Anda di halaman 1dari 82

blank

MUQODDIMAH
ُ‫ َم ْن يَ ْه ّد ّه هللا‬،‫ت أ َ ْع َما ّلنَا‬ َ ‫سنَا َومّ ْن‬
ّ ‫سيّهئ َا‬ ّ ُ‫ور أ َ ْنف‬ ُ ‫هلل مّ ْن‬
ّ ‫ش ُر‬ ّ ‫ َونَعُوذُ بّا‬،ُ‫ست َ ْغف ُّره‬ ْ َ‫ست َ ّع ْينُهُ َون‬
ْ َ‫لِل نَـحْ َم ُدهُ َون‬
ّ ‫إنَّ الـح َْم َد ّ ه‬
َ ً ‫ش َه ُد أَنَّ ُمـ َح َّمدا‬
ُ‫ع ْب ُده‬ ْ َ ‫ش َه ُد أَن ال َّ إّلَهَ إّال َّ هللا َوحْ َدهُ َال ش َّر ْيكَ لَهُ َوأ‬
ْ َ ‫ َوأ‬،ُ‫ّي لَه‬
َ ‫ض ّل ْل فَ ََل هَاد‬ ْ ُ‫ َو َم ْن ي‬،ُ‫فَ ََل ُم ّض َّل لَه‬
‫سولُه‬
ُ ‫َو َر‬

Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberi
ni’mat yang tak terhingga kepada seluruh makhluknya. Sholawat serta salam
kepada junjungan nabi yang mulia cahaya lentera bagi umat, ya’ni Nabi
Muhammad SAW.

Berawal dari perkumpulan teman solih dan solihah yang berupaya untuk
mengumpulkan kalimat-kalimat atau kata-kata indah bak mutiara yang
dipersembahkan untuk umat, sebagai pendorong penyemangat atau motivasi dalam
ketaatan kepada Allah SWT, maka hamba yang faqir ini belajar untuk
berkontribusi ikut ambil bagian mengambil keberkahanya. Seraya berharap balasan
abadi dari sang khaliq. Maka aku kumpulkan dari ibaroh-ibaroh kitab ulama
terdahulu menjadi satu sub judul, namun karena kata-kata yang begitu panjang,
maka Al Faqir yang dho’if ini berinisiatif mengumpulkan beberapa sub judul
menjadi satu rangkaian dan dijadikan dalam satu buku.

Maka Al Faqir menuqil dari kitab-kitab Imam Nawawi dan Hadits Arba’in
yang telah di berikan keterangan oleh Al-Mukarrom K.H Ahmad bin Mukhlisun
AR. Dan Al Faqir hanya memberikan sedikit kata-kata sebagai penyambung.

Semoga dengan buku yang ringkas ini diberikan manfaat untuk saya dan
pembaca sekalian dan mampu mengamalkan secara sempurna, serta ampunan dari
rabbul’alamin. Dan sekiranya para pembaca sudi mendoakan Al-Faqir yang Dho’if
ini untuk selalu diberikan taufiq untuk menebar manfaat untuk diri sendiri dan
umat seluruh alam sampai akhir hayat. Aamiin ya Robbal ‘alamin..

3 Mei 2020 M/ 10 Ramadhan 1441 H

Al Faqir

M. Rafiqsani Al-Batami

I
DAFTAR ISI

MUQODDIMAH .......................................................................................... I
DAFTAR ISI ................................................................................................ II
1. IKHLAS DAN KAITAN NIAT ......................................................... 1
2. MALU ............................................................................................... 4
3. MEMILIH TEMAN .......................................................................... 8
4. BERBICARA / DIAM ....................................................................... 10
5. CANDA ............................................................................................ 15
6. BOLEHKAH BERDUSTA ??? ......................................................... 17
7. SINDIRAN / TAURIAH ................................................................... 21
8. GHIBAH ??? BOLEH DONG.. ......................................................... 24
9. NAMIMAH (ADU DOMBA)............................................................ 29
10. BERTENGKAR ................................................................................ 32
11. DEFINISI MARAH ........................................................................... 35
12. MEMAAFKAN DAN MERELAKAN .............................................. 38
13. MEMUJI ORANG LAIN .................................................................. 40
14. MEMUJI DIRI SENDIRI .................................................................. 43
15. JANGAN SOMBONG DAN BERLAKULAH TAWADHU’ ............ 45
16. TAUBAT .......................................................................................... 48
17. MEKANISME DO’A ........................................................................ 50
18. ISTIKHOROH DAN MUSYAWARAH ............................................ 52
19. CINTA .............................................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 72

II
1. IKLAS DAN KAITANYA NIAT
Allah berfirman:
“Mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah kepada
Allah dengan ikhlas dalam (menjalankan) agama, lagi dengan
lurus... “ (Q.S Al-Bayyinah 5).
Allah SWT berfirman:
“tidak sampai kepada Allah daging dan darahnya (qurban),
melainkan yang sampai kepadaNya adalah ketaqwaan dari
kamu... “ (Q.S Al-Hajj 37).
Menurut Ibn Abbas, makna ayat tersebut bahwa yang
sampai kepada Allah adalah niatnya. Di Riwiyatkan dari Umar
bin Khattab r.a Rasulullah SAW bersabda: “Perbuatan itu
tergantung pada niat, dan tiap-tiap orang (beramal) menurut
niatnya. Barang siapa yang berhijrah menuju pada (keridhaan)
Allah dan Rasul-Nya makan balasan hijrahnya mendapat
keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa berhijrah untuk
(mencari kepentingan) dunia, ia dapatkan dunia, atau mengawini
wanita, maka hijrahnya sesuai yang di tujunya. (Hadits shahih
yang di sepakati ulama hadits).
Sudah menjadi hal yang maklum bahwa ikhlas merupakan
salah satu diterimanya amal, amalan tanpa keikhlasan adalah sia-
sia tanpa arti. Bahkan bisa berujung pada adzab Allah yang
selama-lamanya.
Imam As-Suyuthi berkata dalam kitab Al Iklil fi Isbatin
Tanzil ayat ini (Al-Bayyinah 5, di atas tadi), menunjukkan
wajibnya niat di dalam ibadah. Karena ikhlas tidak akan pernah
1
ada tanpa niat itu sendiri. Sebaliknya niat seseorang akan
mendapatkan pahala walaupun tidak ada amal, bila ketiadaan
amal tersebut karena udzur/halangan yang bisa diterima.
Sedangkan dalam ikhlas ini ulama bermacam-macam
mengartikannya.
Fudhail bin Iyadh berkata: “Meninggalkan amal karena
manusia adalah riya’, beramal karena manusia adalah syirik,
sedangkan ikhlas Allah menyelamatkanmu dari keduanya”.
Khudzifah Al Murisyi’ berkata: “ikhlas adalah samanya perilaku
dzohir dan batin”. Sahal Tastarie berkata: “Orang-orang pandai
telah menelusuri apa itu ikhlas, maka tidak ada kesimpulan yang
muncul kecuali ‘ikhlas adalah diam dan gerakmu, rahasia atau
terang-terangan adalah hanya karena Allah dan sama skali tidak
bercampur dengan hawa nafsu dan dunia”. Dzunnun Al Misrie
berkata: ada 3 alamat ikhlas :
1. Antara pujian dan celaan dianggap sama
2. Tidak mengingat-ingat amal
3. Mengharap balasan di akhirat
Karena begitu pentingnya niat ini, Para ulama mewajibkan
niat. Ulama sepakat bahwa setiap amalan yang muncul dari
mukmin yang mukallaf (baca-baligh & berakal) tidak akan
pernah bisa dianggap sah menurut syara’ dan tidak akan bisa
menghasilkan pahala kecuali dengan niat. Maka dari itu niat
dalam ibadah maqsudah/ibadah inti seperti sholat, puasa, haji,
merupakan rukun dari rukun-rukun ibadah yang harus
ditunaikan. Sedangkan dalam ibadah wasilah seperti wudhu,
tayamum, dll ulama berbeda pendapat tentang kewajibanya.
Menurut madzhab Hanafi niat untuk ibadah yang bersifat wasilah
2
tidak wajib, karena niat disitu hanya syarat sempurnanya
amal/untuk mendapat pahala saja, bukan syarat sahnya amal. Hal
ini bersebrangan dengan pendapat Madzhab Asy-Syafi’i, Al
Maliki, dan Al Hambali yang lebih memilih wajibnya niat
walaupun ibadah yang bersifat wasilah.
Amal yang dikerjakan untuk selain Allah adalah tercela
dan tertolak, hal ini bisa difahami dari pernyataan baginda SAW
‫ ( فهجرته الى ما هاجر اليه‬maka hijrahnya sesuai dengan apa yang
ditujunya ). Syeikh Muhammad bin Allan Asshidiqie dalam kitab
Dalailul Falihin mengartikan bunyi hadits diatas dengan “maka
hijrahnya buruk dan tercela/tertolak”. Begitu pula amalan akan
tertolak juga bila dikerjakan karena Allah dan karena yang lain.
Hadits tersebut juga mengajarkan kepada kita agar selalu
waspada dari penyakit-penyakit hati yang bias merusak amalan,
seperti bangga diri, riya’, dll yang terbukti sangat ampuh
memalingkan hati manusia dari Allah SWT.
Kesimpulannya
Pastikan amal yang kita buat adalah amal baik, dan niat
kita pula juga niat yang baik (Lillahi Ta’ala), karena pekerjaan
yang baik dan bermanfaat bila disertai niat yang ikhlas akan
terhitung pahala bagi pelakunya.
Ikhlas juga sangat berkaitan erat dengan niat, dan dengan
niat itu pula berpengaruh dengan keikhlasan, sedang diterimanya
amal karena keikhlasan. Maka, Maulana ilyas rah.a telah
menuliskan dalam 6 sifat sahabat, untuk memperoleh sifat ikhlas
adalah dengan cara:
1. Dakwahkan pentingnya ikhlas
3
2. Latihan dengan cara memperbaiki niat sebelum beramal, saat
beramal, dan setelah beramal.
3. Beristighfar setelah selesai beramal.
4. Berdoa kepada Allah agar diberi hakikat sifat ikhlas.

4
2. MALU
Allah SWT telah menciptakan manusia sekaligus menghiasi
mereka dengan berbagai sifat dan tab’iat, yang masing-masing
dari sifat itu akan menjadi perantara untuk sampai padaNya,
salah satunya adalah sifat malu. Rasulullah menegaskan bahwa
malu merupakan salah satu dari cabangan iman yang tidak boleh
dikesampingkan oleh kaum muslimin, bahkan ia disinyalir
sebagai sumber dari akhlak yang terpuji, dalam sebuah hadits,
Rasulullah SAW bersabda "malu semuanya adalah baik, dan ia
tidak akan membawa seseorang kecuali pada kebaikan". (H.R
Imam Muslim).
Hakikat malu telah diungkapkan oleh para ulama sebagai
sebuah sikap/tabiat yang mendorong untuk meninggalkan segala
sesuatu yang buruk, dan menghalangi pemiliknya untuk berbuat
aniaya pada orang-orang yang memiliki hak atasnya, maka dari
itu bila seseorang malu dalam berbuat kebaikan seperti amar
ma'ruf nahi munkar, bertanya tentang ilmu agama, dll,
sebenarnya yang ia rasakan bukanlah malu, namun takut, tapi
karena bentuknya hampir mirip dengan malu, sebagian orangpun
menyebutnya yang disebut dengan malu cuma majazi saja(bukan
aslinya) sebagai malu.
Rasulullah pernah berkata pada sahabatnya "Malulah kalian
pada Allah SWT dengan sebenar-benarnya malu". Rasulullah
SAW mengulanginya beberapa kali, sehingga sahabat
memberikan jawaban: " Ya Rasulullah SAW, alhamdulillah kami
sudah malu pada Allah SWT, Rasulullah SAW menanggapi,
"bukan begitu yang kuinginkan, namun malu pada Allah SWT
adalah engkau menjaga kepalamu serta yang ditampungnya
(yang ada dipikiranya), menjaga perut beserta apa yg dimuatnya,
5
dan engkau mengingat mati dan kesengsaraan di akhirat, barang
siapa yang melakukan hal itu maka ia telah malu pada Allah
SWT dengan sebenar-benarnya malu" Rasulullah SAW tidak
henti-hentinya mengulangi perkataan hingga sahabat menangis
tersedu-sedu. (H.R Tirmidzi dan Hakim).
Fudhail bin Iyadh berkata, ada 5 tanda orang celaka:
1. Keras hatinya
2. Tidak menjaga pandangan
3. Cinta dunia
4. Panjang angan-angan
5. Sedikitnya rasa malu
Dikisahkan bahwa Zulaikha ketika mengajak nabi Yusuf
untuk berbuat zina, ia terlebih dahulu menutupi patung yang ada
di pojok ruangan tempat mereka berada, melihat itu nabi Yusuf
bertanya " Mengapa kamu berbuat demikian? " Zulaikha berkata
'aku malu bila melakukan hal ini di depanya' nabi Yusuf
menjawab "Aku lebih berhak untuk malu pada Allah SWT dari
pada kamu".
Imam Junaid Al Baghdadi berkata "malu adalah, melihat
pada nikmat Allah yang berlimpah beserta melihat kekurangan
diri kita. (Yaitu pantaskah kita berbuat ma'siat dengan
berlimpahnya nikmat Allah dan serba kurangnya kita?!! ").
Dikatakan : laki-laki 9 akalnya dan 1 nafsunya, sedang
wanita memiliki 9 nafsu dan 1 akal. Maka untuk menahan 9
nafsu tersebut adalah dengan memiliki sifat malu. Jika malu telah
6
lepas dari wanita, maka rusak lah ia, jatuh martabatnya, hilang
kehormatannya.
Menurut para ulama rabbani dan imam-imam muhaqqiq
bahwa malu adalah akhlak yang membangkitkan perasaan untuk
meninggalkan kejelekan dan mencegah dari berkurangnya hak
orang yang semestinya memperoleh haknya itu.
Maka.. Ini point-point penting yang mesti kita ambil pelajaran
tentang sifat malu. Berikut penjelasanya.
• Da'i tidak sepantasnya malu untuk menyampaikan agama yang
haq pada umat ini, karena malu dalam menyampaikan yang haq
bukanlah malu namanya, namun hakikatnya adalah takut. Dalam
keterangan kitab Al Adzkar Imam Nawawi menyampaikan :
"Banyak terjadi di tengah masyarakat karena martabat yang
tinggi, lalu terlalaikan memberi nasihat kepada mereka, dengan
alasan malu. Hal ini kesalahan yang jelas sekali dan kejahilan
yang amat buruk. Sebenarnya keadaan seperti itu tidak dapat
dikatakan malu. Itu hanya kelemahan dan rasa rendah diri (hina)
belaka. Yang benar apa yang disebut malu itu dalam hal
kebaikan. Tidak ada sesuatu yang malu melainkan baik karena
tidak ada malu dalam kejahatan.
• Sudah seharusnya bagi para orang tua dan pendidik
menanamkan rasa malu pada anak didiknya, sehingga mereka
akan terbiasa meninggalkan hal-hal yang tidak senonoh
dilakukan oleh orang beriman. Seperti mandi menggunakan
basahan, menutup aurat walaupun di tempat terjaga dll.
• Sayyidatina A'isyah r. Ha berkata "akhlaq Al karimah ada 10,
Allah memberikannya pada siapa yang di kehendaki, dan sumber
dari kesemuanya adalah rasa malu”.
7
Kesimpulanya
Malu merupakan hal yang sangat dianjurkan, namun bila
berhubungan dengan perkara yang haq maka tidak ada malu
didalamnya.

8
3. TEMAN
Menurut KBBI, teman, kawan, atau sahabat adalah orang
yang bersama-sama dalam melakukan suatu aktifitas, bekerja,
lawan (bercakap-cakap), mereka yang menjadi pelengkap
(pasangan) atau yang dipakai (dimakan dan sebagainya).
Teman merupakan unsur penting dalam kehidupan
manusia. Di manapun berada, baik di sekolah, madrasah, tempat
kerja, dan lain sebagainya, manusia membutuhkan teman untuk
kelangsungan hidupnya. Bahkan nabi Adam as masih merasa
sedih dan galau ketika Hawa belum menjadi teman dalam
membersamainya.
Teman juga sangat berpotensi dalam menentukan hidup
seseorang. Sebagai permisalan, sayur yang diberikan bubuhan
garam secukupnya akan lebih gurih dibandingkan sayur yang
diberi bubuk kopi. Begitulah teman, ia akan memberikan
pengaruh rasa dalam kehidupan seseorang. Oleh karena itu,
dalam perspektif islam, memilih teman adalah satu hal penting
dalam menentukan hidup.
Tentang memilih teman, hendaklah memilih yang tekun,
waro, bertabiat jujur serta mudah memahami masalah.
Menyingkirkan orang pemalas, penganggur, banyak bicara, suka
mengacau dan gemar memfitnah.
:‫قال الشاع‬
‫عن المرء ال تسل وأبصر قرينه فـإن الـقرين بالمـقارن يقــتـدى‬
‫فـإن كـان ذا شر فــجـنبه سرعـة وإن كان ذا خير فقارنه تهـتدى‬

9
Sya’ir dikatakan : “Jangan bertanya siapakah dia? Cukup kau
tahu oh.. itu temannya.karena siapapun dia, mesti berwatak
seperti temannya. Bila kawanya durhaka, singkirilah dia serta
merta. Bila bagus budinya, rangkullah dia, berbahagia!”
:‫ويقال فى الحكمة بالفارسية‬
‫باربد بدتـر بود ازمـاربد بحـق ذات بـاك هللا الصـمـد‬
‫باربد ازدترا سوى حجيم بار نـيكــوكــير نابـى نعــيم‬
Ada dikatakan kata hikmah dalam bahasa persi :
Teman yang durhaka, lebih berbisa daripada ular yang berbahaya
Demi Allah Yang Maha Tinggi, nan Maha Suci
Teman buruk, membawamu ke neraka Jahim
Teman bagus, mengajakmu ke surga Na’im.
(Talimul Muta’alim).

Maka dari itu, dalam berteman jagalah 5 hal ini :


1. Pintar
Tidak ada kebaikan berteman dengan orang bodoh.
Sebaik-baik teman yang bodoh ia akan membahayakanmu
walaupun ia berkeinginan untuk memberikan manfaat
untukmu, bahkan memiliki musuh yang pintar lebih baik dari
pada memiliki teman bodoh.
Dalam suatu maqolah dikatakan: “... BERTEMAN
DENGAN ORANG BODOH ADALAH SUATU
10
KESIALAN” Maksudnya orang bodoh adalah, orang yang
menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya padahal ia
mengerti kejelekannya, yakni tidak berkah. Sebagaimana
imam Thobroniy meriwayatkan dari Busyair, bahwasannya
Nabi SAW.bersabda: ''ishrimil ahmaq'' (putuskanlah orang
bodoh). Yakni putuskanlah mencintainya. Maknanya jangan
menemaninya karena kejelekan prilakunya, dan karena
sesungguhnya tabiat itu suka mencuri, dan kadang-kadang
tabi’atmu mencuri dari dirinya, (ATH-THIBA'A
SARROQOTUN WA QOD YASRUQU TOB'UKA
MINHU). (Nashoihul ‘Ibad)
2. Budi pekerti yang baik
Maka jangan berteman dengan orang yang berperangai
buruk, ia tidak akan bisa menguasai dirinya ketika sedang
marah atau memiliki suatu keinginan (syahwat).
3. Sholeh
Jangan berteman dengan orang yang fasiq dan suka
berbuat dosa besar. Karena orang yang takut kepada Allah
tidak suka berbuat dosa besar. Takutlah berteman dengan
orang fasiq, jika kamu sering melihat kefasikan dan
kema’siatan, maka akan hilang rasa kebencian terhadap
ma’siat dihati kamu dan menganggap mudah masalah
ma’siat.
4. Tamak terhadap dunia
Jangan berteman dengan orang yang tamak, rakus
terhadap dunia, karena berteman dengan mereka merupakan
racun yang mematikan. Jika kamu duduk berkumpul bersama
orang yang rakus dunia maka akan bertambah sifat
ketamakan dan keserakahan terhadap dunia. Jika kamu
duduk bersama orang yang zuhud (tidak cinta dunia), maka
akan bertambah sifat kezuhudanmu.
11
5. Jujur
Janganlah berteman dengan pendusta, karena kamu akan
sering ditipu olehnya. Sesungguhnya pendusta ia akan
menjauhkan sesuatu yang dekat,dan mendekatkan sesuatu
yang jauh.
Namun disisi lain, bergabung atau berkumpul dengan
orang-orang yang buruk, dengan tujuan mendidik atau membina
maka sangat dianjurkan karena keutamaan umat Rosulullah
SAW, adalah adanya tanggung jawab berda'wah yang memang
tugas mulia tersebut telah berpindah dari Al Musthofa Rasulullah
SAW kepada umat ini.
Da'wah juga merupakan amal yang paling utama setelah
iman, karena sesungguhnya buahnya da'wah adalah hidayah
(petunjuk) manusia kepada kebenaran, kecintaan terhadap
kebaikan, penolakan terhadap kebatilan dan keburukan, serta
mengeluarkan mereka dari kejahilan dan kegelapan menuju
cahaya.
Syeikh Umar Al Palanpuri mengatakan : da'wah adalah
mutiara diqurun awal, dan dasar agama adalah da'wah.
(Nafkhotuda'wah wa tabligh).
Maka dari itu, jika memang seseorang ada kemampuan
untuk merubah suasana dan keadaan, semisal seorang petinggi,
ulama, atau dengan suatu organisasi, dll, maka diperbolehkan ia
berkumpul dengan orang-orang yang buruk, dengan tujuan untuk
berda'wah, mengajak manusia dari keburukan kepada kebaikan,
mengajak dari kema'siatan menuju ketaatan.

12
Kesimpulanya
Hendaknya seseorang menjauhi teman-teman yang buruk,
sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, namun jika ia
memiliki potensi bisa merubah keburukan menjadi kebaikan,
maka dibolehkan bahkan dianjurkan untuk bergabung atau
berkumpul dengan orang-orang yang buruk dengan maksud
membawa mereka kepada kebaikan.

13
4. ANTARA BICARA & DIAM
Dari Abu Hurairah R.a dari Nabi SAW, bersabda: “Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat hendaklah
berkata baik atau diam saja. (H.R Bukhari Muslim).
Hadits shahih ini memberikan pengertian bahwa, tidak
seyogyanya asal bicara saja kecuali berbicara baik. Maksudnya
berbicara yang jelas bermanfaat dan kapan ia ragu tentang
manfaat bicaranya itu sebaiknya ia berdiam diri saja.
Seyogyanya bagi orang yang sudah mukallaf (terbebani
syari’at), memelihara lidahnya dari setiap kata, kecuali kata atau
ucapan yang jelas ada gunanya. Kapan ditemukan bahwa
berkata-kata atau berdiam diri sama saja manfaatnya, maka
disunnahkan tidak berbicara. Kadang-kadang ucapan yang
mubah itu tidak dapat dihentikan sampai melewati batas
sehingga menjadi ucapan yang makruh atau haram. Bahkan,
menurut kebiasaan, sering terjadi hal demikian. Oleh karena itu,
yang selamat tidak ikut berbicara
Dari Abu Hurairah r.a dari nabi SAW bersabda:
“ Baiknya islam seseorang, antara lain meninggalkan apa saja
yang tidak bermanfaat”.
Imam As Shan’anie berkata: “hadis ini adalah hadits yang
mencakup atas segala perilaku dan pengucapan, dan bisa diambil
pelajaran darinya agar kita meninggalkan berlebih-lebihan dalam
masalah keduniaan, meninggalkan mencari pangkat, dan jabatan,
suka dipuji, dll. Karena hal itu tidak ada faedah untuk agama dan
tanpanya kehidupan dunia sudah tercukupi”.

14
Imam Ghazali mengatakan bahwa “bila kamu berusaha
sekuat tenaga dalam obrolanmu yang sia-sia untuk tidak
menggunjing, merendahkan, menambah atau mengurangi dari
yang semestinya, itu pun kamu masih dianggap orang yang tidak
menghargai waktu, dan kamu akan dihisab atas apa yang kamu
lakukan kendati hal yang kamu bicarakan hanya perkara yang
mubah namun sia-sia. Coba berfikirlah, bukankah lebih baik
kamu menggunakan waktumu untuk berdzikir dan berfikir atas
ciptaan Allah SWT. Yang mungkin-mungkin dari situ kamu akan
dibuka pintu ma’rifat pada Allah, sungguh orang yang menyia-
nyiakan waktu adalah orang yang berusaha mengganti sesuatu
yang sangat baik dengan sesuatu yang teramat rendah dan
terkesan murahan”.
Contoh orang yang berbuat cerita sia-sia adalah orang
yang bercerita pada kawannya tentang perjalanannya, bahwa
dalam perjalanan itu ia melihat gunung, laut, makan enak, dan
kejadian-kejadian mengherankan. Begitupula contoh kesia-siaan
adalah membaca koran karena ia di penuhi dengan hal-hal yang
tidak penting, bahkan kebohongan dan manipulasi lebih dominan
didalamnya, begitu juga menghafal nama-nama tokoh dunia,
artis, atlet, dll, dan tidak ada manfaatnya di dunia, lebih-lebih di
akhirat, bahkan mirisnya lagi banyak orang hari ini jauh lebih
kenal dengan tokoh dunia dan selebritis dari pada nama para
sahabat dan tokoh Islam.
Dalam salah satu hadits baginda SAW disebutkan “ Orang
yang paling banyak dosanya adalah orang yang paling banyak
bicara perkara sia-sia”. HR Al Aqielie dari Abu Hurairah r.a.
Lukman Al Hakim pernah ditanya “melalui apakah kamu
mendapat drajat disisi Allah sebagai mana yang kami lihat
15
sekarang ini? Beliau menjawab, melalui perkataan yang jujur dan
banyak diam dalam perkara yang tidak bermanfaat”.
Diceritakan bahwa Qass bin Sa’idah bertemu dengan
Aktsam bin Shoifi. Salah seorang dari keduanya bertanya kepada
yang lainya: “Berapa banyak keaiban yang kau dapati pada anak
Adam (seorang manusia) itu?” Temanya menjawab: “banyak
sekali tidak terhingga, sedang yang dapatku hitung saja sudah
delapan ribu macam aib. Kudapatkan pula ada satu perkara, jika
dapat kau amalkan, semua keaiban dapat kau tutupi”.
Salah seorang bertanya: “Apa perkara itu? “
Temanya itu menjawab: “perkara itu ialah memelihara lidah”.
Imam Asy-Syafi’i berkata pada temanya Ar Rabi’ :
“Wahai Rabi’, jangan kau berbicara sesuatu yang tidak
bermanfaat, sebab apabila kau sudah mulai bicara dengan suatu
kalimat, kalimat itu yang menguasaimu bukan kamu lagi yang
menguasainya”.
Dari Abdullah bin Mas’ud R.a ia berkata:
“Tidak ada sesuatu yang lebih berhak untuk masuk penjara selain
lidah”.
Ulama lainya berkata:
Lidah itu layaknya binatang buas, jika kamu tidak mengikatnya,
ia akan menerkam dirimu”.
Kepada kami diriwayatkan dari Ustadz Abu Qosim Al-
Qusyairi rah.a di dalam risalah nya yang masyhur, ia berkata:
“berdiam diri adalah keselamatan inilah dasar utamanya.
16
Berdiam tidak berkata-kata pada waktunya adalah sifat orang
yang mulia. Sama halnya dengan berbicara tepat pada tempatnya
ialah semulia-mulianya perkara”.
(AlQusyairi) berkata: “ Aku mendengar Abu Ad-Daqqaq
r.a, berkata: “barangsiapa yang berdiam diri dari mengucapkan
kebenaran, maka ia adalah setan yang bisu, adapun tingkah para
pejuang ruhani (ashabul mujahadah) yang lebih mengutamakan
diam tidak banyak bicara, ialah setelah mereka mengetahui
bahwa banyak bicara itu banyak menimbulkan penyakit batin.
Banyak bicara itu merupakan pemenuhan keinginan hawa nafsu,
keinginan menampakkan sifat-sifat terpuji, dan
berkecenderungan untuk membedakan bentuk-bentuk pujian itu
dengan kata-kata indah serta lain-lainya lagi dari macam-macam
penyakit batin. Demikianlah sifat yang di tempuh oleh mereka
yang menjalani riyadhoh (latihan jiwa). Diam adalah salah satu
rukun yang mereka laksanakan dalam rangka mendidik akhlaq.
Diantara syair yang mereka susun dalam hal ini berbunyi:
“ Peliharalah lidahmu wahai manusia...
Jangan digigit olehnya, ia ular berbisa..
Banyak didalam kubur orang terbunuh karena lidahnya.
Dulu orang yang beranipun takut bertemu denganya. “...
Sebenarnya masih banyak lagi syair-syair dan hadits yang
menerangkan tentang hal ini, namun saya meringkasnya, supaya
kitab ini tidak menjadi tebal. Engkau bisa melihat dalil-dalil yang
lebih banyak lagi dalam kitab kitab yang panjang keterangannya.
Salah satunya kitab Al Adzkar An Nawawi.

17
Sekiranya ini juga sudah menjadi ancaman yang keras untuk
menjaga lisan kita. Semoga Allah menjaga lisan kita dari
perbuatan sia-sia.. Aamiin.

18
5. CANDA
Sudah menjadi hal yang lazim saat kita bercengkrama,
berdialog dengan orang lain, candaan turut menghiasi
pembicaraan kita. Baik dengan tingkah ataupun dengan kata.
Berbagai hal dijadikan candaan sampai menimbulkan tawa.
Memang berkumpul bersama teman itu paling seru jika dibumbui
dengan candaan. Namun, apakah semua candaan dibolehkan ?
apakah ada batasanya ?.. untuk itu simak penjelasan berikut.
Dari Anas r.a Rasulullah SAW bersabda kepada
saudaranya yang kecil.
‫ ما فعل نغير‬..‫يا أبا عمير‬
"Wahai Abu Umair apa yang dikerjakan oleh Nughoir (burung
nughar yang kecil). (H.R Muslim)
Dari Anas r.a juga, bahwasanya nabi SAW bersabda kepada nya:
‫يا ذا األذنين‬
" Wahai orang yang mempunyai kedua telinga". (H.R Abu Daud,
Tirmidzi).
Dari Abu Hurairah r.a ia berkata, para sahabat berkata
pada Rasulullah SAW:
"Wahai Rasulullah... Engkau bersenda gurau bersama kami.
Beliau SAW menjawab: " Sungguh apa yang aku katakan itu
adalah yang sebenarnya ". (H.R Tirmidzi).
Dari Ibn Abbas r.a dari nabi SAW bersabda:

19
"Jangan engkau bertengkar dengan saudaramu, jangan bergurau
padanya dan jangan menjanjikan sesuatu kepadanya lalu kau
ingkari janji itu".
Bercanda yang berkaitan dengan membully, atau
mentertawakan orang lain dengan tujuan merendahkan atau
menghina maka candaan seperti ini adalah candaan yang di
larang. Oleh karena itu jagalah lisanmu dari berbuat demikian,
baik saat serius ataupun bercanda. Mentertawakan orang lain
adalah awal mula perkelahian, amarah, kekerasan, dan
menanamkan rasa dendam di dalam hati. Maka janganlah
diantara kalian saling mengolok-olok. Jika kalian di caci, atau di
ejek, maka janganlah membalas, dan berpalinglah menghindar
dari mereka sehingga mereka membicarakan hal-hal lain.
Para ulama juga berkata, "Bergurau yang terlarang ialah
bergurau yang keterlaluan dan terus-menerus. Hal itu akan
mengakibatkan tertawa yang tak habis-habis, mengeraskan hati,
memalingkan diri dari dzikrullah, dan memalingkan diri dari
memikirkan urusan-urusan penting agama. Kadang-kadang kalau
terlalu lama bergurau akan membawa kesengsaraan. Ia juga
membangkitkan rasa dengki dan menjatuhkan martabat serta
wibawa.
Adapun senda gurau atau candaan yang dapat
menghindarkan beberapa perkara di atas, itulah candaan yang
mubah (boleh). Sebagaimana Rasulullah SAW bersenda gurau
sangat jarang sekali. Beliau melakukan candaan jika ada
maslahat nya. Misalnya karena untuk menyenangkan si
pendengar dan untuk mengakrabkan pergaulan. Gurauan yang
seperti itu tidak ada larangan bahkan disunnah kan.

20
6. BOLEHKAH BERDUSTA???
Sebenarnya secara garis besar, sudah jelas keterangan Al-
Quran beberapa hadits Nabi SAW tentang haramnya berdusta.
Dusta adalah salah satu dosa besar dan keaiban yang paling
jelek. Secara ijma’ di sepakati umat islam tentang haramnya
berdasarkan nas-nas yang jelas. Oleh karena itu tidak perlu
disebutkan satu persatu. Yang penting adalah mengetengahkan
hal-hal yang dikecualikan dan memperhatikan hal yang lebih
mendalam lagi. Rasanya sudah cukup hadits shahih riwayat Abu
Hurairah r.a di bawah ini untuk berusaha menjauhi dusta.
Rasulullah SAW bersabda: "tanda orang munafik itu ada
tiga: Apabila ia berbicara ia berdusta, apabila ia berjanji ia
menyalahinya, apabila diberi kepercayaan ia khianat".
Adapun yang dikecualikan dari hukum haram, semisal
riwayat Ummu Kaltsum r.ha bahwa ia mendengar Rasulullah
SAW bersabda: (dari riwayat muslim). "Aku tidak pernah
mendengar Rasulullah SAW memberi keringanan pada sesuatu
yang dilakukan oleh manusia, kecuali 3 perkara; yaitu ketika
perang, mendamaikan perselisihan manusia, dan bicara seorang
suami terhadap istrinya, serta sebaliknya bicara istri kepada
suaminya".
Hadits tersebut di atas dengan jelas membolehkan
sebagian dari dusta boleh dilakukan untuk suatu kepentingan
maslahat (kebaikan). Para ulama telah mencatat beberapa hal
yang boleh dilakukannya dengan berdusta. Diantara catatan yang
terbaik adalah apa yang di sebutkan oleh Abu Hamid Al Ghozali:
"Ucapan seseorang itu adalah sebagai wasilah (perantara) bagi
segala tujuan. Tiap-tiap tujuan yang terpuji itu mungkin saja cara
21
untuk mencapainya dengan ucapan yang benar atau dusta. Maka
cara dusta yang ditempuh adalah haram hukumnya karena tidak
diperlukan. Jika untuk mencapai tujuan itu hanya dapat dengan
perkataan dusta karena tidak mungkin dengan ucapan terus
terang, berdusta hukumnya harus (mubah), jika tujuanya adalah
yang harus (mubah) pula. Jika yang menjadi tujuan itu adalah
kewajiban, berdusta itu wajib pula hukumnya."
Apabila ada seorang muslim menyembunyikan temannya
dari suatu kezoliman lalu ia ditanyakan oleh orang zalim itu,
wajib berdusta dalam menyembunyikannya. Demikan pula
seseorang yang dititipi suatu barang kemudian datang seseorang
yang zalim ingin mengambilnya, maka wajib ia berdusta dalam
menyembunyikannya karena sekiranya ia mengabarkan amanat
orang itu, secara terus terang sehingga diambil si zalim dengan
kekerasan ia wajib mengganti. Sekiranya kepada pemegang
amanat itu diminta untuk bersumpah oleh penjahat, ia wajib
bersumpah sambil mengalihkan niat hatinya dari ucapan yang
dikatakanya. Jika ia bersumpah tanpa mengalihkan niatnya,
menurut pendapat yang paling shahih, ia telah melanggar
sumpahnya. Menurut pendapat lemah ia tidak melanggar
sumpahnya.
Demikian pula tidak haram berdusta jika sekiranya untuk
mencapai tujuan perang, mendamaikan orang yang berselisih,
atau melembutkan hati penggugat agar memaafkan kesalahan
orang yang digugat apabila tidak ada jalan lain lagi selain
berdusta. Dalam menjalankan semua hal itu, sebaiknya ia
melakukan tauriah. Tauriah ialah apa yang diucapkannya itu
diungkapkan sedemikian rupa sehingga benar-benar tidak dusta
menurut ia sendiri walaupun dilihat dari segi ungkapan bahasa
kelihatan dusta. Sekiranya tidak ia ungkapkan sedemikian rupa
22
sehingga memang benar-benar dusta maka tidak haram juga
hukumnya pada saat itu".
Seyogyanya seorang membandingkan antara akibat jelek
dari berdusta dan akibat sampingan dari berterus terang. Jika
akibat berterus terang sangat buruk, ia boleh berdusta.
Sebaliknya, jika berterus terang tidak mendatangkan akibat jelek
atau ragu tentang akibatnya, maka haram berdusta.
Kapan keadaan sudah membolehkan berdusta jika tujuan
yang diinginkan itu hanya menyangkut dirinya sendiri, sunnah ia
tidak berdusta. Kapan keadaan menyangkut orang lain yang tidak
dapat dimaafkan karena berkaitan hak orang lain, maka dapat
dipastikan bahwa ia mesti meninggalkan dusta pada semua
keadaan yang dibolehkan berdusta kecuali dalam hal wajib
berdusta.
Menurut madzhab ahlusunnah, dusta ialah
memberitahukan kepada orang lain tentang sesuatu yang tidak
cocok dengan yang sebenarnya, baik di sengaja atau karena
ketidaktahuan nya. Dusta dalam hal disengaja berdosa dan dalam
hal tidak disengaja tidak berdosa. Ashab kami menerangkan
dalilnya:
‫من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار‬
"Barang siapa berbuat dusta kepadaku dengan sengaja maka
hendaklah ia menyediakan tempatnya bagi dirinya di dalam
neraka".

23
7. SINDIRAN / TAURIAH
Di bab sebelumnya tentang dusta, sedikit menyinggung
masalah tauriah, maka dalam bab ini akan lebih dijelaskan lagi
apa sebenarnya tauriah atau sindiran itu.
Sindiran atau dalam bahasa arabnya lebih dikenal tauriah.
Merupakan suatu ungkapan yang sering di gunakan dan umum
merebak dimana-mana. Oleh karena itu, kita harus mengetahui
apa sebenarnya sindiran itu.
Sindiran adalah suatu lafadz (kata) yang pada lahirnya
menunjukan suatu makna tertentu, tetapi dimaksudkan dengan
makna yang lain, yang masih ada hubungannya dengan makna
kata itu. Cara ini adalah salah satu bagian dari unsur penipuan /
diplomasi.
Ulama berkata: "apabila ada maslahat yang mengharuskan
untuk di lakukan/ada keperluan yang tidak keluar dari lingkaran
syari'at, maka tidak mengapa (tidak salah) dalam menggunakan
sindiran, walaupun pendengar tertipu dengan kata-kata lahiriah.
Jika tidak ada hal-hal yang menuntut agar ia berbuat demikian,
makruh hukumnya. Bukan harom. Kecuali cara itu berakibat
mengandung kebatilan dan menolak kebenaran. Maka harom
hukumnya.
Termasuk atsar yang tidak memperbolehkan:
Dari Sufyan bin Asad ra, ia berkata, aku mendengar Rasulullah
SAW bersabda: " Khianat besar adalah ketika kamu berbicara
dengan temanmu ia membenarkan apa yang kamu ucapkan.
Sedang kamu berdusta".

24
Di antara atsar yang memperbolehkan:
An-Nakho'i berkata: "apabila sesuatu yang kau bicarakan
disampaikan kepada seseorang. Katakanlah: 'Allah mengetahui
apa yang aku ucapkan sebenarnya'. Ketika itu pendengarnya
terkicuh, di kiranya kau menolak anggapan itu. Padahal
maksudnya adalah: 'Allah maha tau apa yang kamu ucapkan,
ialah itu'.
Asy sya'bi pernah membuat suatu garisan bundar seraya ia
berkata kepada jariahnya (budak) : letakkan jarimu padanya dan
katakan pada orang itu: 'ia tidak disini'.
An-Nakho'i juga berkata: " Jangan kamu berkata kepada
anakmu: 'kamu akan aku belikan gula-gula', tetapi katakanlah:
'bagaimana pendapatmu sekiranya kamu ku belikan gula-gula? '
Contohnya lagi, ada orang bertanya: ‫( أبصرت فالن ؟‬abashor ta
fulan)? (Apakah kamu melihat fulan?). Kemudian di jawab: ‫ما‬
‫ رأيته‬. Yang bertanya mengira artinya adalah: 'aku tidak
melihatnya'. Karena kalimat itu bermakna demikian. Tetapi si
penjawab bermaksud mengartikan kalimat itu dengan arti: 'aku
tidak menekan paru-paru nya'. Karena memang kalimat ‫ما رأيته‬
bisa diartikan ke dua duanya. Masi banyak contoh yang lain.
Imam Ghazali berkata: "diantara jenis dusta yang
diharomkan untuk dilakukan adalah sesuatu kebiasaan orang-
orang melebih-lebihkan, seperti: " Sudah kukatakan 100x
kepadamu".
Pada kalimat tersebut, si pembicara tidak menekankan arti
beberapa kalinya, tetapi menekankan kesungguhan yang
berlebih-lebihan. Jika yang sebenarnya ia hanya mengatakan
25
sekali saja, ia terbilang orang yang dusta. Jika ia sudah berulang-
ulang kali mengatakannya sehingga sudah terbilang di luar
kebiasaan, ia tidak berdosa mngucapkan kalimat tersebut. Jika
tidak sampai 100x di antara keduanya ada beberapa tingkatan
bagi orang yang berbicara sangat berlebihan untuk berbuat
sindiran.
Imam Nawawi berpendapat, adapun bolehnya berlebihan
dalam berbicara adalah riwayat Bukhori Muslim, bahwa nabi
SAW bersabda: "adapun Abul Jahim, maka tidak pernah
meletakkan tongkat dari bahunya & adapun Muawiyah ia tidak
berharta".
Bagaimanapun juga Muawiyah itu punya harta. Sekurang-
kurangnya baju yang di pakainya. Demikian pula Abu Jahim,
pasti waktu tidurnya ia meletakkan tongkat nya.

26
8. GIBAH ??? BOLEH DONG..
Bolehkah ghibah ? .. sebelumnya kita harus mengetahui terlebih
dahulu definisi ghibah. Lalu akan diketengahkan hukum-hukum
ghibah yang diperbolehkan.
Dalam kitab bidayatul hidayah, dikatakan: ma’na ghibah adalah
membicarakan orang lain mengenai suatu perkara, yang jika
orang dibicarakan tersebut mendengarnya ia akan membencinya,
baik menyebutkanya itu melalui lisan, tulisan, simbol, atau
isyarat mata, tangan, atau kepala. Sedangkan batasan ghibah
adalah setiap pekara yang memberikan pemahaman kepada
orang lain tentang kekurangan atau keburukan seorang muslim
baik dari segi badan, nasab, penciptaannya, atau dari segi
kelakuanya, perkataan, agama, atau dunianya bahkan tentang
baju, rumah, dan kendaraanya. (Miroqil Ubudiah).
Firman Allah SWT :
ُ‫ضا أَي ُِحبُّ أ َ َحدُكُ ْم أ َ ْن يَأْكُ َل لَحْ َم أ َ ِخي ِه َم ْيتًا فَ َك ِر ْهت ُ ُموه‬
ً ‫ضكُ ْم بَ ْع‬
ُ ‫َوال يَ ْغتَبْ بَ ْع‬
"Dan janganlah sebagian kalian menggunjing/ mengghibahi
sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kalian
memakan daging saudaranya yang telah mati ? Maka tentulah
kalian merasa jijik kepadanya." (QS :Al-Hujurat : 12).
"Sukakah salah seorang diantara kalian memakan daging
saudaranya yang telah mati" : Allah menyamakan ghibah dengan
memakan bangkai, karena mayit tidak mengetahui jika
dagingnya di makan sebagaimana orang yang masih hidup tidak
mengetahui bahwa dia dighibahi.

27
Ibnu 'Abbas berkata : "Sesungguhnya Allah membuat
permisalan ini untuk ghibah karena memakan dagingnya mayyit
hukumnya haram dan menjijikkan, begitu juga ghibah hukumnya
haram dalam agama dan menjijikkan bagi jiwa,"

‫عن أنس بن مالك قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم لما عرج بي مررت بقوم‬
‫لهم أظفار من نحاس يخمشون وجوههم وصدورهم فقلت من هؤالء يا جبريل قال‬
‫هؤالء الذين يأكلون لحوم الناس ويقعون في أعراضهم‬
Dari Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ”Ketika aku dinaikkan ke
langit, aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari
tembaga, mereka melukai (mencakari) wajah-wajah mereka dan
dada-dada mereka. ”Lalu aku berkata :”Siapakah mereka ya
Jibril?” Jibril berkata :”Mereka adalah orang-orang yang
memakan daging-daging manusia dan mereka mencela
kehormatan-kehormatan manusia”.

Emmm.. Keras kan ancaman nya, masi berani ngegibah?..

Namun demikian, imam Nawawi dan ulama-ulama yang


lain, memperbolehkan ghibah dalam kondisi tertentu, dengan
tujuan yg di legalkan syari'at, yang tidak mungkin ada perbaikan,
kecuali dengan cara GHIBAH, kondisi tersebut adalah :

1. TERANIAYA / DIZOLIMI
28
Diperbolehkan bagi orang yang teraniaya mengadukan
penganiayanya pada penguasa, hakim, dan orang-orang yang
memiliki kekuasaan untuk menghentikan penganiayaannya
dengan menyebut langsung nama pelakunya, misalnya “Si fulan
telah melakukan tindakan ini padaku” atau “Si fulan mengambil
sesuatu dariku” dan sebagainya..
2. MERUBAH KEMUNGKARAN DAN KEMAKSIATAN,
PADA KEBENARAN
Dengan menyebut nama pembuat kemunkaran serta
kemaksiatan, pada seseorang yang diharapkan mampu
merubahnya dengan berkata “Si fulan telah melakukan tindakan
ini, maka cegahlah..!!” dengan tujuan menghilangkan
kemungkaran. Bila tidak, maka menggunjingnya, hukumnya
haram.

3. DALAM RANGKA MEMINTA SARAN/NASEHAT


Misalkan seseorang yang mengatakan : “Ayahku atau
Saudaraku atau Si fulan menganiaya diriku, apa tindakan
tersebut berhak ia lakukan ? Bagaimana caraku keluar dari
masalah ini ? Bagaimana aku dapat memperoleh hak-hakku ?”
Dan sebagainya.
Yang demkian diperbolehkan karena ada kepentingan
menggunjingya, namun sebaiknya untuk berhati-hati sebaiknya
dalam rangka meminta saran ini, tidak dikatakan pelakunya
secara lansung semisal dengan pernyataan :

29
”Bagaimana pendapat anda tentang seorang suami atau istri yang
melakukan semacam ini ?” dan semacamnya karena tujuan
meminta saran dengan perkataan semacam inipun bisa ia
dapatkan, meskipun penyebutan pelaku secara langsung juga
diperbolehkan berdasarkan hadits dari Hindun ra saat ia meminta
saran dari Nabi shallallaahu alaihi wasallam dengan berkata
“Wahai rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan lelaki pelit.. dst”
dan Nabi pun tidak melarangnya.
4. MEMBERI PERINGATAN PADA KAUM MUSLIMIN
Menurut Imam Nawawy dalam permasalahan ini terdapat 5
gambaran :
a. Menerangkan/menyebutkan cacatnya nama seseorang dalam
sebuah riwayat hadits/saksi, kebolehan ghibah dalam hal ini
disepakati ulama dalam rangka kemurnian syariat.
b. Membicarakan seseorang dalam rangka musyawarah semacam
hendak mengikat tali perkawinan padanya.
c. Saat melihat seseorang yang hendak membeli suatu barang
cirri yang tidak ia ketahui, untuk memberi petunjuk padanya
bukan dalam rangka menghina atau merusak citra.
d. Saat melihat seseorang yang hendak belajar agama dan ragu
atas dua pilihan, agar tidak tersesat pada orang fasik dan ahli
bid’ah maka boleh bagimu memberi nasehat padanya.
e. Mengadukan seorang pimpinan pada atasannya atas
ketidakprofesionalannya atau kefasikannya agar diketahui dan
segera diganti supaya tidak tertipu dan dilanggengkan
kepimpinannya.

30
5. KEKURANGAN YANG TERANG-TERANGAN IA
LAKUKAN
Bila seseorang terang-terangan menjalani kefasikan atau
kebid’ahannya, maka boleh menyebutkan cela yang secara jelas
ia lakukan dan haram menyebutkan lainnya kecuali bila ada hal
yang memperbolehkan penyebutan lainya.
6. PENAMAAN
Boleh menyebutkan kekurangan orang lain bila justru ia
lebih dikenal dan diberi julukan dengan kekurangannya seperti
“Si Rabun, Si Pincang, Si Jereng, Si Cebol, Si Buta, Si Buntung”
dan sebagainya asalkan tidak bertujuan merendahkan
kekurangannya dan bila masih memungkinkan penamaan dengan
selain kekurangannya tentu lebih utama dan bijaksana. Wallaahu
A’lamu Bis Showaab.
‫ ط الكتاب العربي‬303 ‫األذكار للنووي‬

31
9. NAMIMAH (ADU DOMBA)
Imam Abu Hamid Al Ghazali berkata: "pada umumnya
namimah di istilahkan bagi tindakan orang yang memindahkan
suatu pembicaraan kepada orang yang di maksud dalam
pembicaraan itu, seperti kamu katakan semisal: "Si anu
mengatakan tentang kamu begini begitu."
Sebenarnya namimah tidak tertentu demikian, tetapi
bahasanya yang lebih umum adalah, setiap pengungkapan
terhadap sesuatu yang tidak disenangi untuk diungkapkan. Baik
yang tidak menyenangi itu orang yang menjadi sumber ucapan
tersebut atau orang yang menjadi sasaran dari ucapan tersebut,
atau orang ke tiga. Cara pengungkapannya baik dengan cara
lisan, tulisan, rumusan, dengan isyarat atau lainnya. Bentuk
sumber pembiasaan itu, baik berasal dari ucapan atau perbuatan.
Baik yang di ungkapkan itu kebaikan atau lainya.
Dengan demikian, hakikat namimah ialah membuka
rahasia yang semestinya harus di tutup. Hendaknya bagi setiap
orang berdiam diri dari apa saja yang telihat olehnya tentang hal
ihwal (keadaan) orang. Kecuali dalam menceritakannya ada
manfaat bagi orang muslim. Atau menghindar dari maksiat.
Apabila seseorang sedang menyembunyikan hartanya sendiri lalu
ia sebut-sebut, hal ini juga namanya namimah.
Imam Ghazali mengatakan lagi " Tiap-tiap orang yang
disampaikan padanya tentang namimah, misal dikatakan : si
fulan mengatakan kamu begini-begini--. Maka wajib baginya
menetapkan 6 perkara.

32
1. Tidak membenarkan apa yang disampaikannya, sebab
pengadu domba itu adalah orang fasiq. Sedangkan berita orang
fasik itu tidak dapat di percaya.
2. Melarang perbuatannya nasehat dan memberi tahukan
kepadanya bahwa tindakannya itu tidak baik.
3. Hendaklah ia marah kepadanya karena Allah, sebab dia juga
dimurkai disisi Allah. Sedangkan berlaku marah karena Allah
ketika itu merupakan suatu kewajiban.
4. Jangan sekali-kali beprasangka jahat tentang apa yang
disampaikan itu.
5. Janganlah kabar yang disampaikan kepadamu itu
menjadikanmu terdorong untuk menyelidiki dan mecari-cari
kebenarannya.
6. Tidak merasa senang terhadap dirinya sendiri ketika
menyampaikan berita itu, dan melarangnya agar tidak
menceritakan kabar ini.
Di riwayatkan bahwa seorang laki-laki datang kepada
Umar bin Abdulaziz R.a, ia menceritakan seorang laki-laki lain.
Maka Umar berkata padanya: "Jika kamu mau diperiksa, kami
akan memeriksa ucapan mu saja. Jika ternyata kamu dusta, kamu
termasuk salah seorang dari mereka yang di sebut oleh Allah :
"... Jika datang kepadamu orang fasik, membawa suatu berita,
maka periksalah dengan teliti.... ". (Q.S Al Hujurat 12).
Jika kamu benar dalam menyampaikan hal ini, kamu termasuk
salah seorang dari mereka yang di sebutkan oleh Allah: "Yang

33
banyak mencela dan berkeliling kian kemari mengadu domba".
(Q.S Al Salam 11).
Jika kamu ingin meminta maaf, kami pun akan memberi maaf."
Laki-laki itu pun berkata: "wahai Amirul mukminin, maafkan
aku, aku tidak akan mengulangi lagi perbuatan ini selama-
lamanya."
Seorang menulis surat kepada Ash-shahih bin Ibadah,
mendorongnya agar mengambil sedikit saja dari harta anak yatim
karena memang hartanya banyak sekali, maka ia menulis
dibelakang surat itu:
"Sifat adu domba itu jelek, meskipun benar. Orang yang sudah
meninggal dunia semoga di rahmati Allah. Anak yatim semoga
ditolong Allah. Harta bendanya semoga ditambah Allah.
Pengadu domba dilaknat Allah."

Semoga kita diberi taufik oleh Allah agar terhindar sifat tercela
ini.. Aamiin.

34
10. BERTENGKAR
Bertengkar, berseteru, dan caci maki, kini sudah marak
dimana-mana. Baik itu di dunia nyata ataupun dunia maya, dari
kalangan anak-anak maupun dewasa dan orang tua. Mereka
senantiasa saling meluapkan amarah demi kepentingan pribadi
ataupun golongan. Hari-hari kita telah melihat banyaknya
perkelahian dikarenakan hal-hal sepele, padahal tidak sedikit
diantara mereka merupakan tokoh-tokoh masyarakat, dan orang-
orang petinggi. Padahal, betapa kerasnya ancaman tentang hal
ini. Bahkan bukan hanya berdampak pada pelaku saja, melainkan
orang lainpun juga terkena dampaknya.
Dari Ubadah bin Shamit r.a berkata, “suatu ketika
Rasulullah SAW, keluar untuk memberitahu kami mengenai
lailatul qodr, tetapi sayang waktu itu terjadi pertengkaran
diantara dua orang Islam, setelah itu Rasulullah bersabda, “ Aku
keluar untuk memberitahu kapan munculnya lailatul qodr, tetapi
sayang, si fulan dan si fulan saling mencaci, sehingga penentuan
mengenainya, telah diangkat, barang kali hal itu lebih baik bagi
kalian, maka carilah pada malam yang ke 9,7,dan 5”.
Dalam hadis ini, ada beberapa hal yang penting untuk
diperhatikan:
Hal yang pertama yang paling penting adalah mengenai
pertengkaran yang merupakan sesuatu yang sangat buruk
sehingga penentuan tentang lailatul qodr telah diangkat
karenanya, bahkan bukan hanya itu, pertengkaranpun merupakan
penyebab terhalangnya keberkahan selama-lamanya. Suatu
ketika Rasulullah SAW, bertanya kepada para sahabat, “maukah
kamu aku beritahukan suatu amalan yang lebih baik dari solat,
35
shaum, dan sedekah?”. Para sahabat menjawab “ Beritahukan
kami” Rasulullah SAW, menjawab, “menjalin hubungan baik
diantara sesama adalah amalan yang paling mulia, dan
pertengkaran diantara sesama, adalah pengikisan terhadap agama
seperti pisau cukur mencukur bersih rambut seketika, begitu juga
dengan sebab pertengkaran diantara sesama maka agama akan
habis. Bagaimana lagi dengan orang yang tidak beragama,
padahal banyak orang Islam yang biasa bertasbih dengan
panjang-panjang, tertimpa musibah pertengkaran pada setiap
waktu. Pertama hendaklah dipikirkan hadits nabi SAW ini,
kemudian kita pikirkan agama ini, karena banyak orang yang
belum mendapat taufiq untuk mengalah ‘demi perdamian’.
Riba yang paling buruk dan kotor adalah merusak nama
baik orang lain, namun disaat kita berada dalam pertengkaran
yang memuncak sama sekali tidak memperdulikan kehormatan
orang lain dan tidak menyadari firman Allah dan sabda rasul
yang benar mengenai hal ini. Padahal Allah SWT berfirman:
“dan janganlah saling menghujat diantara kalian, karena
(dengan hal itu) akan hilang kehormatan dan kekuatan kamu... “
(Q.S Al Anfal 46).
Mereka yang setiap saat senantiasa berfikir untuk
menjatuhkan kehormatan orang lain, hendaknya kini duduk
menyendiri sambil merenung betapa dia sedang merugikan
dirinya sendiri dan betapa hinanya dia didalam pandangan Allah,
karena perbuatan-perbuatannya yang kotor dan tercela itu.
Sehingga nampaklah kehinaan dirinya didunia ini.
Rasulullah SAW, bersabda: “barangsiapa yang memutuskan tali
silaturahmi dengan saudaranya yang muslim lebih dari 3 hari,
kemudian ia mati dalam keadaan demikian, maka ia akan
36
langsung masuk neraka”.Dalam sebuah hadits dikatakan, pada
hari senin dan kamis amalan-amalan manusia akan dibawa
kehadapan Allah SWT dengan rahmat Allah SWT, Selain orang
musyrik dosa-dosa mereka senantiasa diampuni kecuali dosa dua
orang yang saling bertengkar. Mengenai ampunan bagi mereka
Allah SWT, berfirman: “Aku tangguhkan pengampunan untuk
mereka sehingga sampai mereka berdamai”. Dalam hadits lain
dikatakan setiap hari senin dan kamis amalan-amalan manusia
akan dibawa kehadapan Allah, pada hari itu orang yang bertaubat
maka taubatnya akan di terima, dan orang yang meminta ampun
akan diampuni, kecuali orang-orang yang bertengkar satu sama
lain, mereka akan dibiarkan dalam keadaan demikian.
Dalam hadits yang lain dikatakan pada malam yang ke-14
bulan Sya’ban (nisfu Sya’ban), rahmat Allah tertuju pada setiap
makhluknya dan seluruh manusia akan diampuni kecuali pada 2
orang: pertama orang kafir, kedua orang yang menyimpan
dendam dalam hatinya kepada orang lain. Rasulullah SAW
bersabda, “3 orang yang shalat mereka tidak akan diangkat di
atas kepala mereka untuk diterima walaupun sejengkal,
diantaranya adalah orang yang bertengkar satu sama lain”.
Ini diambil dari kitab fadhilah amal karangan Syeikh
Zakaria Al kandahlawi, dalam risalah Lailatul qodr, namun
karena pentingnya menghindari pertengkaran, beliau membahas
panjang lebar ancaman mencaci dan bertengkar dalam bab
tersebut.
Namun saya mengambil sedikit saja dari risalah tersebut,
sekiranya ini sudah menjadi tamparan keras bagi kita untuk
saling menjaga ukhwah islamiyah lebih erat dan menjauhi
perseteruan dan saling cacimaki.
37
11. MARAH, MEMAAFKAN, DAN
MERELAKAN
Sebenarnya marah itu sifat yang baik atau buruk?
Bagaimana menurut pandangan mu?.. Bukankah marah adalah
sesuatu yang tercela? Tapi terkadang dalam kondisi tertentu
marah juga dianjurkan?.. Simak penjelasan berikut.
Imam Al Ghozali mendefinisikan hakikat marah sebagai
berikut. “Ketahuilah ketika seseorang berada dalam bahaya, dan
keselamatan jiwanya terancam, maka akan muncul dari dirinya
kemarahan, yaitu suatu reaksi dari dalam tubuh yang akan
mendidihkan darah yang ada didalam hati dan akan
menyebarkanya keseluruh tubuh, ia akan mendidih dan Menjilat-
jilat ke atas sebagaimana air yang mendidih, sehingga suhu
tubuhpun akan naik dan menjadi merah, namun bila marah ini
terjadi bersamaan dengan perasaan takut, darah yang tadinya
mendidih akan menjadi tertahan, dan munculah dari keadaan ini
satu bentuk emosi yang dinamakan sedih dan ia merupakan
ungkapan dari mendidihnya darah dalam hati karena ingin
membalas.
Nah, kemudian simak hadits berikut yang dikutip dari kitab
Arba’in Nawawi.
Dari Abu Hurairah R.a, bahwasanya seorang laki-laki berkata
pada nabi SAW. “Berilah aku nasihat!!“. Beliau bersabda
“Janganlah engkau marah!!“ Lalu dia mengulangi sampai
beberapa kali, beliau tetap bersabda “Jangan marah!!”. (H.r
Imam Bukhori).

38
Dhohir hadits ini menunjukkan pada kita bahwa marah
adalah sifat yang tercela, sehingga dalam 3x pertanyaan (yang
tentunya penanya menghendaki jawaban yang berbeda)
Rasulullah SAW tetap menjawab dengan jawaban yang sama,
namun dalam hakikat yang sebenarnya marah tidaklah mutlak
dicela, dan ternyata ada juga marah yang positif, yang akan
membawa keberuntungan dan pahala. Marah yang seperti itu
adalah marah yang disandarkan pada Allah SWT, marah karena
Allah dan karena hak Allah tidak ditunaikan di muka bumi, mari
kita simak penjelasan imam Al Ghazali dalam muhtashor
ihya’nya yang memberikan sedikit gambaran tentang hakikat
dan macam dari sifat marah. Imam Ghazali berkata dalam ihya,
“dalam marah manusia terbagi atas 3 golongan. 1. Orang yang
tidak memiliki marah sama skali, sifat marah sangat lemah
berkutat dalam dirinya, sifat yang begini adalah tercela, dan
orang yang seperti inilah yang dikehendaki oleh imam Asy-
Syafi’i dalam maqolah nya –“ Barang siapa yang dipancing
untuk marah, namun dia tidak marah maka ia adalah keledai-“. 2.
Orang yang berlebihan dalam marah, sehingga dia melampaui
batas dan dikuasai oleh amarahnya, dalam artian akal sudah tidak
mampu lagi untuk membendung nya dan rambu-rambu syari’ah
tidak lagi diperdulikan olehnya, orang yang seperti ini dari
luarnya sudah tampak buruk, lebih-lebih dari hatinya, dan inipun
juga tercela. 3. Orang yang berada diantara ke duanya, inilah
yang dipuji Allah SWT.

Kiat-kiat Menahan Amarah..


Marah adalah salah satu tab’iat manusia yang tidak
mungkin untuk dihilangkan, namun dia bisa ditekan sampai titik
39
mendekati nol, dan obat yang paling mujarab untuk menekan
rasa amarah adalah Tauhid hakiki pada Allah SWT, yaitu
meyakini bahwasanya tidak ada yang mampu mengerjakan
sesuatu kecuali dengan kehendak Allah SWT, maka tatkala ia
ingin marah, tidak mungkin ia marah pada Allah. Karena tidak
mungkin pula orang mukmin menyalahkan tuhanya sendiri, dan
itupun menafikan ubudiah kepada Allah SWT. Begitu pula ia
tidak akan marah pada orang yang berbuat salah padanya, karena
ia yakin bahwa ini semua datang dari Allah SWT. Karena itulah
Anas R.a selama bertahun-tahun melayani Rasulullah SAW tidak
pernah dimarahi oleh beliau SAW, bila ia berbuat kesalahan
maka baginda SAW akan mengucap. “Allah SWT telah
mentakdirkan apa yang ia kehendaki, dan apa yang dikehendaki
itulah yang ia kerjakan (yg terjadi). Jikalau Allah mentakdirkan
yang lain, pastilah hal itu akan terjadi pula.
Yang juga menjadi obat untuk meredakan gejala marah
adalah sebagai berikut: mengetahui dan meyakini pahala
menahan marah, memikirkan akibat bila kita membalas
keburukan orang lain, yaitu berlangsungnya permusuhan antar
sesama, dan banyak pula diriwayat kan dalam hadits bahwa
Rasulullah SAW memerintahkan orang yang sedang marah
untuk duduk bila ia berdiri, dan berbaring bila ia duduk. (H.r
Ahamd, Abu Daud, Ibnu Hibban). Ada juga perintah untuk
berwudhu’ (H.r Ahmad, At Tirmidzi, Abu Daud), mandi (H.r
Ibnu Asakir dalam hadits mauquf), diam ( H.r Ahmad, At
Tirmidzi, Abu Daud), dan membaca taawudz (H.r Bukhori,
Muslim, Ibnu Abbiddunya).
Memaafkan Serta Merelakan

40
Sebelumnya kita-kiat untuk menahan amarah sudah
dijelaskan , maka dalam hal ini akan diberikan tambahan untuk
fadhilah bagi orang yang memaafkan.
Sumber : Kitab shohih muslim dalam sebuah haditsnya
Rosulullah SAW bersabda :

‫أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال ال يحل لمسلم أن يهجر أخاه فوق ثالث ليال‬
"‫يلتقيان فيعرض هذا ويعرض هذا وخيرهما الذي يبدأ بالسالم‬

”Tidaklah halal (haram) bagi seorang muslim menghindar dari


saudaranya lebih dari tiga hari / malam, dan ketika bertemu
mereka saling memalingkan muka, dan sebaik-baik dari
keduanya adalah ia yang memulai mengucapkan salam".
Tiga hari menghindar dihukumi boleh dalam rangka
colling down, meredakan kemarahan dan kebencian, saling
introspeksi dan kemudian menyambung silaturrahmi kembali.
Dalam lain kesempatan Rosulullah dimintai nasihat oleh
sahabat 'Uqbah bin 'aamir tentang amalan yang mempunyai
keunggulan dan keutamaan, Rasulullah SAW bersabda :
‫قال عقبة ثم لقيت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فابتدأته فأخذت بيده فقلت يا رسول‬
‫هللا أخبرني بفواضل األعمال فقال يا عقبة صل من قطعك وأعط من حرمك وأعرض‬
‫عمن ظلمك‬
"Wahai 'uqbah, Jalin kembali hubungan dengan orang yang
memutuskan silaturrahmi denganmu, Berilah orang yang kikir
padamu , dan maafkan orang yang dzolim / aniaya padamu ".
41
Tiga perkara ini bukan hal yang mudah dilakukan bagi
seseorang,akan tetapi jika ia mampu melakukannya, maka Allah
telah menyediakan pahala dan ganjaran yang maha besar (di atas
rata-rata). Wallahu a'lam

42
12. MEMUJI ORANG LAIN
Memuji kepada seseorang karena sifatnya yang baik
adakalanya langsung dihadapannya atau dibelakangnya (orang
yang di puji tidak berada di tempat). Adapun memuji seseorang
yang tidak hadir di tempat, itu tidak dilarang. Kecuali ia memuji
dengan pujian yang berlebihan, sehingga sampai berdusta, maka
harom hukumnya. Haromnya bukan karena memuji tetapi karena
berdusta. Disunnahkan memuji orang lain tanpa terkandung
dusta padanya, apabila memang ada manfaatnya berupa suatu
maslahat/kebaikan dan tidak bermaksud memuji, atau lain
sebagainya.
Adapun memuji langsung dihadapanya, terdapat beberapa
hadits yang membolehkan, menyatakan sebagai sunnah, dan
melarang nya. Para ulama berpendapat bahwa untuk menyatukan
beberapa hadits yang berbeda itu, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
Jika yang dipuji itu diketahui mempunyai iman yang
sempurna, memiliki keyakinan yang baik, latihan rohani yang
cukup, dan ma'rifat yang sempurna yang dapat diraba tidak akan
terperdaya, bila pujian itu tidak akan terjadi fitnah baginya, dan
tidak goyah jiwanya, maka pujian itu tidak diharamkan. Jika
dirasakan takut akibat pujian itu terjadi hal yang tidak
diinginkan, maka makruh hukumnya memuji seseorang itu.
Diantara hadits melarang pujian:
Dari Miqdad r.a: "sesungguhnya ada seorang laki-laki yang
memuji-muji Utsman r.a maka dengan sengaja Al-Miqdad
membungkuk sambil memegang ke dua lututnya (untuk duduk).

43
Di ambilnya segenggam pasir lalu dilempar ke muka laki-laki
itu. Berkatalah Utsman kepadanya. "Apa maksudmu?". Al
Miqdad menjawab: "sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
'apabila kalian melihat seorang suka memuji (menjilat-jilat),
hambur lah segenggam pasir ke muka mereka". (HR Muslim).
Dari Abu Musa Al Asy'ari, "Nabi SAW mendengar seorang laki-
laki sedang memuji seorang laki-laki lainya (Dihadapannya
sendiri), Dengan cara yang berlebihan, maka beliau SAW
bersabda: "apakah kau hendak membinasakan/memutuskan
punggung orang ini??!! ". (HR Bukhari Muslim).
Adapun Hadits-hadits yang membolehkan pujian banyak sekali.
Diantaranya:
Hadits Rasulullah SAW:
“Wahai Abu Bakar jangan menangis, sesungguhnya orang yang
paling terpercaya diantara manusia disisiku, baik dalam
bersahabat ataupun harta benda adalah Abu Bakar. Sekiranya
aku ingin mengangkat seorang Khalil (kekasih) tentunya akan ku
angkat Abu Bakar sebagai Khalil itu".
Pada hadits lain, Nabi SAW berkata pada Ali r.a: " Engkau
dariku dan aku darimu"
Pada hadits lain beliau bersabda lagi kepada Ali r.a:
"Apakah kau tidak suka mendapatkan tempat dariku
sebagaimana Harun mendapatkan tempat (manzilah) disisi
Musa".

44
13. MEMUJI DIRI SENDIRI
Mungkin hal ini sering kita temui dikehidupan sehari-hari.
Tidak menutup kemungkinan bahkan kita sendiripun
melakukanya. Betapa tidak ?! bukankah manusia suka dipuji ?,
suka dirinya dimuliakan. Dan bukan karena faktor ketidak
sengajaan, namun sifat keserakahan manusia akan pujian itulah,
ia pun sengaja mencitrakan dirinya dengan menyanjung dirinya
sendiri untuk dapatkan tempat dihati manusia.
Ulama ahli hikmah pernah ditanya tentang keburukan.
Maka dijawab : “keburukan yang sebenarnya adalah memuji diri
sendiri”. Oleh karena itu jauhilah kebiasaan tazkiatunnafsi
(memuji diri sendiri). Ketahuilah, memuji diri sendiri akan
merendahkan kredibilitas dan integritas seseorang, dan
menjadikan Allah murka.
Jika kamu ingin melihat buruknya seseorang yang suka
memuji diri sendiri, maka perhatikanlah orang disekelilingmu.
Tatkala mereka memuji dirinya dengan keutamaan, harta,
pangkat, jabatan, pekerjaan, gelar, dan sebagainya dihadapanmu,
maka betapa mengutuknya hatimu dan pasti kamu akan
mencelanya setelah kamu berpisah darinya. Maka begitulah,
ketika kamu memuji diri kamu sendiri dihadapan orang lain,
merekapun akan mecela dirimu dan membicarakan
keburukanmu ketika kamu telah berpisah dari mereka.
Allah berfirman, “maka jangan lah kamu mengatakan dirimu
suci” (Q.S an- najm 32).
Namun, imam Nawawi menyebutkan : “ketahuilah bahwa
menyebut kebaikan diri sendiri itu ada 2 macam, yang tercela

45
dan yg terpuji. Yang tercela ialah meyebut kebaikan sendiri
dengan maksud untuk membanggakan diri, menyatakan ke
tinggian serta kelebihan dirinya dari teman- temannya, dsb. Yang
terpuji ialah, jika dalam hal itu terkandung kebaikan ditinjau
dari agama. Misalnya, ketika ia melakukan amar ma’ruf nahi
munkar, ketika bernasihat, ketika menunjuki (orang-orang) pada
kebaikan, ketika mengajar, mendidik akhlak, memberi
peringatan, atau ketika memperbaiki diantara 2 orang yg bertikai.
Ketika menolak kejahatan dari dirinya atau lain sebagainya,
disebut kebaikan dirinya agar apa yang disampaikan itu dapat
diterima. Ia katakan apa yang disampaikanya itu tidak ada pada
orang lain”.
Adapun nas yang memperboleh kan sangat banyak, umpamanya
nabi SAW bersabda:
“aku adalah seorang nabi, aku bukan pendusta”
“aku adalah pemimpin anak adam (manusia)”
“saya adalah orang yg paling alim ma’rifat kepada Allah dan
paling taqwa diantara kalian”
Begitu juga nabi Yusuf pernah berkata:
“jadikanlah aku bendaharawan negara (mesir), sesungguhnya
aku adalah orang yang pandai lagi berpengetahuan”. (Q.S Yusuf
ayat 55).
Nabi Syuaib juga berkata:
“... kami _insya Allah_ akan mendapati diriku termasuk diantara
orang orang yang soleh (baik)”. (Q.S Al-Qoshos).

46
Dari sa’ad bin Abi Waqhos r.a ia berkata : ketika
penduduk negeri Khuffah mengadukan keadaan nya kepada
Umar bin Khottob r.a mereka mengatakan : “tidak baik
sholatnya.” Lalu Saad berkata kepada mereka : “ Demi Allah,
sesungguhnya aku adalah orang Arab pertama yang bertugas
memanah pada perang sabilullah. Sesungguhnya kami berperang
bersama Rasulullah SAW.” (atsar ini diriwayatkan bukhori
muslim).
Dari Ali r.a ia berkata : “demi Allah yang membelah biji dan
menciptakan diri, sesungguhnya nabi SAW mengamanatkan
kepadaku bahwa tidak senang kepadaku kecuali orang yang
beriman (mukmin) dan tidak benci kepadaku kecuali orang
munafiq.” ( H.R muslim).
Dari Ibn Abbas r.a :
Sesungguhnya ia ditanya tentang unta bila berhenti karena
kelelahan. Ibn Abbas r.a menjawab : “didepan orang yang alim ia
berhenti.” (H.R muslim).
Yang dimaksud dengan “alim” disini, adalah dirinya sendiri.
Masih banyak lagi contohnya. Semuanya dapat diartikan
sebagaimana yang telah kami sebutkan.

47
14. JANGAN SOMBONG DAN BERLAKULAH
TAWADHU’
Sombong merupakan suatu penyakit yang sulit untuk
diobati. Yang mana ia selalu melihat dirinyasendiri dengan
pandangan kemuliaan dan keagungan, sedangkan melihat orang
lain dengan pandangan merendahkan dan meremehkan.
Kesimpulanya, orang yang sombong selalu mengucapkan :
“saya.. saya...”, sebagaimana Iblis la’natullah alaih berkata:
‫انا خير منه خلقتني من نار وخلقته من طين‬
“aku lebih baik darinya (Adam as) aku diciptakan dari api
sedangkan dia dari tanah”.
Buahnya sombong adalah ketika diperkumpulan atau
majlis ia ingin mendapat tempat yang tinggi, ingin dikedepankan,
perkataanya ingin didengar, dan memandang rendah pendapat
orang lain.
Orang yang sombong jika dinasehati ia menolak dan
membangkang, dan jika ia menasehati maka ia bengis atau
bertindak keras. Barang siapa yang memandang dirinya lebih
baik dari orang lain dari ciptaan Allah, maka ia adalah orang
yang sombong. Oleh karena itu wajib bagi kamu untuk
mengetahui bahwa kebaikan datang dari sisi Allah SWT di
akhirat, dan kebaikan sifatnya adalah tersembunyi, namun
kebaikan juga dapat dilihat tergantung akhir dari kehidupan
seseorang.

48
Allah berfirman: "... Maka janganlah merasa diri sudah suci.
Padahal dialah yang mengetahui tentang orang yang taqwa".
(Q.S An-Najm 32).
Camkan !! memandang diri sendiri lebih baik dari orang
lain adalah kebodohan yang hakiki. Yang benar adalah kamu
melihat setiap makhluk, bahwasanya mereka lebih baik dari
dirimu.
Apabila kamu melihat anak kecil ucapkanlah: “anak kecil
ini tidak pernah berma’siat kepada Allah, sedang aku telah
banyak berma’siat. Jelaslah bahwa anak kecil ini lebih baik dari
aku”. Jika kamu melihat orang yang lebih tua darimu,
ucapkanlah : “sungguh, dia sudah lebih lama menjadi hamba
Allah dibanding aku (yang pastinya pahalanya lebih banyak).
Maka tidak diragukan lagi, dia lebih baik dari aku”. Jika engkau
melihat orang yang ‘alim maka ucapkanlah : “orang ‘alim ini
diberi sesuatu yang aku tidak diberikan ya’ni berupa ilmu, ia
telah mencapai suatu derajat yang aku belum pernah sampai
pada drajat itu, dan ia mengetahui apa yang tidak aku ketahui
dari hukum-hukum Allah. Maka bagaimana mungkin aku bisa
mencapai derajat sepertinya ?”. jika engkau bertemu orang jahil
(bodoh), maka ucapkanlah : “ia telah berma’siat kepada Allah
dalam keadaan tidak tahu, sedangkan aku sudah tahu tapi tetap
berma’siat kepada Allah. Maka hujjah Allah lebih kuat dan lebih
berat kepadaku”. Jika engkau bertemu orang kafir, maka
ucapkanlah : “aku tidak mengetahui masa yang akan datang, bisa
jadi ia masuk islam kemudian ia mati dalam keadaan melakukan
amal yang baik. Dengan sebab mmasuk islam itu pula dosa-
dosanya telah diampuni. Sedangkan aku wal’iadzubillah bisa jadi
Allah menyesatkanku kemudian kafir, dan dimatikan dalam

49
keadaan seeburuk-buruknya amal. Orang kafir tadi menjadi
hamba yang dekat kepada Allah dan aku dijauhkan dari Allah”.
Sombong tidak akan bisa lepas dari hatimu, kecuali kamu
mengetahui bahwasanya sombong adalah dosa besar disisi Allah
SWT. Maka sibukanlah dirimu akan takutnya su’ul khotimah
(kematian yang buruk). Karena sesungguhnya Allah maha
membolak-balikkan hati manusia, Ia memberi hidayah kepada
orang yang dikehendaki, dan menyesatkan orang yang
dikehndaki pula.
Namun, adakalanya sombong diperbolehkan terhadap
orang yang dzolim yang memang sudah jelas kedzolimanya,
sebagai suatu teguran agar tidak berbuat dzolim.
Sesungguhnyasombong dihadapan orang sombong adalah
sedekah.
Dari Iyyadh bin Hammar Ash-Shahabi (sahabat Nabi
SAW), ia berkata Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya
Allah telah mewahyukan kepadaku, agar kalian bersifat tawadhu'
(rendah hati) sehingga salah seorang dari kalian tidak akan
melanggar hak salah seorang lainya dan salah seorang dari kalian
tidak akan menyombongkan diri terhadap salah seorang lainy".
(H.R Muslim, Abu Daud, dan lainya).
Nabi Saw bersabda : “ Barangsiapa yang merasa rendah
hati maka Allah akan mengangkat derajatnya dan barangsiapa
yang merasa sombong, maka Allah akan merendahkannya “.
Dan ini beberapa kisah sifat tawadhunya orang terdahulu.
• Umar bin Abdul Aziz Ra suatu hari kedatangan tamu,
sedangkan beliau sedang menulis dan tiba-tiba lampu obornya
50
hampir padam. Si tamu berkata “Biarkan aku yang berdiri dan
memperbaikinya“. Beliau berkata “Bukan termasuk sifat
dermawan jika ia meminta bantuan kepada tamunya“. Si tamu itu
berkata lagi “ Biar aku bangunkan pelayan ?”. Beliau menjawab
“Dia baru saja tidur“. Kemudian beliau berdiri, mengambil
lampu obor itu dan mengisinya dengan minyak“. Si tamu berkata
padanya “Engkau melakukan semua ini sendiri wahai Amirul
mukminin (pak perisiden)? Beliau menjawab “Aku berjalan dan
aku Umar, aku kembali dan aku tetap Umar, tidak ada yang
kurang dariku sedikitpun dan sebaik-baik manusia disisi Allah
adalah yang merasa rendah hati “.
• Syekh Umar Al-Muhdor bin Abdurrahman As-Segaf : " Andai
aku tahu kalau satu sujudku diterima oleh-Nya, niscaya kujamu
seluruh penduduk Tarim, bahkan ternak-ternak mereka sekalian”.
• Pada suatu hari pelayan wanita Rabi’ah Al-Adawiyyah hendak
memasak sup bawang karena telah beberapa lamanya mereka
tidak memasak makanan. Ternyata mereka tidak mempunyai
bawang. Si pelayan berkata kepada Rabi’ah “Aku hendak
meminta bawang kepada tetangga sebelah “.
Tetapi Rabi’ah mencegah “Telah 40 tahun aku berjanji kepada
Allah tidak akan meminta sesuatupun selain kepada-Nya.
Lupakanlah bawang itu“. Segera setelah Rabi’ah berkata
demikian, seekor burung meluncur dari angkasa, membawa
bawang yang telah terkupas diparuhnya, lalu menjatuhkannya ke
dalam belangga. Menyaksikan peristiwa itu Rabi’ah berkata
“Aku takut jika semua ini semacam tipu muslihat (istidraj)“.
Rabi’ah tidak mau menyentuh sup bawang tersebut. Hanya roti
sajalah yang dimakannya.

51
• Malik bin Dinar Rah berangkat haji dari Bushro ke Makkah
dengan berjalan kaki. Ketika ditanya “ Kenapa engkau tidak
menaiki kendaraan ? Beliau menjawab “ Apakah seorang budak
yang bersalah dan melarikan diri tidak merasa puas dengan
berjalan kaki menuju tuannya untuk meminta maaf ? Demi Allah
seandainya aku menuju Makkah dengan melewati bara api, pasti
akan aku lakukan dan hal itu belum seberapa “.
• Yusuf bin Asbath ra berkata “ Puncak tawadhu’ adalah engkau
keluar dari rumah dan engkau tidak melihat / berprasangka
kepada orang lain kecuali orang itu lebih baik darimu “
Dinukil dari kitab Tanbih Al-Mughtarrin, karya Syaikh Abdul
Wahhab Asy-Sya'roni dan kitab Syarh 'Ainiyyah karya Habib
Abdullah Al-Haddad.
(Ibnu Abdillah Al-Katibiy)

52
15. TAUBAT
Secara Bahasa, at-Taubah berasal dari kata ‫ب‬ َ ‫ ت ََو‬yang
bermakna kembali. Dia bertaubat, artinya ia kembali dari
dosanya (berpaling dan menarik diri dari dosa)[2]. Taubat adalah
kembali kepada Allâh dengan melepaskan hati dari belenggu
yang membuatnya terus-menerus melakukan dosa lalu
melaksanakan semua hak Allâh Azza wa Jalla .
Secara Syar’i, taubat adalah meninggalkan dosa karena takut
pada Allâh, menganggapnya buruk, menyesali perbuatan
maksiatnya, bertekad kuat untuk tidak mengulanginya, dan
memperbaiki apa yang mungkin bisa diperbaiki kembali dari
amalnya.
Firman Allah SWT :
“Orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau
menganiaya diri mereka sendiri, mereka dzikir (ingat kepada
Allah).. (Q.S Ali Imran 135-136).
Tips atau tata cara dalam bertaubat :
Ketahuilah, bahwa orang yang berkata dengan sesuatu
yang diharamkan atau berbuat sesuatu yang diharamkan, maka
wajib bersegera untuk bertaubat dengan melaksanakan 3 rukun,
yakni:
1. Menarik diri dari perbuatan / perkataan maksiat pada saat itu
juga.
2. Menyesali perbuatan yang telah ia lakukan

53
3. Berniat dengan bersungguh-sungguh hati, untuk tidak akan
mengulangi kemaksiatan itu lagi selama-lamanya.
Jika kemaksiatan itu ada kaitan dengan seseorang, ia wajib
melakukan rukun yang ke-4, yaitu:
4. Mengembalikan apa yang diambil kepada pemiliknya/minta
maaf agar dilepaskan dari tuntutan hak pemiliknya tersebut.
Apabila seseorang bertaubat dari dosanya, seyogyanya ia
bertaubat dari seluruh dosanya. Sekiranya ia hanya bertaubat dari
satu macam dosa saja, sah taubatnya. Apabila seseorang telah
bertaubat dari satu dosa, dengan memenuhi rukunya, kemudian
mengulangi lagi pada waktu yang lain, ia berdosa karena
perbuatan yang ke dua kalinya dan wajib bertaubat kembali.
Akan tetapi taubatnya yang pertama tidak batal karena berdosa
lagi pada kedua kalinya. Inilah pendapat ahlusunnah wal Jamaah,
yang berbeda pendapat dengan mu’tazilah.

54
16. MEKANISME DO’A

ۚ ‫َوقَا َل َربُّكُ ُم ادْعُونِي أ َ ْست َِجبْ لَكُ ْم‬


”Berdoalah kalian kepada-Ku maka Aku akan
mengabulkanmu.” (Ghâfir: 60)
Diantara syarat diterimanya doa adalah apabila
dilaksanakan dengan penuh harapan dan tidak berputus asa.
Seorang hamba yang selalu berdoa, berkali-kali berdoa
dan mengulang-ngulang doa nya, namun belum terkabul, maka
jangan sampai menjadikannya putus asa.
Dalam maqolah Syeikh Ibn 'Atho'illah dalam kitab hikam
dikatakan :
‫ موجبا ليأسك ؛ فهو ضمن لك اإلجابة‬- ‫ال يكن تأخر أمد العطاء مع اإللحاح في الدعاء‬
. ‫ ال في الوقت الذي تريد‬، ‫فيما يختاره لك ال فما تختار لنفسك وفي الوقت الذي يريد‬
“Janganlah engkau putus asa karena tertundanya pemberian,
padahal engkau telah mengulang-ulang doa. Allah menjamin
pengabulan doa sesuai dengan apa yang Dia pilih untukmu,
bukan menurut apa yang engkau pilih sendiri. Dan sesuai waktu
yang Ia kehendaki, bukan pada waktu yang engkau inginkan.. “
"Allah SWT pasti akan mengabulkan doa hamba-hamba-
Nya".Namun demikian, terkabulnya doa tidaklah terikat dengan
kemauan si hamba akan tetapi lebih terikat dengan kehendak dan
rencana Allah. Karena Allah Maha Mengetahui akan kondisi
hamba-hamba-Nya;

55
Terkadang Allah menolak permintaan seorang hamba,
karena memang yang terbaik adalah tidak terkabulnya doa itu.
Dalam konteks ini, ketika Allah menolak suatu doa sebenarnya
secara tersirat adalah "memberi", sebagaimana dikatakan oleh
syaikh Atha’, ”Ketika Allah menolak sebuah permintaan
sebenarnya memberi dan ketika memberi sebenarnya menolak.”
diperkuat lagi dengan ayat Allah :
‫َّللاُ َي ْعلَ ُم‬ َ ‫سى أ َ ْن ت ُ ِحبُّوا‬
‫ش ْيئًا َوه َُو ش ٌَّر لَكُ ْم َو ه‬ َ ‫سى أ َ ْن ت َ ْك َرهُوا‬
َ ‫ش ْيئًا َوه َُو َخي ٌْر لَكُ ْم َو‬
َ ‫ع‬ َ ‫ع‬
َ ‫َو‬
)216( َ‫َوأ َ ْنت ُ ْم َال ت َ ْعلَ ُمون‬
”Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal
ia amat buruk bagimu; Allah Maha Mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
Penolakan Allah dalam merealisasikan suatu doa,
mempunyai substansi pemberian yang tepat bagi manusia.
Demikian juga, Dia mengabulkan sebuah doa pada waktu yang
ditentukan-Nya, bukan pada waktu yang engkau tentukan.
Dalam sebuah hadits disebutkan, ”Sesungguhnya Allah
menyukai kesabaran dalam doa.”
Selain bersungguh-sungguh dalam berdo’a, seorang
mukmin harus menjaga dirinya dari perkara-perkara yang haram.
Karena perkara yang haram juga termasuk sesuatu yang dapat
menghambat terkabulnya do’a. Sebagaimana dalam hadits, yang
artinya : Dari Abu Hurairoh R.a ia berkata, Rasulullah SAW
bersabda, “sesungguhnya Allah SWT adalah zat yang baik, Dia
tidak menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah
SWT memerintahkan orang-orang mukmin seperti yang
diperintahkan pada para Rasul, Allah SWT berfirman : ‘wahai
56
para Rasul !! makanlah segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah
amal Sholeh’. Dan firmanNya lagi : “wahai orang-orang yang
beriman !! makanlah diantara rizki yang baik-baik, yang kami
berikan padamu”, kemudian Rasulullah SAW menceritakan “ada
seorang laki-laki yang berpergian jauh, rambutnya kusut, dan
penuh debu, dia menengadahkan kedua tangannya ke langit,
seraya berkata : “ya robbi ya robbi !!”, padahal makanan,
minuman, dan pakaian yang ia kenakan adalah haram dan ia
dikenyangkan pula dengan barang yang haram, maka bagaimana
do’anyabisa diterima ?..” (Hr. Imam Muslim).
Dalam hadits tersebut Allah SWT memerintahkan manusia
untuk menghiasi hidup dengan hal-hal yang baik dan bersih,
mulai dari makanan, pakaian, pekerjaan, harta, benda, dll. Bila
semuanya baik maka do’apun akan mudah diterima oleh Allah,
namun sebaliknya bila seseorang memenuhi hidupnya dengan
hal-hal yang buruk dan tercela maka tidak aneh bila do’anya
ditolak oleh Allah SWT, sekalipun dalam keadaan sedih,susah,
payah, danpenuh kemalangan dalam mengerjakan keta’atan.
Dalam bersafar, do’a kan lebih di’ijabah, lebih-lebih
dalam safar haji atau berperang/jihad, bahkan di dalam hadits
dikatakan bahwa ia termasuk do’a yang terkabulnya tidak
diragukan lagi.
Termasuk adab berdo’a adalah mengangkat tangan,
bahkan ini lebih di’ijabah. Kemdian memanggil Allah dengan
Rabbi.. Rabbi.. bahkan dalam Al-Qur’an hampir semua do’a
yang diajarkan diawali dengan Rabbi Rabbi. Seharusnya bagi
setiap orang untuk berusaha mencapai keinginan dan cita-
citanya, dengan menunaikan segala syarat dan adabnya.

57
Demikianlah, tata krama dalam berdoa yang telah
ditunjukkan oleh Allah agar menjadi pedoman bagi umat Islam.
Terkadang Allah mengabulkan atau mengganti dengan hal lain
yang notabene merupakan kebaikan dan tambahan yang lebih
baik.

58
17. ISTIKHARAH & MUSYAWARAH
Di sunnahkan bagi orang yang menginginkan suatu
perjalanan musafir untuk bermusyawarah dengan orang yang
dapat memberinya nasihat, bantuan, dan serba-serbi
pengetahuan, serta dapat dipercaya agama dan pengetahuan nya.
Allah berfirman:
"... Dan bermusyawarah lah dengan mereka dalam urusan itu..)
(Q.S Ali Imran 59).
Demikianlah, maka seharusnya seseorang (lebih-lebih
pelajar) suka bermusyawarah dalam segala hal yang dihadapi.
demikian, karena Allah SWT memerintahkan Rasulullah Saw.
Agar memusyawarahkan segala halnya. Toh tiada orang lain
yang lebih pintar dari beliau, dan masih diperintahkan
musyawarah, hingga urusan-urusan rumah tangga beliau sendiri.
Ali ra berkata : “Tiada seorangpun yang rusak karena
musyawarah”, Ada dikatakan : “Satu orang utuh, setengah orang
dan orang yang tidak berarti sama sekali. Orang utuh yaitu yang
mempunyai pendapat benar juga mau bermusyawarah; sedang
setengah orang yaitu yang mempunyai pendapat benar tetapi
tidak mau bermusyawarah, atau turut bermusyawarah tetapi tidak
mempunyai pendapat; dan orang yang tidak berarti sama sekali
adalah yang tidak mempunyai pendapat lagi pula tidak mau ikut
musyawarah.” Kepada Sufyan Ats-Tsauri, Ja’far Ash-Shodiq ra
berkata: “Musyawarahkan urusanmu dengan orang-orang yang
bertaqwa kepada Allah.”
Apabila sudah dimusyawarahkan dan telah jelas ada
maslahatnya, hendaklah ia istikharah (memohon pilihan terbaik)
59
kepada Allah SWT. Shalatlah 2 rokaat berupa shalat sunnah
kemudian berdoa istikharah.

60
18. CINTA
Cerita cinta sudah banyak dibahas di mana-mana pada saat
ini. Dari anak kecil sampai dewasa bahkan orang tua mereka
semua berbicara masalah cinta.. Banyak orang yang
mendefinisikan cinta dengan beragam macam pengertian.
Namun apakah kita mengerti hakikat cinta itu seperti apa? Dan
sebernarnya dengan siapa kita harus menuangkan perasaan cinta
kita ???...
Saya menegutip sedikit kisah cinta dalam ruang ini untuk
memahami hakikat cinta.. simak kisahnya.
Layla-majnun
Layla. Boleh jadi nama yang paling banyak disebut orang
sekali dijadikan nama bagi anak perempuan. Ia dipakai sebagai
lambang sosok perempuan cantik jelita, sebuah keelokan
paripurna. Nama ini dikenal luas dalam kisah cinta abadi antara
“Qais dan Layla”, atau “Layla-Majnun”
Nama lengkapnya Layla binti Mahdi bin Sa’d bin Ka’b bin
Rabi’ah. Sementara nama lengkap kekasihnya adalah Qais bin
Mulawwih (Mulawwah) bin Muzahim bin ‘Adas bin Rabi’’ah
bin Ja’dah bin Ka’b bin Rabi’ah. Sebagian orang menyebut Qais
bin Mu’adz dari Kabilah Amir.
Bukan karena Jubah
Menghukum dan Membebaskan
Kisah cinta Layla-Qais, dipandang sebagai cinta abadi dan
legendaris. Sebuah cinta paling indah, menggetarkan sekaligus
menguras air mata. Sebuah kisah cinta yang berakhir tragis. Ia
61
telah menginspirasi banyak sastrawan besar dunia untuk menulis
kisah cinta abadi yang senafas, seperti Romeo and Juliet, karya
William Shakespeare, Romi dan Juli, Magdalena-Stevan, karya
Alphose Karr berjudul Sous les Tilleus (Dalam bahasa Perancis
berarti, Di Bawah Pohon Tilia) yang kemudian diterjemahkan
atau disadur dengan sangat apik oleh Musthafa al-Manfaluthi,
menjadi Majdulin, dan Hayati dan Zainuddin dalam
Tenggelamnya Kapal Vanderwijck, karya Buya Hamka yang
mengebohkan itu dan lain-lain.
Kisah Cinta Layla-Qais, ditulis oleh sejumlah sastrawan
dunia dan sufi besar dari berbagai negara Arab, Persia, Turki,
India dan lain-lain dengan versi yang berbeda-beda. Mereka
antara lain: Al-Ashmu’I (w. 215 H), Arab, Nizami Ganjavi,
Nizam al-Din, (w. 599 H), Persia, Sa’d al-Syirazi (w. 1291 M)
Persia, Abd al-Rahman al-Jami (w. 1492 M), Persia , Amir
Khasru al-Dihlawi (w. 1325 M), asal Turki kemudian pindah ke
Delhi, Ahmad Syauqi (1932 M), Mesir, dan lain-lain.
Sebagaimana kisah Rabi’ah al-‘Adawiyah, Kisah Layla-
Majnun juga kontroversial dari aspek apakah ia riil, menyejarah,
ada, atau hanya “legenda”, “dongeng” “simbol” belaka. Apakah
ia adalah karya khayali (imajinatif) para sastrawan yang
dituturkan dari mulut ke mulut, berdasarkan tradisi lisan. Di
samping itu para sastrawan yang menulis kisah ini juga berbeda-
beda menuturkan jalan ceritanya. Saya kira dalam hal ini tidaklah
penting untuk diperdebatkan keras-keras, sebagaimana juga
terhadap kisah Rabi’ah al-‘Adawiyah. Hal yang utama adalah
kisah itu sendiri.
Qais dan Layla adalah pelajar di sebuah sekolah dengan
kelas yang berbeda. Qais kakak kelas. Qais pelajar yang cerdas
62
dan ganteng. Layla, murid paling cantik dan pintar. Mereka
bertemu di sana secara kebetulan, tak disengaja. Mata Qais
bertemu mata Layla. Cahaya mata Qais menembus jantung Layla
dan cahaya mata Layla menusuk relung jiwa Qais. Lalu mereka
terpenjara oleh sebuah rasa yang asing tetapi indah yang tiba-tiba
hadir. Layla dan Qais tak bisa makan, minum dan tak bisa tidur.
Mereka disergap oleh rasa selalu ingin bertemu dan bicara manis.
Hari-hari dirasakan keduanya seperti berjalan lama atau lambat.
Keduanya tiba-tiba menjadi penyair. Mereka mendadak pandai
menggubah puisi. Salah satu puisinya yang cukup terkenal
adalah ini:

‫اجعُا‬
ِ ‫ض‬َ ‫ى الهل ْي ُل ه هَزتنِى اِلَيكَ ْال َم‬
َ ‫اس َحتهى ِإذَا بَدَا ِل‬
ِ ‫ار النه‬
ُ ‫ارى نَ َه‬
ِ ‫نَ َه‬
ِ ‫ث َوبِ ْال ُمنَى َويَجْ َمعُنِى َو ْال َه ُّم بِال هل ْي ِل َج‬
‫ام ُع‬ ِ ‫ارى بِ ْال َحدِي‬ ِ ‫ا َ ْق‬
ِ ‫ضى نَ َه‬
‫صا ِب ُع‬ ‫ب ِم ْن ِك َم َحبهةً َك َما ت َثْبُتُ فِى ه‬
َ ْ ‫الرا َحتَي ِْن‬
َ ‫اال‬ ِ ‫َت فِى اْلقَ ْل‬
ْ ‫لَقَدْ أَثْبَت‬

Siangku adalah siang manusia yang lain


Bila malam tiba, tidurku sering terganggu wajahmu, aku gelisah
Sepanjang siang aku habiskan dengan perbincangan manis dan
harapan-harapan indah
Dan sepanjang malam, aku dicekam murung dan rindu dendam

Cintaku padamu telah tertanam di relung kalbuku

63
Jari-jari dua tangan kami merekat

Cerita cinta mereka menyebar, dan ayah Layla berang, tak


sudi. Ia melarang anak gadisnya menjalin cinta dengan Qais.
Laki-laki ingusan itu dipandang tak pantas untuk Layla. Tak
level. Tetapi tidak dengan ibu Layla. Ia mengerti perasaan anak
gadisnya yang terus gelisah, acap mengigau dan tubuhnya,
menyusut, bertambah kurus. Tanpa diketahui suaminya, Layla
dibiarkan saja mengunjungi rumah Qais, malam-malam. Dan
mereka berdua kemudian saling menumpahkan rindu, dan
menangis panjang sampai fajar merekah cerah. Mata Layla
sembab, tetapi menyimpan bahagia. Sebelum perpisahan yang
menitipkan duka dan sakit di relung hati, mereka berjanji untuk
saling berkirim surat dan bertemu jika memungkinkan di suatu
tempat. Tetapi ayah Layla kemudian mendengar kabar
pertemuan itu, dan marah bukan kepalang. Layla dilarang keluar
rumah sejak saat itu dan untuk selamanya. Dan Layla luka,
bingung, murung dan menangis sepanjang hari sepanjang malam.
Ia bersenandung pilu, memelas :

“Duhai cintaku!
Betapa aku merindukan kebersamaan denganmu.
Tetapi, O, Aku tak punya daya.
Takdir telah memutuskan kita harus terpisah.
Kasihku,

64
Apakah kita akan terpisah selamanya.
O, kekasih, belahan jiwaku.
Salahkah aku, duhai kekasih?
Hatiku menangis sepanjang hari sepanjang malam manakala aku
memikirkan itu.”
Qais juga tak bisa bertemu Layla. Tembok rumah Layla
begitu kokoh dan menjulang. Pikirannya menjadi kacau.
Dadanya terus bergemuruh dan bergetar, menahan kecewa dan
rindu. Bibirnya selalu menyebut nama Layla. Ia acap melamun
sendiri di taman di belakang rumahnya. Ayah Qais mengerti
keadaan anaknya. Ia juga berduka, tetapi tak berdaya. Ia
kemudian mengajak Qais pergi ke Makkah untuk mengobati
hatinya. Kepada Qais, ia bilang akan mengunjungi kakek
moyangnya. Tetapi Qais dibawanya menuju ke Masjid al-Haram.
Tiba di latarnya sambil menunjuk ke arah Kakbah, “Bait Allah”
(Rumah Tuhan) ia berpesan kepada anaknya:

‫ فَبَ َكى‬.‫ص‬ َ ‫اطلُبْ ِلنَ ْفسِكَ ْالخ ََال‬ ْ ‫ فَت َ َعله ْق ِبا َ ْست َِار ْال َك ْعبَ ِة َو‬. َ‫علهكَ ت َِجدْ دَ َوا ًء ِل َما ِبك‬َ ‫ا ُ ْنظُ ْر‬
‫ َو ْال ِع ْش ُق‬.‫ق‬ ِ ‫وحى فِى َحلَقَ ِة اْ ِلع ْش‬ ِ ‫ ِب ْعتُ ُر‬: ‫ ث ُ هم ت َ َعلهقَ ِب َحلَقَ ِة اْل َك ْعبَ ِة َوقَا َل‬. َ‫ض ِحك‬ َ ‫ْال َمجْ نُونُ َو‬
, ‫ب َر هونِى ِب َمائِ ِه‬ ِ ‫ فَيَا َر‬.‫ق‬ ِ ‫ فَ َال َج َرى ْالقَدَ ُر ِلى ِبغَي ِْر ْال ِع ْش‬. ‫ت فَ َواتِى‬ ِ ‫ُون َهذَا ْالقُو‬ ِ ‫قُوتى َو ِبد‬
ِ ‫ت عُ ْم ِرى ِب ْال ِع ْش‬
‫ق‬ ْ ‫ص َر‬ ُ َ‫ب ِزدْنِى ِم ْن ِع ْش ِق َها َو ِإ ْن ق‬ ِ ‫ َو َيا َر‬.‫اال ْكتِ َحا ِل ِب ِه‬ ِ ْ ‫َوأ َ ِد ْم ِل َع ْينِى ُح ْل َية‬
.ً‫سنِى ِذ ْك َرهَا أ َ َبدا‬
َ ‫ َو َال ت َ ْن‬.‫ اَلله ُه هم ِزدْنِى ِللَ ْيلَى ُحبًّا‬.‫فَ ِزدْهُ فِى عُ ْم ِرهَا‬

“Lihatlah, semoga engkau menemukan obat bagi sakitmu.


Peganglah kiswah (kain penutup) Kakbah dan berdoalah agar
Allah menghilangkan rasa cintamu itu.”
65
Mendengar nasihat ayahnya itu, Qais menangis dan
tertawa sendiri. Sambil tangannya memegang kelambu Kakbah
itu ia berdoa, “Aku telah menjual ruhku dalam ruang sirkuit
rindu-dendam yang menderu-deru. “Isyq” (rindu dendam) adalah
makananku, tanpa itu aku akan mati. Jangan takdirkan aku tanpa
rindu-dendam kepada Layla. Duhai Tuhan, tuangkan air bening
rindu. Cemerlangkan mataku dengan celak hitam selamanya.
Duhai Tuhan, tambahkan aku rindu kepadanya. Bila umurku
pendek, tambahkan rindu itu kepadanya. Duhai Tuhan,
tambahkan rinduku kepada Layla, dan jangan biarkan aku
melupakan dia selama-lamanya.”

Dipaksa menikah, tanpa cinta


Singkat cerita, Layla akhirnya dinikahkan ayahnya dengan
laki-laki lain, tanpa dia sendiri menyukai apalagi mencintanya. Ia
menerima laki-laki pilihan ayahnya itu tanpa bisa menolaknya,
karena tradisi yang mengakar akan menghukumnya, bila ia
menolak. Tradisi di banyak tempat di dunia sejak zaman klasik,
dan selama berabad-abad, tak membenarkan perempuan menolak
kepentingan ayah. Pandangan keagamaan juga menegaskan “hak
Ijbar” (hak memaksa) ayah atas anak perempuannya.
Qais mendengar hari perkawinan kekasih hatinya itu, dan
ia langsung jatuh pingsan, hatinya terbakar. Ia menangis
menderu-deru, meraung-raung, sepanjang hari sepanjang malam.
Ia menyesali diri telah mencintai Layla. Ia sempat mengatakan
bahwa Layla tidak setia, dan ia akan menyingkir dari
kehidupannya. Katanya:
66
ُ ‫ع ْنكَ َم َحبهةَ كُ ِل َم ْن َال َوفَآ َء لَه‬ ْ َ‫ش خَا ِليًا َود‬
َ ‫ع‬ ُ ‫ايُّ َها ْالقَ ْل‬
ْ ‫ب ِع‬
“Duhai hatiku, hiduplah menyepi, tinggalkan mencintai orang
yang tak setia.”

Qais mengekspresikan kekecewaannya itu dalam puisinya:

‫علَى َما َكانَ ِمنِى نَدَا َمةً َك َما يَ ْندَ ُم ْال َم ْغبُونُ ِحينَ يَبِي ُع‬
َ ُ‫نَد ِْمت‬

“Aku menyesali apa yang telah terjadi, bagai penyesalan orang


yang tertipu saat menjual.”
Tetapi ia tak bisa menolak kehadiran cinta itu yang telah
merasuk diam-diam dan kemudian menyatu ke dalam jantung
jiwanya. Ia menjadi “gila” (majnun). Qais kemudian
mengembara tanpa arah dan membiarkan tubuhnya tak terurus.
Rambutnya penuh debu dan semrawut. Ia mengarungi padang
pasir yang luas dalam terik matahari yang membakar tubuhnya,
seperti panas hatinya yang terbakar oleh cinta kepada Layla. Ia
mendaki gunung gunung dan memasuki hutan-hutan belukar,
tanpa manusia. Ia menyendiri, merindu dan menangis. Ia
kemudian bersahabat dengan para binatang. Mereka menyayangi
Qais,yang manusia itu, dan ia juga menyayangi mereka. Mereka
saling menyayangi.

67
Layla Menikah tapi Tetap Perawan.
Layla mendengar kabar kekasihnya di tempat itu. Ia
kemudian menulis surat untuknya:

“Surat ini dari aku, seorang perempuan yang terpenjara di


rumahnya, seorang perempuan yang sepanjang hari hanya
duduk-duduk sambil termenung di rumah… Untukmu duhai
kekasihku. Apa kabarmu, sayang? Bagaimana hari-harimu,
dengan siapakah engkau menjalani jam demi jam dalam hidupmu
di lembah-lembah dan di gunung-gunung itu. Aku kira engkau
lebih bahagia daripada aku. Engkau bisa bebas pergi ke mana
saja, dengan siapa saja dan bisa makan apa saja, sedangkan aku?
Ketahuilah kekasihku, aku tak bisa berbuat apa-apa, kecuali
hanya menunggu hari demi hari tanpa jiwa, sambil terus
mengingatmu dan merinduimu. Hatiku hampa.”

Duhai kekasih jiwaku yang hatimu bening bagai mata air


Khidir, mata air keabadian. Aku masih seperti dulu. Meski aku
telah menikah, namun aku bersumpah hatimu selalu ada di
hatiku, Meski aku tidur satu rumah dengan suamiku, tetapi
ranjangku tak pernah mempertemukan kepalaku dan kepalanya
(La Yajma’u Ra’si wa Ra’sahu Firasy). Permata di tubuhku
masih tersimpan utuh, bersih dan tak pernah disentuh oleh
jamahan tangan siapa pun. Hartaku yang paling berharga masih
terkunci rapat dan tak pernah dibuka oleh tangan siapa pun.
Bungaku di taman masih tetap kuncup dan belum merekah,
sebagaimana dulu. Duhai kekasih hatiku. Kemarilah, tuangkan

68
air keabadian Khidhir itu. Jarak jauhku darimu tak akan lama
lagi. Kita akan menyatu dalam keabadian.”
Penulis lain menyampaikan kata-kata Layla dalam
sumpahnya, “Aku bersumpah kepadamu, duhai kekasih hatiku,
Aku mengikat kuat hatiku untuk mencintai Qais seperti cintaku
kepada diriku sendiri. Aku kerahkan diriku menjaga seluruh
ruhku dari sentuhan orang lain.” Dan akhirnya ia mengatakan :

ٌ ‫ َو َكفَا ِنى َما ِفي ِه ذَا ِك َرة‬. َ‫ع ْهدِى َم َع َم ْن أَذَاك‬ ُّ ‫َو ِب َهذَا اْل َع ْهد الهذِى أ َ ْرت َ ِب‬
َ َ‫طهُ ِبكَ قَدْ ق‬
َ ُ‫ط َعت‬
‫ِل ِق َيا َم ِتى‬

“Dengan sumpah/janji yang aku ucapkan, maka telah putuslah


janjiku dengan orang yang menyakitimu. Sumpah-janjiku
menjadi simpanan kenangan sampai hari kematianku.”
Qais membaca surat itu berkali-kali. Kadang ia tak
percaya surat itu dari kekasihnya, Layla. Tetapi kata-katanya dan
bahasanya sangat ia kenal. Surat itu benar dari Layla. Hatinya
terus berdebar-debar dan berdegup-degup. Dan ia bingung
bagaimana akan membalasnya, bagaimana kata-kata yang akan
ditulisnya. Dan kemudian dengan seluruh keberanian hati ia
mulai menulisnya satu baris demi satu baris dan mengulang-
ulang membacanya, agar tidak salah.

69
‫علَى‬َ ‫ت ت َا ٌج‬ِ ‫ار نَ ْفسِى ا َ ْن‬ ُ ‫ت قَ َر‬ ِ َ‫ اِل‬. ‫ط ِرب ْال َو ْل َهان‬
ِ ‫يك يَا َم ْن ا َ ْن‬ ْ ‫سالَة ِمنِى اَنَا ْال ُم‬
َ ‫ض‬ َ ‫الر‬
ِ ‫َهذِه‬
‫صا ِل‬ ْ
َ ‫اء ال ِو‬ ِ ‫نى بِ َم‬ َ ْ َ ُ َ ْ
ِ ‫ َوانَا ت َرابٌ فِى َواد‬. ‫ َو َكنز فِى يَ ِد الغَي ِْر‬. ‫اي‬ٌ ْ ْ
ِ ِ‫سق ْيت‬ َ ‫ فإِن‬.‫ِيك‬ َ ‫َرأ ِس ِس َو‬
‫ق لَ ْم يَثُر ِم ْن‬ِ ‫َير َو ْق ِع ا َ ْقدَ ِام ْال ِف َرا‬
َ ‫ َوا ِْن لَ ْم يَن َْلنِى ِم ْن ِك غ‬.‫الربِي َع‬
‫ت ه‬ ْ َ ‫ت ْال َو ْردَ َوأ‬
ِ ‫طلَ ْع‬ ِ ‫اَت َ ْي‬
.‫ير قَ ْيدِى‬ ُ ‫ َوهَأانَذَا أ َ ِس‬.‫ضى ِس َوى ْالغُ َبار‬ ِ ‫ا َ ْر‬

“Ini surat dariku, aku yang gelisah dan gila, untukmu, duhai
engkau yang ada di lubuk jiwaku. Engkau adalah mahkota di
kepala selain aku dan kekayaan di tangan orang lain. Aku
hanyalah debu di lembahmu. Bila engkau menuangkan untukku
air pertemuan, engkau membawakan kembang dan menerbitkan
musim semi. Bila aku memperolehmu selain berpisah jauh
darimu, bumi ini tak akan menumbuhkan apa pun selain debu.
Lihatlah, aku adalah tawanan yang terbelenggu.”
Itu adalah bunyi surat yang ditulis sebagian penulis.
Nizami menulis isi surat Layla dan Majnun lebih panjang dari
ini. Seluruhnya mengungkapkan dua jiwa yang terjerat oleh rasa
rindu, cinta dengan segenap duka lara dan keriangan-
keriangannya .

Tampak jelas bahwa Layla adalah perempuan tokoh yang


meskipun secara legal-formal menikah dengan seorang laki-laki,
tetapi ia masih tetap perawan, tetap perempuan gadis. Nizami
mengatakan, “Lakinnaha Tazhillu ‘Adzra” (tetapi Layla tetap
perawan).” Demikian juga Qais, si Majnun itu, tetap lajang. Ia
tokoh yang tidak menikah sampai kematiannya.

70
Dr. Muhammad Ghanimi Hilal dalam bukunya yang
terkenal Al-Hayah al-‘Athifiyyah Baina al-’Udzriyyah wa al-
Shufiyyah menginfomasikan kepada kita bahwa para penulis
kisah Layla-Majnun sepakat bahwa:

ْ َ‫عذْرآء ِط ْيلَةَ َحيَاتِ َها َحتهى ِغيب‬


‫ت فِى لَحْ ِدهَا‬ ْ َ‫ان لَ ْيلَى بَ ِقي‬
َ ‫ت‬ ‫ه‬

“Sesungguhnya Layla tetap perawan sampai akhir hayatnya.”

Kematian Layla
Ada kontroversi dari para penulis Kisah Cinta Abadi
Layla-Qais ini. Siapakah yang lebih dulu mati, Layla atau Qais?
Tetapi cerita yang populer menyatakan bahwa Layla lebih dulu
meninggal dunia sebelum kemudian dalam bilangan hari, Qais,
kekasihnya, menyusulnya.
Dikisahkan: Musim panas kembali tiba, ranting-ranting
pepohonan meneteskan merah darah. Daun-daun berguguran
diterjang angin kencang yang membawa panas. Taman-taman
bunga tak lagi menebarkan aroma wangi bunga melati, tak lagi
merekahkan senyum kegembiraan dari bibir-bibir merahnya.
Taman itu telah sepi. Rembulan di langit biru beringsut
kembali ke titik bulan hilal. Layla diserang demam. Ia hanya bisa
beristirahat di tempat tidurnya tanpa bisa ke mana-mana. Ia
seperti merasa malaikat Izrail akan segera datang menjemput
dirinya. Ia ingin hanya bersama ibunya dan meminta tak ada
71
orang lain masuk ke kamarnya. Ia ingin mengungkapkan seluruh
isi hatinya kepada ibu yang mencintai dan yang dicintainya itu.
Katanya, “Ibuku, lihatlah, cahaya wajahku telah memudar, dan
menjadi pucat-pasi, tak lagi bercahaya. Lilin-lilin di mataku
tampak muram dan akan segera padam. Duhai Ibuku, aku mohon
engkau mendengarkan wasiatku, sebelum aku pulang esok atau
lusa; bilamana aku mati, kenakan aku baju pengantin yang paling
bagus. Jangan bungkus aku dengan kain kafan. Carilah kain
berwarna merah muda, bagai darah segar seorang syahid
(martir). Lalu riaslah wajah dan tubuhku secantik mungkin,
bagaikan pengantin yang paling cantik di seluruh bumi. Alis dan
bulu mataku ambillah dari debu yang melekat di kaki kekasihku,
Qais. Dan jangan usapkan ke tubuhku minyak wangi kesturi atau
minyak wangi apa pun. Usapkanlah dengan air mata Qais,
kekasihku”.
Sang ibu mendengarkannya dengan sepenuh jiwa, sambil
matanya mengembang basah dan menetes air deras. Layla masih
meneruskan pesannya: “Sesudah aku mengenakan baju
pengantin itu dan menjadi sangat cantik dan anggun, aku akan
menunggu Qais, sang pengembara yang luka itu datang”.
Usai mengucapkan semua itu, akhirnya Layla
memejamkan matanya dan menghembuskan nafas terakhirnya.
Wajahnya berbinar-binar, memancarkan cahaya dan bibirnya
mengembangkan senyuman yang paling manis. Ia sangat yakin
dirinya akan bertemu Qais dan menjadi pengantin di
sampingnya, lalu menyatu dalam cinta tak terbatas. Inna Lillah
wa Inna ilaih Rajiun. Kita berasal dari-Nya, milik-Nya, dan
kepada-Nya kita kembali. Kita pulang ke Asal.

72
Kematian Majnun
Manakala Qais al-Majnun mendengar berita kematian
kekasihnya itu, ia menjerit keras sekali, suaranya terdengar oleh
para Malaikat di langit. Ia meraung-raung untuk waktu yang
panjang. Kawan-kawan setianya, para binatang, juga ikut
menangis. Qais pingsan, tak sadarkan diri. Teman-teman
setianya itu menungguinya dengan hati yang pilu. Tidak lama
kemudian siuman. Ia menyebut nama Layla dengan suara keras
sambil bergegas menuju ke pemakaman Layla diiringi kawan-
kawan setianya; para binatang itu. Di atas pusara Layla, ia
merebahkan tubuhnya, mendekap tanah merah basah yang
menggunduk itu, sambil menangis tak henti-hentinya. Manakala
sadar, ia mengatakan dan berbicara kepada Layla:

‫ش َمائِلُ ِك‬
َ َ‫عنِى ف‬َ ‫ت‬ ِ ‫ت ْالقَب ِْر ؟ إِذَا ِغ ْب‬ِ ‫ت فِى ظُلُ َما‬ ِ ‫ْف أ َ ْن‬
َ ‫ق الثه َرى ؟ َو َكي‬
ِ ‫طبَا‬ ْ َ ‫ت تَحْتَ ا‬ ِ ‫ْف أ َ ْن‬
َ ‫َكي‬
‫ت فَأَلَ ُم ِك فِى‬
ِ ‫ َولَئِ ْن َر َح ْل‬.‫يرتِى‬ َ ‫ص‬ ِ َ‫عي ِْن ب‬ َ ‫ت أ َ َم‬
َ ‫ام‬ ِ ‫ص ِرى فَأ َ ْن‬ َ َ‫ع ْن ب‬ ِ ‫ َوإِذَا نَأ َ ْي‬. ‫وحى‬
َ ‫ت‬ ِ ‫َم ََل ُر‬
“ ‫النه ْف ِس ُم ِقي ٌم‬

“Duhai belahan jiwaku, duhai jiwaku, duhai cintaku, bagaimana


keadaanmu di bawah tumpukan debu ini. Bagaimana engkau di
dalam kegelapan kubur ini. Meski aku tak lagi bisa memandang
wajahmu, tetapi seluruh jiwamu memenuhi ruhku. Meski engkau
jauh dari pandangan mataku, namun aku melihatmu dengan mata
jiwaku, mata hatiku. Dan meski engkau telah pergi, namun
lukamu ada dalam jiwaku.”
Sesudah mengatakan itu, Qais diam untuk selama-
lamanya. Ia pulang menyusul Layla, belahan jiwanya dengan
73
membawa cintanya yang abadi kepada Layla. Ia dikuburkan di
samping Layla. Beberapa waktu kemudian, di atas pusara itu lalu
tumbuh dua pohon yang pada akhirnya menyatu, bagaikan
berpelukan. Di atas nisan kuburan itu tertulis “Di sinilah
berbaring dua jiwa yang sunyi, yang saling mencinta dalam
kesetiaan dan dalam penantian. Dua jiwa menyatu dalam cinta
abadi. Mereka bertemu di surga keabadian”.
Cinta Platonis
Dalam masalah ini ulama berbeda pendapat mengenai kebolehan
dan keharomanya, sebagian ulama mengharamkan namun ulama
Sufi memperbolehkanya dengan mengaplikasikan cinta makhluk
kepada sang Khaliq..
Kisah cinta romantik (al-Hubb al-Udzry) Qais dan Layla
di atas kemudian menginspirasi para sufi falsafi. Layla dijadikan
simbol Sang Kekasih dan Sang Maha Indah (Tuhan), sedangkan
Majnun sebagai simbol para pencari, para pengembara (al-Salik)
dan para pencinta (al-Muhibb), si perindu (al-‘Asyiq) atau
Darwish. Perjalanan menuju penyatuan antara Salik dan Kekasih
(Tuhan), dilalui seperti perjalanan cinta Qais dan Layla. Cara
pandang demikian inilah yang kemudian disebut sebagai “Cinta
Platonis”. Kata Platonis diambil dari nama filsuf Yunani terbesar
sepanjang sejarah manusia, sesudah Socrates, gurunya, bernama
Platon atau Plato.
Banyak orang mendefinisikan Cinta Platonis sebagai cinta
dalam tataran ide, cinta yang murni dan sepenuhnya. Cinta yang
sepenuhnya ingin menyatukan dua ruh yang berbeda.

74
Para sufi besar, seperti Abu Yazid al-Bisthami, al-Hallaj, Imam
al-Ghazali, Ibn Arabi, Jalal al-Din Rumi, Samnun al-Muhibb,
Zhunnun al-Mashri, Al-Sirr al-Saqathi, Farid al-Din al-‘Atthar,
Ibn al-Faridh dan lain-lain menempuh dan mengarungi jalan itu.
Terkadang orang yang kita anggap gila, dapat memberikan
hikmah besar dalam hidup kita.

Suatu ketika Qois kaget, tiba tiba ada anjing dari kampung
layla datang sekonyong konyong lewat berjalan di hadapan Qois.
Qois mengikutinya karena ingin segera bertemu layla (jangan-
jangan anjing ini bisa mempertemukan layla). di tengah jalan ia
melewati orang kampung yang sedang solat. tp qois tidak melihat
mereka karen konsentrasi mengikuti anjingnya. Saat pulang,
orang kampung tadi marah-marah. " hei Qois !!!.. tadi kau
melewati kami saat kami sedang solat, kanapa kamu tidak ikut
solat dengan kami?? kok kamu gak liat kami solat? malah lewat
saja??!". kata Qois : "demi Allah saat kalian sedang solat jamaah,
aku sama skali tidak melihat kalian."
kenapa ? karena hatinya hanya fokus kepada anjing dan yang dia
cintai Laila.
"bila kalian benar-benar cinta pada Allah, sebagaimana diriku
cinta pada Laila, pasti kalian tidak melihat aku. padahal kalian
sedang berbicara pada Allah tapi mengapa kalian masih bisa
memperhatikan diriku?!!! aku saja yang mengejar anjing
kepunyaan Laila sama sekali tidak melihat kalian".
Suatu ketika di rumah Laila di adakan pesta, semua warga
desa di undang, majnun (Qois) yang tak di undang menyusup
75
saja masuk. sampai di dalam rumah ia melihat orang-orang yg
sedang antri. Dia pun juga ikut antri. ketika itu yg membagikan
adalah Laila, ia ikut antri supaya bisa menatap wajah Laila. Saat
Qois mendapat giliran, Laila tidak memberinya makanan ke
Qois, tapi malah piring untuk Qois di banting sampai pecah.
Keluarga Laila senang, ternyata Laila sudah tidak mencintai Qois
lagi. orang-orang pun semua senang. tapi ada satu orang yang
melihat Qois kok ikut-ikut senang?..
lalu di tanya kepada Qois. "kenapa kamu malah ketawa, ikutan
senang?, kamu kan habis di permalukan di hadapan warga desa,
kanapa kamu masih senyum tertawa?" Qois malah heran. "kapan
saya di permalukan?" "tadi saat Laila memecahkan piring mu"
jawabnya. kemudian Qois menjawab "ooohhh.. tidak begitu.
kamu salah faham. Laila memecahkan piring ku, tujuan nya
hanya satu, agar aku ikut antrian lagi. dengan itu aku bisa
berjumpa lagi, berlama-lama saling memandang". (sehingga
rindu bisa terobati).
ini sindiran, ketika Allah beri hambanya ujian, Allah ingin dekat
berlama-lama dengan hambanya itu. jika doa lama belum
terkabulkan, Allah suka, rindu ingin mendengar suaramu terus.
Sudah menjadi kaedah seorang pecinta mencintai apa yang
di cintai oleh kekasihnya, sebagimana syair Amrul Qois, kekasih
Laila:
‫ اقبل ذا الجدار و ذا الجدار‬# ‫امر على الديار ديار ليلى‬
‫ و لكن حب من سكن الديار‬# ‫وما حب الديار شغفن قلبي‬
" Ketika aku melewati kota Laila, aku cuimi setiap lorong dan
dindingnya.
76
Sebenarnya, bukan kecintaan ku kepada kota itu yang
menggetarkan hatiku,
Namun kecintaan ku kepada orang yang tinggal di kota itu. "
Barang siapa yang mengaku mencintai Allah tetapi tidak
mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah SAW, maka ia adalah
pendusta. Karena syarat dalam bercinta adalah kita harus
mencintai segala sesuatu yang berhubungan dengan kekasih kita.
Alangkah indahnya jika seseorang memahami hakikat
cinta, dan ia tuangkan cintanya kepada sang Khaliq yang kekal
abadi, ia nikmat dalam bermunajat, kematian adalah kesenangan
nya untuk bertemu kekasihnya di alam keabadian, dengan
kematian itu pula rindu terobati.
Sebagimana Rabi'ah Al Adawiyah seseorang yg benar-
benar telah mendapat hakikat cinta kepada rabb nya, sehingga ia
sudah tidak terkesan surga dan neraka. Demikianlah, seseorang
yang telah mencapai haqiqat cinta kepada rabbnya ia akan
mudah melakukan pengorbanan demi agama, baik harta, benda
bahkan nyawa sekalipun akan di taruhkan demi agama. Dan
begitu pula ia dalam beramal ia tidak akan menjadikan hal yang
remeh sebagai tujuannya, semisal pangkat, jabatan, pujian,
materi, berbangga, ria, dan hal-hal remeh yang semacamnya,
yang mereka tuju hanyalah ridho Allah SWT. Semoga Allah
SWT memberikan taufiq kepada kita untuk senantiasa ikhlas,
dan hati yang diliputi mahabbah kepada Allah SWT. Aamiin ..
Rabi’ah Al ‘Adawiah pernah bermadah...
Ya Rabb.. Apapun karuniamu bagi ku di dunia..

77
Hibbah kan lah bagi musuh-musuh mu.
Dan apapun karuniamu untuk ku di akhirat..
Persembahkanlah tuk sahabat-sahabat ku,
Bagi ku.... Cukup lah Engkau
Bagi ku.... Cukup lah Engkau
Bila sujud ku padamu karena takut neraka
Bakar aku dengan apinya..
Bila sujudku padamu karena dambaan surga
Tutup bagiku surga itu
Tetapi bila sujudku karena Engkau semata..
Jangan palingkan wajahmu.
Aku rindu menatap keindahan mu
Aku rindu menatap keindahan mu

78
DAFTAR PUSTAKA

 Al-Adzkar - Imam Nawawi


 Arbain Nawawi - keterangan K.H Ahmad bin Mukhlisun
AR
 Ta’limul Muta’allim - Syeikh Az-Zarnudji
 Al Hikam - Syeikh Ibnu ‘Atho’illah As-Sakandary
 Fadhilah Amal - Syikh Maulana Zakariya Al-kandahlawi
 6 Sifat Mulia Dalam Untaian Kisah Penuh makna - Ust.
Abdullah Ahmad Taufiq
 Bidayatul hidayah – Imam Al-Ghozali
 Muroqil Ubudiah Syarah Bidayatul Hidayah – Imam
Nawawi Al-Jawi
 Nashoi’hul ‘Ibad – Imam Nawawi Al-Jawi
 Nafkhotuda'wah wa tabligh – Syeikh

79

Anda mungkin juga menyukai