Anda di halaman 1dari 15

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT MAKALAH

FAKULTAS KEDOKTERAN Mei 2020


UNIVERSITAS PATTIMURA

TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK

Disusun oleh:

Fazri Muhaimin (2018-84-094)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

Terapi oksigen hiperbarik atau hyperbaric oxygen therapy (HBOT) adalah


suatu terapi yang dilakukan dengan cara memberikan 100% oksigen bertekanan
kepada pasien Oksigen tersebut memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada
tekanan udara atmosfir, biasanya hingga mencapai 3 ATA. Pada mulanya, terapi
ini diperuntukkan bagi penderita decompression sickness yang sering dialami oleh
para penyelam. Seiring dengan berjalannya waktu serta melalui berbagai uji coba,
terapi ini juga efektif dan terbukti mampu membantu dalam menyembuhkan
berbagai penyakit, terutama terkait dengan restrukturisasi sel-sel tubuh yang
rusak. Dewasa ini, penggunaan HBOT semakin populer karena dapat membantu
proses penyembuhan beberapa penyakit klinis. Lebih dari itu, HBOT juga
dipergunakan untuk menjaga kecantikan, kebugaran, serta meningkatkan stamina.1
Melihat kegunaan dari terapi oksigen hiperbarik yang sangat luas dalam
mengatasi berbagai penyakit serta jumlah pasien yang membutuhkannya maka
keberadaan alat terapi tersebut diperlukan dalam jumlah yang banyak. Akan
tetapi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa ketersediaan alat HBOT di
Indonesia sangatlah terbatas. Sejauh ini, hanya beberapa rumah sakit yang
memiliki alat HBOT, antara lain: RSAL Dr. Ramelan, Surabaya; RS PT Arun,
Aceh; RSAL Dr Midiyatos, Tanjung Pinang; RSAL Dr Mintohardjo, Jakarta; RS
Pertamina Cilacap; RSU Sanglah, Denpasar; RS Pertamina Balikpapan; RS
Gunung Wenang, Manado; RSU Makasar; RSAL Halong, Ambon; dan RS
Petromer, Sorong.2

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Hiperbarik
Terapi oksigen hiperbarik diperkenalkan pertama kali oleh Behnke pada
tahun 1930. Saat itu terapi oksigen hiperbarik hanya diberikan kepada para
penyelam untuk menghilangkan gejala penyakit dekompresi (Caisson’s disease)
yang timbul akibat perubahan tekanan udara saat menyelam, sehingga fasilitas
terapi tersebut sebagian besar hanya dimiliki oleh beberapa rumah sakit TNI AL
dan rumah sakit yang berhubungan dengan pertambangan.3,4
Terapi oksigen hiperbarik mungkin baru segelintir orang yang
mengenalnya. Di Indonesia sendiri, terapi oksigen hiperbarik pertama kali
dimanfaatkan pada tahun 1960 oleh Lakesla yang bekerjasama dengan RSAL Dr.
Ramelan, Surabaya. Hingga saat ini fasilitas tersebut merupakan yang terbesar di
Indonesia. Adapun beberapa rumah sakit lain yang memiliki fasilitas terapi
oksigen hiperbarik adalah: (RS PT Arun Aceh, RSAL Dr Midiyatos, Tanjung
Pinang, RSAL Dr Mintohardjo Jakarta, RS Pertamina Cilacap, RS Panti Waluyo
Solo, Lakesla TNI AL Surabaya, RSU Sanglah Denpasar, RS Pertamina
Balikpapan, RS Gunung Wenang Manado, RSU Makassar, RSAL Halong
Ambon, RS Petromer Sorong). 4
Dasar dari terapi oksigen hiperbarik sedikit banyak mengandung prinsip
fisika. Teori Toricelli yang mendasari terapi digunakan untuk menentukan
tekanan udara 1 atm adalah 760 mmHg. Dalam tekanan udara tersebut komposisi
unsur-unsur udara yang terkandung didalamnya mengandung Nitrogen (N 2) 79 %
dan Oksigen (O2) 21%. Dalam pernafasan kita pun demikian. Pada terapi oksigen
hiperbarik oksigen ruangan yang disediakan mengandung Oksigen (O 2) 100%.
Terapi oksigen hiperbarik juga berdasarkan teori fisika dasar dari hukum-hukum
Dalton, Boyle, Charles dan Henry.3,5
Sedangkan prinsip yang dianut secara fisiologis adalah bahwa tidak
adanya O2 pada tingkat seluler akan menyebabkan gangguan kehidupan pada
semua organisme. Oksigen yang berada di sekeliling tubuh manusia masuk ke
dalam tubuh melalui cara pertukaran gas. Fase-fase respirasi dari pertukaran gas

3
terdiri dari fase ventilasi, transportasi, utilisasi dan difusi. Dengan kondisi tekanan
oksigen yang tinggi, diharapkan matriks seluler yang menopang kehidupan suatu
organisme mendapatkan kondisi yang optimal.3,5
Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) adalah terapi medis dimana pasien
dalam suatu ruangan menghisap oksigen tekanan tinggi (100%) atau pada tekanan
barometer tinggi (hyperbaric chamber). Kondisi lingkungan dalam HBOT
bertekanan udara yang lebih besar dibandingkan dengan tekanan di dalam
jaringan tubuh (1 ATA). Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada waktu
menyelam atau di dalam ruang udara yang bertekanan tinggi (RUBT) yang
dirancang baik untuk kasus penyelaman maupun pengobatan penyakit klinis.
Individu yang mendapat pengobatan HBOT adalah suatu keadaan individu yang
berada di dalam ruangan bertekanan tinggi (>1 ATA) dan bernafas dengan
oksigen 100%. Tekanan atmosfer pada permukaan air laut sebesar 1 atm. Setiap
penurunan kedalaman 33 kaki, tekanan akan naik 1 atm. Efek fisiologis dapat
dijelaskan melalui mekanisme oksigen yang terlarut plasma. Pengangkutan
oksigen ke jaringan meningkat seiring dengan peningkatan oksigen terlarut dalam
plasma. Bahkan, kian populernya khasiat dan manfaat terapi ini, pemakaiannya
telah semakin meluas sebagai terapi kebugaran tubuh serta untuk kecantikan
sebagai terapi yang bertujuan memberikan efek tampil awet muda.3,5
B. Oksigen Hiperbarik
Oksigen adalah suatu gas yang merupakan unsur vital dalam proses
metabolisme seluruh sel tubuh. Adanya kekurangan oksigen dapat menyebabkan
kematian jaringan dan mengancam kehidupan seseorang. Tetapi tidak banyak
orang yang tahu, selain dalam proses pernafasan dan metabolisme, oksigan juga
memiliki peran dalam pembentukan kolagen dan perbaikan jaringan sehingga
pemberian oksigen yang dapat membantu dalam proses penyembuhan luka
maupun dalam proses anti penuaan.3
Secara umum, terapi oksigen hiperbarik (HBOT=Hyperbaric oxygen
therapy) merupakan suatu metode pengobatan dimana pasien diberikan
pernapasan oksigen murni (100%) pada tekanan udara yang dua hingga tiga kali
lebih besar daripada tekanan udara atmosfer normal, yaitu 1 atm (760 mmHg).

4
Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau berada
dalam ruangan udara bertekanan tinggi (hyperbaric chamber) yaitu suatu ruang
kedap udara terbuat dari perangkat keras yang mampu diberikan tekanan lebih
besar dari 1 atm (ruang kompresi) beserta sumber oksigen dan sistem
penyalurannya ke dalam ruang rekompresi tersebut.3,5
Dalam kondisi normal, oksigen dibawa oleh sel darah merah keseluruh
tubuh. Tekanan udara yang tinggi, akan menyebabkan jumlah oksigen yang
dibawa oleh sel darah merah meningkat hingga 400%. Terapi ini merupakan
terapi komplementer yang dilakukan bersama dengan terapi medis konvensional.3
C. Mekanisme Pengobatan Hiperbarik
Hyperbaric oxygen therapy (HBOT) memiliki mekanisme dengan
memodulasi nitrit okside (NO) pada sel endotel. Pada sel endotel ini HBOT juga
meningkatkan intermediet vasculer endotel growth factor (VEGF). Melalui siklus
Krebs terjadi peningkatan NADH yang memicu peningkatan fibroblast. Fibroblast
yang diperlukan untuk sintesis proteoglikan dan bersama dengan VEGF akan
memacu kolagen sintesis pada proses remodeling, salah satu tahapan dalam
penyembuhan luka.3
Oksigen hiperbarik adalah suatu cara pengobatan dimana pasien
menghirup oksigen murni (100%) pada tekanan udara lebih besar dari pada
tekanan udara atmosfer normal. Pengobatan oksigen hiperbarik ini, berpengaruh
pada pengiriman oksigen secara sistemik dimana terjadi peningkatan 2 sampai 3
kali lebih besar dari pada atmosfir biasa. Mekanisme diatas berhubungan dengan
salah satu manfaat utama HBOT yaitu untuk penyembuhan luka. Pada bagian luka
terdapat bagian tubuh yang mengalami edema dan infeksi. Di bagian edema ini
terdapat radikal bebas dalam jumlah yang besar. Daerah edema ini mengalami
kondisi hipo-oksigen karena hipoperfusi. Peningkatan fibroblast sebagaimana
telah disinggung sebelumnya akan mendorong terjadinya vasodilatasi pada daerah
edema tersebut. Jadilah kondisi daerah luka tersebut menjadi hipervaskular,
hiperseluler dan hiperoksia. Dengan pemaparan oksigen tekanan tinggi, terjadi
peningkatan IFN-γ, i-NOS dan VEGF. IFN-γ menyebabkan TH-1 meningkat yang
berpengaruh pada B-cell sehingga terjadi peningkatan Ig-G. Dengan

5
meningkatnya Ig-G, efek fagositosis leukosit juga akan meningkat. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pada luka, HBOT berfungsi menurunkan infeksi dan
edema.3,5
Adapun cara kerja HBOT pada prinsipnya adalah diawali dengan
pemberian O2 100%, tekanan 2-3 Atm. Tahap selanjutnya dilanjutkan dengan
pengobatan decompresion sickness. Maka akan terjadi kerusakan jaringan,
penyembuhan luka, hipoksia sekitar luka. Kondisi ini akan memicu meningkatnya
fibroblast, sintesa kolagen, rasio RNA/DNA, peningkatan leukosit killing, serta
angiogenesis yang menyebabkan neovaskularisasi jaringan luka. Kemudian akan
terjadi peningkatan dan perbaikan aliran darah mikrovaskular. Densitas kapiler
meningkat sehingga daerah yang mengalami iskemia akan mengalami reperfusi.
Sebagai respon, akan terjadi peningkatan NO hingga 4-5 kali dengan diiringi
pemberian oksigen hiperbarik 2-3 ATA selama 2 jam. Hasilnya pun cukup
memuaskan, yaitu penyembuhan jaringan luka. Terapi ini paling banyak
dilakukan pada pasien dengan diabetes mellitus dimana memiliki luka yang sukar
sembuh karena buruknya perfusi perifer dan oksigenasi jaringan di distal.3,5
Sebelum menjalani terapi, mekanisme yang paling utama adalah sebelum
terapi pasien harus menjalani pemeriksaan terlebih dahulu, antaranya:3,5
 Menyebutkan atau mengisi riwayat kesehatan pasien. Hal ini penting
dilakukan untuk menghindari terjadinya kontraindikasi dan komplikasi.
 Melakukan pemeriksaan foto toraks (rontgen). Tujuannya untuk mendeteksi
apakah jantung dan paru-paru dalam kondisi baik atau sebaliknya. Jika
ternyata mengalami tuberkolosis, misalnya konsultasikan pada ahli paru agar
diobati. Bila perlu pasien dianjurkan membeli masker sendiri untuk
menghindari penularan penyakit itu pada orang lain. Intinya pemeriksaan ini
bertujuan mengetahui secara persis kondisi keseluruhan si pasien dan untuk
mencari faktor penyebab penyakit. Sekali lagi, upaya tersebut dilakukan
semata-mata untuk menghindari kemungkinan efek samping yang terjadi.
Selain fungsinya dalam penyembuhan luka dan neovaskularisasi maupun
hiperoksigenasi dalam mengatasi iskemik, OHB juga memiliki mekanisme lain
antara lain sebagai antimikroba, dari penelitian yang dilakukan, sebagai zat anti

6
mikroba, oksigen tidak bersifat selektif, nampaknya oksigen menghambat bakteri
gram positif maupun negative dengan kekuatan yang sama. Jadi dengan demikian
oksigen dapat dianggap obat antimikroba yang bersifat bakterisid sedangkan
terhadap kuman aerob bersifat bakteriostatik. Selain itu ditemukan bahwa oksigen
hiperbarik mempunyai efek mencegah pertumbuhan fungi, alga ,dan protozoa,
namun efek HBO terhadap virus hasilnya masih saling bertentangan. Ada yang
dihambat, ada pula yang di rangsang sehingga disimpulkan infeksi oleh virus
termasuk salah satu kontraindikasi relative terhadap pemakaian HBO.6
D. Indikasi Terapi Hiperbarik
Pada penyelaman, saat penyelam menuju ke dasar dan selama di kedalaman
terjadi saturasi jaringan tubuh oleh gas nitrogen, sebaliknya saat penyelam menuju
ke permukaan terjadi desaturasi. Desaturasi jaringan tubuh penyelam oleh gas
nitrogen/gas lembam lainya diatur menurut prosedur dekompresi. Jika terjadi
kesalahan prosedur dekompresi atau prosedur berenang naik menuju ke
permukaan, setibanya di stasiun dekompresi tertentu atau dipermukaan dapat
terjadi keadaan supersaturasi (lewat jenuh) jaringan tubuh oleh gas Nitrogen.
Helium maupun gas lembam lainnya tergantung jenis gas pernafasan yang
dipakai.2
Jika supersaturasi tadi melampaui nilai kritis (nilai maksimum) tekanan
partial gas nitrogen yang dapat dilarutkan oleh tubuh pada tekanan tertentu, maka
sesuai hukum Henry sebagian larutan gas nitrogen akan berubah menjadi gas
kembali sehingga terbentuklah gelembung gas lembab. Gelembung gas lembam
yang terjadi dapat menyebabkan penyakit dekompresi maupun emboli pada
penyelam. Jika diberikan tekanan tinggi pada tubuh kita maka gelembung tadi
akan mengecil volume dan diameter nya ,selain itu gelembung nitrogen akan
kembali menjadi larutan.2
Jika pada penderita penyakit dekompresi dan emboli diberikan oksigen
tekanan tinggi maka resolusi gelembung nitrogen akan berlangsung lebih cepat
dan efektif ,dibandingkan jika penderita diberikan udara tekanan tinggi. Untuk
efektivititas hasil terapi OHB maka OHB harus dilaksanakan sebelum 5-6 jam
sejak munculnya gejala, maksimum 12 jam. Semakin cepat dilaksanakan terapi

7
OHB hasilnya semakin baik karena belum terjadi komplikasi mekanis dan
biokimaiwi yang ditimbulkan oleh bubble sehingga belum ada kerusakan jaringan
yang permanen.2
Selain indikasi akibat peyakit penyelaman, sesuai dengan mekanisme
fisiologis dari terapi oksigen hiperbarik berikut ini juga merupakan penyakit klinis
yang dapat diobati dengan terapi hiperbarik antara lain keracunan karbon
monoksida dan asap, insufisiensi arteri, terapi pencangkokan kulit, penyakit
iskemia akibat trauma, abses intracranial, nekrosis jaringan lunak akibat infeksi,
kerusakan jaringan akibat radiasi dan luka bakar. Lebih dari itu, HBOT juga
dipergunakan untuk menjaga kecantikan, kebugaran, serta meningkatkan stamina.2
Kesalahan prosedur dekompresi sering menimbulkan “Silent bubble“
(glembung gas yang tidak menimbulkan gejala) yang tidak diketahui oleh
penyelam. Oleh karena itu pada semua kasus omitted decompression perlu
dilakukan rekompresi, dapat dengan Tabel dekompresi baik di dalam RUBT
maupun di air, atau dengan Tabel Pengobatan. Dalam hal ini di kalangan
penyelam yang paling sering digunakan adalah tabel rekompresi dari US Navy.2

Tabel 5. Decompresion Sickness Tipe 1

Digunakan untuk mengobati pain only Decompresion sickness, jika gejala hilang
< 10 menit pada 60 fsw.2

8
Tabel 6. Dekompresi Tipe Serius (berat)2

Digunakan untuk DCS Tipe 1 yang gejala nya tidak hilang dengan table pada
kedalaman 60 fsw selama 10 menit atau untuk DCS Tipe 2.

9
Tabel 6a : Decompresion Sickness Tipe 2

Digunakan untuk pengobatan gas emboli / dicurigai ada gas emboli atau kasus
yang tidak dapat ditentukan diagnosanya

10
11
E. Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
Berikut ini merupakan kontraindikasi relatif, dalam terapi oksigen hiperbarik
selain dari kontraindikasi absolutnya (penumotoraks), dimana keadaan ini dapat
dilakukan terapi OHB namun setelah kontraindikasi teratasi:1,2
 Infeksi saluran napas bagian atas, yang menyulitkan penderita untuk
melaksanakan ekualisasi. Dapat ditolong dengan menggunakan dekongestan
dan miringotomi bilateral.
 Sinusitis kornis, menyulitkan penderita untuk melaksanakan ekualisasi, dapat
diberikan dekongestan dan miringitomi bilateral
 Kejang, yang menyebabkan penderita lebih mudah terserang konvulsi
oksigen. Namun bilamana diperlukan, penderita sebelumnya dapat diberi anti
konvulsan.
 Emfisema yang disertai retensi CO2. Pada keadan ini ada kemungkinan
bahwa penambahan oksigen lebih dari normal, akan menyebabkan penderita
secara spontan berhenti bernafas akibat hilangnya rangsangan hipoksik. Pada
penderita-penderita dengan penyakit paru disertai retensi CO2, terapi oksigen
hiperbarik dapat dikerjakan bila penderita di intubasi dan memakai ventilator.
 Panas tinggi yang tidak terkontrol, dapat merupakan predisposisi terjadinya
konvulsi oksigen. Namun kemungkinan ini dapat diperkecil dengan
pemberian aspirin dan selimut hipotermia. Juga sebagai pencegahan dapat
diberikan anti konvulsan.
 Riwayat Operasi dada. Operasi dada dapat menyebabkan terjadinya
lukadengan “arr trapping” yang menimbulkan terjadinya waktu dekompresi.
Namun setiap operasi dada harus diteliti kasus demi kasus untuk menentukan
langkah-langkah yang harus diambil. Tetapi jelas proses dekompresi harus
dilakukan sangat lambat.
 Riwayat Operasi telinga. Penderita yang mengalami operasi pada telinga
dengan penempatan kawat atau topangan plastic di dalam telinga setela
stapedoktomi, mungkin suatu kontraindikasi pemakian oksigen hiperbarik,
sebab perubahan tekanan dapat mengganggu impian tersebut. Konsultasi
dengan ahli THT dalam hal ini diperlukan.

12
 Kerusakan paru asimotmatik yang ditemukan pada pnerangan atau
pemotretan dengan sinar –x ,memerlukan proses dekompresi yang sangat
lambat. Menurut pengalaman, waktu dekompresi antara 5-10 menit tidak
menimbulkan masalah.
 Infeksi virus. Pada perocobaan binatang ditemukan bahwa infeksi virus
menjadi lebih hebat bila binatang tersebut diberi terapi oksigen hiperbarik.
Dengan alas an ini dialnjutkan agar penderita yang terkena salesma (Cold)
menunda pengobatan dengan okisgen hiperbarik sampai gejala akut
menghilang, apabila penderita tidak memerlukan pengobatan segera dengan
oksigen hiperbari.
 Riwayat neuritis optic. Pada beberapa penderita dengan riwayat neuritis
optik, terjadinya kebutaan diubungkan dengan terapi oksigen hiperbarik.
Namun, kasus yang terjadi sangat sedikit. Tetapi jika ada penderita dengan
riwayat neuritis optic, diperkirakan mengalami gangguan penglihatan yang
berhubungan retina bagaimanapun kecilnya pemberian oksigen hiperbarik
harus segera dihentikan dan perlu konsultasi dengan ahli mata.

13
BAB III
KESIMPULAN

Terapi oksigen hiperbarik atau hyperbaric oxygen therapy (HBOT) adalah


suatu terapi yang dilakukan dengan cara memberikan 100% oksigen bertekanan
kepada pasien Oksigen tersebut memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada
tekanan udara atmosfir, biasanya hingga mencapai 3 ATA. Selain fungsinya
dalam penyembuhan luka dan neovaskularisasi maupun hiperoksigenasi dalam
mengatasi iskemik, HBOT juga memiliki mekanisme lain antara lain sebagai
antimikroba, Lebih dari itu, HBOT juga dipergunakan untuk menjaga kecantikan,
kebugaran, serta meningkatkan stamina.
Kesalahan prosedur dekompresi sering menimbulkan “Silent bubble“
(glembung gas yang tidak menimbulkan gejala) yang tidak diketahui oleh
penyelam. Oleh karena itu pada semua kasus omitted decompression perlu
dilakukan rekompresi, dapat dengan Tabel dekompresi baik di dalam RUBT
maupun di air, atau dengan Tabel Pengobatan.
Terapi OHB memiliki kontraindikasi absolut maupun relative, absolut
adalah pneumotoraks, sedangkan relative antara lain, ISPA, Sinusitis kronik,
emfisema, kejang, neruritis optic, kehamilan, infeksi virus dan lain-lainl.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Supondha, Erick. Terapi Oksigen Hiperbarik (TOHB), Matana Publishing :


2014
2. Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik, Lembaga Kesehatan Kelautan
(LAKES LA), 2000
3. Sahni T, Singh P, John MJ. Hyperbaric oxygen therapy : current trends and
applications. New Delhi: JAPI; 2003.
4. Oktaria S. Terapi oksigen hiperbarik. Perhimpunan Kesehatan Hiperbarik
Indonesia. Jakarta;2016
5. McDonagh MS, Carson S, Ash JS, Russman BS, Stavri PZ, Krages KP et al.
Evidence report/technology assessment: hyperbaric oxygen therapy for brain
injury, cerebral palsy, and stroke. USA: AHRQ Publication; 2003.

15

Anda mungkin juga menyukai