Kel 1-Mekanisme Pel. Konseling Paska Ben-Bki 7d
Kel 1-Mekanisme Pel. Konseling Paska Ben-Bki 7d
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Bimbingan Konseling Pasca Bencana
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. WAKTU PELAKSANAAN KONSELING PASCA BENCANA.................................3
B. AKTIVITAS PELAKSANAAN KONSELING PASCA BENCANA..........................3
C. FOKUS LAYANAN KONSELING...............................................................................7
D. PERBEDAAN KONSELING PASCA BENCANA DENGAN KONSELING BIASA 9
E. MEKANISME KONSELING PASCA BENCANA....................................................10
BAB III PENUTUP..................................................................................................................12
A. KESIMPULAN.............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 menjelaskan
bahwa bencana adalah sebuah rangkaian kejadian yang mengganggu dan
mengancam penghidupan dan kehidupan masyarakat sekitar yang disebabkan oleh faktor
alam, non alam, atau faktor manusia yang menelan korban jiwa manusia, rusaknya
lingkungan, kehilangan harta benda, dan dampak pada psikologis. Indonesia adalah
negara yang rawan akan bencana alam. Kondisi tersebut membuat Indonesia
dilanda oleh bencana alam yang datang silih berganti setiap tahunnya (Rahmat et
al., 2020). Penanganan terhadap dampak negatif yang ditimbulkan haruslah dilakukan
sesegera mungkin setelah bencana terjadi. Semakin cepat penanganan dilakukan
maka dampak negatif semakin depat pula dapat direduksi serta dapat
mempercepat pula proses pemulihan fungsipsikologis korban bencana alam.
1
B. Rumusan Masalah
1. Kapan Waktu Pelaksanaan Konseling Pasca Bencana?
2. Bagaimana Aktivitas Layanan Konseling Pasca Bencana?
3. Bagaimana Fokus Pelaksanaan Konseling Pasca Bencana?
4. Apa Perbedaan Konseling Pasca Bencana Dan Konseling Biasa?
5. Bagaimana Mekanisme Konseling Pasca Bencana?
C. Tujuan
1. Mengetahui Waktu Pelaksanaan Konseling Pasca Bencana
2. Mengetahui Aktivitas Layanan Konseling Pasca Bencana
3. Mengetahui Fokus Pelaksanaan Konseling Pasca Bencana
4. Mengetahui Perbedaan Konseling Pasca Bencana Dan Konseling Biasa
5. Mengetahui Mekanisme Konseling Pasca Bencana
2
BAB II
PEMBAHASAN
Konselor memiliki peranan penting untuk membantu korban yang selamat dari
bencana alam yaitu dengan memberikan pelayanan Disaster Counseling (konseling
bencana). Layanan konseling bencana pada prinsipnya dibutuhkan oleh semua korban
bencana yang mengalami trauma atau situasi krisis. Peran konselor yaitu dengan
memberikan layanan konseling. Adapun jenis layanan yang dapat diberikan kepada
korban yaitu :
1. Play Therapy
Menurut Kaplan,dkk (1997), konselor dapat memberikan layanan berupa
play theraphy kepada para korban bencana berusia anak-anak. Anak-anak
cenderung lebih mudah mengalami trauma dibandingkan orang dewasa karena
anak-anak belum memiliki kematangan identitas diri dan kemampuan koping
terhadap stres masih terbatas, sehingga jika trauma psikis terjadi pada anak-anak
3
biasanya akan terjadi penghentian perkembangan emosional. Layanan yang
diberikan kepada anak-anak hendaknya dapat sesuai dengan karakteristik
perkembangan, baik aspek sosial, kognitif, emosi, maupun psikomotorik anak. Play
therapy menekankan pada kekuatan permainan sebagai alat untuk membantu klien
yang memerlukan bantuan. Hasil penelitian oleh Mukhadiono dkk (2016)
membuktikan bahwa Play therapy menjadi salah satu alternatif penanganan yang
cukup efektif untuk membantu mengatasi trauma pada anak-anak korban bencana
alam.
Menurut The Association for Play Therapy (dalam Nawangsih, 2014),
terdapat 14 macam keuntungan yang diperoleh bila menggunakan play therapy,
yaitu :
a. Mengatasi resistensi. Anak-anak biasanya sulit untuk diajak konsultasi dengan
konselor, apalagi mempunyai keinginan sendiri.
b. Komunikasi. Permainan merupakan salah satu cara untuk menarik anak agar
bisa terlibat dalam kegiatan konseling. Permainan adalah media alami yang
digunakan anak untuk mengeskpresikan dirinya. Konselor bisa menggunakan
berbagai pilihan permainan yang dapat memancing anak untuk dapat terus
terlibat dalam permainan.
c. Kompetensi. Bermain memberikan kesempatan bagi anak untuk memenuhi
kebutuhan anak untuk mengeksplorasi dan menguasai se-suatu keterampilan.
Konselor bisa membangun kepercayaan dengan menunjukkan bahwa anak
sedang melakukan kerja keras dan menunjukkan kemajuan.
d. Berpikir kreatif. Keterampilan problem solving dikembangkan, sehingga
pemecahan atas persoalan anak bisa tercapai. Permainan memberikan peluang
yang besar bagi anak untuk mengembangkan kemampuan diri untuk berpikir
kreatif atas persoalan yang dialami
e. Chatarsis. Melalui permainan anak-anak dapat menyampaikan tekanan emosi
yang dialaminya dengan lebih bebas, sehingga anak-anak bisa tumbuh dan
berkembang secara optimal tanpa beban mental
f. Abreaction. Dalam bermain, anak mendapat kesempatan untuk mem proses
dan menyesuaikan kesulitan yang pernah dialami secara simbolis dengan
ekspresi emosi yang lebih tepat\
g. Role playing. Anak dapat mempraktekkan berbagai tingkah laku yang baru
dan mengembangkan kemampuan empati dengan orang lain
4
h. Fantacy. Anak-anak dapat menggunakan imajinasinya untuk mengerti akan
pengalamannya yang menyakitkan. Mereka juga bisa mencoba mengubah
hidup mereka secara perlahan-lahan
i. Metaphoric teaching. Anak-anak dapat memperoleh pengertian yang
mendalam atas kesulitan dan ketakutan yang dialaminya dengan kiasan yang
dimunculkan dalam permainan.
j. Attachment formation. Anak dapat mengembangkan suatu ikatan dengan
konselor serta mengembangkan kemampuan untuk membangun koneksi
dengan orang lain.
k. Peningkatan hubungan. Hubungan terapi yang positif, memberikan kebebasan
anak untuk mewujudkan aktualisasi diri dan tumbuh semakin dekat dengan
orang lain disekitarnya. Anak dapat mengenal cinta dan perhatian yang positif
terhadap lingkungannya
l. Emosi positif. Anak-anak menikmati permainan, dengan suasana hati ini
mereka bisa tertawa dan mempunyai waktu yang menyenangkan di tempat
yang mereka merasa diterima.
m. Menguasai ketakutan. Dengan permainan yang diulang-ulang akan
mengurangi kegelisahan dan ketakutan anak. Bekerja dengan mainan, seni dan
media bermain lainnya mereka akan menemukan berbagai keterampilan dalam
mengatasi ketakutan
n. Bermain game. Game membantu anak untuk bersosialisasi dan
mengembangkan kekuatan egonya. Mereka mempunyai peluang untuk
meningkatkan keterampilan.
2. Penenangan
Bencana alam menyisahkan luka yang mendalam bagi korban yang selamat
bahkan para korban yang berada di pengungsian terkadang mengalami suasana
yang mencekam, rasa cemas yang tinggi, stres, kecemasan neuratik, dan trauma
yang mendalam kepada korban yang selamat setelah terjadinya bencana, sehingga
memerlukan penanganan (teknik dan pendekatan) khusus untuk membantu
menghilangkan rasa cemas yang dialami oleh korban. Ada dua teknik penenangan
yang dapat diberikan kepada korban yaitu:
5
a. Relaksasi, yaitu merupakan teknik yang bertujuan untuk membantu korban
yang mengalami ketegangan psikis agar menjadi lebih tenang (Taufik dan
Karneli, 2012).
b. Disensitisasi, yaitu merupakan suatu pedekatan yang digunakan untuk
mengubah tingkah laku melalui perpaduan beberapa teknik yang terdiri dari
memikirkan sesuatu, menenangkan diri, dan membayangkan sesuatu (Munro,
Manthei, dan Small, 1985).
3. Layanan pendalaman.
Setiap orang yang menjadi korban bencana alam memiliki respon,
masalah,dan kondisi trauma yang bervariasi dan dengan intensitas yang berbeda-
beda pula. Layanan pendalaman adalah layanan yang diberikan kepada korban
bencana alam yang memerlukan penanganan secara mendalam melalui layanan
konseling. Beberapa masalah yang dirasakan oleh korban bencana alam mungkin
dapat terselesaikan melalui layanan play therapy dan teknik penenangan atau
melalui teknik-teknikyang lainnya. Namun, ada beberapa masalah yang lain
mungkin masih memerlukan penanganan secara mendalam agar dapat terentaskan.
Layanan pendalaman yang dapat diberikan kepada korban bencana alam
yang selamat yaitu melalui berbagai jenis layanan konseling (layanan orientasi,
layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan penguasaan
konten, layanan konseling perorangan, layanan bimbingan kelompok, layanan
konseling kelompok, layanan konsultasi, layanan mediasi, dan layanan advokasi)
(Tim Konseling Trauma, 2009).
Penerapan jenis layanan konseling tergantung pada tingkat, jenis, dan
kondisi permasalahan yang dialami oleh korban bencana alam, serta
pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi di lapangan (lokasi
6
pegungsian). Sedangkan untuk mengetahui, apakah korban bencana alam
memerlukan layanan pendalaman, maka konselor perlu untuk menanyakan
intensitas masalah yang masih dialami setelah mengikuti kegiatan konseling
trauma. Korban yang menyatakan bahwa masalah yang dialaminya belum
terentaskan dan memerlukan tindakan lanjutan (layanan pendalaman). Maka
konselor harus mendekati korban baik secara individu maupun kelompok
(tergantung pada masalah yang dialami), untuk selanjutnya diberikan layanan
pendalaman. (Safitri & Irawan, 2018).
7
mengalami trauma karena perampokan di tempat kerja, penciptaan rasa aman bisa
dilakukan dengan memberi izin untuk tidak masuk kerja dalam beberapa hari; dan
bagi yang kena rampok di rumah, bisa dilakukan dengan pindah rumah buat
sementara.
8
Proses disensitisasi dimulai dengan menyuruh klien duduk dalam keadaan
santai dan nyaman sambil memejamkan matanya. Teknik ini disebut latihan rileksasi,
yaitu proses penegangan dan pengenduran berbagai otot, seperti lengan, tangan,
wajah, perut, kaki, dan lain sebagainya (Wolpe dalam Hock, 1999). Setelah klien
merasa rileks, ia diminta untuk membayangkan sesuatu Ayang paling sedikit
menimbulkankecemasan sesuai dengan hirarki yang telah disusun. Apabila klien
masih bisa santai dalam membayangkan peristiwatersebut, konselor bisa bergerak
maju dalam hirarki selanjutnya sampai klien memberi isyarat bahwa pada situasi
itulah dia mengalami kecemasan, dan pada saat itu pula skenario dihentikan A(Wolpe,
dalam Hock, 1999). Klien disuruh membuka matanya dan disuruh duduh santai.
Apabila klien tidak bersedia melanjutkan pada hirarki kecemasan yang lebih
tinggi, konselor bersama klien membahas secara mendalam apa yang dialaminya, atau
melanjutkannya pada konseling berikutnya. Sebaliknya bila klien bersedia
melanjutkan kon- seling, pengendoran ketegangan dimulai lagi dan dilanjutkan
dengan hirarki kecemasan yang lebih tinggi lagi. Konseling dihentikan manakala
klien sudah tidak mengalami kecemasan lagi. Dengan demikian, pada klien yang
meng- alami PTSD yang tinggi, teknik disensitisasi cenderung dilakukan berulang-
ulang.
9
identitas dan seksualitas klien, keterhimpitan pribadi klien dan konflik nilai yang
terjadi pada klien.
3. Dilihat dari segi aktivitas : konseling pasca bencana lebih banyak melibatkan
banyaknya orang dalam membantu klien dan yang paling banyak aktif adalah
konselor, konselor berusaha mengarahkan, mensugesti, memberi saran, mencari
dukungan dari keluarga dan teman klien, melibatkan orang atau agen lain yang
kompeten secara legal untuk membantu klien, dan mengusulkan berbagai
perubahan lingkungan untuk kesembuhan klien.
4. Dilihat dari segi tujuan, konseling traumatik lebih menekankan pada pulihnya
kembali klien pada keadaan sebelum trauma dan mampu menyesuaikan diri
dengan keadaan diri dengan keadaan lingkungan yang baru. Secara lebih
spesifik, kottman (1995) Menyebutkan, bahwa tujuan konseling pasca bencana
adalah :
a. Berpikir realistis, bahwa trauma adalah bagian dari kehidupan
b. Memperoleh pemahaman tentang peristiwa dan situasi yang menimbulkan
trauma
c. Memahami dan menerima perasaan yang berhubungan dengan trauma, serta
d. Belajar ketrampilan baru mengatasi trauma.
Proses konseling pasca bencana terlaksana karena hubungan konseling
berjalan dengan baik, proses konseling pasca bencana adalah peristiwa yang tengah
berlangsung dan memberi makna bagi klien yang mengalami trauma dan memberi
makna pula bagi konselor yang membantu mangatasi trauma kliennya tersebut.
1. Tahap awal konseling. Adapun pada tahap awal ini terjadi sejak konselor bertemu
dengan konseli sehingga berjalanlah proses konseling dan menemukan defenisi
masalah klien. Adapun yang dilakukan oleh konselor dalam proses konseling ini
adalah sebagai berikut: (a) membangun hubungan konseling traumatik yang
10
melibatkan klien yang mengalami trauma; (b) memperjelas dan mendefenisikan
masalah trauma; (c) membuat penjajakan alternatif bantuan untuk mengatasi
masalah trauma; dan (d) menegosiasikan kontrak.
11
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Konseling pasca bencana sangat berbeda dengan konseling biasa dilakukan oleh
konselor, perbedaan ini terletak pada waktu, fokus, aktivitas, dan tujuan. Konseling pasca
bencana memerlukan waktu yang lebih lama dari konseling biasa, fokus pada trauma
yang dirasakan sekarang, lebih banyak melibatkan orang banyak dalam membantu
konseli dan yang paling aktif berperan adalah konselor. Adapun proses konseling
traumatik adalah proses tengah berlangsung dan memberi makna bagi klien yang
mengalami trauma dan memberi makna pula bagi konselor yang membantu mengatasi
trauma kliennya. Sedangkan dampak psikologis dari bencana alam dapat diketahui
berdasarkan tiga faktor yaitu faktor pra bencana, faktor saat bencana, dan faktor pasca
bencana. Dalam implementasi konseling pasca bencana dalam mereduksi dampak
psikologis korban bencana alam menggunakan beberapa strategi dalam tiga tahap yaitu
tahap awal konseling, tahap pertengahan konseling, dan tahap akhir konseling.
13
14
DAFTAR PUSTAKA
15