Anda di halaman 1dari 21

PORTOFOLIO

DEMAM TIFOID

Oleh:

dr. Nurifna Angella

Pembimbing:

dr. Dona Hamrita

PROGRAM DOKTER INTERNSIP

RSUD Dr. M. ZEIN PAINAN

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi Kasus dan Portofolio yang Berjudul:

DEMAM TIFOID
Oleh:

dr. Nurifna Angella

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan program
Internship dokter Indonesia di wahana Pesisir Selatan (RSUD M. Zein Painan) 2019-2020

Painan, 28 Februari 2020


Pembimbing,

dr. Dona Hamrita


BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal 28 Februari 2020 di Wahana RSUD Dr. M. Zein Painan telah
dipresentasikan portofolio oleh :
Nama : dr. Nurifna Angella
Kasus : Demam Tifoid
Topik : Ilmu Penyakit Dalam
Nama Pendamping : dr. Dona Hamrita

No Nama Peserta Tanda tangan


1 1.
2 2.
3 3.
4 4.
5 5.
6 6.
7 7.

Mengetahui,
Dokter Internship Dokter Pendamping

dr. Nurifna Angella dr. Dona Hamrita


BORANG STATUS FORTOFOLIO
No. ID dan Nama peserta Nurifna Angella
No. ID dan Nama Wahana RSUD Dr. Muhammad Zein Painan
Topik Demam Tifoid
Tanggal (kasus) 20 Desember 2019
Nama Pasien Tn. R No. RM 26.43.50
Tanggal Presentasi 21 Februari 2020 Pendamping dr. Dona Hamrita
Tempat Presentasi Ruang Konfrens RSUD Dr. Muhammad Zein Painan
Objektif Presentasi
 Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran o Tinjauan Pustaka
 Diagnostik o Manajemen o Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja  Dewasa o Lansia o Bumil
Deskripsi Laki-laki, 32 tahun, masuk RS dengan keluhan Demam sejak 8 hari yang
lalu.
Tujuan
Bahan bahasan o tTinjauan o RRiset  KKasus o AAudit
Pustaka
Cara membahas o DDiskusi  PPresentasi dan o EE-mail o PPos
diskusi
Data Pasien Nama: Ny. RM No. Registrasi:
Nama RS : RSUD Dr. M. Zein Painan Telp: Terdaftar sejak:
DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI
Diagnostik/gambaran klinis:
Pasien laki-laki, 32 tahun, datang dengan keluhan Demam sejak 8 hari yang lalu dan lebih sering
timbul pada malam hari. Demam awalnya tidak terlalu dirasa tinggi namun semakin lama semakin
panas pada hari-hari berikutnya. Menurut pasien demam yang dirasakan sempat tinggi namun tidak
di ukur. Selain itu pasien juga mengalami sakit kepala disertai mual, namun tidak sampai muntah.
Sakit kepala dirasakan dikepala bagian depan dan lebih sering pada malam hari. Sakit kepala tidak
berputar dan tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. Pasien menyangkal adanya rasa pegal
ataupun nyeri pada tulang dan tidak didapati keluhan batuk. Pasien mengalami sakit perut dan tidak
bisa buang air besar selama 2 hati terakhir. Nafsu makan dirasakan sedikit berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu: Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, dan
hipertensi sebelumnya.
Riwayat pengobatan: Pasien mendapatkan paracetamol 3x1, ondansentron 2x1 pada tanggal 12-
12-2019 dari puskesmas
Riwayat keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, penyakit
menular, dan penyakit kejiwaan.
Riwayat pekerjaan : Pasien merupakan seorang petani.
Riwayat Alergi
Tidak memiliki alergi terhadap suhu, makanan, minuman, obat, dll.
Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), alkohol (-)

Daftar Pustaka:
1. [WHO] Background document : The diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever.
World Health Organization; 2013: 17-18.
2. Ochiai RL, Acosta CJ, Danovaro-Holliday MC, Baiging D, Bhattacharya SK, Agtini MD,
et al. WHO | A study of typhoid fever in five Asian countries: disease burden and
implications for controls. http://www.who.int/ bulletin/volumes/86/4/06039818/
en/#content.
3. [DEPKES] Riset Kesehatan Dasar 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2014. http://www.litbang.depkes. go.id/
bl_riskesdas2007.
4. Olga. Tubex®, Cepat dan Akurat Diagnosis Demam Tifoid. J. Med. Kedokteran Indonesia.
2015; XXXVIII (08). http://jurnalmedika.com /edisi-tahun-2015/edisi-no-08-vol-
xxxvii/2015/463-kegiatan/965-Tubex®-cepat-dan-akurat-diagnosis-demam-tifoid.
5. Keddy KH, Sooka A, Letsoalo ME, Hoyland G, Chaignat CL, Morrissey AB, et al. Bull.
World Health Organisation.  2011 Sep 1;89(9):640-7. http://www.who.
int/bulletin/online_first/11-087627.pdf.
6. Kawano RL, Leano SA, Agdamag DM. Comparison of Serological Test Kits for Diagnosis
of Typhoid Fever in the Philippines. J Clin Microbiol. Jan 2017; 45(1): 246–247.
http://www.ncbi.nlm. nih.gov/pmc/articles/PMC 1828988/.
7. Septiawan IK, Herawati S, Sutirtayasa IW. Examination of The Immunoglobulin M Anti
Salmonella in Diagnosis of Typhoid Fever. E-Jurnal Medika Udayana 2.6; 2013:
1080-1090. http://ojs.unud.ac.id /index.php/eum/article/view/5626.
8. Aru W. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi I. Jilid II. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2016:
1774.
9. Kidgell C, Reichard U, Wain J, Linz B, Torpdahl M, Dougan G, et al. Salmonella Typhi,
the causative agent of typhoid fever. Infect Genet Evol. 2012 Oct;2(1):39-45.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 12797999.
10. Widodo D. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta :
Interna Publishing. 2009:2797-2800.
11. Parry M, Hien TT, Dougan G, White NJ, Farrar JJ. A Review of Typhoid Fever. New
England Journal of Medicine. 2012; 347:1770-1782. http://www.nejm.org/doi/
full/10.1056/NEJMra020201.
Hasil Pembelajaran:
Mengetahui Penyebab Demam Tifoid
Mengetahui Diagnosis Demam Tifoid
Mengetahui Penatalaksanaan Demam Tifoid

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


SUBJEKTIF
Diagnostik/gambaran klinis:
Pasien laki-laki, 32 tahun, datang dengan keluhan Demam sejak 8 hari yang lalu dan lebih
sering timbul pada malam hari. Demam awalnya tidak terlalu dirasa tinggi namun semakin
lama semakin panas pada hari-hari berikutnya. Menurut pasien demam yang dirasakan
sempat tinggi namun tidak di ukur. Selain itu pasien juga mengalami sakit kepala disertai
mual, namun tidak sampai muntah. Sakit kepala dirasakan dikepala bagian depan dan lebih
sering pada malam hari. Sakit kepala tidak berputar dan tidak dipengaruhi oleh perubahan
posisi. Pasien menyangkal adanya rasa pegal ataupun nyeri pada tulang dan tidak didapati
keluhan batuk. Pasien mengalami sakit perut dan tidak bisa buang air besar selama 2 hati
terakhir. Nafsu makan dirasakan sedikit berkurang.
OBJEKTIF
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos Mentis
Kesadaran Umum : Tampak sakit sedang
Tanda vital :
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 82 kali/menit
Frekuensi Nafas : 20 x / menit
Suhu : 38,30C
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 170 cm
Status Generalisata

KEPALA

 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflex cahaya +/+
 Telinga : dalam batas normal

 Hidung : dalam batas normal

 Mulut

Bibir : kering, tidak pucat, tidak sianosis

Lidah : normoglasia, tidak tremor, kotor

Tonsil : ukuran T1-T1 tenang, tidak hiperemis

 Leher : JVP 5-2 cmH2O, Kelenjar tiroid tidak tampak membesar

TORAKS

 I : Simetris

 P : Fremitus kanan = kiri

 P : Sonor pada kedua lapang paru

 A : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

ABDOMEN :

 I : abdomen simetris, datar,

 Pa : Nyeri tekan daerah epigastrium (+), Supel, nyeri lepas (-), tidak ada pembesaran

organ hepar ataupun lien

 Pe : Timpani

 A : BU (+) normal

GENITALIA : Dalam Batas Normal

EKSTREMITAS

 Superior : Akral hangat, CRT < 2 dtk, Oedem (-)

 Inferior : Akral hangat, CRT < 2 dtk, Oedem (-)


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium ( tanggal 20 Desember 2019)
Hasil Pemeriksaan Hematologi
Darah Lengkap
Hb 12,5 g/dl
Leukosit 11.200 mm3
Ht 35 %
Trombosit 420.000 mm3
Widal
Titer O 1/320
Titer H (-)

ASSESMENT (PENALARAN KLINIS)


Berdasarkan klinis pasien didapat diagnosa Demam Tifoid
PLAN (TATA LAKSANA)
Diagnosis : Demam Tifoid
Pengobatan :
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2x1 (IV)
- Inj.Ranitidin 2x1 (IV)
- Inj.Domperidon 3x1 (IV)
- Paracetamol 3 x 500 mg(IV)
- Sucralfat Syr 3x1

Follow Up
Tanggal 21 Desember 2019 22 Desember 2019

S: Muntah darah 3x sejak masuk Muntah 1x (berkurang), mual


rawatan
berkurang
O: Vital Sign Vital Sign
KU : sedang KU : sedang
Kes : compos mentis Kes : compos mentis
TD : 120/80 mmHg TD : 110/80 mmHg
HR : 80 x/i HR : 83 x/i
RR : 20 x/i RR : 20 x/i
T : 37,3°c T : 36,7°c

A: Demam Tifoid Demam Tifoid


P: IVFD RL 20 tpm Th/ lanjut
Ciprofloxacin tab 2x 500mg Aff Infus
Ranitidin tab 2x150mg Boleh Pulang
Pct tab 3x500 mg
Domperidon tab 3x1

PEMBAHASAN

DEMAM TIFOID

Latar Belakang

Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella

enterica serotype typhi, dapat juga disebabkan oleh Salmonella enterica serotype paratyphi

A, B, atau C(demam paratifoid). Demam tifoid ditandai antara lain dengan demam tinggi

yang terus menerus bisa selama 3-4 minggu, toksemia, denyut nadi yang relatif lambat,

kadang gangguan kesadaran seperti mengigau, perut kembung, splenomegali dan leukopenia.

Demam tifoid merupakan salah satu penyakit infeksi sistemik yang menjadi masalah
dunia. Tidak hanya di negara-negara tropis, namun di negara-negara subtropis pun prevalensi
demam tifoid cukup tinggi, terlebih di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, yaitu
WHO, mencatat pada tahun 2003 lebih dari 17 juta kasus demam tifoid terjadi di seluruh
dunia, dengan angka kematian mencapai 600.000, dan 90% dari angka kematian tersebut
terdapat di negara-negara Asia.1
Berdasarkan studi epidemiologis yang dilakukan oleh WHO pada 441.435 sampel di
5 negara Asia, yaitu: Pakistan, India, Indonesia, Vietnam dan Cina, didapatkan adanya
perbedaan yang cukup signifikan. Insiden demam tifoid lebih tinggi di negara-negara Asia
Selatan (Pakistan dan India) dibandingkan dengan negara-negara di Asia Timur (Indonesia,
Vietnam, Cina).2
WHO mencatat Indonesia sebagai salah satu negara endemik untuk demam tifoid. Di
Indonesia, terdapat rata-rata 900.000 kasus demam tifoid dengan angka kematian lebih dari
20.000 setiap tahunnya.1 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, angka
prevalensi demam tifoid secara nasional adalah 1,6% dengan 12 provinsi yang memiliki
prevalensi diatas angka nasional, yaitu: Provinsi Nangroe Aceh Darusalam, Bengkulu, Jawa
Barat, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Papua Barat dan Papua.3
Diagnosis demam tifoid bisa dilakukan dengan berbagai cara, tidak hanya dengan
melihat manifestasi klinis yang muncul pada pasien namun juga didukung dengan
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang pun tersedia
dalam berbagai pilihan, antara lain : kultur darah, kultur agar darah, identifikasi biokimia,
aglutinasi antibodi, dsb. Pada intinya, segala jenis pemeriksaan tersebut bertujuan untuk
mengidentifikasi bakteri penyebab demam tifoid, yaitu Salmonella enterica subsp. enterica
serotipe Typhi (Salmonella Typhi).1
Pemeriksaan serologi yang paling tua ialah uji Widal, yang mengandalkan reaksi
aglutinasi antara serum pasien dengan substrat yang dibuat dari kuman utuh yang telah
dimatikan. Uji ini memiliki banyak kelemahan dan dipengaruhi banyak faktor, diantaranya
gangguan pembentukan antibodi pada pasien, konsumsi antibiotik, kesalahan saat
pengambilan darah, endemisitas wilayah sehingga terdapat variasi nilai cut-off, reaksi silang
dengan organisme lain, serta dipengaruhi oleh vaksinasi.  American Academy of Paedia-
trics  bahkan sudah tidak merekomendasikan pemeriksaan Widal.4 Begitu pula WHO, WHO
juga sudah tidak merekomendasikan Widal sebagai uji diagnostik untuk demam tifoid. Untuk
uji Serologis, WHO lebih merekomendasikan penggunaa TUBEX dan Typhidot sebagai ujia
serologis yang lebih sensitif dan spesifik. Namun dikatakan bahwa diagnosis definitif terbaik
tetap menggunakan teknik isolasi kuman. 5

DEMAM TIFOID

Definisi
Demam tifoid adalah infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan
gangguan kesadaran1. Demam tifoid merupakan penyakit demam sistemik akut dan
menyeluruh merupakan masalah kesehatan yang paling terutama di Negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia. Gejala klinis penyakit ini bervariasi dari sakit ringan
dengan demam yang tidak tinggi, badan terasa tidak enak dan batuk kering hingga gejala
klinis yang berat dengan rasa tidak nyaman (nyeri) pada bagian abdomen dan berbagai
komplikasi lainnya4.
Etiologi
Penyebab demam tifoid adalah bakteri dari Genus Salmonella. Salmonella memiliki
dua spesies yaitu Salmonella enterica dan Salmonella bongori. Salmonella enterica terbagi
dalam enam subspesies, yaitu : I. Salmonella enterica subsp. enterica; II. Salmonella enterica
subsp. salamae; IIIa. Salmonella enterica subsp. arizonae; IIIb. Salmonella enterica subsp.
diarizonae; IV. Salmonella enterica subsp. hotenae; V. Salmonella enterica subsp. indica. 9
Salmonella enterica subsp. enterica memiliki setidaknya 1454 serotipe, beberapa
diantaranya adalah : Salmonella Choleraesuis, Salmonella Dublin, Salmonella Enteritis,
Salmonella Gallinarum, Salmonella Hadar, Salmonella Heidelberg, Salmonella Infantis,
Salmonella Paratyphi, Salmonella Typhi, Salmonella Typhimurium, dan Salmonella Genrus.9
Salmonella Typhi dan Salmonella Paratyphi adalah bakteri penyebab demam tifoid.
Bakteri ini berbentuk batang, Gram-negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul
dan mempunyai flagela. Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas
seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 66 o
C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan klorinasi.10

Gambar 2.2. Struktur antigenik Salmonellae. 10

Salmonella Typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu : 11


1. Antigen O (antigen somatik), terletak pada lapisan luar tubuh kuman. Bagian ini
mempunyai struktur lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini
tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (antigen flagela), terletak pada flagela, fimbriae atau pili dari kuman.
Antigen ini mempunyai struktur protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi
tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi, terletak pada kapsul (envelope) kuman yang dapat melindungi kuman
terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan
pula pembentukan 3 macam antibodi yang disebut aglutinin.

Patologi
Masuknya kuman Salmonella Typhi dan Salmonella Paratyphi ke dalam tubuh
manusia terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya
berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman
akan menembus sel-sel epitel usus dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup
dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal
dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.11
Gambar 2.3. Mekanisme infeksi Salmonella Typhi .10

Selanjutnya melalui duktus torasikus, kuman yang terdapat di dalam makrofag ini
masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimptomatik)
kemudian menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.
Dengan periode waktu yang bervariasi antara 1-3 minggu, kuman bermultiplikasi di organ-
organ ini kemudian meninggalkan makrofag dan kemudian berkembang biak di luar
makrofag dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia
yang kedua kalinya dengan disertai tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.11
Di dalam hati, kuman masuk ke kantung empedu, berkembang biak, dan bersama
cairan empedu diekskresikan kembali ke dalam lumen usus secara intermiten. Sebagian
kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah
menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, oleh karena makrofag telah teraktivasi
sebelumnya maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator
inflamasi (IL-1, IL-6, IL-8, TNF-β, INF, GM-CSF, dsb.) yang selanjutnya akan menimbulkan
gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vaskuler, gangguan mental, dan koagulasi.11
Di dalam plak Peyeri, makrofag yang telah hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia
jaringan dan menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Perdarahan saluran cerna dapat
terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis
dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis
jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus dan dapat
mengakibatkan perforasi usus.11

Diagnosis 9
Diagnosis pasti demam tifoid tergantung pada isolasi S.typhi dari
darah, sumsum tulang atau lesi anatomis tertentu. Adanya gejala klinis demam tifoid atau
deteksi respon antibodi spesifik sugestif demam tifoid tetapi tidak definitif. Kultur darah
adalah gold standart diagnosis penyakit ini.
Media oxbile (Oxgall) dianjurkan untuk kultur darah bakteri patogen demam enteri
kini(S.typhi dan S.paratyphi), karena hanya patogen ini dapat tumbuh di atasnya. Dalam
laboratorium diagnostik umum, dimana patogen lainnya yang diduga, medium kultur
darah umum harus digunakan. Lebih dari 80% pasien dengan demam tifoid memiliki
organisme penyebab dalam darah mereka. Kegagalan untuk mengisolasi organisme
mungkin disebabkan oleh beberapa faktor: (i) keterbatasan media laboratorium adanya
antibiotik, volume spesimen yang di kultur; atau waktu koleksi, pasien dengan riwayat
demam selama 7-10 hari menjadi lebih mungkin dibandingkan orang lain untuk memiliki
kultur darah positif.
Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik,
imunoserologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk
membantu menegakkan diagnosis, menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit
dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.
1. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus
atau perforasi. Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal
atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED
(LajuEndapDarah): Meningkat. Jumlah trombosit normal atau menurun
(trombositopenia).
2. Urinalis
Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam)
Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.
3. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai
hepatitis akut.
4. Imunologi
a. Widal
Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi
(di dalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi/paratyphi (reagen).
Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering
diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia.
Sebagai uji cepat (rapitd test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif
dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal
sebagai Febrile agglutinin.
Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat
memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat
disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi,
reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik
(pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat
disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi
antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan
umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologi klain.
Diagnosis Demam Tifoid/ Paratifoid dinyatakan bila titerO=1/160,
bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat
penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah
akhir minggu. Melihat hal-hal diatas maka permintaan tes widal ini pada
penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil
reaktif (positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit
saat itu tetapi dari kontak sebelumnya.
b. Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM
Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru,yang dianggap
lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam
Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera
diketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan (1) bila lgM
positif menandakan infeksi akut; (2) jika lgG positif menandakan pernah
kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.
5. Mikrobiologi
a. Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan
Demam Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil: jika hasil positif maka
diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebaliknya jika hasil negatif,
belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif
palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah
terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam
media Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman
terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu-
1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika dan sudah mendapat vaksinasi.
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena
perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari,bila
belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7hari). Pilihan bahan
spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk
stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja.

6. Biologi molekular.
PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara
ini dilakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diindentifikasi dengan DNA
probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam
jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula.
Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta
jaringan biopsi.

Gejala Klinik
Pengetahuan tentang gambaran klinis demam tifoid sangatlah penting untuk
membantu mendeteksi secara dini. Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.
Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimptomatik
hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.11
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Pada minggu
pertama, ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut umumnya yaitu
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare,
perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis.10 Karakteristik demamnya adalah demam
yang meningkat secara perlahan-lahan berpola seperti anak tangga dengan suhu makin tinggi
dari hari ke hari, lebih rendah pada pagi hari dan tinggi terutama pada sore hingga malam
hari. Pada akhir minggu pertama, demam akan bertahan pada suhu 39-40°C. Pasien akan
menunjukkan gejala rose spots, yang warnanya seperti salmon, pucat, makulopapul 1-4 cm
lebar dan jumlahnya kurang dari 5; dan akan menghilang dalam 2-5 hari. Hal ini disebabkan
karena terjadi emboli oleh bakteri di dermis.11
Pada minggu kedua, gejala klinis menjadi semakin berkembang jelas, berupa demam,
bradikardia relatif dimana setiap peningkatan 1o C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali
per menit, kemudian didapatkan pula lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung
lidah merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental
berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.11 Beberapa penderita dapat menjadi
karier asimptomatik dan memiliki potensi untuk menyebarkan kuman untuk jangka waktu
yang tidak terbatas.

Penatalaksanaan
Pengobatan simtomatik diberikan untuk menekan gejala-gejala simtomatik yang
dijumpai seperti demam, diare, sembelit, mual, muntah, dan meteorismus.
Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan penderita, misalnya
pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan keseimbangan cairan, vitamin, dan
mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan kortikosteroid untuk mempercepat penurunan
demam.
A. Pemberian antimikroba 4
Pemberian antimikroba dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran
kuman.
a. Kloramfenikol
Dierapre-antibiotik, angka mortalitas dari demam tifoid masih tinggi sekitar
15%. Terapi dengan kloramfenikol diperkenalkan pada 1948, mengubah
perjalanan penyakit, menurunkan angka mortalitas hingga <1% dan durasi
demam dari 14-28hari menjadi 3-5hari. Dosis untuk orang dewasa adalah 4kali
500mg perhari oral atau intravena, sampai 7 hari bebas demam.
Penyuntikan intramuskular tidak dianjurkan karena hidrolisis ester tidak dapat
diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Kloramfenikol menjadi obat
pilihan untuk demam enterik hingga munculnya resistensi pada tahun1970.
Tingginya angka kekambuhan (10-25%), masa penyakit yang memanjang dan
karier kronik, toksisitas terhadap sumsum tulang (anemia aplastik), angka
mortalitas yang tinggi di beberapa negara berkembang merupakan perhatian
terhadap kloramfenikol. Kekambuhan dapat diobati dengan obat yang sama.
Penurunan demam terjadi rata-rata pada hari ke-5.
b. Tiamfenikol
Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan
kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan
terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.
Dosis tiamfenikol adalah 4x500mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-6
sampai ke-6.
c. Ampisilin dan Kotrimoksazol
Diberikan karena meningkatnya angka mortalitas akibat resistensi
kloramfenikol. Ampicilin dan Trimetoprim-Sulfametoksazol(TPM-SMZ)
menjadi pengobatan yang utama. Munculnya strain MDR S.typhi, dengan
resisten terhadap ampicillin dan kotrimoksazol telah mengurangi kemanjuran
obat ini. Pada tahun 1989, muncul MDR S.Typhi. Bakteri ini resisten terhadap
kloramfenikol, ampicilin, Trimetoprim-Sulfametoksazol (TPM-SMZ),
streptomycin, sulfonamid dan tertacyklin. Di daerah dengan prevalensi tinggi
infeksi S.typhi MDR (India, Asia Tenggara, dan Afrika), seluruh pasien
diduga demam tifoid dan diterapi dengan quinolon atau sefalosporin generas
III hingga hasil kultur dan tersensitive aster sedia.
d. Quinolon
Quinolon memiliki aktivitas tinggi terhadap Salmonellae invitro, dengan
efektif penetrasi terhadap makrofag, mencapai konsentrasi tinggi di usus dan
lumen empedu, dan memiliki potensi yang tinggi diantara antibiotik lain
dalam terapi demam tifoid. Ciprofloksasin terbukti memiliki efektivitas yang
tingi, tidak ada karier S.Typhi yang muncul, faktanya, pada studi lainnya,
indikasi utama untuk menggunakan antibiotik quinolon. Ciprofloksasin juga
telah ditemukan memiliki efek terapi terhadap strain S.typhi dan S.paratyphi
MDR. Resistensi terhadap ciprofloksasin mulai muncul khususnya di daerah
India. Quinolon lainnya, seperti ofloxacin, norfloxacin dan pefloxacin, terbukti
efektif dalam percobaan klinis skala kecil. Terapi singkat dengan ofloxacin
(10-15mg/kg dibagi dua selama 2-3hari) muncul lebih simpel, aman dan
efektif dalam terapi inkomplit MDR demam tifoid. Demam pada umumnya
turun pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4.
e. Sefalosporin Generasi 1
Cefotaxim, ceftriaxon, dan cefoperazon telah digunakan untuk mengobati
demam tifoid, dengan pemberian selama 3hari memberikan efek terapi sama
dengan regimen obat yang diberikan 10-14 hari. Respon yang baik juga
dilaporkan dengan pemberian ceftriaxon selama 5-7hari, tetapi laporan angka
kekambuhan ditemukan tidak lengkap. Obat-obat ini sebaiknya diberikan
untuk kasus resisten quinolon. Direkomendasikan diberikan untuk 10-14hari.
f. Antibiotik lainnya
Beberapa studi kecil telah melaporkan kesuksesan pengobatan demam tifoid
dengan aztreonam, antibiotik monobaktam. Antibiotik ini menunjukan lebih
efektif dari pada kloramfenikol dalam membasmi organisme dalam darah.
Penelitian prospektifdi Malaysia terhenti akibat tingginya kegagalan dengan
aztreonam. Azitromycin, antibiotik makrolida baru diberikan dengan dosis1gr
sekali sehari selama 5hari juga bermanfaat untuk pengobatan demam tifoid.
Keuntungan lainnya penggunaan aztreonam dan azitromycin adalah kedua
obat ini dapat digunakan pada anak-anak,ibu hamildan menyusui.

B. Penggunaan Glukokortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada pasien demam tifoid berat dengan
gangguankesadaran (delirium, stupor, koma, shok). Dexametason diberikan dengan
dosis awal3mg/kg IV, selanjutnya 1mg/kg tiap 6 jam sebanyak delapan kali
pemberian. Selain itu, juga diberikan kepada pasien dengan demam yang tidak turun-
turun.
 Hari ke 1: Kortison 3 X 100 mg im atau Prednison 3 X 10 mg oral
 Hari ke 2: Kortison 2 X 100 mg im atau Prednison 2 X 10 mg oral
 Hari ke 3: Kortison 3 X 50 mg im atau Prednison 3 X 5 mg oral
 Hari ke 4: Kortison 2 X 50 mg im atau Prednison 2 X 5 mg oral
 Hari ke 5: Kortison 1 X 50 mg im atau Prednison 1 X 5 mg oral
C. Antipiretik
Pireksia dapat di atasi dengan kompres. Salisilat dan antipiretik lainnya sebaiknya
tidak diberikan karena dapat menyebabkan keringat yang banyak dan penurunan
tekanan darah (bradikardi relatif).

Komplikasi 7
Sebagai suatu penyakit sistemik, maka hampir semua organ utama tubuh dapat
dikenai dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat
terjadi pada demam tifoid, yaitu :
1. Komplikasi Intestinal
Komplikasi intestinal yang dapat terjadi, yaitu perdarahan intestinal,
perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis.
- Perdarahan intestinal
Pada plak peyeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk tukak/luka
berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka
menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi
perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka
perforasi dapat terjadi. Selain karena faktor luka, perdarahan juga dapat
terjadi karena gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan kedua
faktor. Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan
minor yang tidak mengalami syok.
- Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya
timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu
pertama. Selain gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi maka
penderita demam tifoif dengan perforasi mengeluh nyeri perut hebat
terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar
kesuluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising usus
melemah pada 50% penderita dan pekak hati terkadang tidak dtemukan
karena adanya udara bebas di abdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya
adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan dapt syok.
Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya
perforasi.
2. Komplikasi ekstraintestinal
- Komplikasi hematologi
Komplikasi hematologi dapat berupa trombositopenia, hipofibrino-
genemia, peningkatan protombin time, peningkatan partialthromboplastin
time, peningkatan fibridegradation product sampai koagulasi intravascular
diseminata (KID) dapat ditemukan kebanyakan pasien demam tifoid.
- Hepatitistifosa
Pembesaran hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus
dengan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S.typhi daripada
S.paratyphi. hepatitistifosa dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi
dan system imun yang kurang.
- Pankreatitis tifosa
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Pankreatitis sendiri
dapat disebabkan oleh mediator proinflamasi, virus, bakteri, cacing,
maupun zat-zat farmakologi. Pemeriksaan enzim amylase dan lipase serta
USG/CT scan dapat membantu diagnosis penyakit ini dengan akurat.
- Miokarditis
Terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid sedangkan kelainan
EKG dapat terjadi 10-15% penderita. Pasien dengan miokariditis biasanya
tanpa gejala cardiovaskuler atau dapat berupa keluhan sakit dada, gagal
jantung kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik. Sedangkan pericarditis
sangat jarang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai