MODUL 2
SKENARIO 2
OLEH
INSISIVUS 7
TUTOR : Dr.drg.Lendrawati,MDSc
Modul III
Skenario 3
a. Data Antemortem
Proses mengumpulkan data sebelum korban meninggal, contohnya adalah
rekam medic, foto rontgen, dan juga cetakan rahang. Data ini bisa diambil
dari orang-orang terdekat korban.
b. Data Postmortem
Data korban setelah korban meninggal dan diperoleh oleh Tim DVI.
Bencana Alam
Mahasiswa FKG
membantu Tim
Sar
Identifikasi
Korban
Odontologi
Forensik
Sistem tertutup
Korban memiliki data antemortem. Identifikasi sistem tertutup adalah
identifikasi pada kasus yang jumlah dan daftar korban tak dikenalnya
sudah diketahui. Pola permasalahan kasus biasanya: non-kriminal,
korban massal, dimungkinkan diperoleh data antemortem, identifikasi
dapat dilakukan dengan cara membandingkan data, contoh:
identifikasi korban kecelakaan pesawat terbang menabrak gunung.
Rekonstruktif
identifikasi rekonstruktif, yaitu bila tidak tersedia data ante mortem
dan komunitas tidak terbatas. Apabila identifikasi dengan cara
membandingkan data tidak dapat diterapkan, bukan berarti kita tidak
dapat mengidentifikasi. Apabila demikian halnya, kita masih dapat
mencoba mengidentifikasi dengan cara merekonstruksi data hasil
pemeriksaan post-mortem ke dalam perkiraan-perkiraan mengenai
jenis kelamin, umur, ras, tinggi dan bentuk serta ciri-ciri spesifik
badan.
Sebagaicontoh:
- Dengan mengamati lebar-sempitnya tulang panggul terhadap
kriteria dan ukuran laki-laki dan perempuan, dapat
diperkirakan jenis kelaminnya.
- Dengan mengamai interdigitasi dutura-sutura tengkorak dan
pola waktu erupsi gigi, dapat diperkirakan umurnya. Pada
kasus infantisid dengan mengukur tinggi badan ( kepala-tumit
atau kepala-tulang ekor) dapat diperkirakan umur bayi dalam
bulan.
- Dengan formula matematis, dapat diperhitungkan perkiraan
tinggi badan individu dari ukuran barang bukti tulang-tulang
panjangnya.
- Dengan perhitungan indeks-indeks dan modulus kefalometri
atau kraniometri, dapat diperhitungkan perkiraan ras dan
bentuk muka individu.
- Dengan ciri-ciri yang spesifik, dapat menuntun kepada siapa
individu yang memilikinya.Meskipun identifikasi cara
rekonstruksi ini tidak sampai menghasilkan dapat menentukan
identitas sampai pada tingkat individual, namun demikian
perkiraan-perkiraan identitas yang dihasilkan dapat
mempersempit dan memberikan arah penyidikan.
Meskipun identifikasi cara rekonstruksi ini tidak sampai
menghasilkan dapat menentukan identitas sampai pada tingkat
individual, namun demikian perkiraan-perkiraan identitas yang
dihasilkan dapat mempersempit dan memberikan arah penyidikan.
Elektroforsa
Identifikasi jenis ini ialah dengan cara mengelompokan hasil potongan
DNA menurut panjang potongan tersebut.
Pelacakan atau Probing
Identifikasi jenis ini dilakukan dengan cara menandai area khas yang
dicari.
Berdasarkan DVI Interpol (2014), metode primer dan yang merupakan paling
reliable adalah analisis sidik jari, analisis perbandingan dental, dan analisis
DNA.1Menurut Taylor (2016), identifikasi primer dilakukan dengan analisis visual,
sidik jari, data dental, dan analisis medis antropologis.2 Senn dan Weems (2013)
menyatakan analisis sidik jari, forensik odontologi, analisis dna, dan alat-alat
kesehatan digunakan dalam metode identifikasi primer.3 Namun demikian,
identifikasi yang hanya didasari foto sangat bersifat unreliable dan sebisa mungkin
dihindari. Identifikasi visual mungkin memberikan indikasi identitas namun tidak
cukup untuk memberikan identifikasi positif korban dalam skala bencana massal,
karena korban biasanya mengalami trauma berat sehingga perbandingan visual
hampir tidak mungkin dilakukan. Alasan lainnya juga karena kerabat seringkali tidak
mampu mengatasi emosi dan stress psikologis dalam kasus keluarga meninggal
dunia. Jadi, identifikasi yang hanya berdasar pada foto tidak reliable dan harus
dihindari. Semua data post-mortem yang diperoleh dari jenazah nantinya dievaluasi
dengan referensi pada informasi mengenai orang hilang.
Keuntungan dari metode ini mudah dilakukan secara massal dan biaya yang murah.
Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem.
Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling
tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang. Dengan demikian harus
dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan jenazah untuk
pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan
jenazah dengan kantong plastik.
2)Analisis DNA
DNA telah terbukti sebagai sumber material yang digunakan untuk identifikasi
karena bagian signifikan dari informasi genetik yang terkandung dalam sel sifatnya
unik pada setiap individu spesifik, dan dengan demikian, kecuali pada kembar
identik, dapat membedakan satu orang dengan lainnya. Tes DNA dapat dilakukan
bahkan pada sisa-sisa bagian tubuh. Pencocokan DNA adalah cara terbaik untuk
identifikasi bagian tubuh yang terpisah. Pencocokan DNA dapat dilakukan
berdasarkan profil keluarga, sampel pribadi, atau barang kepunyaan. Untuk DNA
profilling, dibutuhkan sampel yang dari tubuh atau bagian tubuh korban, dikirim ke
laboratorium, dan dianalisis sesuai standar internasional1.
Informasi medik:
Informasi medik yang dikumpulkan mungkin dapat dikategorikan dalam
beberapa cara: eksternal vs. internal, kongenital vs. acquired, dan variasi
normal vs. penyakit. Informasi ini biasanya diambil oleh profesi kesehatan,
namun keterlibatan forensik antropologis juga disarankan.
Deskripsi personal terdiri atas data basic (umur, jenis kelamin, tinggi, suku)
dan ciri pembeda lainnya. Temuan medis, seperti luka, temuan penyakit, serta
pengangkatan organ merupakan informasi krusial mengenai riwayat medis
korban. Tipe-tipe operasi seperti appendicectomy perlu diperhatikan. Nomor
unik yang ditemukan pada heart pacemaker dan alat prostetik lainnya
merupakan informasi penting. Tato, tahi lalat, dan disfiguration juga
merupakan indikator identifikai.
Informasi Patolog:
Kondisi kongenital eksternal yang dicatat adalah yang benar-benar berdeviasi
dari kondisi normal yang ditemukan pada umumnya. Bentuk kepala mungkin
diperlukan begitu juga dengan karakter unik pada mata. Warna mata biasanya
tidak terlalu membantu dalam kondisi meninggal dunia namun bentuk pupil
mungkin membantu. Bentuk dan ukuran hidung juga mungkin diperlukan.
Malformasi kongenital thorax mungkin dapat dilihat secara eksternal. Pada
alat gerak, terdapat variasi seperti pronounced bow knee, tidak adanya atau
justru supernumerari jari jemari.
Kondisi acquired eksternal mungkin merupakan akibat dari penyakit atau juga
karena operasi kostemtik. Kondisi akibat penyakit biasanya meninggalkan
luka atau dan deformitas tulang. Hernia ventral dan ingual juga merupakan
karakteristik lainnya. Hernia ingual meliputi tato dan tindik. Operasi kosmetik
mungkin memerlukan perhatian dari ahli untuk dideteksi namun biasanya
meninggalkan luka yang tersembunyi pada natural openings atau lipatan kulit.
Yang paling umum adalah breast implants.
Kondisi internal mungkin akan sangat berguna, tetapi memerlukan full
autopsy dan/atau fullbody x-rey/CT scan untuk dokumentasinya. Sangat
disarankan untuk melakukan keduanya karena mereka saling melengkapi.
Perubahan kongenital ataupun acquired pada skeleton dideteksi dengan CT
scan, sedangkan keunikan pada jaringan lunak membutuhkan otopsi.
Informasi antropolog:
Forensik antropologi akan berkonsentrasi pada modifikasi jaringan keras.
Mereka juga akan berkonsentrasi pada identifikasi lokasi dari riwayat fraktur
bahkan jika alat ortopedik telah dimasukkan. Hal lainnya adalah pada
penyakit dan trauma di skeleton dalam usaha untuk identifikasi riwayat-
riwayat penyakit dan kejadian, agar terbentuk koneksi dengan rekam medik
atau ingatan keluarga dengan bukti yang diambil saat post-mortem. Akses
pada radiograf AM juga diperlukan.
Articles/Evidence/Clothing:
Kategori ini mencakup seluruh efek yang ditemukan pada jenazah (perhiasan,
desain baju, dan dokumen personal). Adakalanya pakaian yang ada pada
korban bukan milik korban seperti misalnya dipinjami oleh orang lain atau
alasan lainnya. Oleh sebab itu, perhiasan atau aksesoris yang terpasang
langsung pada tubuh seperti anting atau cincin bisa membantu proses
identifikasi.
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan teknik identifikasi korban
Bitemark
a) Definisi Bite mark
Pola gigitan ialah bekas gigitan dari pelaku yang tertera pada kulit korban
dalam bentuk luka, jaringan kulit maupun jaringan ikat di bawah kulit
sebagai akibat dari pola permukaan gigitan dari gigi-gigi pelaku dengan
perkataan lain pola gigitan merupakan suatu produksi dari gigi-gigi pelaku
melalui kulit korban (Eckert, 2008).
Menurut Levine (1977), pola gigitan baik pola permukaan kunyah maupun
permukaan hasil gigitan yang mengakibatkan putusnya jaringan kulit dan
dibawahnya baik pada jaringan tubuh manusia maupun pada buah-buahan
tertentu misalnya buah apel dapat ditemukan baik korban hidup maupun yang
sudah meninggal.
Analisis pola gigitan pada buah hanyalah buah tertentu saja misalnya pada
apel yang dikenal dengan Apple Bite mark, dapat pula dengan buah pear dan
bengkuang. Pola gigitan ini adalah penapakan dari hasil gigtan yang putus
akibat gigi atas yang beradu dengan gigi bawah, sehingga terlihat hasil dari
gigitan permukaan bukalis dari gigi atas dengan gigi bawah (Lukman, 2006).
Model gigi rahang atas (RA) dan rahang bawah (RB) masing-masing
anggota dikumpulkan terkebih dahulu pada pembimbing.
Salah satu anggota kelompok melakukan gigitan (gigitan dangkal dan
gigitan dalam) pada apel hijau yang telah disediakan.
Hasil gigitan dicetak dengan alginate dengan perluasan tepi area
gigitan 1 cm. cetakan kemudian diisi gips stone.
Identifikasi pola gigitan dan cirri spesifik gigi-gigi yang terlihat pada
cetakan bite mark.
Dilakukan penapakan (tracing) pada cetakan bite mark menggunakan
plastic transparan dan kemudian dihitung lebar mesiodistal gigi yang
teridentifikasi pada bite mark.
Membandingkan ciri spesifik yang telah diidentifikasi pada cetakan
bite mark dengan model gigi RA dan RB milik masing-masing
anggota kelompok.
Menentukan satu anggota kelompok sebagai pelaku gigitan sesuai
dengan hasil perbandingan yang telah dilakukan.
Dilakukan hasil perhitungan lebar mesiodistal dari model gigi orang
yang dianggap sebagai pelaku gigitan.
Membandingkan hasil pengukuran lebar mesiodistal gigi dari hasil
penapakan bite mark dan dari model gigi, kemudian distorsi yang
diperoleh dicatat dalam tabel.
Radiologi
Radiografi berperan penting dalam odontologi forensik terutama
penentuan identifikasi . Ketepatan bentuk perbandingan antara radiograf
ante mortem dan post mortem berdasarkan satu gigi, bentuk satu
restorasi, protesa gigi, bentuk akar gigi, dan trabekular tulang alveolar.
Kematian yang tidak wajar atau tidak terduga, atau dalam kondisi bencana
massal, kerusakan fisik yang direncanakan, dan keterlambatan dalam
penemuan jenazah, bisa mengganggu identifikasi. Dalam kondisi inilah
forensik odontologi diperlukan walaupun tubuh korban sudah tidak dikenali
lagi.
BLOK 9 MODUL 3
UNIVERSITAS ANDALAS
2019