Anda di halaman 1dari 5

Nama : Firda Mawaddah

NIM : P07124118195

Kelas : B Semester 5

Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

Dosen Pembimbing : Dr. Ngalimun, M.Pd., M.I.Kom.

“Mimpi”

Hari ini aku membuka arsip cerita instagram ku ‘kenangan 1 tahun yang lalu’,
tertulis di postingan cerita ku. Tak terasa aku sudah memasuki tahun ketiga kuliahku.
Perkenalkan, aku seorang mahssiswa yang berkuliah di instansi kesehatan negeri di kota
Banjarmasin. Ya, ‘mahasiswa’ terdengar keren bukan. Sewaktu kecil menurutku istilah
‘mahasiswa’ merupakan hal yang paling keren.

Sama seperti temanku yang lain, kami memasuki tahun ketiga berkuliah di tempat
ini. Terhitung 4 bulan yang lalu sejak covid-19 diumumkan sebagai wabah internasional,
kami dirumahkan dan melakukan perkuliahan secara daring. Masih 2 semester lagi bagi kami
untuk meraih gelar Amd,keb. Pastinya ada perasaan takut, gugup, dan khawatir akan banyak
hal yang masih belum dilewati.

Sebelum memasuki scene akhir dalam sebuah cerita, tentunya pasti ada yang
mengawalinya. Setiap orang pasti mempunyai mimpi. Setelah lahir kita mungkin masih
belum mengenal mimpi. Sejak bayi hingga tumbuh menjadi balita, kita masih belum tahu arti
mimpi. Yah semua manusia pasti bermimpi, tapi bukan mimpi itu yang dimaksud. Menurutku
mimpi adalah sesuatu yang kita inginkan dan idam-idakan kelak, atau juga bisa sesuatu yang
kita inginkan akan tercapai yang waktunya itu tergantung bisa sebentar lagi atau akan lebih
lama.

Dari balita tumbuh hingga menjadi anak-anak, mungkin dari sanalah kita sudah
mengenal apa arti impian atau mimpi. Orangtuaku adalah orang pertama yang mengenalkan
ku dengan impian, walaupun aku masih tidak mengerti. Aku kemudian lebih mengenal mimpi
setelah bersekolah di taman kanak-kanak, disana aku diajarkan cita-cita atau impian. Waktu
itu aku mengartikannya sebagai pekerjaan yang diinginkan, sebagai anak kecil aku masih
kurang mengerti akan hal tersebut.
Impian ku dulu adalah menjadi peri, karena waktu itu ada sebuah acara televisi yang
berjudul ‘Carita de Angel’ sebuah tontonan anak-anak yang menceritakan seorang anak yang
di rawat oleh ibu peri nya. Sampai pada akhir masa taman kanak-kanak ku, saat foto
kelulusan kami disuruh memilih pakaian yang diinginkan. Pakaian yang melambangkan cita-
cita kami, ada pakaianya polisi, tentara, dokter, dan pakian profesi lainnya. Dengan
semringah aku memilih pakaian bidadari atau peri lengkap dengan tongkat ajaibnya. Kembali
ke masa itu, mengingatkan ku awal dari sebuah mimpi yang ingin kuraih sekarang.

Tidak banyak cerita semasa sekolah dasar, masa itu untuk anak-anak seusia ku
disibukkan dengan bermain dan sekolah. Aku lebih terfokus akan bersenang-senang pada
masa itu, tapi aku tidak melupakan belajar. Dan alhamdulillah apa yang kuinginkan selalu
terwujud, aku selalu masuk tiga besar selama enam tahun. Aku benar-benar tidak memiliki
kekhawatiran akan masa depan saat itu. Aku menjalani kehidupan dengan arahan dari
orangtuaku. Walaupun saat itu aku memiliki cita-cita, tetapi aku tidak tau apa yang harus
kulakukan dan aku selalu setuju dengan pendapat orangtuaku.

Sambil menunggu kelulusan, aku sering diajak berdiskusi dengan orangtua dan
saudaraku. Di sekolah mana aku akan melanjutkan pendidikan. Mereka menjelaskan dan
mengarahkan tentang sekolah yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggalku. Sama seperti
sebelumnya, aku tidak mengungkapkan pendapatku. Aku tidak tau apa yang ku inginkan dan
apa yang harus kulakukan. Pada akhirnya keputusan untuk melanjutkan pendidikan jatuh di
tangan kedua orangtuaku. Menurut pendapatku pilihan orangtuaku memang yang terbaik.
Dan aku tidak menyesali keputusan mereka.

Memasuki masa sekolah menengah pertama, aku sudah mulai memikirkan masa
depan dan nasibku. Bertemu teman baru, guru, lingkungan dan hal baru yang belum pernah
kutemui. Seperti membuka jendela kehidupan rasanya. Dari sinilah aku merasakan pertama
kali rasanya bergelut dengan diri sendiri. Tidak mengetahui apa yang ku inginkan di umur
yang sudah menginjak dewasa tetapi tidak sampai untuk mengungkapkan. Masih terlihat
samar di pikiran dan benakku. Rasanya seperti terombang ambing. Sering muncul pertanyaan
`apa yang ku inginkan saat tua nanti?`, `setelah lulus SMP aku harus melanjutkan sekolah ke
mana?`. Saat itu aku bingung mengungkapkan apa yang harus ku ungkapkan, sehingga orang
tuaku tidak mengetahui hal tersebut.

Sangat bisa dikatakan aku masih belum memiliki prinsip, aku mengikuti jejak
temanku terkadang aku juga mengikuti keinginan dan jejakku sendiri. Kalau kembali ke masa
itu, aku malu karena sangat sulit untuk menemukan bagaimana jati diri ku sendiri. Saat orang
seusiaku sudah mengetahui apa yang mereka inginkan. Dan bagaimana akhirnya aku akan
menemukan impian ku sesungguhnya.

Menjelang kelulusanku, aku disarankan oleh guruku untuk masuk ke sekolah


menegah atas ternama. Melihat hasil raport ku memiliki nilai yang bagus. Beberapa hari
setelah mendaftar, ternyata tibalah hasil pengumuman dan salah satu isinya menyatakan ada
salah satu persyaratan yang belum terpenuhi. Akhirnya aku mengurungkan niat ku untuk
bersekolah disana. Singkat cerita, aku mendaftar ke sekolah yang disarankan oleh orang
tuaku lagi. Tetapi aku tidak meneolak keputusan mereka, karena aku sudah mnecari tahu
sekolah yang disarnakn oleh orangtuaku itu mempunyai akreditasi dan visi misi yang bagus.

Masa SMA masa yang paling indah, ungkapan ini menurutku benar-benar relate
dengan kehidupanku. Alhamdulillah selama SMA, aku menjalani kehidupan seperti apa yang
ku inginkan. Bertemu orang-orang yang baik, sahabat, guru yang selalu menolongku, dan
prestasi akademik ku makin baik. Bukan berarti masa sekolah dan lingkungan ku sebelumnya
buruk, tetapi kita pasti memiliki penilaian untuk setiap kehidupan yang pernah kita lewati.
Masa inilah juga merupakan titik balikku mengetahui apa yang kuimpikan dan apa yang
kuinginkan. Mungkin pada masa ini aku juga mulai berpikir lebih dewasa dibandingkan
sebelumnya.

Karakter dan sikapku benar-benar mulai terbentuk saat masa SMA. Karakter atau
sifat seseorang pasti terbentuk oleh lingkungan. Pastinya, tak lepas dari peran orangtuaku. Di
masa ini, selain orang tuaku aku juga memiliki teman-teman yang bisa menunjukkan
bagaimana diriku sendiri. Mereka tidak keberatan dengan kekuranganku, selalu mendorongku
saat aku berada dalam keputusasaan, dan teman yang selalu ada saat aku kesulitan. Yang
terpenting mereka membantuku mengetahui apa yang ku inginkan. Sebenarnya bisa
dikatakan, kami saling belajar tentang apa yang diinginkan dan mencari jati diri bersama-
sama.

Saat sudah mulai menginjak kelas sebelas, kami bercerita apa yang kami inginkan
dan impikan. Bercerita tentang tujuan kami ke depannya, akan melanjutkan pendidikan
dimana, dan apa yang sudah kami persiapkan untuk itu. Setahun berselang, menjelang akhir
semester di kelas dua belas kami mulai menghadapi berbagai ujian untuk memperoleh hasil
akhir selama kami duduk di bangku sekolah menengah pertama. Melewati beberapa ujian,
kemudian sampai pada titik akhir kami bersekolah tibalah hari yang ditunggu-tunggu. Yaitu
hari pengumuman kelulusan.

Setelah pengumuman kelulusan, alhamdulillah kami sangat puas dengan hasil yang
diperoleh. Raut wajah ceria nampak di wajah teman-teman satu angkatanku. Mungkin angan-
angan mereka sudah terbayang dihadapan mata, sama seperti diriku yang berharap akan
imipian ku. Langkah yang paling ditunggu-tunggu dan paling mendebarkan selanjutnya
adalah masuk ke perguruan tinggi. Menurutku dan mungkin bagi sebagian orang, inilah yang
menentukan nasib mereka kelak. Hasil belajar selama sembilan tahun ditentukan dari pilihan
jurusan dan perguruan tinggi.

Aku sudah menetukan impian ku selama masa SMA, aku menginkan diriku menjadi
bagian dari tenaga medis atau petugas kesehatan. Menjadi dokter, bidan, perawat, dan profesi
yang bergelut di bidang kesehatan lainnya. Dulu aku sempat ingin menjadi dokter, mencoba
berusaha yang terbaik dan akhirnya gagal. Jatuh kemudian bangun untuk mencoba lagi,
hingga beberapa kali. Saat itu aku kecewa dengan diriku, mengapa di saat aku sudah
mengetahui apa yng ku inginkan, aku merusak semuanya. Aku terus menerus menyalahkan
diri sendiri dan akhirnya sampai pada titik terendahku.a

Mencoba bangkit dari keterpurukan, kemudian aku mengingat kembali apa yng
kuimpikan sebenarnya yaitu menjadi seorang tenaga medis. Mencoba merenungi apa yang
terjadi, apakah aku menginginkan hal ini hanya untuk gengsi ku semata atau memang aku
terjebak dengan suatu pilihan yang tidak bisa kulepas. Walaupun aku tahu aku punya banyak
keinginan lainnya. Aku ingat salah satu kalimat motivasi dari seorang ustadz yang sealu
membuatku bangkit dari keputusasaan. Kata beliau ‘kalau satu pintu rezeki di tutup, pintu
yang lain pasti akan dibuka. Daun yang jatuh pun sudah ditakdirkan Allah, apalagi
menyangkut rezeki seseorang. Allah memilih jalan ini karena Allah sayang dan tahu yang
terbaik untuk kita. Cukup kita percaya apa yang di kerjakan Allah untuk kita’. –
K.H.Zuhdiannor-. Dari situ aku tersadar, aku harus bangkit dan memulai segalanya lagi.

Dan akhirnya sekarang aku berkuliah di kebidanan, mungkin bisa diartikan sebagai
‘pelarian’ pada masa itu. Tapi di satu sisi aku menyukai jurusan ini, enjoy dan senang dengan
kegiatan yang terjadi di jurusan ini. Mungkin ini bisa dikatakan sebagai impian yang
terpendam. Aku tidak ingin mengulang masa lalu ku yaitu terjebak dengan satu pilihan dan
melupakan berjuta bahkan milyaran pilihan yang ku inginkan. Mencoba bersyukur atas apa
yang diberikan tuhan dan tidak akan pernah lagi berputus asa tentang masa depan yang
bahkan belum ku ketahui.

Pengalaman seperti ini membantu ku lagi dan lagi untuk berpikir lebih dewasa dan
bijak untuk menjalani kehidupan ke depannya. Pengalaman memanglah guru yang sangat
berharga. Pengalamanku membantuku untuk mengetahui impian dan jati diriku sendiri. Saat
ini aku mempunyai arti impian tersendiri. Bermimpi itu tiada akhir, tidak ada kata terlambat
untuk bermimipi. Bermimpilah sebanyak yang kau inginkan, cari tau apa yang sebenarnya
kita impikan. Walau keinginan kita tidak selalu sesuai dengan kehidupan kita, tapi setidaknya
kita mengetahui dan berusaha memperjuangkan apa yang kita inginkan.

Sekarang aku pun tidak tau apa yang akan terjadi padaku di masa yang mendatang,
tetapi sekarang aku akan memperjuangkan apa yang ku inginkan. Dan untuk masa depan, aku
mungkin akan menginkan hal lain lagi dan lagi, dan tetap terus akan berusaha
memperjuangkan apa yang ku impikan lainnya.. Memang penting melakukan perencanaan
untuk hal yang kita inginkan di masa depan nanti, tetapi kekhawatiran yang berlebih malah
semakin membuat mental semakin lemah bahkan sampai pada titik keputus asaan. Fokuslah
melakukan apa yang memang harus dilakukan sekarang, jangan terjebak dengan masa lalu
dan tetap berusaha untuk melakukan yang terbaik di masa depan.

Anda mungkin juga menyukai