Askep Sci
Askep Sci
i Universitas Indonesia
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, kami dapat menyelesaikan laporan karya ilmiah akhir ini. Penulisan laporan
ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Ners. Kami menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari minggu pertama praktik sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit
bagi kami untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, kami ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1) Ibu Dra. Junaiti Sahar, S.Kp, M.App.Sc., Ph.D selaku dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia,
2) Bapak Masfuri, Skp, MN selaku dosen pembimbing kelompok Bedah
mahasiswa peminatan KMB RSPAD Gatot Soebroto,
3) Ibu Kuntarti, S.Kp., M. Biomed., selaku pembimbing akademik mata ajar
manajemen program profesi ners 2014,
4) Ibu Ns. Merri Silaban, S.kep selaku pembimbing klinik mata ajar
manajemen program profesi ners 2014,
5) Rekan yang sangat mendukung dan membantu saya dalam mengerjakan
laporan,
6) Keluarga yang telah mendukung secara moral dan material selama proses
pendidikan Ners,
7) Pihak yang tidak dpt disebutkan satu persatu.
Akhir kata, kami berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.
Rahayu Mulya
iv Universitas Indonesia
v Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
Nama : Rahayu Mulya
Program Studi : Profesi Ners
Judul Karya Akhir : Analisis Asuhan Keperawatan Masyarakat Perkotaan Pada Pasien
Fraktur Kompresi Torakal XI-XII Di Lantai 5 Bedah RSPAD
Gatot Soebroto
ABSTRAK
Cedera tulang belakang adalah salah satu kasus keperawatan masyarakat perkotaan
karena tingkat cedera akibat kecelakaan di Indonesia yang terus meningkat akibat
mobilitas dengan kendaraan bermotor semakin tinggi. Hal ini berkaitan dengan faktor
perkembangan perkotaan yang membuat penduduk perkotaan suka menggunakan
kendaraan bermotor sebagai alat transportasi. Tujuan penulisan laporan ini bertujuan
untuk analisis asuhan keperawatan masyarakat perkotaan pada pasien fraktur kompresi
torakal XI-XII di lantai 5 bedah RSPAD Gatot Soebroto. Fokus intervensi antara lain
untuk mengatasi konstipasi, meminimalisasi rasa nyeri, dan mobilisasi awal pasca
stabiliasi. Hasil dari fokus intervensi adalah penyesuaian frekuensi BAB mendekati
normal, klien lebih adaptif dengan rasa nyerinya, serta klien lebih berani untuk
melakukan mobilisasi pasca operasi. Sehingga dapat disimpulkan intervensi keperawatan
yang diberikan dapat menurunkan masalah yang dialami oleh pasien.
Kata Kunci:
Cedera tulang belakang, Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan, konstipasi,
manajemen nyeri, mobilisasi
ABSTRACT
Spinal cord injury is one of the urban public health because the number of the accident is
being increased in Indonesia caused by mobility using motor vehicle is more increasing.
It happened related with the development of the city that makes the urban residents
become addictive to use motor vehicles as transportation devices. The purpose of this
scientific paper was to analyze the nursing process of the urban public health to the
patient with compression fracture thoracic XI to XII in lantai 5 bedah RSPAD Gatot
Soebroto.The focus of intervention are bowel management to reduce constipation, pain
management technique, and early mobilization after stabilization. The result of the
interventions are the frequencies of defecation is become normal, Client more adaptable
with the pain, and Client more cooperative to do early mobilization after the surgery. In
short, the interventions those given to the client are effective to reduce the health
problems.
Key word: spinal cord injury, urban public health case, constipation, pain management,
mobilization
vi Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Klasifikasi kestabilan kondisi fraktur menurut kerusakan kolum ..... 13
Tabel 3.1 Pemeriksaan Laboratorium klinik hematologi dan kimia darah ....... 27
Tabel 3.2 Pemeriksaan Laboratorium Klinik Analisa gas darah ...................... 28
Tabel 3.3 Pemeriksaan Laboratorium Klinik SGPT-SGOT……………………29
Tabel 3.4 Daftar Terapi Medikasi ................................................................... 32
Tabel 3.5 Analisa Data Pre-operasi ................................................................ 30
Tabel 3.6 Analisa Data Post-oprasi................................................................. 32
Tabel 3.7 Evaluasi Asuhan Keperawatan ........................................................ 43
ix Universitas Indonesia
x Universitas Indonesia
xi Universitas Indonesia
PENDAHULUAN
Melihat dari keragaman usia penderika spinal cord injury , lebih dari
separuhnya terjadi pada individu berusia 16-30 tahun. Korban dengan usia
lansia biasanya akan juga mengalami peningkatan kekakauan kolumna spinal
sehingga dapat berakibat ankylosis spondilitys, degeneratif spinal canal, dan
osteophorosis spinal colum. Pada usia yang lebih tua trauma tulang belakang
dengan energi yang rendahpun dapat menyebabkan trauma yang serius.
1 Universitas Indonesia
Secara gender hampir 80% dari semua kejadian akut trauma tulang belakang
adalah laki-laki. Angka ini mereflekasikan gender yang memiliki gaya hidup
yang dengan resiko tinggi mengalami trauma. Angka yang cukup besar untuk
gender laki-laki ini, paling besar terjadi pada laki-laki usia muda.
Hampir 50% dari trauma cedera tulang belakang akan mengalami kehilangan
fungsi tubuh di bawah lavel injuri. American Spinal Injury Association
impairment scale membuat skala trauma tulang belakang menjadi grade A,
grade B,C. dan D yang berasosiasi dengan kelemahan inkomplit dibawah
level injuri. Tingkatan alfabetiknya menandakan progresifitas pada tingkat
keparahan. Hal yang menarik adalah proporsi pasien dengan komplite spinal
cord injury mengalami penurunan yang cukup drastis, dari 70% kejadian
pada tahun 1969 menjadi 44% di tahun 2004. Hal ini merupakan hasil dari
kampanye berkendara yang aman, jalan raya yang diperbaiki, tata laksana
transferring yang aman ke rumah sakit, dan peningkatan fokus perawataan
pada pasien dengan cidera akut tulang belakang di rumah sakit.
Lavel injuri pada cedera tulang belakang sebanyak 55% terjadi pada area
cervical. Sisanya terjadi lesi pada thorakal, transisi thorakolumbal (T11-T12
ke L1-L2), dan lumbar dan sacrum (L2-S5), masing-masing 15% pada setiap
lavel. Dampak yang terjadi lalu diklasifikasikan menjadi empat kelas oleh
American Spinal Injury Association menjadi tetraplegia (Komplit) 20%,
tetraparesis (inkomplit) 30%, Paraplegia (komplit) 30%, dan Paraparesis
(inkomplit) 20%. Paresis berarti injuri inkomplit. Plegia berarti injuri
komplit, para mengindikasikan hanya ekstremitas bawah yang terkena, tetra
mengindikasikan seluruh ekstremintas mengalami penurunan fungsi
neurologis.
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
3
Mortalias pada psien spinal cord injury tertantung pada masalah penyerta
lainnya, seperti cedera kepala, trauma multipel, henti napas pada pasien
tetraplegia. Namun, mortalitas pada perawatan di rumah sakit hanya sebesar
3% saja pada masa akut. Pada masa lalu, angka kematian tinggi akibat dari
gagal gijal akibat dari manajemen saluran kencing yang kurang baik.
Sedangkan pada saat ini, kematian lebih diakibatkan oleh masalah
kardiovaskular, pneumonia, emboli pulmonal, dan septicemia. Angka harapan
hidup (life expectancy) klien yang menalami injuri pada usia 20 tahun adalah
33 tahun pada tertaplegi, dan 44 tahun pada paraplegia.
Data yang dihimpun dari buku indikator mutu lantai V bedah Rumah Sakit
Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatoto Soebroto selama bulan April 2014
didapatkan sepuluh daftar penyakit terbesar ruangan. Penyakit pertama
ditempati oleh Cholelitiasis dan Appendicitis dengan sembilan kasus, Kanker
Payudara sebanyak delapan kasus, dan Fraktuk kompresi sebanyak tujuh
kaksus. Pada bulan April 2014 terlihat bahwa fraktur kompresi tulang
belakang masuk dalam tiga besar penyakit di lantai V bedag RSPAD Gatot
Soebroto
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
4
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
5
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Dari batang otak berjalan suatu silinder jaringan syaraf yang panjang dan
ramping yaitu korda spinalis dengan ukuran panjang 45 cm dan garis tengah
dua sentimeter seukuran jari kelingking. Korda spinalis keluar dari foramen
magnum di dasar tengkorak, dilindungi oleh kolumna vertebralis sewaktu
turun di kanalis vertebralis. Dari korda spinalis keluar syaraf-syaraf spinalis
berpasangan melalui ruang-ruang yang dibentuk oleh lengkung-lengkung
tulang mirip seperti sayap vertebrae. Syaraf spinalis diberi nama sesuai
dengan columna vertebralis tempat keluarnya; terdapat delapan pasang syaraf
cervicalis, yaitu C1-C8. Dua belas syaraf Torakalis, lima saraf lumbalis, lima
syaraf sakralis, dan satu syaraf koksigeus (Sherwood, 2001).
Pars cervicalis terbagi menjadi dua bagian yang menebal secara stuktur.
Pelebaran servikal tersebut (intumescentia cervicalis) ada pada cervical ke
lima (C5) dan torakal pertama (T1) vertebrae. Nervus spinal yang berasal dari
intumescentia cervicalis meliputi bronchial pleksus mempersyarafi tungkai
atas. Pada lumbal, area yang melebar (intumescentia lumbosacralis) meliputi
pleksus pada lumbar (L1–L5) dan sacral (SI–S3) yang mempersyarafi tungkai
bagian bawah. Bagian ujung dari korda spinalis akan berbentuk semakin
mengecil menjadi conus medullari pada segmen sakralis. Area ini
bertanggungjawab pada sensori tubuhn bagian bawah dan area genital,
bertanggungjawab pada regulasi motorik spingter pada bladder dan rectum
(Holtz & Levi, 2010).
6 Universitas Indonesia
spinalis itu sendiri hanya berjalan sampai setinggi vertebral lumbal pertama
dan kedua setinggi sekitar pinggang, sehingga akar-akar sisanya sangat
memenjang didalam kanalis vertebralis yang lebih bawah, dikenal sebagai
kauda equine (ekor kuda).
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
8
2.2.1 Definisi
Cedera tulang belakang adalah injuri traumatik pada spinal cord disebabkan
oleh kontusio, transeksi, atau kompresi yang berdampak pada dislokasi
tulang belakang, ruptur pembuluh darah, ligamen, atau lempengan antar
kolum vertebrae, streching jaringan neuron, atau penurunan suplay darah
(Comer,1998).
2.1.2 Patofisiologi
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
9
Tanda dan gejala yang muncul menurut Selzer & Dobkin (2008) pada
cedera tulang belakang bisa dikaji melalui data subjektf sebagai tanda, dan
data objektif sebagai gejala. Tanda dan gejala yang muncul pada dasarnya
tergantung dari lavel injuri yang terjadi. Adapun tanda dan gejala umumnya
didapatkan dari fungsi aktivitas, sirkulasi, elimnasi, integritas ego,
neurosensori, nyeri, respirasi, keamanan, dan seksualitas (Doenges, 2010).
Gejala pada aktivitas dan istirahat tanda yang mungkin muncul adalah
paralisis otot, kelemahan pada otot-oto secara general. Pada sirkulasi tanda
yang ditunjukan adalah palpitasi dan rasa pusing saat merubah posisi,
sedangkan tanda yang mungkin muncul adalah ortotastik hipotensi,
takikardia, bradikardia kronik terutama injuri pada T6 dan diatasnya,
ekstremitas dingin dan pucat.
Nyeri pada otot, hiperestesia merupakan tanda dari spinal cord injuri.
Sedangkan gejalanya adalah bengkak pada area tulang belakang dan
deformitas. Tanda yang muncul pada respirasi adalah napas yang pendek
dan cepat. Sedangkan gejala yang mungkin muncul pada respirasi antara
lain napas dangkal, penggunaan otot aksesoris, ekspansi paru tidak
maksimal, periode apnea, suara napas ronchi, pucat atau sianosis, dan tidak
mampu batuk. Jika ada masalah pada seksualitas, penderita akan
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
10
2.1.4 Klasifikasi
2.1.5 Etiologi
Ada tiga etiologi cedera tulang belakang menurut Doenges (2010), pertama
trauma menaik seperti kecelakaan motor. Kedua adalah jatuh, dan yang ketiga
adalah kekerasan. Menurut (Hilzt & Levi, 2010) Etiologi trauma tulang
belakang antara lain kecelakaan kendaraan bermotor sebesar 44%, kecelakaan
akibat kekerasan 24%, jatuh (22%), olah raga (8%), dan faktor lainnya
sebanyak 2%. Di Eropa dan beberapa negara, etiologi utanya adalah akibat
jatuh, dan beberapa negara dengan kondisi yang kurang kondusif, kekerasan
menjadi penyebab utama terjadinya cedera tulang belakang
Stabilitas tulang belakang bagian torakal ditopang oleh area cervical bagian
bawah, intervertebral disk, vertebreae, dan stuktur ligamentum. Stuktur
thorakal lebih stabil karena adanya stuktur ligamentum posterior yang kuat
disertai sendi facet yang lebih besar. Tulang rusuk, sternum, ligamen, dan
bentuk vertebrae yang besar semakin membuat stuktur spinal kolum
semakin kuat dan kokoh. Hal ini berdampak pada jenis injuri yang
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
11
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
12
Denis’s guideline (Denis, 2010) merupakan tuntunan bagi perawat dan tenaga
medis untuk menentukan apakah fraktur thorakal yang terjadi merupakan frakrtur
stabil atau tidak stabil. Fraktur tidak stabil jika kerusakan terjadi pada minimal
dua dari tiga kolum.
Kerusakan kolum
Fracture
Anterior Tengah Posterior
Kompresi Kompresi Stabil Stabil
Burst Kompresi Kompresi Sabil
Seat-Bel Sabil Terdistraksi Terdistraksi
Fracture- Kompresi Dislokasi
dislocation Rotasi Rotasi
Bengkok Bengkok
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
14
Tujuan utama dari manajemen oprasi pada cedera tulang belakang terutama area
thoracolumbal adalah untuk dekompresi jaringan nervus sehingga terjadi
resusitasi fungsi neurologi; membenarkan posisi secara anatomis untuk
menghindari kiposis pada area yang terkena; menyatukan segmen tulang belakang
yang tidak stabil; menyegerakan mobilisasi; menghilangkan rasa nyeri, dan
menurunkan waktu rawat inap di rumah sakit.
Era fiksasi internal fraktur tulang belakang dimulai saat diperkenalkannya alat plat
Harrington yang memiliki panjang yang tidak bisa di sesuaikan. Hal ini
menyebabkan fiksasi dilakukan juga pada bagian bawah dan atas dari area injuri
yang sebenarnya tidak perlu untuk dilakukan. Namun saat ini plat yang digunakan
mejadi lebih efisien dan sederhana.
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
15
Pada proses operasi di area thorakolumbal, ada dua cara akses yang dilakukan
untuk mencapai area yang akan dilakukan fiksasi. Posisi anterior jika tujuannya
untuk mengeksplorasi area anterior dan lateral aspek dari spinal. Namun, pada
kasus fraktur kompresi Thorak XI sampai stuktur ke bawah, maka posisi posterior
akan dipilih sebagai cara untuk memudahkan ekspose area dan menurunkan
tingkat kompresi.
Insisi yang dibuat adalah dorsal midline insistion dengan panjang melebihi sedikit
area injuri baik dibawah maupun diatas. Insisi membuka kulit, otot, lalu
mengekspose spinous processes dan lamina dari vertebrae. Ekspoure biasanya
mencapai area injuri tervisulaisasi sehingga memudahkan proses dekompresi dura
dan foramina dengan cara menghilangkan material yang membuat kompresi.
Posterior fusion dan internal fixation dilakukan untuk menstabilkan stuktur
dekompresi. Keuntungan dari opening posterior adalah meminimalkan eksposure
bagian anterior dari spinal kanan.
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
16
Menurut buku ABC of spinal cord injuty karya (Grundy & Swain, 2002) beberapa
faktor yang menyebabkan cedera tulang belakang menjadi masalah perkotaan bagi
Negara berkembang, antara lain :
Kondisi jalan yang kurang baik
Konsisi lalu lintas yang tidak terkendali
Kebut-kebutan dan belum membudayanya berkandara aman
Kurangnya pemakanain sabuk pengaman dan helm
Korupsi dan intervensi pada regulasi jalan raya
Jumlahkendaraan yang terlalu banyak dengan konsentrasi kendaraan
menuju satu tempat
Kurang adekuatnya kampanye keselamatan bekendara, keselamatan
berolah raga, dan keselamatan konstruksi bangunan
Adanya kecelakaan yang tidak biasanya, seperti jatuh, diserang binatang
buas.
Sebenarnya untuk mengetahui data epidemiologi cedera tulang belakang masih
sulit untuk di kumpulkan, karna sejauh ini baru Amerika Serikat yang telah
memiliki data epidemiologi yang dikumpulkan dengan baik. Data merupakan
hal yang dibutuhkan untuk menganalisis intervensi yang tepat untuk
meminimalkan masah cedera di perkotaan. Sehingga sebuah kota harus memiliki
pencatatan administrasi yang baik untuk penyakit atau cedera.
Komunitas penderita cedera tulang belakang adalah salah satu cara untuk
membentuk pembedayaan untuk membuat komunitas yang produktif dan
mampu meningkatkan kesejahteraan. Dengan komuitas yang penderita cedera
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
17
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
BAB 3
3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan, memvalisasi, dan
mengklasifikasi data. Pengkajian adalah proses pertama dan paling penting
dalam proses keperawatan. Fase pengkajian menentukan alur berjalannya
proses keperawatan sampai dengan akhir perawatan (Dillon, 2007)
3.1.2 Anamnesis
18 Universitas Indonesia
b. Riwayat kejadian
Klien mengendarai sepeda motor pada tanggal 02 Mei 2014 pada pukul
20.00 WIB selepas plang kuliah. Saat itu motor klien tersenggol motor
pengendara lain dibagian ban belakang motornya. Yang menyenggol
motor klien kabur meninggalkan pasien dalam posisi jatuh kearah samping
dengan tubuh bagian depan menghadap ke motor sedangkan tubuh bagian
belakang menghadap kearah jalan raya. Dalam posisi tubuh terjatuh
tersebut datanglah kopaja dengan kecpatan tinggi menghantam klien
dengan tumbukan pertama pada pinggang, klien terdorong kea rah depan
namun terapit dengan motor yang ada didepannya. Setelah kejadian itu,
klien mengaku tidak dapat bangun lagi dan mulai mengalami penurunan
kesadaran. Menurut penuturan orang disekitar klien ditransfer ke
unitemergency di ruamha sakit Cipto Mangun Kusumo, di hari yang sama
klien segera di rujuk ke RSPAD Gatot Soebroto.
Klien tidak memiliki penyakit serius dan kronik seperti penyakit jantung,
hipertensi, diabetes, kaker, atau kejang. Pasien juga mengaku tiak
memiliki riwayat penyakit tersebut dalam keluarga. Pasien tidak
mengetahui kelengkapan imunisasi yang dijalankan. Pasien tidak memiliki
alergi terhadapa makanan, dan cuaca tertentu, klien diketahui memiliki
alergi terhadap obat dari hasil skin test yang dilakukan pada tanggal 04
Mei 2014. Hasil skin test antibiotika cefriaxone hasilnya adalah positif
ditandai dengan warna kemerahan di area yang disuntikkan. Keyakinan ini
didapatkan setelah melakukan valisasi skin test sebanyak empat kali. Hal
temuan ini dilaporkan kepada dokter yang bertanggungjawab, maka
antibiotika cefriaxone dihentikan, diganti dengan ciprofloxacin. Pada
tanggal 05 Mei 2014 kembali dilakukan Skin test dengan kandungan
medikasi ciprofloxacin didalamnya, hasilnya adalah negatif.
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
20
1. Aktifitas/ Istirahat
a. Gejala (Subjektif)
Sebelum terjadi kecelakaan klien memiliki aktivitas yang cukup tinggi
waktu yang dihabiskan diluar rumah ± 12 jam. Saat di rumah sakit
aktivitas makan dibantu oleh keluarga untuk menyuapkan makan ke
mulut klien, klien dapat makan sendiri makanan kecil atau buah-
buahan. Aktivitas minum dibantu untuk mengambilkan botol minum
semntara klien mampu memegang botol minum dengan sedotan.
Aktivitas mandi dibantu oleh keluarga dan perawat menggunakan air
hangat yang dinatarkan ke kamar pasien, saat mandi aktivitas miring
kanan dan kiri menggunakan tehnik logroll. Aktivitas toleting
dilakukan di atas tempat tidur. Klien mampu mengendalikan rangsang
defekasi dan rangsang berkemih yang datang, kecuali jika BAB
mengguakan enema. BAK menggunakan pispot dan BAB
menggunakan badpan dengan bentuk datar untuk menghindari cedera
lebih lanjut pada tulang belakang. Berpakaian belum bisa dilakukan
dengan sempurna, baju berkancing depan digunakan hanya untuk
menutup tubuh tanpa dikancingkan. Klien secara umum tidak bisa
berjalan dan berpindah posisi secara mandiri, semua dibantu untuk
menjaga kesesuaian body alligment. Klien mengaku tidak memiliki
gangguan tidur sebelumnya. Setelah kecelakaan terjadi aktifitas klien
drop menjadi bed rest karena rasa rasa nyeri yang sangat saat pasien
menggerakan tubuhnya. Rasa nyeri tersebut juga kerap kali muncul
dengan intensitas sedang dengan interval 1 jam sekali di malam hari.
Tidur klien dimulai pukul 21.00 dimalam hari, klien akan bangun
kembali untuk medikasi malam pada pukul 24.00. menurut klien,
waku untuk tidur dimalam hari ± 4 jam.
b. Tanda (objektif)
Tekanan darah 120/80 mmHg, Napas 20x/ menit, Nadi 64x/menit
regular dan kencang, dan suhu 36,2˚C. Aktivitas yang terobservasi
adalah klien dalam posisi semifowler 30˚ tidak mengerakan
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
21
2. Sirkulasi
a. Gejala (Subjektif)
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit jantung dan darah
tinggi. Saat kecelakaan terjadi klien merasa jantungnya berdebar
kencang namun saat ini klien merasa jantungnya tidak bermasalah.
Hanya saat nyeri datang klien merasa debaran jantung meningkat.
Klien mengeluh pusing saat ini dengan karakteristik nyeri kepala
ringan, tanpa rasa berputar-putar, nyeri kepala dapat hilang jika klien
tidur.
b. Tanda (objektif)
Pemeriksaan tanda-tanda vital klien; Tekanan darah 120/80 mmHg,
Napas 20x/ menit, Nadi 64x/menit regular dan kencang, dan suhu
36,2˚C. ekstremitas teraba hangat dengann pulsasi ekstremitas bawah
kuat dan teratur. Warna kulit secara keseluruhan putih cenderung
pucat, tidak terlihat sianosis. Pengisian kapiler pada kuku ekstremitas
atas ˂ 3 detik dengan warna ekstremitas kemerahan. Konjungtiva
normal tidak anemis, mukosa bibir lembab berwarna pink. Tidak
terdapat elevasi vena jugularis. Hasil auskultasi suara jantung
didapatkan suara regular “lup-dup” S1 dan S2 normal dan regular tanpa
tambahan suara. Suara maksimal terdngar di apeks jantung pada
interkostal ke 5.
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
22
3. Pernapasan
a. Gejala (Subjektif)
Klien mengatakan saat pengkajian mengalami kesulitan dalam
melakukan napas dalam karena jika melakukan napas dalam akan
terasa nyeri di bagian pinggang dan punggung. Kedalaman napas juga
terganggu karena klien merasa perutya begah akibat belum buang air
besar selama lima hari.
b. Tanda (objektif)
Frekuensi napas 20x/menit teratur. Dari inspeksi didapatkan data
bentuk dada simetris, napas terlihat dangkal dan pendek-pendek, klien
tidak dapat melakukan napas dalam saat di persilahkan melakukan
napas dalam. Hasil auskultasi didapatkan suaran napas normal
vesikuler terdengar simetris di kedua lapang paru.
4. Eliminasi
a. Gejala (Subjektif)
Klien mengeluh perutnya kencang akibat sulit buang air besar. Klien
mengatakan sulit buang air besar sejak kejadian kecelakaan pada
tanggal 02 Mei 2014 sampai hari ini 06 Mei 2014 atau sudah
berlangsung lima hari. Klien mengatakan biasanya buang air besar
hampir setiap hari sebelum kecelakaan. Klien mengaku tidak
menggerakkan bagian tubuhnya setelah kecelakaan terjadi sampai saat
ini kecuali dibantu untuk miring kanan dan miring kiri oleh perawat.
Klien mengatakan bisa flatus seperti biasa namun klien mengaku
mengalami keterbataan privasi dan degree of confort terutama pada
saat flatus dan buang air besar.
Untuk eliminasi urine klien mengaku dapat melakukan dengan baik
atau tidak ada perubahan dari sebelum kecelakaan. Klien
menggunakan pispot untuk BAK dengan bantuan keluarga
menggunakan pispot yang disediakan oleh rumah sakit. Klien
mengaku mampu mengontrol pengeluaran urin.
Untuk BAB klien membutuhkan bantuan enema (yeal) untuk BAB
pada hari ke tiga dirawat dan saat sebelum operasi sebagai prosedur
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
23
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
24
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
25
7. Nyeri
a. Gejala (Subjektif)
Saat kejadian kecelakaan klien merasa nyeri di area tumbukan yang
sangat. Saat ini nyeri pegal yang sangat timbul dari area tabrakan di
pinggang lalu menjalar ke seluruh punggung. Nyeri bisa menjadi
sangat nyeri.
b. Tanda (objektif)
Pengkajian nyeri dengan tehnik pengkajian PQRST dilakukan kepada
pasien, hasilnya adalah Provocatif factor nya saat klien mengerakkan
tubuhnya terlalu cepat, mengangkat bagian punggungnya. Quality
nyeri jika efek obat penghilang rasa nyeri masih kuat adalah rasa
pegal, jika efek penghilang ras nyerinya hilang maka nyerinya seperti
dihantam. Region nyeri dari pinggang menyebar ke seluruh punggung.
Saverity nyeri menggunakan VAS hasilnya adalah 3 saat dikaji. Yang
terakhir timing adalah ritme durasi lama.
8. Keamanan
a. Gejala (Subjektif)
Klien mengaku tidak dapat menegakan tubuhnya dan kakinya terasa
lemah untuk menopang tubuh, serta klien takut terjadi cidera lebih
lanjut pada tulang belakang.
b. Tanda (objektif)
Pada foto thorak terlihat adanya fraktur kompresi Thorakal XI-XII.
Kekuatan otot pasien
4555 5555
3333 4444
Nilai Barthal indeksnya adalah 5 maka kalien imobilisasi dengan
ketergantungan berat. Selain itu klien juga memiliki alergi terhadap
antibiotic “cefriaxone”.
9. Integritas Ego
a. Gejala (Subjektif)
Klien mengatakan cemas menghadapi operasi. Klien takut jika terjadi
masalah pada tindakan operasi. Klien merasa kehilangan control pada
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
26
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
27
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
28
Monosit 7 2-8%
MCV 86 80-96fL
MCH 30 27-31 pg
MCHC 35 32-36 g/dL
RDW 12.70 11.5-14.5 %
KIMIA KLINIK
Ureum 30 20-50 mh/dL
Kreatinin 0.8 0.5-1.5 mg/dL
Glukosa Darah (Sewaktu) 114 ˂ 140 mg/dL
Natrium (N) 143 135-147 mmol/L
Kalium (K) 3.2* 3.5-5.0 mmol
Klrida (CL) 105 95-105 mmol
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
29
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
30
Gambar 8 . MRI tulang belakang Tn F. (Sumber: rekam medik RSPAD Gatot Soebroto 2014)
Hasil Interpretasi:
Kesan:
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
31
Uraian pembedahan:
gambar 10. letak insisi laminektomy (sumber: Holtz & Levi, 2010)
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
32
3.2.1 Pre-operasi
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
33
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
34
kembung, begah
Klien mengatakan belum bisa BAB secara
spontan sudah lima hari
Data Objektif:
Klien diprogramkan Imobilisasi
Klien mendapatkan medikasi analgetik
Auskultasi bising usus 6x/menit pada empat
kuadran lapang abdomen
Suara Askultasi abdomen timpani
Terobservasi distensi abdomen
Klin menanyakan cara agar BAB menjadi
lancer
No Data Diagnosa
1. Data Subjektif Nyeri akut
Klien mengatakan nyeri ngilu di area
operasi
Nyeri bisa menjadi sangat bila obat
penghilang rasa nyeri belum diberikan
Nyeri menganggu tidur di malam hari
Data Objektif
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
35
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
36
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
37
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
38
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
39
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
40
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
41
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
42
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
43
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
44
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
45
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
46
12-05-14 Nyeri akut - Melakukan Pengkajian PQRST S: “ sekarang nyerinya udah nggak terlalu sus!” Jakarta, 12 Mei
(Post-operasi) - Melakukan pengkajian refleks O: klien terpasang stopper, Dc sudah di Up, Drain sudah di up, 2014
dan dalam klien sudah menggunakan TLSO sejak hari minggu 11 Mei 2014,
09.30 mobilisasi duduk dan berdiri dibantu
- pengkajian nyeri: P jika berdiri dan duduk tanpa dibantu, Q Rahayu mulya,
pegal, R area operasi, S VAS 2, T Jika ditekan area operasi S. Kep
- Hasil pengkajian refleks tendon dalam
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
47
09.45 Gangguan - Mengkaji Kekuatan Otot S:” Sekarang udah bisa miring kiri dan miring kanan”
Mobilitas Fisik - Mengkaji ROM O: - ROM ekstremitasatas dan bawah maksimal derajatnya
- Menvalidasi kemampuan miring - Klien telah mampu secara mandiri melakukan kegiatan miring
kiri dan miring kanan kiri dan miring kanan
- Kekuatan otot:
5555 5555
5555 5555
A: Gangguan Mobilitas Fisik teratasi
P:
-Gunakan selalu TLSO minimal 3 bulan kedepan saat beraktivitas
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
48
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
BAB 4
ANALISIS SITUASI
49 Universitas indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
50
Tujuan dari unit lantai V bedah sebagai rencana operasional antara lain:
1. Mencegah, menyembuhkan dan membatasi terjadinya infeksi pada luka
pembedahan dan komplikasi pembedahan
2. Membantu pasien, keluarga dalam membatasi dan meminimalkan kecacatan
pasca pembedahan
3. Membantu memandirikan pasien dalam memenuhi kebutuhan dasar serta
memotivasi pasien dalam meningkatkan kemadirianya untuk mempercepat
proses penyembuhanya
4. Membantu pasien dan keluarga mengetahui penyebab kanker serta
pencegahannya
Maka tujuan dari unit tersebut diterjemahkan dalam Rencana kegiatan lantai V
bedah, antara lain sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
51
INSTRUKTUR KLINIK
1.Sr. Kusmanah, AMK
2.Sr. Nina Herlina, AMK
TURMIN
Sr. Suparmi
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
52
Kecelakaan merupakan yang menyebabkan masalah yang lethal juga efek dari
penggunaan alat transportasi yang cukup tinggi pada perkotaan. Situasi di
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
53
Menurut buku ABC of spinal cord injuty karya (Grundy & Swain, 2002)
beberapa faktor yang menyebabkan cedera tulang belakang menjadi masalah
perkotaan bagi Negara berkembang, antara lai :
Kondisi jalan yang kurang baik
Konsisi lalu lintas yang tidak terkendali
Kebut-kebutan dan belum membudayanya berkandara aman
Kurangnya pemakanain sabuk pengaman dan helm
Korupsi dan intervensi pada regulasi jalan raya
Jumlahkendaraan yang terlalu banyak dengan konsentrasi kendaraan
menuju satu tempat
Kurang adekuatnya kampanye keselamatan bekendara, keselamatan
berolah raga, dan keselamatan konstruksi bangunan
Adanya kecelakaan yang tidak biasanya, seperti jatuh, diserang binatang
buas.
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
54
Komunitas penderita cedera tulang belakang adalah salah satu cara untuk
membentuk pembedayaan untuk membuat komunitas yang produktif dan
mampu meningkatkan kesejahteraan. Dengan komuitas yang penderita
cedera diharapkan hak-hak penderita cedera dapat dipenuhi, adapun
rekomendasi yang berikan kepada pemerintah ubtuk penderita cedera tulang
belakang antara lain:
Mencegah terjadinya cedera tulang belakang menggunakan semua media
komunikasi yang ada
Edukasi masa cara mengevakuasi kecelkaan yang dicurigai cedera tulang
belakang
Membuat rumah sakit pengkhususn cedera tulang belakang
Melakukan training kepada pekerja medis untuk menangani masalah
cedera tulang belakang
Libatkan keluarga dalam program promosi kesehatan mulai dari rumah
sakit sampai dirujuk ke masyarakat
Sediakan kursi roda dengan harga terjangkau untuk penderita cedera
tulang belakang yang ingin produktif
sediakan psikolog dan pekerja sosial untuk meningkatkan kepercayaan
diri penderita
identifikasi discharge planning bila pasien pulang dengan kondisi
tetraplegi atau paraplegi
bentuk organisasi perkumpulan penyandang cacat akibat cedera tulang
belakang
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
55
Yang menyenggol motor klien kabur meninggalkan pasien dalam posisi jatuh
kearah samping dengan tubuh bagian depan menghadap ke motor sedangkan
tubuh bagian belakang menghadap kearah jalan raya. Dalam posisi tubuh
terjatuh tersebut datanglah kopaja dengan kecpatan tinggi menghantam klien
dengan tumbukan pertama pada pinggang, klien terdorong ke arah depan
namun terapit dengan motor yang ada didepannya. Setelah kejadian itu, klien
mengaku tidak dapat bangun lagi dan mulai mengalami penurunan kesadaran.
Setelah dilakukan perawatan ternyata terjadi masalah konstipasi, dimana klien
tidak mampu melakukan defekasi secara spontan. Dalam analisis karya ilmiah
ini, penulis ingin menfokuskan cara mengatasi konstipasi pada pasien dengan
cedera tulang belakang.
Pada fase akut dari tempat kejadian perkara dampai dievakuasi ke rumah sakit
klien tidak mampu bangkit dan menggerakan tubuhnya. Setelah masuk rumah
sakit klien dikondisikan imobilisasi dan bedrest sampai pada hari operasi di
hari ke 6 pasca kejadian kecelakaan. Bedrest dalah intervensi terapeutik untuk
mencapai beberapa tujuan, antara lain untuk memberikan periode istirahat
kepada pasien, menurunkan konsumsi oksigen tubuh, menurunkan rasa nyeri
dan memberikan kenyamanan. Rencana bedrest sesuai dengan kemampuan
pasien untuk bergerak dan kondisi fisik.
Pada pasien dengan cedera tulang belakang, bedrest di programkan pada masa
akut untuk meminimalkan pergerakan pada tulang belakang yag mengalami
cedera. Jika klien tidak melakukan imobilisasi, maka klien dalam resiko
tinggi mengalami cedera tulang belakang lebih lanjut. Selain itu, rasa nyeri
yang dirasakan oleh pasien dapat diminimalkan skala nyerinya dengan bedrest
karena dapat mempertahankan tubuh dalam kesejajaran dan kesesuaian body
alligment. Dahulu, klien dengan cedera tulang belakang disarankan untuk
melakukan bedrest antara 4-12 minggu, namun treatment konservatif modern
menyarankan periode imobilisasi yang lebih pendek namun harus
ditindaklanjuti oleh aktvitas definitef atau treaatmen rehasibitasi psiotherapi
(Holtz & Levi, 2010).
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
56
Bedrest hanya di programkan bagi pasien cedera tulang belakang pada masa
akut. Walaupun bedrest adalah intervensi terapeutik, namun hal ini bisa
menjadi kontra produktif pada klien dalam fase recovery. Hal ini terkait
adanya perubahan pada tubuh pada periode bedrest yang lama, seperti
perubahan stuktur sendi, penurunan tonus otot, dan pemendekan serabut otot.
Perubahan tersebut akan berujung pada penurunan rentang gerak sendi atau
range of motion dan kontraktur. Kondisi tersebut bisa terjadi pada jangka
waktu 48 jam bedrest pertama ((Lamb & Cummings, 2000 dalam Delaune &
Ladner, 2002). Untuk menghindari komplikasi tersebut, maka bedrest paling
lama diprogramkan adalah 7 hari.
Selain itu, beberapa faktor yang berkontribusi pada kondisi konstipasi pada
Tn. F antara lain adalah imobilisasi. Klien diberikan program bedrest dan
imobilisasi pada masa akut dampai sebelum operasi laminektomi dilakukan.
Menurut (Delaune, 2007) imobilisasi menurunkan efisiensi pola eliminasi.
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
57
Perangsangan pada ujung syaraf bebas yang dikenal dengan istilah nosiseptor
merupakan tahap pertama yang mengawali timbulnya rasa nyeri. Reseptor ini
terdapat pada stuktur somatik dan teraktivasi dengan rangsangan mekanik,
termal, atau kimiawi. Pelepasan pradikinin, prostaglandin, histamine,
leukoterin, serotonin, dan substansi P dapat menimbulkan kepekaan atau
aktivasi nosiseptor. Aktivas nosiseptor menimbulkan potensial aksi yang
dihantarkan sepanjang serabut aferen ke spinal cord. Potensial aksi berlanjut
dari tempat rangsanga ke dorsal horn (ujung seperti tanduk) dari spinal cord
dan kemudian secara asenden ke arah pusat yang lebih tinggi. Talamus beraksi
sebagai stasiun pemancar dan meneruskan rangsangan ke stuktir pusat yang
akan memproses rasa nyeri lebih lanjut.
Tubuh mengatur rasa nyeri melalui beberapa proses. Sistem opiate endogen
terdiri dari neurotransmitter misalnya enkapalin, dinorfin, -endorfin yang
ditemukan diseluruh sistem syaraf pusat. Opioid endorgen terkait pada
reseptor opioid dan menghambat penghantaran rangsang nyeri. Tujuan terapi
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
58
Gangguan Mobilitas fisik adalah masalah yang paling umum muncul terjadi
injuri pada tulang belakang. Kondisi instabilitas pada tulang belakang
mempengaruhi postur dan pergerakan tubuh secara umum. Ditambah lagi rasa
nyeri yang sesalu hadir pada spinal cord injury menyebabkan masalah
gangguna mobitas fisi sekamin parah. Pada akhirnya, masalah musculoskeletal
akan berdampak pada kemampuan melakukan aktivitas keseharian, activity
dialy living.
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
59
melakukan mobilisasi miring kiri dan miring kanan. Pada post-operasi hari ke
dua operasi pasien telah mendapatkan TLSO, maka program rehabilitasi yang
dilakukan adalah mengajarkan pasien untuk duduk, diawali dengan bantuan,
lalu latihan untuk bisa melakukan secara mandiri. Pada Post-operasi hari ke
tida pasien dengan bantuan keluarga dan perawat belajar untuk berdiri
ditamping tempat tidur untuk selanjunya belajar melangkah dan berjalan.
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
60
Alternati yang lain jika konstipasi tertaji semakin parah sampai membuat
control spingter ani berkurang sehingga terjadi inkontinensia fekal, maka
operasi untuk mengevakuasi feses bisa dilakukan. Operasi pembentikan
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
61
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat
perkotaan pada pasien fraktur kompresi thorakal XII-XI di rumah sakit RSPAD
Gatot Soebroto lantai V bedah kesempulannya adalah sebagai berikut:
62 Universitas indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
63
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan terbagi menjadi saran untuk keilmuan, metodologis,
dan aplikatif
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Litbang.depkes.go.id/riskesdas2013
Comer, S.(1998). Critical care nursing care plan. New York: Dalmar
Corburn, J. (2009). Toward the healthy city people, places, and the politics of
Deborah F.& Matthew P. (2012). Evidence about the prevention and management
Doenges, et al. (2010). Nursing care plans guidelines for individualizing client
Grundy, D & Swain, A. (Ed.). (1986-2002). ABC of spinal cord injury 4th edition.
Holtz, A. & Levi R. (2010). Spinal cord injury. New york: Oxford university
press
64 Universitas indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
65
Lantai V Bedah. Buku profil lantai v bedah rspad gatot soebroto. Kalangan
sendiri
Selzer, M. E. & Dobkin, B. H. (2008). Spinal cord injury. New York : Demos
Penerbit EGC
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
66
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
68
JADWAL MINUM
NAMA :
NO. REGISTRASI :
KEBUTUHAN CAIRAN :
10
11
12
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014
69
DATA PERSONAL
NAMA Rahayu Mulya
TEMPAT TANGGAL LAHIR Bogor, 23 Agustus 1989
KEWARGANEGARAAN Indonesia
STATUS Belum Menikah
ALAMAT Gang Merpati II 148 Bogor
NO. HP 085885429919
EMAIL rahayumulya@yahoo.co.id
TWITTER @rahayu_mulya
RIWAYAT PENDIDIKAN
TAHUN TINGKAT PENDIDIKAN NAMA INSTITUSI
2013-2014 Profesi Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
2008-2013 Perguruan Tinggi Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
2005-2008 Sekolah Menengah Atas SMAN 1 Bogor
2002-2005 Sekolah Menengah Pertama SMPN 1 Bogor
1997-2002 Sekolah Dasar SDN Selakopi
Universitas Indonesia
Analisis asuhan …, Rahayu Mulya, FIK UI, 2014