasan pertama yang bisa
jadi membuka sisi lain dari Korea untuk teman-teman yang masih beranggapan bahwa Korea
(hanyalah) negeri hiburan adalah industri di Korea saat ini sangatlah pesat perkembanganya.
Siapa yang tidak tahu Samsung dengan segala macam produk elektroniknya khususnya di
pasar smartphone, siapa yang belum pernah mendengar barang-barang elektronik bermerek
LG, ada juga mobil yang kini semakin sering kita lihat di jalanan Indonesia bermerek
Hyundai dan KIA, dan sekarang ada juga pabrik yang memproduksi baja bernama Posco di
kota Cilegon, Banten dan lain-lainnya yang belum kita sadari padahal industri tersebut
berasal dari Korea. Intinya diluar dunia hiburan yang begitu terkenal, Korea juga sekarang
sedang menjadi negara maju yang berkembang dari segala sektor, tak terkecuali diantaranya
adalah dari sisi Industri.
Jika kita perhatikan majunya dunia industri di sebuah negara tidak lain karena majunya
penelitian yang dilakukan di negara tersebut, dan jika lebih jauh lagi diamati kita akan
mengetahui korelasi antara pendidikan dengan industri karena penelitian adalah buah atau
aplikasi dari sebuah sistem pendidikan. Jadi, majunya Korea saat ini tidak lain dan tidak
bukan adalah karena dukungan pemerintah Korea dan kalangan lain di luar pemerintah
terhadap dunia pendidikan. Dimana dunia pendidikan ini terintegrasi dengan baik dengan
dunia industri sehingga riset-riset ilmiah yang dihasilkan mampu diaplikasikan secara masal
melalui dunia industi. Program riset ini pula lah yang saya dapatkan dalam menempuh studi
S2 di Yeungnam University.

Salah satu jalanan yang berada di area kampus ketika musim semi.

Alasan kedua mengapa Korea “menjanjikan” untuk dipilih sebagai tempat melanjutkan kuliah
adalah karena budaya dan bahasa. Bagi saya yang baru tahu hanya dari hasil membaca dan
mendengar tentang sifat dan etos kerja orang-orang Korea, yang diantaranya adalah tidak
mengenal lelah dan pantang menyerah dalam menjalankan tugas, adalah sebuah hal menarik
untuk dikaji dan dipelajari yang ujungnya adalah agar mampu memiliki semangat etos kerja
yang sama dengan mereka. Karena jika diibaratkan sebagai orang kaya, negara Korea
bukanlah kaya karena warisan yang ada di perut bumi mereka tetapi mereka kaya karena
kerja keras yang mereka lakukan. Etos kerja semangat dan pantang menyerah a la orang
Korea ini ingin rasanya menular pada diri saya dan membentuk karakter saya nantinya. Maka
menimba ilmu secara langsung di negeri asalnya adalah cara terbaik menurut saya untuk
menggapai keinginan tersebut.
Alasan bahasa yang berbeda juga mejadi “penarik” bagi saya, karena saya mimiliki sebuah
keyakinan semakin banyak bahasa yang kita kenal dan kuasai semakin mudah kita
membangun relasi. Saya selalu memimpikan memiliki pengetahuan diluar tiga bahasa
(bahasa daerah, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris) yang selama ini digunakan. Berkuliah
di Korea, meskipun di kelas yang saya pilih menggunakan bahasa pengantar internasional
(bahasa Inggris), mempelajari bahasa Korea adalah sebuah keharusan agar kita mampu
berkomunikasi dengan baik dengan orang-orang diluar kelas. Sehingga kesempatan saya
untuk bisa berbahasa diluar tiga bahasa utama, sangat mungkin terwujud. Selain itu, dengan
melihat ekspansi yang begitu besar dari perusahaan dan budaya Korea, penguasaan bahasa
Korea menjadi nilai plus bagi kita untuk masuk ke industri-industri global yang dimiliki oleh
orang Korea dimasa yang akan datang.

A. Kuliah di Korea, Janji Manis yang Harus Diperjuangkan (!)


Berkuliah ke luar negeri bisa jadi dambaan sebagian orang tak terkecuali bagi saya. Namun,
jika ditanya bagaimana persiapan dan cara-caranya, maka jika pertanyaan itu diarahkan
kepada saya, saya akan menjawab caranya “sedikit dan singkat”. Mengapa? Karena saya baru
terfikirkan dengan matang dan mempersiapkannya dengan yakin ketika beberapa bulan
sebelum wisuda (meskipun jauh-jauh hari ketika menjadi mahasiswa baru sudah
memimpikan untuk kuliah di luar negeri, tetapi tidak tersistemik langkah pencapaiannya).
Menurut saya, berkulaih keluar negeri untuk melanjutkan jenjang Master atau Ph.D. (S2 atau
S3) adalah sebuah langkah yang visioner maka idealnya, seharusnya, seyogyanya, dan akan
sangat jauh lebih baik seandainya dipersiapkan jauh - jauh hari sebelum kita lulus kuliah.
Kenapa harus jauh – jauh hari (?) Karena ada hal-hal yang perlu dipersiapkan baik secara
administratif maupun hal-hal di luar itu. Hal – hal administratif yang dimaksud seperti IPK
yang memadai, skor English proficiency (TOEFL , IELTS, TOEIC ) yang sesuai permintaan,
pengalaman melakukan riset dan organisasi hingga surat rekomendasi. Sedangkan hal-hal di
luar adiminstratif yang harus kita siapkan adalah pengetahuan tentang negara yang ingin kita
tujuh, akses kehidupan mahasiswa asing disana, komunikasi dengan mahasiswa yang sudah
ada disana dan lain-lain sebagainya yang akan menjadi teman kita selama menempuh
pendidikan di negara tersebut. Oleh karena itu, persiapan jauh-jauh hari akan sangat
membantu proses terwujudnya dambaan kita untuk berkuliah di luar negeri.
Dan hari ini, (Alhamdulillah) saya adalah mahasiswa master di salah satu Univeristas di
Korea Selatan, tepatnya di School of Materials Science and Engineering, Yeungnam
University (YU) . Lalu, bagaimana ceritanya saya bisa menjadi salah satu mahasiswa yang
berkesempatan kuliah di Korea Selatan? Program apa yang saya ikuti di YU ini ? dan berapa
lama saya akan menempuh pendidikan di YU?
Saya mengawali proses diterima sebagai mahasiswa Master (S2) di YU setelah berdiskusi
dengan pembimbing skripsi saya ketika S1 dulu, yang memberikan “pencerahan” tentang
kehidupan pasca kampus, bahkan tidak sampai pencerahan beliau juga menginformasikan
tentang kesempatan untuk berkulaih ke luar negeri khususnya ke Korea Selatan. Setelah
tercerahkan dan mendapatkan informasi tentang YU saya mencari tahu lebih lagi dengan
melihat homepage kampus YU dan berdiskusi dengan beberapa mahasiswa asal Indonesia
yang sudah ada disana. Homepage dari kampus YU yang berisi persyaratan dan informasi
pendaftaraan menjadi mahasiswa bisa dilihat di link berikut ini
(http://www.yu.ac.kr/en/admission/index.php?c=admission_02_a). Setelah mencari informasi
melalui website dan bertanya-tanya kepada mahasiswa Indonesia yang berada di YU akhirnya
lengkap sudah informasi yang didapat bahwa YU akan membuka pendaftaran untuk Spring
Semeseter pada tanggal 7 Oktober 2013, dengan dokumen-dokumen yang dibutuhkan adalah
Ijazah, English proficiency certificate, surat rekomendasi, dan mengisi formulir online.
Siapapun dapat mendaftar dengan mudah melalui proses tersebut tetapi tidak untuk program
beasiswanya. Program beasiswa yang saya maksud adalah program Asisten Peneliti
(Research Assistant ), sebuah program yang saya ikuti dan saya terima di YU, yakni program
menjadi assiten peneliti bagi penelitain yang dilakukan oleh Profesor / academic supervisor
kita di YU. Jadi selain berkuliah, aktivitas yang saya lakukan di YU adalah sebagai pembantu
peneliti. Dimana dengan menjadi assisten kita akan mendapatkan timbal balik berupa biaya
kuliah yang digratiskan (dibayar oleh kampus dan Profesor) dan uang saku setiap bulannya.
Besarmya beasiswa yang saya dapat kurang lebih 5.000.000 KRW/semester sebagai biaya
kuliah serta ditambah dengan biaya hidup yang lebih dari cukup untuk satu bulan dan bahkan
bisa sedikit disisahkan untuk menabung. Oleh karena itu, sistem yang dilakukan untuk
mendaftarkan diri di YU melalui jalur beasiswa Research Assistant ini harus paralel. Disatu
sisi kita harus memenuhi kriteria yang diinginkan oleh kampus di sisi lain kita harus mencari
Profesor sebagai penjamin/pemberi beasiswa untuk kita.
Untuk mencari Profesor yang mau menerima kita sebagaia Research Assistant , kita dapat
mengetahuinya setidaknya dengan tiga cara, pertama adalah dengan menanyakan ke semua
Profesor yang ada di kampus tujuan kita secara langsung melalui email, kedua dengan
cara bertanya ke teman yang sudah ada dikampus tersebut atau ketiga melalui dosen kita di
Indonesia yang memiliki kerjasama dengan dosen/Profesor kampus tujuan kita. Untuk
bertanya secara langsung ke Profesor di kampus tujuan, kita dapat mencari tahunya dengan
bertanya melalui email yang biasanya dicantumkan di website kampus tersebut. Untuk
mengetahui jurusan – jurusan yang ada di YU, khususnya fakultas teknik dan Profesor-
profesornya bisa di lihat di link berikut
(http://www.yu.ac.kr/en/academic/index.php?c=academic_02_a_03_2014). Sedangkan untuk
bertanya ke dosen atau teman rajin-rajinlah berdiskusi dengan mereka agar informasi itu
mudah kita peroleh. Saya sendiri termasuk yang mendapatkan informasi mengenai Profesor
yang membutuhkan Research Assistant melalui dosen dan teman yang sudah ada di YU.
Satu tips terdahsyat yang dapat mempengaruhi kita diterima sebagai Research Assistant oleh
Profesor disana adalah surat (sakti) rekomendasi dari dosen kita di sini untuk dosen disana
(selain pastinyanya memang kualifikasi kita sendiri juga harus memenuhi). Bagaimana
mendapatkan surat “sakti” rekomendasi? Pilihlah dosen yang sudah dikenal baik oleh
Profesor tujuan kita atau jika tidak ada mintalah rekomendasi dari dosen yang qualified yang
terlihat dari segala macam prestasinya dan publikasi ilmiahnya, sehingga Profesor di kampus
tujuan juga akan mempercayai kita.
Proses selanjutnya setelah semua persyaratan terpenuhi, saya diminta untuk mengirimkan
semua berkas dalam bentuk print out ke YU. Dengan bermodal jasa layanan antar
internasional, Alhamdulillah waktu itu berkas saya sampai saat H-3 penutupan
pendaftaran :D . Dan menunggu selama lebih dari satu bulan sebelum akhirnya secara resmi
diterima sebagai mahasiswa Master di School of Material Science and Engineering,
Yeungnam University. Setelah resmi diterima saya menunggu surat-surat penerimaan (Letter
of Acceptance/LoA) yang dikirimkan oleh pihak kampus ke alamat saya di Indonesia yang
nantinya digunakana untuk pembuatan visa.
Dan hari ini ketika artikel ini saya buat, saya sudah 366 hari menginjakan kaki dan sesekali
berkeliling di negeri ini, Korea. Sudah lumayan banyak hal yang telah didapat tapi masih
lebih banyak lagi yang belum diketahu dan dipelajari. Ketika coba saya merenungi
keberadaan saya hingga ke negeri ini maka ternyata ada empat hal yang selalu berkorelasi
dan menjadi bahan bakar dari apa yang saya lakukan, empat hal tersebut adalah silaturahmi,
mimpi, doa dan restu orang tua.

Penulis:
Rohib saat ini adalah mahasiswa program Master di bidang material science and engineering,
Yeungnam University. Penulis merupakan penerima beasiswa universitas dan research
assistant dari Yeungnam University. E-mail: rohib10@yahoo.com
Mestakung

Vicki Ardiansah
Sangji University, Wonju

Perkenalkan diri saya. Untuk


memulainya, nama saya Vicki
Ardiansah, sekarang saya berumur
23 tahun dan saya adalah anak
terkecil dari lima bersaudara di
keluarga saya. Saya dibesarkan
selama 11 tahun di Dumai, Riau.
Tepat pada saat hari penerimaan
ijazah SD, saya pun lalu pindah ke
Bandung, Jawa Barat, kota yang dikenal sebagai kota pendidikan di mana saya dan juga
kakak-kakak saya mampu mendapatkan kesempatan pendidikan yang lebih baik.
Setelah pindah ke Bandung, ketika itu keluarga saya sebetulnya hidup dengan kondisi apa
adanya. Saya masih ingat waktu itu ketika kelas 1 SMP, untuk membantu kondisi keuangan
keluarga, saya sambilan berjualan kerupuk dan menawarkannya kepada teman-teman di kelas.
Awalnya saya hanya menjual sedikit, tetapi karena pesanan yang banyak dari teman-teman,
akhirnya saya membawa dagangan sekantong kresek besar. Masih teringat jelas saat itu
sampai-sampai wali kelas saya menegur saya dan berkata bahwa semua kerupuk yang ada di
kantin sekolah jadi sepi tidak laris karena kerupuk saya.  Saya pun tertawa malu dalam hati
karena mendapat teguran dari guru saya, tentu saja setelah itu saya tidak lagi berani untuk
berjualan kerupuk di kelas. Ya, ini hanyalah sedikit cerita kecil dan pengalaman sederhana
dari saya, namun saat itu juga saya paham betul bahwa masalah pendidikan berhubungan erat
dengan masalah uang.
Beberapa tahun pun berlalu, saat itu saya sedang menempuh pendidikan SMA kelas 3. Suatu
momen spesial bagi saya ketika itu adalah saat saya mendapatkan kesempatan untuk
berkuliah di ITB (Institut Teknologi Bandung). Ketika itu saya tidak pernah menyangka dan
berharap bahwa saya bisa diterima sebagai mahasiswa di ITB. Saat itu saya mengerti bahwa
ini adalah kesempatan terbaik yang saya dapatkan dan harus bisa saya gunakan dan terapkan
ilmunya sebaik-baiknya untuk kepentingan orang banyak di masa yang akan datang.
Semasa kuliah, saya terinspirasi oleh cara hidup remaja-remaja di Amerika Serikat, di mana
pada saat mereka berumur 17 tahun, setelah lulus dari SMA mereka akan pindah dari rumah
dan tinggal sendiri di luar lalu membiayai kuliah dan hidup mereka sendiri melalui beasiswa
maupun kerja sampingan. Saya pun mencoba mengikuti pola hidup seperti itu, tinggal di
dekat kampus dan jauh dari keluarga. Saat itu saya mencoba menyeimbangkan kehidupan
kuliah dan kerja sampingan. Pada akhirnya ternyata tidak persis seperti apa yang saya
inginkan, ada saatnya saya masih perlu bantuan dari keluarga. Namun, dari situ saya belajar
apa yang namanya kemandirian.
Ketika saya masih berkuliah di ITB, saya selalu mempunyai keinginan untuk berkuliah di
luar negeri. Dalam pertimbangan untuk memilih negara mana yang ingin saya tuju,
sebetulnya pada saat itu saya berada dalam pergelutan pikiran yang besar, saya ingin ke
China/Jepang/Korea/Belanda. Ketika itu, adalah paman saya, Siswoyo, Beliau yang
memotivasi saya untuk memilih hanya 1 negara saja sebagai tempat tujuan. Saya yang saat
itu sebenarnya dalam hati kecil merasa kagum dengan Korea, dengan perkembangan
teknologi mereka yang sangat pesat, budaya kerja dan waktu mereka yang cukup disiplin;
tanpa ragu akhirnya saya pun memilih Korea.

Berfoto di Ojukheon Municipal Museum di Gangneung.

Sedikit cerita mengenai motivasi yang saya dapatkan dari paman saya, Siswoyo. Paman saya
menceritakan kepada saya bagaimana kisah hidup dari seorang Yohanes Surya. Adalah
mestakung, prinsip dari Yohanes Surya yang begitu memikat hati saya. Mestakung
merupakan singkatan dari semesta mendukung, yaitu ketika seseorang berada dalam kondisi
kritis maka terjadilah proses pengaturan diri dari alam semesta untuk mendukungnya keluar
dari kondisi kritis tersebut. Ada tiga hukum dalam mestakung, yaitu 1) menempatkan diri
dalam kondisi kritis, 2) melangkah, dan 3) tekun. Dalam bahasa sederhananya, “Ketika
seorang tekun melangkah ia akan mengalami mestakung”. Ketekunan dan konsistensi kita
dalam melangkah akan merangsang mestakung sehingga apa pun yang menjadi tujuan kita,
akan kita peroleh.

The Beatles di Sangji University.

Berbekal dengan mestakung, saya mulai berani bermimpi, dan ketika itu juga mulai
merencanakan setiap langkah saya untuk berkuliah di Korea. Singkat cerita, sungguh
beruntung sekali, melalui guru bahasa Korea saya (Mr. Lee) di tempat Lesson Korea, di Jalan
Cihampelas, Bandung, saya mendapat kesempatan dikenalkan kepada salah seorang Profesor
(Prof. Seo) di Sangji University, kota Wonju, Korea. Saat itu melalui hasil percakapan singkat
via email, Beliau menawarkan kepada saya beasiswa S2 sebagai research assistant dengan
provisi bebas 100% dari tuition fee dan monthly allowance 500,000 KRW. Ketika itu
beberapa dokumen yang perlu saya persiapkan untuk admission adalah cover letter, short
introduction, CV, academic transcript, graduation certificate, passport, dan foto. Beruntung
ketika itu saya tidak perlu mengirimkan hasil tes TOEFL ataupun TOPIK. Selang satu bulan
kemudian saya pun menerima pengumuman via e-mail bahwa saya diterima sebagai
mahasiswa baru. Tanpa menundanya, saya langsung mempersiapkan segala dokumen yang
diperlukan untuk mengajukan visa. Awalnya saya sempat mengalami sedikit hambatan dalam
pengajuan visa, tetapi syukur-syukur semua berjalan dengan lancar. Tanggal 24 Februari 2014,
untuk pertama kalinya saya seorang diri berangkat ke luar negeri. 
Akhir kata, untuk saudara sekalian yang ada di Indonesia, selamat berjuang untuk meraih
kesempatan kuliah di luar negeri! Rencanakan dengan baik cita-citamu, tetap konsisten dalam
tindakanmu dan yakinilah bahwa kalau orang lain bisa maka kamu juga pasti bisa!

Penulis:
Vicki Ardiansah saat ini adalah mahasiswa program Master di bidang environmental
engineering, Sangji University. Penulis merupakan penerima beasiswa research assistant dari
Sangji University. E-mail: vicki.ardiansah@gmail.com
Saya Harus Pergi ke Korea

Yuris Mulya Saputra


Seoul National University of Science and Technology, Seoul

“Saya harus pergi ke Korea”. Itulah


kalimat yang muncul di benak saya sekitar
tahun 2007 yang lalu ketika saya masih
duduk di semester tiga jenjang sarjana.
Semua berawal dari teman saya yang
waktu itu mengajari saya bahasa Korea
pertama kali. Secara kebetulan, waktu itu
di kampus saya mulai marak
diperbincangkan drama, variety show, dan
film Korea. Hal ini kemudian semakin
dipicu dengan munculnya sebuah girl
group asal Korea Selatan yang debut pada
tahun 2007 yaitu SNSD atau Girls’
Generation. Pertama kali mendengar lagu
mereka di album pertama, saya langsung
jatuh hati dan saya semakin tertarik
mendalami Korea. Motivasi-motivasi itulah yang menjadi pemicu awal mengapa akhirnya
saya ingin pergi ke Korea Selatan khususnya untuk melanjutkan jenjang magister disana
setelah saya lulus dari jenjang sarjana.
Di jenjang sarjana, saya berkuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan jurusan
Teknik Elektro dengan bidang keilmuan Telekomunikasi. Selama kuliah strata satu disana,
saya mendapatkan banyak ilmu terutama di bidang ilmu telekomunikasi. Namun, teknologi
telekomunikasi yang ada di Indonesia ternyata masih jauh terbelakang dibandingkan dengan
negara lain. Karena pada awalnya saya menyukai Korea disebabkan oleh kecintaan saya pada
K-pop, drama, dan budaya Korea, akhirnya saya membandingkan teknologi yang ada di
Korea Selatan dengan di Indonesia khususnya di bidang telekomunikasi. Ternyata setelah
saya telusuri, Korea Selatan menduduki peringkat pertama di dunia dalam bidang kecepatan
internet dan juga menduduki peringkat atas di bidang teknologi selular untuk handphone dan
smartphone bahkan sampai saat ini. Hal ini mendorong saya untuk jauh mempelajari dunia
telekomunikasi di Korea Selatan. Bisa dibilang sambil menyelam minum air karena bisa
belajar teknologi telekomunikasi di Korea Selatan sambil tetap bisa menikmati musik, drama,
dan budaya Korea.
Pada semester akhir yakni semester delapan, saya mulai gencar mencari beasiswa ke Korea
Selatan demi keinginan melanjutkan kuliah magister disana. Waktu itu lowongan yang jelas
terpampang adalah beasiswa dari pemerintah Korea Selatan, KGSP. Dengan semangat saya
mengisi semua aplikasi dan memilih lima universitas yang wajib dipilih jika diterima. Saya
melamar beasiswa ini dengan beberapa teman dekat saya di jurusan. Akhirnya mimpi
burukpun terjadi karena ketidaktahuan kami akan batas waktu yang sesungguhnya untuk
pengumpulan aplikasi. Kami ingat bahwa masih ada sisa waktu untuk mengumpulkan
aplikasi berdasarkan info dari kampus, namun waktu melakukan konfirmasi ke kedutaan
besar Korea Selatan, ternyata batas akhir sudah terjadi seminggu sebelumnya. Akhirnya kami
kaget dan buru-buru mengumpulkan aplikasi walaupun kami tahu aplikasi kami tidak akan
diperhatikan.

Suasana sekitar kolam kampus SeoulTech di puncak musim dingin.

Cita-cita untuk melanjutkan studi ke Korea Selatan terkubur sampai lulus kuliah dan wisuda
pada Juli 2010. Setelah lulus kuliah saya mulai mencari lowongan pekerjaan di perusahaan.
Walaupun keinginan belajar di Korea Selatan waktu itu terkubur, namun kecintaan saya
terhadap Korea semakin jelas terlihat. Karena saya suka dengan hal berbau Korea akhirnya
saya mencari lowongan pekerjaan dari perusahaan Korea Selatan. Alhamdulillah, setelah
lulus dari universitas, saya diterima bekerja di Samsung Electronics Indonesia. Kehidupan
baru di dunia kerjapun akhirnya terwujud.
Saya mulai bekerja di Samsung Electronics Indonesia (SEIN) sebagai Software Developer
untuk produk digital Appliance. Setelah sebulan terlewati disana, akhirnya sebuah berita
mengejutkan tapi membuat saya sangat gembira adalah calon manajer yang akan memimpin
saya menunjuk saya dan beberapa teman untuk mengikuti development training of microwave
oven di kantor pusat Samsung Electronics di Suwon, Korea Selatan selama dua bulan.
Rasanya seperti mimpi karena pada akhirnya cita-cita saya untuk pergi ke Korea Selatan
sebentar lagi terwujud.

Suasana aman kampus SeoulTech pada musim semi

Akhirnya saya menjejakkan kaki pertama kali di Korea Selatan pada akhir tahun 2010
dimana musim dingin mulai datang. Selama dua bulan disana saya mendapatkan banyak
pengalaman berharga seperti dunia programming, bagaimana suatu produk dibuat sampai
dipasarkan secara luas, dan yang paling berkesan adalah kerja keras orang-orang Korea
disana (bahkan saya sampai mimisan karena harus mengikuti ritme kerja orang Korea).
Setelah dua bulan mengikuti intensive training di Suwon, waktu pulang ke Indonesia pun
datang dan keinginan ke Korea Selatan lagi kembali muncul.
Selama ada waktu luang di perusahaan, saya sempatkan untuk mencari lowongan beasiswa
magister ke Korea Selatan dan akhirnya ketemulah website resmi dan page facebook
beasiswa Persatuan Pelajar Indonesia di Korea Selatan atau PERPIKA
(http://beasiswa.perpika.kr dan http://www.facebook.com/beasiswa.korea). Saya banyak
menemukan informasi tentang beasiswa Korea Selatan di dua halaman dunia maya tersebut.
Akhirnya saya sibuk mengumpulkan aplikasi untuk beberapa lowongan beasiswa belajar di
Korea Selatan baik yang university based maupun Professor based. Karena waktu saya yang
sangat terbatas disebabkan harus bekerja di perusahaan, saya melakukan cara yang kedua
yaitu dengan mengirimkan email langsung ke Profesor dari universitas yang dituju. Dalam
mengirim email ini saya tidak lupa mencantumkan keinginan untuk melakukan riset di bidang
telekomunikasi dan tertarik mendalami bidang tersebut. Sebagai lampiran saya cantumkan
CV terbaru, scan ijazah dan transkrip nilai jenjang sarjana di universitas sebelumnya, dan
nilai sertifikat TOEFL/TOEIC/IELTS terbaru sehingga memudahkan Profesor dalam
mengenali dan menyeleksi saya.
Selama proses mencari lowongan melalui Profesor ini, beberapa penolakan terjadi terutama
karena Profesor tersebut sedang tidak membuka lowongan atau karena harus diterima oleh
universitas dulu baru melakukan kontak dengan Profesor. Saya tidak putus asa, karena
keinginan saya yang kuat untuk belajar di Korea Selatan, akhirnya suatu waktu seorang
Profesor teman saya menawarkan sebuah beasiswa magister di salah satu universitas negeri di
Seoul yang sekarang dikenal dengan nama Seoul National University of Science and
Technology (SeoulTech) dengan bidang yang sangat cocok dengan minat saya yaitu di bidang
networking dan communication. Akhirnya saya mencoba melamar beasiswa ini dan
alhamdulillah sehari setelah pengiriman aplikasi melalui email, berita baikpun datang. Saya
diterima sebagai calon mahasiswa di SeoulTech mulai musim gugur 2012 dibawah
bimbingan Profesor yang menawarkan beasiswa tersebut. Sebenarnya saya juga menunggu
pengumuman dari beberapa universitas lain di Korea Selatan yang saya lamar. Namun karena
tidak ingin melewatkan satu kesempatan ini dengan bidang yang sesuai, akhirnya dengan
yakin saya lebih memilih SeoulTech. Sebenarnya penerimaan ini belum resmi, saya harus
mendaftar secara resmi melalui admission universitas. Tetapi, tidak ada halangan yang berarti
selama proses pendaftaran sehingga pada akhir bulan Agustus saya harus mengundurkan diri
dari perusahaan dan berangkat ke Korea Selatan dengan senang hati.
Di SeoulTech saya mengambil jurusan Graduate School of Electrical and Information
Engineering dan bekerja sebagai research assistant di Intelligent Networks and Smart
Computing Research Group di bawah bimbingan lima Profesor dengan bidang khusus yang
berbeda-beda. Sejauh ini ada sekitar 15 orang mahasiswa dari Indonesia yang belajar di
kelompok penelitian ini, dan akan terus bertambah untuk setiap semesternya. Untuk bidang
khusus saya, saya melakukan riset di Wireless Networking Laboratory. Topik utama saya
adalah tentang Aggregation Strategies in Multi-Radio System. Selama kuliah di SeoulTech,
saya mendapatkan dua beasiswa dari National Research Foundation (NRF) melalui Profesor
saya untuk pembayaran uang kuliah (tuition fee) setiap semester dengan besar kurang lebih
US$ 3600 dan uang saku (salary) US$ 450 setiap bulan sebagai asisten serta beasiswa
tambahan dari universitas sehingga saya tidak perlu membayar biaya asrama dan makanan
tiga kali sehari (jika dinominalkan kurang lebih US$ 2000 setiap semester).

Bersama teman-teman Indonesia satu departemen di hari Batik nasional.

Selama tinggal dan belajar di Korea Selatan, saya mendapatkan banyak pengalaman dan ilmu
yang tidak bisa didapatkan di Indonesia. Dari segi ilmu, saya mendapatkan banyak
pencerahan tentang teknologi-teknologi terbaru di bidang telekomunikasi seperti riset yang
sedang saya kerjakan saat ini tentang penggunaan bersama beberapa wireless interfaces
seperti jaringan selular dan Wi-Fi untuk mendapatkan kapasitas pengiriman yang jauh lebih
besar baik untuk smartphone dan laptop secara optimal. Selain itu, selama riset, semua alat
tersedia secara lengkap karena secara umum pemerintah Korea Selatan sangat mendukung
pendidikan dan penelitian di bidang akademik. Selain itu, Profesor selalu memberikan ide-ide
teknologi yang terbaru sehingga penelitian yang dilakukan pasti akan dibutuhkan oleh
masyarakat di masa yang akan datang. Dari segi pengalaman yang positif, sangat jelas terlihat
bahwa orang Korea Selatan sangat tertib, bersih, tepat waktu, dan bekerja keras untuk
mencapai tujuan tepat pada waktunya sehingga melakukan penelitian di laboratorium seperti
sedang bekerja di perusahaan dan saya sangat merasakan atmosfer lingkungan tersebut.

Warna daun mulai menguning di musim gugur depan gedung utama SeoulTech.

Selain ilmu dan pengalaman di bidang riset yang profesional, saya juga merasakan enaknya
jalan-jalan dan bertemu artis-artis K-pop di Korea Selatan. Sejauh ini walaupun setiap hari
disibukkan dengan penelitian, namun waktu akhir pekan masih saya sempatkan untuk jalan-
jalan keliling Korea Selatan dengan biaya yang murah karena kebanyakan tempat wisata di
Korea Selatan disediakan gratis dan jikapun bayar biasanya terdapat tiket diskon sampai
dengan 50 persen untuk mahasiswa asing. Sejauh ini saya sudah hampir menjelajahi semua
wisata terkenal di Seoul dari pusat kota sampai pegunungan di sekelilingnya, tempat ski
terkenal di kota Pyeongchang dan Yeongin, menjelajahi Jeonju yang terkenal dengan
olahraga taekwondo dan makanan bibimbapnya, berpetualang di De-Militarized Zone (DMZ)
yang merupakan daerah perbatasan antara Korea Selatan dan Korea Utara, menikmati
segarnya udara pantai di Busan dan Gangneung, singgah di kota metropolitan Daejeon dan
Daegu, menikmati pertandingan bulutangkis Indonesia di Asian Games 2014 Incheon,
mengunjungi Geumsan yang terkenal dengan wisata alam gunung dan budidaya ginsengnya,
dan juga tempat-tempat indah yang biasa digunakan untuk tempat syuting drama Korea. Tak
ketinggalan, saya juga rajin mengikuti konser-konser K-pop karena memang kecintaan saya
dengan dunia K-pop yang biasa diadakan pada waktu tertentu di Seoul baik yang gratis
maupun yang bayar dengan harga murah. Alhamdulillah sejauh ini saya sudah dapat bertemu
langsung beberapa kali dengan Girls’ Generation a.k.a SNSD, Super Junior, Sistar, DBSK,
dan masih banyak artis K-pop ternama lainnya. Yang membuat saya suka dari orang Korea
Selatan adalah mereka sangat rajin berolahraga dan menjaga kesehatan dengan selalu jalan
kemanapun pergi dan banyak yang memakai transportasi umum sehingga hampir sebagian
besar orang Korea Selatan berbadan atletis dan ini juga memicu saya untuk mengikuti pola
hidup sehat ini. Begitu juga dengan makanan Korea, walaupun bagi saya makanan Korea
kurang enak di lidah (terutama bagi orang Indonesia), namun makanan Korea sangat sehat
jika dilihat dari bahan-bahan alami dan organik yang biasa dipakai (kecuali tentu saja daging
babinya).

Lulus dari program magister pada Agustus 2014 bersama 4 sahabat dari Indonesia.

Jadi, secara umum, untuk mendapatkan beasiswa terutama dari Profesor, usaha untuk
mengirim e-mail ke Profesor yang dituju tanpa kenal menyerah itu penting dan jika gagal
teruslah mencoba karena kita tidak akan tahu, Profesor dari universitas mana yang akan
menerima kita dan tentu saja dengan bidang yang sesuai dengan minat kita. Selanjutnya
setelah diterima, hidup di Korea Selatan akan terasa nyaman jika kita dapat melaksanakan
tugas penelitian yang diberikan Profesor dengan baik sebagai kewajiban dan dapat menikmati
beasiswa yang diberikan sebagai hak kita serta dapat memanfaatkan waktu luang untuk
menjelajahi dan menikmati indahnya kehidupan alam dan modern selama tinggal di Korea
Selatan.
Penulis:
Yuris Mulya Saputra merupakan lulusan program Master di bidang electrical and
information engineering. Penulis merupakan penerima beasiswa universitas (SeoulTech
Graduate School Scholarship) dan research assistant (National Research Foundation of
Korea) 2012 – 2014. E-mail: ym.saputra@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai