Anda di halaman 1dari 4

Mimpi Menjadi Semangat Utama

Oleh : Dhita Islami Dhamhudi (SMAN 01 KESAMBEN)

Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum

Seiring berjalannya usia, tanpa kita sadari sering kali kita resah dan gelisah mengenai
kehidupan setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun, tak luput dari
kekhawatiran tersebut kita terdorong untuk memulai mewujudkannya. Mewujudkan apa yang
kita inginkan, tentu saja yang kita harapkan untuk kedepannya. Semua kembali lagi kepada
keluarga, saudara, dan semua orang yang mendukung kita menjadi lebih baik, kita
membutuhkan doa restu dari mereka. Perkenalkan saya Dhita Islami Dhamhudi, waktu kelas
10 saya benar-benar tidak mengerti apa yang sebernarnya ingin saya wujudkan. Semua
seakan hanya berputar di otak tak dapat berhenti, tak pasti mana yang benar benar saya
impikan. Bukankah kita harus memiliki impian? tentu saja. Impian dimana saya akan lakukan
setelah lulus dari SMA. Tapi saya berfikir bahwa di kelas 10 masihlah awal, sangat awal
untuk memikirkan semuanya. Saya tidak dapat menyalahkan siapa - siapa dalam kondisi
seperti ini. Pada saat itu teman-teman saya sudah memiliki mimpi mereka yang sudah siap
untuk di ceritakan kepada temen teman yang lainnya. Mereka saling bersautan mengenai
mimpi dimana mereka akan melanjutkan belajar setelah SMA, mimpi mengenai cita cita
mereka yang ingin mereka wujudkan kelak, Namun berbeda dengan saya, memang benar di
isi kepada terdapat banyak mimpi-mimpi yang ingin sekali saya ceritakan kepada teman
teman. Entah kenapa saya seolah tidak ingin menceritaannya dan tidak menghargai mereka
bercerita, tanpa saya sadari saya pergi begitu saja meninggalkan mereka dengan cerita
mereka yang luar biasa (mungkin). Begitupun saat saya sedang berada di luar sekolah.
Kurangnya komunikasi dengan orang tua sangat membuat saya bingung, harus kemana saya
melangkah setelah ini itu dan harus bagaimana cara saya memulai cerita. Sebenarnya semua
orang-orang di dekat saya baik selalu terbuka, saat itulah saya merasa memang ini semua dari
diri saya sendiri yang tidak pintar untuk merengek kepada orang lain bahkan orang
terdekatpun. Tak apa saya cukup nyaman dengan semua ini. Saat menginjak kelas 11 saya
masih belum menemukan impian saya, semua hanya berputar lagi dan lagi ketika tak sengaja
saya mengingat dan memikirkannya.
Dan pada akhirnya saya sendiri yang mendorong untuk benar benar memikirkannya
apa impian saya. Pada saat itu saya memikirkan untuk menjadi seorang yang mungkin akan
di ingat oleh orang lain nantinya yaitu psikolog. Dan saat itu saya berfikir untuk melanjutkan
ke salah satu universitas yang cukup terkenal di Surabaya. Mengapa saya memilih di
Surabaya, karena ayah dan ibu saya di sana. Saya tidak bercerita kepada siapapun pada kala
itu. Saya masih belum mengerti apakah ini benar impian saya. Saya suka membantu orang
lain, orang yang sedang sedih, senang, kacau. Rasanya ingin saya peluk mereka ingin sekali
saya benar benar ada untuk mereka. Entah apa yang saya pikirkan kadang tidak jelas arah
pikiran saya. Di kelas 11 ini saya tidak begitu dekat dengan teman teman di kelas kareana
saya mengikuti salah satu organisasi di sekolah saya. Bersyukur, karena teman teman masih
memandang saya “ada”. Mereka sangat luar biasa, tidak membiarkan saya sendiri meskipun
saya jarang berada di kelas. Di masa masa ini lah saya merasa mempunyai teman yang sangat
baik, yang mau menerima saya dengan semua kekurangan. Kelas 11 menurut saya merupakan
waktu terpenting dalam hidup saya karena saya berhasil untuk menetapkan impian saya. Jika
suatu saat mimpi itu harus di gantikan dengan mimpi yang lain, entahlah. Dalam organisasi
tersebut saya mendapatkan banyak pelajara mental, perasaan, sopan santun semua saling
berhubungan. Dimana saya menemukan suatu keluarga baru. Saat pertengahan semester saya
mengikuti lomba ekonomi seperti koperasi dan semacamnya. Sebenarnya itu bukan kemauan
saya, tapi tak apa anggap saja semua itu untuk pengalaman saya yang akan bermanfaat pada
suatu hari nanti. Waktu terasa begitu cepat, belup sempat saya menghabiskan waktu dengan
teman teman di kelas 11 saya rasa sebentar lagi sudah masuk kelas 12. Akhir semester kelas
11 saya mulai memikirkan dengan resah apa, bagaimana dan dimana saya dapat mewujudkan
mimpi saya. Awalnya hanya Universitas Negeri Surabaya yang saya pikirkan, tapi kali ini
saya memiliki pemikiran lain. Mungkin lebih baik jika di Malang saja, karena saya tidak bisa
jauh dari kakek dan nenek yang berada di Blitar. Dengan semua itu saya mulai mencari
informasi mengenai Universitas Negeri Malang. Saat sudah memantaapkan untuk di Malang
masih ada saja pikiran yang masih simpang siur berputar di otak saya.

Kelas 11 sudah berlalu, saat awal masuk kelas 12 tentu saja sekolah sudah
menyiapkan diri untuk membimbing para siswa siswi kelas 12. Saat itu saya di damping oleh
guru BK yang berada di sekolah saya untuk menentukan mau kemana saya setelah lulus.
Setelah saya sudah dapat menenrukan jurusan apa dan mau kemana saya melanjutkan
sekolah, saya mengikuti salah satu jalur masuk perguruan tinggi yaitu SNMPTN. Pada saat
itu ternyata ketentuannya yang di sarankan oleh BK adalah saya tidak dapat mendaftar
dengan jurusan yang saya inginkan karena SNMPTN menggunakan nilai rapor dari semester
1-5. Jika saya tahu dari kelas 10 saya pasti sudah berancang ancang untuk meemenuhi criteria
SNMPTN. Sayang sekali saya tidak mengetahui sejak awal jika SNMPTN ternyata
menggunakan nilai rapor. Saat itu saya diberi kesempatan untuk mendaftar di jalur SNMPTN
di UM dan UNESA dengan progam studi Psokologi. Sebenarnya jika dilihat dari grafik rapor
saya tidak di saranka untuk mengambil jurusan Psikologi. Entah kenapa saya tetep kekeh dan
tidak bisa mendengarkan guru pembimbing saya. Dan benar saya tudak lolos SNMPTN,
rasanya seperti saya sudah ada di depan gerbang namun tiba tiba gerbang itu menjauh dengan
cepatnya dari saya. Saat itu saya benar benar kesal terhadap diri saya sendiri. Memang benar
penyesalan itu adanya di akhir. Saat itu saya sadar bahwa kita harus mengmbil jurusan sesuai
dengan kemampuan bukan keinginan kita. Saya sedih karena harus mengubur dalam dalam
mimpi saya untuk menjadi seorang psikolog, taka apa. Lagi dan lagi kata-kata itu muncul
“tak apa”. Kita boleh bersedih sesaat tapi setelah itu kita harus bangkit lagi untuk
mewujudkan mimpi kita dengan lebih serius. Mungkin Allahh SWT menginginkan saya
untuk berusaha lebih keras lagi. Tanpa di sadari waktu saya dan teman teman tidak banyak
karena kita sudah lulus jalur corona. Itu situasi yang sangat membuat saya kesal, karena saat
saya membutuhkan temen teman saat itu juga mereka tidak berada di samping saya. Sudahlah
tak ada gunanya kita menyesali hal yang tidak bisa kita benahi lagi. Saat saya merasa lebih
tenang, saya memulai mempersiapkan diri untuk mengikuti jalur kedua utuk masuk
perguruan tinggi negeri yaiu SBMPTN. Pada saat itu jadwal SBMPTN sangat semrawut
masih belum ditetapkan dengan tepat kapan pendaftaran nya di mulai. Saya bersemangat
untuk mengikuti try out secara online maupun offline. Karena saya mengingat saya pernah
gagal di SNMPTN, saya harus lebih keras lagi berusaha untuk lolos di jalur SBMPTN. Waktu
berjalan dengan cepatya tanpa di sadari saat itu sudah mendekati dengan pendaftaran
SBMPTN. Tentu saja ini jadwal yang sudah tepat, tidak di undur-undur lagi. Saya di
SBMPTNberkesempatan untuk mendaftar di jurusan Bimbingan Konseling dan Pendidikan
Luar Biasa di Universitas Negeri Malang (UM). Jangan lupa untuk meminta doa restu kepada
orang tua, keluarga, saudara, teman teman, dan semua orang terdekat kita. Semua berjalan
dengan lancar, saya mendapatkan hari pertama dan jam pertama untuk mengikti UTBK
SBMPTN di Malang. Utbk sbmptn kala itu memiliki sistem hanya soal TPS tanpa ada soal
TPA karena adanya pandemi. Waktu berjalan sudah datang hari dimana saya dan teman saya
untuk utbk sbmptn. Saat itu saya bersama teman saya satu kelas, kami sangat antusias untuk
mengikutu ujian ini. Kembali lagi itu semua juga karena mimpi kami. Hari hari saya lewati
dengan kekhawatiran apakah saya dapat lolos sbmptn atau tidak. Sembari saya menunggu
pengumuman, saya oleh keluarga di saranlan untuk mendaftar UMPTKIN di UIN Malang
dan di IAIN Tulungagung. Tanpa berfikir panjang pun saya langsung mendaftar di umptkin
dengan pilihan pertama di UIN Malang jurusan perbankan syariah, di pilihan kedua saya di
IAIN Tulungagung jurusan Hukum Keluarga Islam, dan yang terakhir masih di IAIN
Tulungagung dengan jurusan Perbankan Syariah. Saya langsung belajar untuk mengikuti
umptkin tersebut namun online. Doa saya, dimanapun saya di loloskan nanti itu saya anggap
sebagai pilihan dari Allah SWT. Karena saya merasa saya siudah berusaha untuk masuk ke
perguruan tinggi lalu setelah itu saya serahkan semua kepada Allah SWT.

Sudah tiba hari dimana pengumuman utbk sbmptn, sya memutuskan untuk
menenangkan hati terlebih dahulu sebelum pengumuman tersebut tiba. Yang benar saja, saya
tidak bisa membendung air mata saya ketika saya mengetahui saya belum lolos sbmptn dan di
tambah lagi teman saya lolos. Dalam hati saya, sebenarnya apakah kurang usaha saya selama
ini. Setelah tiga hari dari pengumuman itu saya masih benar benar tidak percaya jika saya
belum lolos sbmptn. Dan saya berfikir untuk mendaftar di perguruan tinggi swasta, dan
setelah saya berkonsultasi dengan keluarga. Mereka menyetujui, sembari saya menunggu
pengumuman umptkin. Saya mendaftar di perguruan tinggi swasta, tepatnya di UNMER
Malang. Saat itu pengumuman umptkin berjarak 2 hari setelah pengumuman ketika saya
mendafatar di perguruan tinggi swasta. Saya sudah di nyatakan lolos di PTS tersebut, tetapi
keluarga dan hati saya berkata untuk tunggu dulu sebentar untuk mengetahui terlebih dahulu
hasil dari umptkin. 2 hari berlalu setelahnya, datang hari dimana saya dapat mengetahui
apakah saya lolos umptkin. Dan ya, saya lolos umptkin di IAIN Tulungagung jurusan Hukum
Keluarga Islam. Tentu saja keluarga menyarankan saya untuk memillih melanjutkan belajar
di ptn di bandingkan dengan pts. Sekarang saya dan keluarga bisa bernafas lega karena sudah
mendapatkan perguruan tinggi negeri. Dan satu lagi, restu orang tu itu sangat penting saat
kita mengambil piliahan. Maka dari itu, pintar-pintarlah untuk menjaga komunikasi dengan
keluarga.

Anda mungkin juga menyukai