Garis keturunan dari MTB memiliki tingkat kekerabatan nukleotida yang identik namun
memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal evolusi, penularan, resistensi obat, interaksi
host, latensi, dan efektifitas vaksin. Species MTB terdiri dari enam lineage dan setiap lineage
memiliki variasi ukuran genom yang beragam. Perbedaan ini berpengaruh terhadap virulensi
MTB yang berdampak pada derajat keparahan, morbiditas dan mortalitas penyakit.
Keragaman genetika MTB berperan penting pada munculnya ancaman global seperti
outbreak tuberkulosis, MDR dan XDR tuberculosis. Pengendalian TB yang baik dapat
dilakukan dengan memahami karakteristik populasi dan genetik inang (host). Namun, penting
juga untuk memahami keragaman genetik patogen.1
Genotipe MTB bertanggungjawab terhadap klinis fenotipe dan merupakan faktor penentuan
tahap virulensi. Strain dari spesies MTB yang berbeda menunjukkan fenotipe seluler dan
klinis yang berbeda. Misalnya, strain lineage 5 dan lineage 6 secara metabolik tumbuh lebih
lambat dan kurang virulen, sedangkan lineage 2 dan lineage 4 lebih virulen dalam hal
keparahan penyakit dan menular cepat dari manusia ke manusia. Selain itu, lokus genom
yang berbeda juga dikaitkan dengan munculnya perbedaan fenotipik seluler dan klinis.1
Analisis hubungan masing-masing strain MTB di beberapa tempat penting bagi kesehatan
masyarakat setempat dan menjadi dasar penelitian epidemiologi klinis. Dalam penelitian
epidemiologi molekuler dan analisis transmisi strain, sekuensing DNA dari M. tuberculosis
memainkan peran penting. Terdapat beberapa metode penentuan genom berdasarkan susunan
nukleotida (DNA) seperti : Whole Genome Sequencing (WGS), spoligotyping,
Mycobacterial Interspersed Repetitive-Unit-Variable-Number Tandem-Repeat (MIRU-
VNTR) typing, Multi Locus Sequence Analysis (MLSA), Large Sequence Polymorphisms
(LSPs) and Single Nucleotide Polymorphisms (SNPs) dan Principal Genetic Group (PGG).1
Metode sekuensing ini mengidentifikasi, mengukur, dan membandingkan seluruh gen seperti
sekuens DNA, variasi struktural, ekspresi gen, atau elemen regulasi dan fungsional pada
skala genom. Analisis filogeni untuk studi epidemiologi menggunakan analisis multilokus
sekuens nukleotida MTB dengan Teknik CRISPR, VNTR (spoligotyping), dan MIRU-
VNTR. Prinsip teknik CRISPR adalah mengulangi urutan spacer, dan pengulangan ini harus
sesuai dengan panjang dan urutan DNA. Kadang-kadang perbedaan pengulangan dapat
ditemukan, tetapi sangat jarang. Teknik VNTR dapat menemukan mutasi dalam sekuens
DNA berulang kali. Oleh karena itu, teknik ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan
membedakan kekerabatan makhluk hidup. Pemeriksaan gen dengan teknik ini dilakukan
secara tepat dan sensitif karena adanya kestabilan pada lokus gen target. Metode WGS dalam
analisis filogenetik menggunakan 108 strain MTB yang tersebar di seluruh dunia. Filogeni ini
memiliki kemiripan dengan strain yang dianalisis menggunakan metode LSP. Analisis
MIRU-VNTR dan LSP menunjukkan tingkat kekerabatan yang signifikan, dan mereka
dianggap memiliki dasar yang kokoh untuk klasifikasi filogeni oleh metode lainnya.
Comas et al. menyusun filogeni MTB yang menginfeksi manusia menjadi enam lineage (1
sampai 6). Dalam kerangka filogeni, M. tuberculosis dibagi menjadi beberapa lineage dan
strain berdasarkan analisis spoligotyping. Strain The East-African Indian (EAI) adalah strain
dari lineage 1, strain lainnya seperti strain Beijing dan Central-Asian (CAS) masing-masing
dari lineage 2 dan 3. Strain Cameroon, Uganda, X, Haarlem, and Latin-American-
Mediterranean (LAM) adalah strain dari lineage 4 sementara strain AFR1 and AFR2
(dikenali sebagai strain Mycobacterium africanum) adalah strain dari lineage 5 and 6.1
Kerangka filogeni WGS membentuk dasar analisis filogeni Sreevatsan et al., yang
menggunakan dasar analisis polimorfisme dari dua gen pengkode untuk mengklasifikasikan
keturunan MTB menjadi tiga kelompok berdasarkan metode Principal Genetic Group (PGG).
MTB dalam lineage 1 , 2, 3, 5, dan 6 adalah organisme yang dikategorikan dalam kelompok
PGG1. Strain MTB dalam lineage 4 dikategorikan dalam kelompok PGG2, dan strain
H37Rv, T16, T78, T38, dan T60 dikategorikan dalam kelompok PGG3.1
Kerangka filogeni berbasis MLSA dibangun berdasarkan analisis data dari sekumpulan besar
rangkaian gen pengkode yang dikumpulkan secara global. Berdasarkan analisis tersebut maka
kerangka filogeni dibagi menjadi lineage Philippines, Indian Ocean, West Africa 1 and 2,
India and East Africa, East Asia, Europe, dan America. Setiap kelompok strain diberi label
sesuai dengan dominasinya di wilayah geografis tertentu.1
Comas et al. melakukan studi yang mengevaluasi pergerakan manusia di Afrika, dan
membuktikan bahwa populasi genetik MTB dikaitkan dengan struktur geografis tertentu.
Oleh karena itu, nama dari setiap lineage juga mencerminkan hubungan geografis ini.
Misalnya, lineage 1 sangat umum di negara-negara Afrika Timur, Filipina, dan Samudra
Hindia. Sementara itu, lineage 2, 3, 4, dan 5 masing-masing banyak di sekitar Asia Timur,
Afrika Timur- Asia Tengah, Eropa Amerika, dan Afrika Barat.1
Spacer oligonucleotide typing (Spoligotyping) adalah metode genotipe pertama berbasis PCR
yang digunakan dalam MTB Complex (MTBC) skala besar. Teknik ini dilakukan berdasarkan
amplifikasi DNA pada bagian dari lokus DR (direct repeat) yaitu lokus yang terdiri dari
banyak sekuens pendek ulang langsung/direct repeat (DR) 36 bp yang diperantai oleh
sekuens spacer oligonucleotides tidak berulang berukuran 35-41 bp, yang unik dan bervariasi
pada setiap galur M. tuberculosis complex, sebagai target amplifikasi. Amplifikasi dilakukan
dengan Uji PCR memakai primer Dra dan DRb yang berasal dari sekuens DR dengan arah
polimerisasi menuju ke luar menjauhi DR.2
DNA hasil amplifikasi ini kemudian dihibridisasi dengan 1 set pelacak oligonukleotida
spacer, terdiri dari 43 jenis oligonukleotida yang diperoleh dari sekuens spacer galur M.
tuberculosis H37Rv dan M. bovis BCG. Sebanyak 37 sekuens oligonukleotida spacer didapat
dari galur H37Rv dan 6 oligonukleotida spacer didapat dari M. bovis BCG. Hibridisasi
dilakukan dengan penempelan (annealing) DNA hasil PCR kepada pelacak oligonukleotida
spacer sintetik yang terlebih dahulu telah difiksasikan pada membran yang digunakan.
Hibridisasi antara DNA hasil PCR dengan pelacak oligonukleotida spacer yang terletak di
antara daerah DR ini, akan dapat memperlihatkan perbedaan antar galur M. tuberculosis
complex. Spoligotyping klasik membutuhkan keterampilan tinggi pada tahap hibridisasi
meskipun relatif tidak mahal.2
Pola spoligotipe menunjukkan bahwa lebih dari 13.008 isolat dikelompokkan menjadi 813
jenis yang sama (90% isolat utuh). Terdapat enam aturan utama klasifikasi (A sampai F)
untuk mendapatkan organisasi filogeni yang lebih baik. Berdasarkan enam aturan klasifikasi
tersebut, terdapat pembentukan 36 klade utama isolat MTB dan sembilan kelompok strain.
Klade menyajikan semua garis keturunan organisme dan semua keturunannya mulai dari
nenek moyang hingga semua spesies turunannya. Beberapa klade utama yang diidentifikasi
adalah klade Beijing, klade EAI, klade Haarlem, klade LAM, CAS, klade Eropa (dengan
penanda IS6110 rendah), klade X (kebanyakan ditemukan di AS dan Inggris), klade T
( ditandai dengan tidak adanya spacer 33-36). Sembilan strain dari klasifikasi ini adalah
Mycobacterium africanum, Beijing, M. bovis, EAI, CAS, T, Haarlem, X, dan LAM (96,9%
kesamaan berdasarkan hubungan filogenetik famili MTB). Strain Beijing merupakan salah
satu penyebab resistensi obat tuberkulosis di dunia. Peningkatan prevalensi strain ini menjadi
isu penting dalam pengendalian tuberkulosis.1
Metode PGG mengklasifikasikan isolat menjadi satu dari tiga kelompok berdasarkan varian
gen katG dan gyrA yang tidak identik. Dua gen pengkode M. tuberculosis, yaitu kodon katG
463 dan kodon gyrA 95 menunjukkan polimorfisme tinggi tanpa keterlibatan resistensi obat
anti tuberkulosis. Semua anggota MTB ditetapkan ke salah satu dari tiga grup PGG
berdasarkan lokasi polimorfisme yang terjadi di kedua gen tersebut. Berdasarkan
polimorfisme pada kedua gen tersebut, Sreevatsan et al. melakukan analisis strain terhadap
6000 isolat di Houston dan New York. Hasil penelitian didapatkan 48 cluster besar yang
dikelompokkan berdasarkan genotipe mereka menjadi PGG 1, 2, dan 3.3
Organisme golongan PGG1, suatu kelompok strain dengan riwayat evolusi dan karakteristik
yang mirip dengan M. bovis, merupakan penyebab Tuberkulosis Bovine. Ini termasuk strain
khusus isolate M. bovis, New York city IS6110 tipe W strain, Houston IS6110 tipe 002, 003,
007, 015, dan 003. Polimorfisme isolat M. bovis, M. microti, dan M. africanum memiliki
karakteristik sesuai PGG1. Beberapa strain yang termasuk dalam PGG2 adalah strain
Erdman, New York city strain C, Houston IS6110 tipe 004, 006, 016, 020, dan 030.
Sedangkan strain MTB lainnya yang termasuk dalam PGG3 adalah strain H37Ra, H37Rv,
dan Houston IS6110 tipe 001.3
Daftar Pustaka
1. Yanti Y, Mulyadi, Soetjipto, Mertaniasih NM, Amin M. Phylogeny magnitude of
mycobacterium tuberculosis based on genomic analysis. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan Indonesia 2020;11(2):191-7.
2. Dharmayanti N.L.P.I. Filogenetika molecular : metode taksonomi organisme
berdasarkan sejarah evolusi. Wartazoa 2011;21(1).
3. Kusumawati RL. Deteksi sekaligus pembedaan galur secara langsung dari spesimen
klinik dan isolat mycobacterium tuberculosis dengan teknik spoligotyping. [master’s
tesis] Jakarta : Universitas Indonesia;2001. 64 h.