Anda di halaman 1dari 16

PENGAWASAN PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN

OLEH HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT

Oleh:

Mangalap Tua Sitanggang


email: mangalapsitanggang@gmail.com
Universitas Langlangbuana

ABSTRAK

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana kemudian ditegaskan pula dengan
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas
Hakim Pengawas Dan Pengamat yang menghendaki adanya Hakim Pengawas dan
Pengamat sesudah putusan dijatuhkan untuk mengawasi secara langsung terhadap
narapidana selama mereka menjalani pemidanaan. Peran Hakim Pengawas dan Pengamat
sebagaimana diatur dalam pasal 277 sampai dengan pasal 285 KUHP dan no. 7 Tahun
1985, dalam pelaksanaan kontrol terhadap hasil laporan narapidana yang dibuat dan
disampaikan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan. Peran dimaksud dilakukan untuk
menghindari tidak terjadinya kesalahpahaman antara Hakim Pengawas dan Pengamat
dengan petugas Lembaga Pemasyarakatan. Hambatan yang ditemui selain Undang-
Undang tidak mengatur secara jelas hak dan wewenang serta sanksi Hakim Pengawas dan
Pengamat, juga tindak lanjut dari hasil pengawasan dan pengamatan belum efektif. Untuk
kelancaran pelaksanaan pengawasan dan pengamatan, seharusnya peran Hakim Pengawas
dan Pengamat tidak hanya sebatas mengawasi dan mengamati narapidana dan membuat
laporan saja akan tetapi dapat dikembangkan lagi ke arah pencegahan tidak terulangnya
perbuatan-perbuatan yang dianggap melanggar hukum yang dilakukan oleh narapidana
berupa pemberian sanksi yang tegas terhadap narapidana yang melakukan pelanggaran
hukum selama menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindari terjadinya pengulangan tindak pidana serta menjaga wibawa dan
kemurnian tujuan daripada Lembaga Pemasyarakatan.

Kata Kunci: Pengawasan dan Pengamatan, Hakim Pengawas, Narapidana.

1
ABSTRACT

In the Criminal Procedure Code, it is also confirmed by the Supreme Court Circular no.
7 of 1985 on the Implementation Guidance of Judges of Supervisors and Observers who
require the presence of a supervisory judge and observer after the verdict is imposed to
supervise directly against the prisoners during their conviction. The role of the
supervisory judge and observer as provided for in articles 277 up to article 285 of the
Criminal Code and no. 7 of 1985 the execution of controls on the results of inmate
reports made and submitted by Head of The Penal Institutions. The role is intended to
avoid the occurrence of misunderstanding between the supervisory judge and observer
with the prison officer. Obstacles encountered other than the law do not clearly regulate
the rights and authorities and sanctions of supervisory and observer judges, as well as
the follow-up of monitoring and observation results have not been effective. For the
smooth conduct of supervision and observation, the role of supervisor and observer
judges should not only be limited to supervising and observing the prisoners and
reporting but also can be developed towards the prevention of non-repetition of unlawful
acts committed by prisoners in the form of strict sanctions against prisoners who commit
a criminal offense while serving a sentence in a penitentiary. This is intended to avoid
repetition of criminal acts and to maintain the prestige and purity of purpose rather than
the Penal Institutions.

Keywords: Supervision and Observation, Supervisory Judge, Inmates

2
PENDAHULUAN dan orang-orang yang dipersamakan
dengan mereka.
Negara Republik Indonesia adalah
Negara Hukum berdasarkan Pancasila dan Sejalan dengan politik hukum
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang nasional kita yang menghendaki
menjunjung tinggi hak asasi manusia serta diciptakannya hukum nasional yang
yang menjamin Warga Negara bersamaan mempunyai ciri kodifikasi dan unifikasi
kedudukannya di dalam hukum dan wajib hukum di bidang-bidang tertentu
menjunjung hukum dan pemerintahan itu berdasarkan Pancasila dan Undang-
dengan tidak ada kecuali (Karyadi:1981). Undang Dasar 1945, maka lahirlah UU
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Pembangunan di bidang hukum
Acara Pidana yang disebut Kitab
diperlukan sebagai usaha Peningkatan
Undang-Undang Hukum Acara Pidana
dan Penyempurnaan, Pembinaan
(KUHAP) dimuat dalam L.N. Tahun
Hukum Nasional dengan mengadakan
1981 No. 76 dan TLN No. 3209, yang
penyusunan Undang-Undang, Salah satu
dengan tegas mencabut HIR (Staatsblad
produk yang sudah berhasil dilahirkan
tahun 1941 No. 44) jo UU Nomor 1
adalah UU Nomor 8 Tahun 1981
Drt. Tahun 1951 (L.N. Tahun 1951 No.
tentang Hukum Acara Pidana
59 dan TLN No. 81) sepanjang yang
(KUHAP). Sebelum UU Nomor 8
mengatur hukum acara Pidana. Lahirnya
Tahun 1981 lahir, hukum acara yang
Undang-Undang Hukum Acara Pidana
berlaku di Indonesia adalah Undang-
merupakan era baru dalam dunia
Undang yang merupakan peninggalan
peradilan di Indonesia. Selain
kolonial Belanda yaitu HIR (Herziene
merupakan produk Nasional yang
Inlandsch Reglement) Staatsblad tahun
menggantikan hukum ciptaan kolonial,
1941 Nomor 44, dengan demikian
juga memberikan spesialisasi,
perkara pidana sebelum KUHAP
diferensiasi dan kompartemenisasi
diundangkan, terhadap tersangka masih
dalam pelaksanaan dan pembagian tugas
diberikan pasal-pasal HIR itu.
penyidik, penuntut umum, dan hakim
HIR yang disusun pada zaman
dalam pelaksanaan penegakan hukum
penjajahan Belanda oleh pemerintah
yang mengandung koordinasi dalam
kolonial diciptakan untuk mengatur
pelaksanaan tugas tersebut (Penjelasan
tugas dan wewenang Kepolisian,
KUHAP: 115).
pengadilan sipil dan penuntutan perkara
Agar masyarakat menghayati hak
pidana terhadap golongan bumi putera
dan kewajibannya dan untuk
meningkatkan pembinaan sikap para

3
pelaksana penegak hukum sesuai dengan dalam keadaan sebagai narapidana, hak
fungsi dan wewenang masing-masing ke asasi manusia merupakan hak dasar
arah tegaknya hukum, keadilan dan manusia yang harus tetap diberikan tanpa
perlindungan terhadap harkat dan memandang perbedaan bangsa, suku, ras,
martabat manusia, ketertiban serta agama, jenis kelamin, maupun status
kepastian hukum, dan demi pembangunan sosial dan status hukum seseorang.
di bidang hukum maka diadakan suatu Perlindungan terhadap hak-hak
usaha peningkatan dan penyempurnaan narapidana menjadi sangat penting, sebab
pembinaan hukum nasional dengan pelanggaran terhadap hak-hak dasar
mengadakan pembaharuan kodifikasi serta narapidana menyebabkan terganggunya
unifikasi hukum dalam rangkuman pencapaian tujuan pemidanaan, yaitu
pelaksanaan secara nyata dari wawasan memperbaiki perilaku narapidana agar
nusantara yang kemudian, ditetapkanlah kelak berguna di dalam masyarakat, tidak
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 mengulangi perbuatan jahatnya kembali,
Tentang Hukum Acara Pidana. serta memberikan rasa aman dan tenteram
kepada masyarakat. Dalam ungkapan
Undang-Undang tentang hukum
Latin menyatakan bahwa ei incumbit
acara pidana ini ditujukan untuk
probation cuidicit, non qui nwgat yang
melaksanakan peradilan bagi Pengadilan
berarti beban pembuktian ada di pihak
dalam lingkungan peradilan umum dan
yang menyatakan sesuatu, bukan di pihak
Mahkamah Agung dengan mengatur hak
yang membantahnya. Jadi sebelum dapat
serta kewajiban bagi mereka yang ada
dibuktikan apa yang dinyatakan atau
dalam proses pidana, sehingga dengan
dipersangkakan kepadanya, maka
demikian dasar utama Negara Hukum
tersangka tidak dapat dianggap bersalah
dapat ditegakkan.
(Munir Fuady:202).
Dalam hukum acara pidana
Dalam pelaksanaan hak-hak
terdapat asas praduga tak bersalah/
narapidana tidak terlepas dari aspek
presumption of innocence yaitu setiap
birokrasi, karena sebagai narapidana yang
orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
direnggut kebebasannya oleh negara atas
dituntut, dan atau dihadapkan dimuka
dasar hukum, merupakan kelompok yang
sidang Pengadilan, wajib dianggap tidak
vulnerable (rentan) dalam masyarakat.
bersalah sampai adanya putusan
Pengadilan yang menyatakan Sangat terbuka kemungkinan bagi
kesalahannya dan memperoleh kekuatan narapidana menerima perlakuan buruk,
hukum tetap (Yahya Harahap:40). diperiksa demi memperoleh pengakuan
Dengan demikian, meskipun seseorang dengan menggunakan kekerasan, disiksa,

4
menghilangkan hak-hak asasi secara aparat Lembaga Pemasyarakatan, sebagai
paksa, walaupun sesungguhnya apratur negara sipil dalam lembaga
pengakuan yang tidak diperlukan karena pemerintah tersebut. Di sisi lain perlakuan
yang dibutuhkan dari seorang tersangka terhadap narapidana di lembaga
bukanlah pengakuan akan tetapi pemasyarakatan kontradiktif dengan apa
keterangan, keterangan bisa berupa yang diuraikan tadi. Terhadap narapidana
pengakuan dan bisa pula berupa tertentu diberikan pelayanan khusus
penyangkalan. Dalam sejarah hukum di dengan menyediakan fasilitas yang sangat
negara Amerika Serikat misalnya, konsep baik tidak sebagaimana narapidana pada
kebebasan individu ini kemudian umumnya. Terutama bagi narapidana
dikombinasikan dengan konsep yang sebelumnya memiliki pengaruh,
perlindungan hak yang sama (equal memiliki harta kekayaan yang melimpah.
protection) dalam artian semua orang Keistimewaan yang dimaksud disini
(termasuk budak) berhak atas berupa pemberian fasilitas yang berbeda
perlindungan hukum yang sama. Konsep dengan narapidana lainnya seperti kamar
perlindungan hak yang sama ini bermula mewah peralatan dalam kamar tahanan
dari penggalan kalimat dari amandemen yang lebih baik dari kamar narapidana
ke XIV dari konstitusinya yang yang lain. Terdapat narapidana yang
menyatakan “setiap negara (bagian) ruangannya dibuat sedemikian rupa agar
dilarang untuk merampas hak untuk hidup narapidana tersebut hidup nyaman dalam
(life), kemerdekaan (liberty) atau hak menjalani pemidanaan. Kasus lain ada
kepemilikan (property) dari seseorang, pula narapidana yang bebas melancong,
tanpa suatu proses hukum yang adil (due menonton pertandingan olah raga diluar
process of law) atau membantah hak Lembaga Pemasyarakatan tanpa
orang untuk mendapat perlindungan mengindahkan aturan yang berlaku di
hukum yang sama dengan orang lain Lembaga Pemasyarakatan. Tentang
(equal protection of law) (Munir Fuady: narapidana keluar Lembaga
202). Bentuk lain yang bisa diterima oleh Pemasyarakatan bukan berarti tidak
tersangka terdakwa terpidana bahkan diperbolehkan, hal ini bisa dilakukan
sampai pada kewajiban menerima kondisi sepanjang sesuai aturan perundang-
tempat tahanan yang tidak manusiawi dan undangan. Disisi lain ada narapidana
merendahkan martabat manusia, hal inilah yang menjalankan bisnis haram seperti
yang sangat mudah menyiksa batin kasus yang menjeratnya masuk hotel
mereka. Perlakuan-perlakuan buruk prodeo itu. Hal seperti ini menjadi bahan
tersebut hanya mungkin dilakukan oleh sorotan bagi masyarakat, artinya ada

5
permasalahan ada ketidakseimbangan atau melancong, menonton pertandingan olah
kesenjangan antara aturan yang ada raga, dan lain-lain.
dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Menarik untuk dikaji pelaksanaan
Dari sisi aparat Lembaga Pemasyarakatan
Pasal 277 ayat (1) dan ayat (2), Kitab
seperti diungkapkan oleh seorang anggota
Undang Undang Hukum Acara Pidana,
DPR Komisi III, Muhammad Syafii
Bagaimana hakim pengawas dan
menilai permasalahan terkait Lembaga
pengamat (wasmat) melakukan
Pemasyarakatan bersumber dari integritas
pengawasan terhadap pelaksanaan putusan
para penjaga lapas. Syafii menyoroti
Pengadilan.
peristiwa adanya narapidana kasus
korupsi yang bebas keluar-masuk Lapas KAJIAN PUSTAKA
dan pelesiran di luar Lapas. Meminta agar Dalam Sistem Peradilan Pidana
rekrutmen SDM-nya betul-betul memilih (Criminal Justice Sistem) telah diatur
calon-calon kalapas (Kepala Lapas) dan mengenai fungsionalisasi masing-masing
sipir yang punya integritas. Dicontohkan sub sistem, akan tetapi Hakim dengan
juga bahwa kondisi di suatu Lapas, ketika Undang Undang kekuasaan Kehakiman
satu penjaga lapas mengawal 197 memiliki peranan sendiri sebagaimana sub
narapidana. Penjaga tersebut tak keberatan sistem yang lain namun peran hakim
karena dari 197 orang tersebut, sipir akan boleh dikatakan sangat penting dalam
kebagian "jatah". "Jadi kalau satu hari ada pelaksanaan sistem peradilan pidana dan
keluarga yang mau nengok, mau masuk harapan pencari keadilan seolah-olah
pintu sini bayar dulu, pintu sana bayar berada di pundak hakim peradilan pidana.
dulu. Maka dia enggak mau melepas yang Tujuan daripada sistem peradilan pidana
197 tahanan itu, “Penulis menyadari tidak itu sendiri adalah untuk memenuhi
memiliki data lengkap tentang perbuatan espektasi masyarakat dalam upaya
melawan hukum dimaksud tadi. Akan penanggulangan atau pencegahan
tetapi hal ini bisa kita baca dalam kejahatan.
pemberitaan media massa baik elektronik
Tahapan-tahapan dalam Sistem
maupun surat kabar dan media
Peradilan Pidana sudah diatur sedemikian
pemberitaan lainnya, bukan menjadi
rupa. Berdasarkan Undang-Undang
rahasia umum bahwa ada narapidana yang
Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum
dapat keluar Lembaga Pemasyarakatan
Acara Pidana tahap-tahap dimaksud
tidak mengikuti prosedur di Lembaga
dilaksanakan oleh lembaga-lembaga yang
Pemasyarakatan, seperti bepergian
berlainan yaitu : Tahap penyidikan oleh
Kepolisian, Penuntutan oleh Kejaksaan,

6
Peradilan oleh Hakim Pengadilan dan Jaksa Penuntut Umum dengan
Pelaksanaan pemidanaan oleh Lembaga mengeksekusi sesuai putusan Hakim.
Pemasyarakatan, serta lembaga Advokat Proses selanjutnya adalah diserahkan
sebagai penasehat hukum tersangka, kepada Lembaga Pemasyarakatan.
terdakwa, terpidana. Lembaga-Lembaga
Tugas dan wewenang Lembaga
ini masing-masing oleh Undang-Undang
Pemasyarakatan melakukan pembinaan
diberikan tugas dan kewenangan yang
terhadap narapidana agar apa yang
berbeda-beda. Dapat dikemukakan bahwa
menjadi tujuan daripada pemidanaan
Penyidik yang melakukan penyidikan
dapat tercapai yaitu agar terpidana kelak
secara umum tugas dan kewenangannya
setelah selesai menjalani hukuman
adalah mencari dan mengumpulkan bukti
menjadi baik dan tidak melakukan
untuk membuat terang suatu perkara.
perbuatan melawan hukum dan kembali
Penuntut Umum (Jaksa) dengan tugas atau
dapat diterima masyarakat (resosialisasi)
kewenangan secara umum melakukan
sebagaimana masyarakat biasa lainnya. Di
penuntutan dengan jalan membuat surat
dalam Lembaga Pemasyaraktan
dakwaan berdasarkan alat-alat bukti yang
dipersiapkan berbagai program pembinaan
diajukan oleh pihak Penyidik, melakukan
bagi narapidana sesuai dengan tingkat
eksekusi terhadap putusan Hakim.
pendidikan, jenis kelamin, agama, dan
Hakim dalam tahap peradilan jenis tindak pidana yang dilakukan
secara umum tugas dan kewenangannya narapidana tersebut (Djisman Samosir:
adalah membuat atau menjatuhkan 198). Undang-undang Nomor 14 Tahun
putusan mengenai bersalah atau tidaknya 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan
seseorang yang telah diajukan sebagai Kehakiman yang telah dirubah terakhir
terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan Undang-Undang No. 48 Tahun
(JPU). Putusan dimaksud dilakukan 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan
setelah melalui proses pembuktian di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
persidangan antara lain memeriksa saksi- tentang Hukum Acara Pidana, apabila
saksi, alat bukti, barang bukti yang dicermati secara umum dan keseluruhan,
diajukan Jaksa Penuntut Umum. Apabila terdapat hal yang dalam prakteknya luput
hasil pembuktian dinyatakan terdakwa dari perhatian orang dan hal ini menarik
tidak terbukti bersalah, maka Hakim untuk dikaji. Banyak kalangan
membuat putusan bebas. Sebaliknya menganggap bahwa peran Hakim hanya
apabila terdakwa dinyatakan bersalah dan dalam lingkup tugas peradilan pidana
melanggar Undang-Undang, maka secara sempit semata yaitu memeriksa
dijatuhi pidana yang ditindak lanjuti oleh dan memutus perkara pidana (ajudikasi)

7
saja, berdasarkan pengalaman penulis kenyataan pelaksanaan pidana di
sebagai mantan Polisi, tugas dan Lembaga Pemasyarakatan dan di luar
wewenang yang dimiliki Hakim sudah Lembaga Pemasyarakatan (Syaiful
masuk dan mulai sejak dari tahap Bakhri: 211). Dalam kondisi seperti ini, ia
penyidikan (pra-ajudikasi) seperti dalam harus menjalani pidanadibina agar kelak
penanganan dan penetapan gugatan pada kembali menjadi warga masyarakat yang
lembaga Pra-Peradilan yang diajukan taat hukum. Lembaga yang dibentuk
tersangka karena dianggap tidak sahnya untuk menangani Lembaga
penangkapan, penahanan, penghentian Pemasyarakatan, bertugas menyiapkan
penyidikan atau penghentian penuntutan; terpidana agar dapat merubah sikap dan
ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi perilaku sehingga kelak dapat berintegrasi
atau penuntutan sampai dengan tahap secara sehat dengan masyarakat, bersama-
pelaksanaan putusan pemidanaan (pasca- sama dengan warga masyarakat lainnya
ajudikasi) dalam hal ini pengawasan tanpa adanya beban stigma atau label
terhadap putusan pengadilan. sebagai seorang penjahat. Pemasyarakatan
adalah kegiatan untuk melakukan
Tentang pelaksanaan putusan
pembinaan warga binaan pemasyarakatan
pengadilan, dapat diartikan bahwa status
berdasarkan sistem kelembagaan dan cara
seorang pelaku tindak pidana pada tahap
pembinaan yang merupakan bagian akhir
penyidikan disebut tersangka yaitu
dari sistem pemidanaan dalam Tata
seseorang yang karena perbuatannya atau
Peradilan Pidana (UU Nomor 12 Tahun
keadaannya, berdasarkan bukti permulaan
1995). Di lembaga inilah dilakukan
patut diduga sebagai pelaku tindak pidana
pembinaan secara intensif dan
dan pada tahap penuntutan disebut
berkelanjutan, sehingga mereka sadar
terdakwa yaitu seorang tersangka yang
akan kesalahan yang diperbuat, berupaya
ditutut, diperiksa dan diadili di sidang
memperbaiki diri, merenung dan berjanji
pengadilan. Setelah hakim menjatuhkan
pada diri sendiri untuk tidak akan
pidana terhadap terdakwa maka
mengulangi atau melakukan tindak
dinyatakan sebagai terpidana yaitu
pidana lagi setelah selesai menjalani
dinyatakan bersalah melakukan tindak
pemidanaan dan kembali di tengah-tengah
pidana maka dijatuhi pidana. Setelah
masyarakat. Harus diingat bahwa dalam
dilaksanakan eksekusi, maka selanjutnya
melakukan pembinaan terhadap
dilaksanakan pengawasan dan
narapidana adalah terpidana harus tetap
pengamatan putusan pengadilan agar
memperoleh asas persamaan didepan
dapat diketahui kesenjangan antara apa
hukum, memperoleh keadilan yang sesuai
yang diputuskan oleh Hakim, dan

8
dengan kedudukannya sebagai seorang Oleh karena itu dianggap masih
yang telah dinyatakan bersalah menurut diperlukan pengawasan lain yang berasal
hukum, harus ada jaminan bahwa ia tetap dari luar lembaga (eksternal). Pengawasan
akan diperlakukan sebagai manusia yang eksternal dapat berasal dari masyarakat
memiliki harkat dan martabat sesuai yang dibentuk khusus dalam melakukan
ketentuan peraturan perundang- pengawasan terhadap obyek tertentu atau
undangan. Perlakuan yang sama terhadap bisa juga dari sesama lembaga penegak
setiap orang di depan hukum (equality hukum (sub sistem lain) dalam sistem
before the law atau gelijkheid van ieder peradilan pidana. Lembaga pengawas
voor de wet), bermakna bahwa hukum yang dimaksud penulis disini adalah
acara pidana tidak mengenal apa yang Hakim Pengawas dan Pengamat (Wasmat)
disebut forum priveligiatum atau pelaksanaan putusan pengadilan
perlakuan yang bersifat khusus bagi sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-
pelaku-pelaku tertentu dari suatu tindak Undang Hukum Acara Pidana yang
pidana, karena harus dipandang tercantum pada Pasal 277 ayat (1) dan
mempunyai sifat-sifat yang lain yang ayat (2).
dimiliki oleh rakyat pada umumnya
METODE PENELITIAN
(Syaiful Bakhri: 72). Undang-Undang
sendiri telah memberikan hak-hak pada Metode yang digunakan dalam
terpidana, berhasil tidaknya suatu kegiatan penulisan ini adalah sebagai berikut:
ditentukan oleh integritas petugas atau A. Pendekatan Penelitian
aparat yang melaksanakan, kemudian
Pada Penelitian ini penulis
didukung oleh adanya unsur pengawasan
menggunakan metode hukum normatif
terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut.
(yuridis normative) yaitu dengan
Secara umum, setiap lembaga telah
mengkaji data sekunder (Ronni Hanitijo
mempunyai mekanisme pengawasan dari
Soemitro: 24), yang berkaitan dengan
dalam lembaga sendiri, yang disebut
sistem Peradilan Pidana dimana Hakim di
sebagai pengawasan internal. Namun
Pengadilan memiliki peran pengawasan
efektivitas pengawasan yang bersifat
selain memutus perkara sinergi dengan
internal ini sering kali dipertanyakan
aparat Lembaga Pemasyarakatan dalam
keberadaannya, kurang berfungsi dan
melakukan pembinaan terhadap
tidak membawa lembaganya ke arah yang
narapidana selama menjalani pemidanaan,
lebih baik dalam hal mengatasi suatu
sesuai Undang-Undang No. 8 Tahun 1981
permasalahan.
tentang Hukum Acara Pidana dan

9
Undang-Undang No.12 tahun 1995. umum dan berakhir pada pengetahuan
Tentang Pemasyarakatan. baru yang khusus.

B. Spesifikasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Spesifikasi penelitian pada
A. Hakim Pengawas dan Pengamat
penulisan ini adalah dengan
Pada setiap pengadilan harus ada
menggunakan metode deskriptif analisis
Hakim yang diberi tugas khusus untuk
yaitu suatu penelitian yang
membantu Ketua dalam melakukan
menggambarkan suatu kenyataan yang
pengawasan dan pengamatan terhadap
kemudian dianalisis dengan
putusan pengadilan yang menjatuhkan
mengumpulkan data untuk
pidana perampasan. Hakim tersebut
menggambarkan persoalan yang berkaitan
disebut Hakim Pengawas dan Pengamat,
dengan Undang-Undang No. 8 Tahun
ditunjuk oleh Ketua Pengadilan untuk
1981 tentang Hukum Acara Pidana dan
paling lama dua (2) tahun. Dalam hal
Undang-Undang No. 12 tahun 1995
putusan Pengadilan tersebut berupa
Tentang Pemasyarakatan.
perampasan kemerdekaan, maka peranan
C. Sumber dan Teknik Pengumpulan
Hakim sebagai pejabat diharapkan juga
Data
mengetahui bagaimana pelaksanaan
Penelitian ini menggunakan data putusan itu dijalankan semestinya, baik
sekunder atau studi kepustakaan (Surjono oleh narapidana sendiri maupun aparat
Soekanto: 5) yakni meneliti dan pelaksana di Lembaga Pemasyarakatan.
menganalisis sumber bacaan yang bersifat Artinya tugas Hakim berlanjut dengan
teoritis ilmiah sehingga dapat dijadikan melakukan pengawasan dan pengamatan
dasar penelitian dalam menganalisa terhadap putusan yang dijatuhkan.
persoalan yang diteliti. Dengan adanya pengawasan dan
pengamatan dari Hakim tersebut, maka
D. Teknik Analisis
Hakim akan dapat mengetahui hasil yang
Data yang diperoleh dari
baik maupun buruk dari suatu putusan
penelitian ini dianalisis secara kualitatif
Pengadilan. Hal yang penting dipahami
yaitu suatu cara penelitian yang
disini adalah adanya kerjasama antar
menghasilkan data deskriptif analisis
lembaga sebagai sub sistem dalam sistem
karena tidak menggunakan rumus-rumus
peradilan pidana khususnya antara Hakim
dan angka-angka dengan menggunakan
(Pengadilan) dengan Kejaksaan dan
metode berfikir deduktif yaitu suatu cara
Lembaga Pemasyarakatan (Andi Hamzah:
berfikir yang berawal dari pengetahuan
318). Lembaga pengawasan yang aktif

10
sesudah putusan dijatuhkan ialah Hakim dilaksanakan sebagaimana mestinya
Pengawas dan Pengamat (Hakim (Pasal 280 ayat 1 KUHAP). Karena
Wasmat). Tujuan dibentuknya Lembaga pemidanaan bukanlah untuk menderitakan
ini adalah untuk mengawasi pelaksanaan atau tindakan balas dendam atas perbuatan
putusan Pengadilan mulai dari eksekusi narapidana melainkan pembinaan
yang dilakukan oleh Jaksa sampai kepada narapidana baik secara psikis maupun
pelaksanaannya dalam Lembaga fisik agar siap kembali ke dalam
Pemasyarakatan, bahkan setelah terpidana lingkungan masyarakat sebagai manusia
selesai menjalani pemidanaan. yang taat pada hukum. Untuk menjamin
bahwa putusan Hakim dilaksanakan
B. Landasan Hukum
dengan semestinya dibentuk satu
Hakim Wasmat diatur dalam
Lembaga Hakim Pengawas dan Pengamat,
Pasal 33 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1970
Lembaga ini melakukan pengamatan
Tentang Ketentuan Pokok-Pokok
sebagai bahan penelitian demi ketetapan
Kekuasaan Kehakiman, yang telah
yang bermanfaat bagi pemidanaan. Bahan
diperbaharui dengan Undang-Undang
yang diperoleh dari perilaku narapidana
Nomor 35 Tahun 1999 Tentang
atau pembinaan Lembaga Pemasyarakatan
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
serta pengaruh timbal balik terhadap
14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-
narapidana selama menjalani pidananya
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman,
(Pasal 280 ayat (2) KUHAP); Pengamatan
yang telah dirubah dengan Undang-
tidak hanya sebatas pada saat narapidana
Undang Republik Indonesia Nomor 4
berada di Lembaga Pemasyarakatan akan
Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
tetapi pengamatan tetap dilaksanakan
Kehakiman, dirubah dengan Undang-
setelah terpidana menjalani pidananya
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
(Pasal 280 ayat (3) KUHAP). Tugas
Kekuasaan Kehakiman; Bab XX Pasal
pengawasan yang dalam hal ini ditujukan
277 s/d 283 KUHAP tentang Pengawasan
pada jaksa dan petugas Lembaga
dan Pengamatan Pelaksanaan Putusan
Pemasyarakatan dapat dirinci sebagai
Pengadilan, landasan yang lain adalah
berikut; a) Memeriksa dan
Surat Edaran Mahkamah Agung R.I. No.
menandatangani register pengawasan dan
7 Tahun 1985 tentang Petunjuk
pengamatan yang berada di kepaniteraan
Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan
Pengadilan Negeri; b) Mengadakan
Pengamat. Hakim Wasmat mempunyai
checking on the spot paling sedikit 3 (tiga)
tugas mengawasi dan mengamati agar
bulan sekali ke Lembaga Pemasyarakatan
terdapat suatu jaminan bahwa putusan
untuk memeriksa kebenaran berita acara
yang dijatuhkan Pengadilan Negeri

11
pelaksanaan putusan pengadilan yang Departemen Kehakiman dalam rangka
ditandatangani oleh Jaksa, Kepala menukar saran pendapat dalam
Lembaga Pemasyarakatan terpidana; c) pemecahan suatu masalah, serta
Mengadakan observasi terhadap keadaan, berkonsultasi (dalam suasana koordinatif)
suasana dan kegiatan-kegiatan yang mengenai perlakuan terhadap para
berlangsung di dalam lingkungan tembok- narapidana yang bersifat teknis, baik tata
tembok lembaga, khususnya untuk perlakuan di dalam tembok-tembok
menilai apakah keadaan Lembaga lembaga maupun luarnya. Sedangkan
Pemasyarakatan tersebut sudah memenuhi pengertian pengamatan disini yang
pengertian bahwa “pemidanaan tidak ditujukan pada masalah pengadilan sendiri
dimaksudkan untuk menderitakan dan sebagai bahan penelitian pembinaan yang
tidak diperkenankan merendahkan akan datang, maka perincian tugas
martabat manusia”, mengamati dengan pengamat adalah: a) Mengumpulkan data-
mata kepala sendiri perilaku narapidana data tentang perilaku narapidana, yang
sehubungan dengan pidana yang dikategorikan berdasarkan jenis tindak
dijatuhkan kepadanya; d) Mengadakan pidananya (misalnya pembunuhan,
wawancara dengan para petugas perkosaan dan sebagainya). Data-data
pemasyarakatan (terutama para wali mengenai perilaku narapidana ini dapat
pembina narapidana-narapidana berpedoman pada faktor (antara lain): tipe
bersangkutan) mengenai perilaku serta dari perilaku tindak pidana (misalnya
hasil-hasil pembinaan narapidana, baik residivis dll), keadaan rumah tangganya
kemajuan-kemajuan yang diperoleh (baik-baik, bobrok dll), perhatian
maupun kemunduran-kemunduran yang keluarganya terhadap dirinya (besar,
terjadi; e) Mengadakan wawancara kurang dsb), keadaan lingkungannya
langsung dengan para narapidana (tunasusila dsb), catatan pekerjaannya
mengenai hal ihwal perlakuan terhadap (pengangguran, dll), catatan
dirinya, hubungan-hubungan kemanusiaan kepribadiannya (tenang, egosentris dll),
antara sesama mereka sendiri maupun jumlah teman-teman dekatnya (satu, dua
dengan para petugas Lembaga orang atau lebih), keadaan psikisnya dan
Pemasyarakatan; f) Menghubungi Kepala lain-lain; b) Mengadakan evaluasi
Lembaga Pemasyarakatan dan Ketua mengenai hubungan antara perilaku
Dewan Pembina Pemasyarakatan (DPP), narapidana tersebut dengan pidana yang
dan jika dipandang perlu juga dijatuhkan, apakah lamanya pidana yang
menghubungi koordinator dijatuhkan terhadap narapidana dengan
pemasyarakatan pada kantor wilayah perilaku tertentu sudah tepat (dalam arti

12
cukup) melakukan pembinaan terhadap bersangkutan bertugas. Ini berarti bahwa:
dirinya sehingga pada waktu dilepaskan a) Tidak selamanya seorang Hakim
nanti, narapidana tersebut sudah dapat Pengawas dan Pengamat mengawasi dan
menjadi anggota masyarakat yang baik mengamati pelaksanaan putusan-putusan
dan taat pada hukum, data-data yang telah dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri di
terkumpul dari tugas-tugas yang telah mana ia bertugas, akan tetapi dapat juga ia
terperinci tersebut di atas hendaknya mengawasi/mengamati pelaksanaan
dilaporkan secara tertulis oleh Hakim putusan Pengadilan-Pengadilan Negeri
Pengawas dan Pengamat kepada Ketua lainnya; b) Adanya kemungkinan seorang
Pengadilan Negeri paling sedikit 3 (tiga Hakim Pengawas dan Pengamat tidak
bulan sekali dengan tembusan kepada mempunyai subyek
Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala pengawasan/pengamatan dikarenakan
Kejaksaan Negeri, Pengadilan Tinggi, dalam daerah hukum Pengadilan Negeri di
Ketua Mahkamah Agung RI., Menteri tempat mana ia bertugas, tidak terdapat
Kehakiman RI., dan Jaksa Agung RI. Lembaga Pemasyarakatan.
Selanjutnya Ketua Pengadilan Negeri
C. Mekanisme Tugas Hakim
meneruskan laporan tersebut pada Hakim-
Pengawas dan Pengamat
Hakim yang telah memutus perkara
narapidana yang bersangkutan agar Tahap-tahap pelaksanaan tugas
mereka ketahui hal-hal yang berkaitan pengawasan dan pengamatan yang
dengan putusan mereka. Mengenai saran- dilakukan oleh Hakim Pengawas dan
saran Hakim Pengawas dan Pengamat Pengamat menurut Kitab Undang-Undang
yang termuat dalam laporannya itu, Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah
hendaknya Ketua Pengadilan Negeri ikut sebagai berikut : 1) Diawali dari Jaksa
memintakan perhatian untuk dilaksanakan mengirim tembusan berita acara
yang bersangkutan, dan apabila dianggap pelaksanaan putusan pengadilan yang
perlu meneruskannya kepada atasannya ditandatangani olehnya, kepada Kepala
masing-masing. Pelaksanaan tugas Hakim Lembaga Pemasyarakatan, terpidana dan
Pengawas dan Pengamat hanya ditujukan kepada Pengadilan yang memutus perkara
pada narapidana (tidak termasuk yang tersebut pada tingkat pertama (pasal 278
berasal dari putusan Pengadilan Militer) KUHAP); 2) Panitera mencatat
yang menjalani pidananya di Lembaga pelaksanaan tersebut dalam register
Pemasyarakatan yang terdapat dalam pengawasan dan pengamatan. Register
daerah hukum Pengadilan Negeri di mana tersebut wajib dibuat, ditutup dan
Hakim Pengawas dan Pengamat yang ditandatangani oleh panitera setiap hari

13
kerja dan untuk diketahui dan dan pragmatis. Hakim Pengawas dan
ditandatangani juga oleh Hakim Pengawas Pengamat melakukan pengumpulan
dan Pengamat (pasal 279 KUHAP); 3) data/fakta nyata berdasarkan keadaan
Hakim Pengawas dan Pengamat yang sebenarnya di lapangan dalam hal ini
mengadakan pengawasan guna di Lembaga Pemasyarakatan, murni tanpa
memperoleh kepastian bahwa putusan pengaruh opini yang sifatnya subyektif.
Pengadilan dilaksanakan semestinya. Hal tersebut dimaksudkan untuk
Hakim tersebut mengadakan penelitian mencegah timbulnya kekeliruan dalam
demi ketetapan yang bermanfaat bagi membuat kesimpulan dan saran yang pada
pemidanaan serta pengaruh timbal-balik ujungnya merugikan dan tidak
antara perilaku narapidana dan pembinaan bermanfaat. Setelah memahami
narapidana oleh Lembaga mekanisme dan hakekat dari pengawasan
Pemasyarakatan. Pengamatan tetap dan pengamatan oleh Hakim Pengawas
dilaksanakan setelah terpidana selesai dan Pengamat, maka penulis berpendapat
menjalani pidananya. Pengawasan dan bahwa efektivitas pengawasan dan
pengamatan berlaku pula bagi pengamatan putusan pengadilan masih
pemidanaan bersyarat (pasal 280 belum tercapai sesuai harapan
KUHAP); 4) Atas permintaan Hakim berdasarkan ketentuan perundang-
Pengawas dan Pengamat, Kepala undangan yang ada, maka pengawasan
Lembaga Pemasyarakatan menyampaikan dan pengamatan pelaksanaan putusan
informasi secara berkala atau sewaktu- pengadilan hanya sekedar membuat
waktu tentang perilaku narapidana laporan hasil pengawasan semata,
tertentu yang ada dalam pengamatan sedangkan tindak lanjutnya tidak diatur
Hakim tersebut (pasal 281 KUHAP); 5) dalam Undang-Undang. Oleh karena itu
Hakim dapat membicarakan dengan guna mengoptimalkan fungsi pengawasan
Kepala Lembaga Pemasyarakatan tentang dan pengamatan oleh Hakim Pengawas
cara pembinaan narapidana tertentu. Hasil dan Pengamat perlu dikaji kembali aturan
pengawasan dan pengamatan dilaporkan perundang-undangan yang ada dengan
oleh Hakim Pengawas dan Pengamat membuat regulasi baru atau dengan
kepada Ketua Pengadilan secara berkala penyempurnaan peraturan perundang-
(Pasal 282 dan 283 KUHAP). Begitulah undangan yang sudah ada untuk
gambaran mengenai mekanisme kerja memenuhi kebutuhan sehingga outcome
Hakim Pengawas dan Pengamat dimana dari hasil pengawasan dapat dirasakan
harus memenuhi tata cara (Standar dalam kaitannya dengan tujuan
Operasional Prosedur) yang jelas praktis pemidanan.

14
melakukan penyalahgunaan wewenang
terhadap narapidana binaannya.
SIMPULAN DAN SARAN
Undang-Undang Nomor 12 Tahun
A. Simpulan
1995 itu sendiri, adalah merupakan
Keberadaan Hakim Pengawas dan
Undang-Undang Pokok yang harus
Pengamat (Wasmat) dimaksudkan untuk
dijabarkan lebih lanjut dengan peraturan-
melakukan pegawasan dan pengamatan
peraturan pelaksana, agar terjadi sinergitas
terhadap putusan pengadilan yang
dengan lembaga Hakim dan sub-sub
menjatuhkan pidana perampasan
sistem dalam Sistem Peradilan Pidana
kemerdekaan. dan dilaksanakan oleh
Indonesia.
Hakim dengan masa jabatan dua tahun.
Tujuan daripada pengawasan dan
pengamatan ini adalah untuk melihat
secara langsung pelaksanaan putusan yang
dijatuhkan, apakah sudah sesuai dengan
apa yang diharapkan apabiladikaitkan
dengan tujuan pemidanaan. Akan tetapi
dalam kenyataannya eksistensi Lembaga
Pemasyarakatan ini masih perlu
dipertanyakan mengingat masih adanya
permasalahan hukum di dalam Lembaga
Pemasyarakatan. Permasalahan tersebut
dilakukan, baik oleh narapidana maupun
aparat lembaga pemasyarakatan itu
sendiri.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tadi, maka


penulis menyarankan agar tindak lanjut
dari temuan Hakim Pengawas dan
Pengamat terhadap fakta-fakta
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
narapidana harus jelas. Selain daripada itu
ketegasan juga harus dilakukan bagi
petugas Lembaga Pemasyarakatan yang

15
DAFTAR PUSTAKA

Andi, H dan S. Rahayu 1983, Suatu Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970


Tinjauan Ringkas Sistem tentang Pokok-pokok Kekuasaan
Pemidanaan di Indonesia, Kehakiman yang telah dirobah
Akademika Presindo, Jakarta. dengan Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009 tentang kekuasaan
Bambang, P. 1993 Pola Dasar teori-asas kehakiman;
umum Hukum Acara Pidana dan
Penegakan Hukum Pidana, Undang Undang No. 8 tahun 1981 tentang
Liberty, Yogyakarta. Hukum Acara Pidana;

Djisman Samosir, 2016, Penologi dan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995
Pemasyarakatan, Nuansa Aulia tentang lembaga pemasyarakatan;
Bandung
Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang
Karyadi, 1981 Kitab Undang Undang Kepolisian Negara Republik
Hukum Acara Pidana, Politeia Indonesia;
Jakarta.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
Martiman Prodjo Hamidjojo, Tentang Kejaksaan Republik
1982, Komentar Atas Indonesia.
KUHAP, cet.ke-2, Pradnya
Paramita, Jakarta, hal.89

M. Yahya Harahap, 2003, Pembahasan


Permasalahan dan Penerapan
KUHAP (Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi dan
Peninjauan Kembali) edisi kedua,
cet,ke-5, Sinar Grafika, Jakarta.

Ratna Nurul, Praperadilan dan ruang


lingkupnya, akademika Presindo
Jakarta

Ronny Hanitijo, 1982, Metodologi


Penelitian Hukum, Ghalia
Indonesia.

Surjono Soekanto, 1985, Penelitian


Hukum Normatif suatu tinjauan
singkat, penerbit Universitas
Indonesia.

Syaiful Bakhri, 2014, Sistem Peradilan


Pidana Indonesia, Pustaka Pelajar
Yogyakarta.

Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7


Tahun 1985 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Tugas Hakim
Pengawas dan Pengamat.

16

Anda mungkin juga menyukai