Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH EPIDEMIOLOGI

SKRINING PENYAKIT

Disusun Oleh:
Nama : Kharisma Rike Pravita (1734011)
Digna Galihsetya V. (1734017)
Krisman Andreas S. (1734020)
Yunita Aras (1734022)
Tingkat/semester : IV/VII
Program Studi : DIV Analis Kesehatan

Dosen Pembimbing:
Margaretha Haiti, S. Pd., S. Kep, M. Kes.

UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIV ANALIS KESEHATAN
SKRINING PENYAKIT

A. DEFINISI SKRINING PENYAKIT


Skrining adalah suatu penerapan uji/tes terhadap orang yang tidak
menunjukkan gejala dengan tujuan mengelompokkan mereka kedalam
kelompok yang mungkin menderita penyakit tertentu. Skrining merupakan
deteksi dini penyakit, bukan alat diagnostik. Bila hasil skrining positif, akan
di uji diagnostik atau prosedur untuk memastikkan adanya penyakit.
(wahyudin,2009)
Skrining atau penyaringan adalah upaya mendeteksi/mencari penderita
dengan penyakit tertentu dalam masyarakat dengan melaksanakan
pemisahan berdasarkan gejala yang ada atau pemeriksaan laboratorium
untuk memisahkan yang sehat dan yang kemungkinan sakit, selanjutnya
ditindaklanjuti dengan diagnosis dan pengobatan. (Manotar, 2019)
Skrining adalah mengidentifikasi ada tidaknya penyakit atau kelainan
yang sebelumnya tidak di ketahui dengan menggunakan berbagai tes
pemeriksaan fisik dan prosedur lainnya, agar dapat memilah dari
sekelompok individu, mana yang tergolong mengalami kelainan.

B. MANFAAT DAN KEGUNAAN SKRINING PENYAKIT


Uji skrining digunakan untuk mengidentifikasi suatu penanda awal
perkembangan penyakit sehingga intervensi dapat diterapkan untuk
menghambat proses penyakit. Selanjutnya akan di gunakan istilah
“penyakit” untuk menyebut setiap peristiwa dalam proses penyakit,
termasuk perkembangannya atau setiap komplikasinya. Pada umumnya,
skrining dilakukan hanya ketika syarat-syarat terpenuhi, yakni penyakit
tersebut merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan, terdapat
sebuah uji yang sudah terbukti dan dapat diterima untuk mendeteksi
individu-individu pada suatu tahap awal penyakit yang dapat dimodifikasi,
dan terdapat pengobatan yang aman dan efektif untuk mencegah penyakit
atay akibat-akibat penyakit. (morton,2009)
Beberapa manfaat tes skrining di masyarakat antara lain, biaya yang
dikelurkan relatif murah serta dapat dilakukan dengan efektif, selain itu
melalui tes skrining dapat lebih cepat memperoleh keterangan tentang sifat
dan situasi penyakit dalam masyarakat untuk usaha penanggulangan
penyakit yang akan timbul. Skrining juga dapat mendeteksi kondisi medis
pada tahap awal sebelum gejala ditemukan sedangkan pengobatan lebih
efektif ketika penyakti tersebut sudah terdeteksi keberadaanya.

C. KEGIATAN SKRINING PENYAKIT


1. Tahapan Kegiatan
 Tahap persiapan
 Tahap pelaksanaan
 Tahap pembinaan dan monitoring evaluasi
2. Mekanisme pelaksanaan
a. Tahap persiapan
1) Dinas kesehatan provinsi :
 Menetapkan jumlah target sasaran di kabupaten/kota yang
harus dicakup dalam 1 tahun
 Melakukan integrasi kegiatan UKMB ( UKK, Posyandu,
Lansia, UKS, posyandu remaja)
 Menetapkan sasaran diwilayah kabupaten/kota
menggunakan data yang telah disepakati bersama dengan
kabupaten/kota dan institusi
2) Dinas kesehatan kabupaten/kota dan puskesmas :
 Pengelola program kabupaten/kota bersama pengelola
program, puskesmas menetapkan target dan sasaran
puskesmas sesuai penduduk di wilayahnya
 Kegiatan dilaksanakan paling kurang 1 kali perbulan.
 Pengelola program puskesmas dan kader memastikan
ketersediaan bahan habis pakai
b. Tahap pelaksanaan
1) Dinas kesehatan provinsi :
 Memfasilitasi peningkatan kapasitas kader melalui dana
dekonsentrasi dan APBD
 Melakukan koordinasi dengan lintas sektor terkait
2) Dinas kesehatan kabupaten/ kota :
 Pengelola kabupaten/kota dan pengelola program
puskesmas memastikan kegiatan dilakukan tercatat dan
dilaporkan
 Kegiatan dilakukan oleh kader terlatih
c. Tahap pembinaan dan monev
1) Dinas kesehatan provinsi :
 Melakukan monev dan bintek berkala
 Mengkoordinir pencatatan dan pelaporan secara
berjenjang
2) Dinas kesehatan kabupaten/kota dan puskesmas :
 Pengelola program kabupaten/kota memastikan kegiatan
dilakukan tercatat dan dilaporkan
 Pengelola program kabupaten/kota dan pengelola program
puskesmas melakukan pembinaan, monitoring dan
evaluasi secara berjenjang dan berkala.
(buku pedoman manajemen penyakit tidak menular .2019. Kemenkes RI. Hal 12-
14).

Kegiatan skrining perlu mempertimbangkan hal-hal berikut :


1. Diarahkan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas
2. Harus cukup efektif dengan pengertian harus cukup akurat, baik dalam hal
sensitivitas maupun spesifisitas
3. Bersifat cost-effective
(S. Tamher. 2009. kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan keperawatan.
Penerbit : salemba medika. Hal 34)

D. SISTEM SKRINING PENYAKIT


1. Pelaksanaan uji screening penyakit
Berbagai bentuk pelaksaan penyaringan yang dapat dilakukan
adalah:
1) Dapat dilakukan secara masal pada suatu penduduk tertentu.
Cara ini tentu merupakan beban yang cukup berat baik dari segi
operasional di lapangan maupun untuk biayanya.
2) Dilakukan secara selektif maupun random terutama mereka
dengan risiko yang lebih besar. Misalnya pemeriksaan HIV yang
hanya dilakukan pada golongan waria dan pekerja seks yang
dianggap mempunyai risiko tinggi HIV.
3) Dilakukan untuk suatu penyakit atau serentak untuk lebih dari
satu penyakit. Cara mana yang dipilih akan tergantung kepada
berbagai macam faktor, termasuk jenis penyakitnya sendiri.

2. Kriteria Screening penyakit


Tidak semua penyakit dapat dilakukan penyaringan
terhadapnya. Suatu penyakit perlu mendapat tidakan penyaringan jika:
a) itu harus merupakan masalah kesehatan yang berarti.
b) Telah tersedia obat yang potensial atau pengobatan yang
memungkinkan bagi mereka yang positif.
c) Tersedia fasilitas dan biaya untuk diagnosis dan pengobatan.
Jadi setelah mengalami penyaringan maka diperlukan upaya
diagnosis yang segera disusul dengan pengobatan sesuai hasil
diagnosis.
d) Penyakitnya dapat diketahui dengan pemeriksaan/ tes khusus.
e) Hasil perhitungan uji saring memenuhi syarat untuk tingkat
sensitivitas dan spesifisitas.
f) Sifat perjalanan penyakit dengan pasti. Misalnya untuk bidang
transfusi darah maka perlu diketahui bahwa penyakit itu
memang menular melalui transfusi darah. HIV, misalnya
mempunyai resiko penularan sebesar lebih 90%.bandingkan
dengan penularan seksual yang besarnya hanya sekitar 0,1%.
g) Diperlukan standar yang disepakati tentang mereka yang
menderita.
h) Biaya yang digunakan harus seimbang dengan resiko biaya bila
tanpa skrining.
i) Harus dimungkinkan untuk diadakan follow-up dan
kemungkinan pencarian.
Syarat-syarat ini merupakan syarat-syarat umum yang tampaknnya tidak
mudah untuk memenuhinya atau menerapkannya pada semua kondisi atau
penyakit. Untuk perihal uji saring terhadap AIDS misalnya maka tampak syarat-
syarat tersebut tidak bisa terpenuhi semuanya.

Kriteria Pelaksanaan Penyaringan


Aspek Penyaringan Kriteria Penyaringan
Penyakit Serius
Prevalensi tinggi pada fase pre-klinik
Riwayat Ilmiah diketahui
Periode panjang antara gejala pertama
dengan onset penyakit
Tes Diagnostic Sensitif dan spesifik
Sederhana dan murah
Aman dan dapat diterima (acceptable)
Nyata (reliable)
Diagnosis dan Pengobatan Tersedia fasilitas yang memadai
Efektif, diterima dan aman
Tersedia Pengobatan

E. PENDEKATAN SKRINING PENYAKIT


Program skrining dilakukan sebagai upaya pencegahan awal penyakit
melalui identifikasi sekelompok orang di masyarakat. Ada beberapa
pendekatan yang digunakan dalam melakukan program skrining. Pada
umumnya skrining yang dikenal menggunakan pendekatan selektif dan
massal. Namun, ada juga pendekatan lainnya seperti multiphasic screening.
Berikut ini dijelaskan mengenai masing-masing dari pendekatan tersebut.
1. Selective Screening (Skrining yang Selektif)
Program skrining ini dilakukan secara selektif, dimana
kelompok orang yang diskrining adalah mereka yang memiliki
faktor risiko tinggi ditemukan suatu penyakit pra klinis (preclinical
disease). Misalnya melakukan skrining pada kelompok wanita yang
tidak menikah yang berumur lebih dari 35 tahun ke atas. Friis
(2004) menyebutkan bahwa skrining ini juga disebut sebagai
skrining target (targeted screening).
2. Mass Screening (Skrining Massal)
Program ini dilakukan pada masyarakat umum untuk
menemukan orang-orang dengan penyakit pra klinik atau kelompok
risiko tinggi (high risk group). Skrining ini disebut juga sebagai
skrining populasi (population screening). Skrining massal dilakukan
pada sejumlah populasi berisiko, dengan menggunakan tes yang
sederhana, cepat, murah dan dapat diterima populasi yang
diskrining. Diharapkan skrining massal ini memiliki sensitivitas dan
spesifisitas tinggi, ditujukan pada jenis penyakit yang banyak
dijumpai dan telah dikenal perjalanan penyakitnya.
3. Multiphasic Screening
Multiphasic Screening merupakan skrining menggunakan dua
atau lebih screening test secara bersama-sama pada kelompok orang
luas dengan tujuan melakukan skrining lebih dari satu penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Ismah, Zata. 2018. Bahan Ajar Dasar Epidemiologi.


Manotar, Dosmariana. 2019. Dasar Epidemiologi. Penerbit : Deepublish
Morton, J.richard dkk. 2009. Panduan Studi Epidemiologi dan Biostatistika.
Penerbit: Buku Kedokteran EGC
Rajab Wahyudi. 2009. Buku Ajaran Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan.
Penerbit: Buku Kedokteran EGC
S. Tamher. 2009. kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan keperawatan.
Penerbit : salemba medika. Hal 34
Buku pedoman manajemen penyakit tidak menular .2019. Kemenkes RI. Hal 12-
14.
Swarjana, I Ketut. 2017. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit
ANDI
Ardhiansyah, Azril Okta. 2019. Deteksi Dini Kanker. Surabaya: Airlangga
University Press.

Anda mungkin juga menyukai