Anda di halaman 1dari 3

PERSPEKTIF GIZI MENURUT AGAMA BUDHA

Buddha ortodoks sangat menghindari daging dan ikan. Alasannya, menghormati


kehidupan. Namun, makanan non- vegetarian tidak dilarang. Dalam aturan diet agama Buddha,
jika daging hewan akan dimakan, hewan harus disembelih oleh mereka yang bukan penganut
Buddha. Para biksu cenderung lebih keta dalam menjalankan diet atau puasa ketimbang kaum
awam Budha. Mereka tidak makan daging dan ikan. Mereka berpuasa di siang hari. Puasa sehari
penuh dijalankan pada awal bulan baru dan bulan purnama setiap bulan. Umat Buddha biasanya
makan bersama di rumah bersama keluarga.

Kepercayaan China adalah campuran kepercayaan Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme.


Konfusianisme mementingkan moralitas dan perilaku, termasuk ritus peralihan. Taoisme
memusatkan perhatian pada hasrat-hasrat dan pengobatan, juga menjadi dasar perayaan dan
festival. Meski Konfusianisme dan Taoisme tidak memberikan petunjuk soal  makanan, budaya
makanan kuno di China kebanyakan mengandung vegetarian. Tahun Baru Imlek, Festival Musim
Semi, dirayakan secara meriah dalam jamuan besar seluruh anggota keluarga besar. Mereka
semua makan bersama-sama. Sebelum makan, orang Cina mengenang leluhur keluarga. Mereka
mempersembahkan sumpit lengkap dengan semangkuh nasi, arak, dan teh. Persembahan ini
disajikan di altar keluarga. Kombinasi Konfusianisme dan Taoisme punya pengaruh besar pada
tradisi makanan Tiongkok.

Umat Budha Tibet  makan mie dengan sup, skiu atau momo, pangsit kecil tepung terigu dengan
daging, kentang panggang, tsamp, butiran biji jelai panggang. Budha Tibet tidak melarang
makan daging hewan dan arak. Namun, orang Tibet tidak makan hewan kecil ayam, itik,
kambing, dan babi. Karena, mereka percaya bahwa mengambil nyawa hewan kecil lebih dosa
dari pada membunuh hewan besar, yak dan sapi, yang lebih praktis. Makan ikan jarang
dilakukan di kalangan umat Buddha Tibet. Karena, mereka menyembah ikan untuk umur
panjang dan kemakmuran. Budha Nepal tidak mengikuti aturan diet Budha. Kecuali Tamang dan
Sherpa, masyarakat Nepal lainnya tidak makan daging sapi dan yak. Buddha Nepal adalah
perpaduan antara Budha Tibet dan Hindu.  Perpaduan antara alam dan pemujaan leluhur. Umat
Buddha di Asia Tenggara makan ikan dan hasil olahan kedelai.

Masuknya Agama Buddha ke Korea di Kerajaan Goguryeo (372 M) dan di Kerajaan Silla (528
M), mengubah budaya makanan Korea. Dari makanan berbasis hewan ke makanan berbasis
sayuran. Orang-orang  Kerajaan Silla pada masa Dinasti Kory (918-1392 M) adalah pemeluk
Buddha ortodoks. Dalam periode ini, konsumsi daging dilarang keras. Maka, fermentasi kedelai
dan sayuran merajalela dan amat disenangi.
Konsumsi kedelai sebagai makanan dan hasil olahan fermentasi kedelai dalam masakan Jepang
terkait erat dengan masuknya Agama Buddha pada abad ke-6. Shinto adalah agama Jepang.
Shinto masih dilestarikan. Ada perpaduan antara Shinto dan Buddha.  Dalam Shinto, nenek
moyang dipuja dan dikenang. Rumah-rumah Jepang melestarikan dua altar. Altar “kami” untuk
kehidupan dan pekerjaan. Altar Buddha untuk kematian dan pemujaan leluhur. Di kedua altar ini
dipersembahkan sajian makanan segar dan sake untuk mengawali memulai hari.

PERSPEKTIF KESEHATAN MENURUT AGAMA BUDDHA

Dalam agama Buddha, kesehatan sungguhlah penting. Buddha sendiri mengakui,


sebagaimana yang tertera dalam Dhammapada, bahwa kesehatan adalah perolehan terbesar yang
seseorang miliki (ārogyaparamā lābhā. Dhp. 204, M. I. 508). Pernyataan ini diperjelas di dalam
kitab komentar bahwa siapapun yang memiliki perolehan kekayaan, kemansyuran, atau anak,
kesehatan merupakan perolehan yang terbesar, tidak ada perolehan yang melebih itu
(Ārogyaparamāti gāthāya ye keci dhanalābhā vā yasalābhā vā puttalābhā vā atthi, ārogyaṃ tesaṃ
paramaṃ uttamaṃ, natthi tato uttaritaro lābhoti, ārogyaparamā lābhā. MA. III. 218).

Kesehatan yang dimaksud, bukan hanya sehat secara fisik, tetapi juga sehat secara batin. Dalam
sebuah kesempatan, Buddha menyebutkan dua jenis penyakit, yaitu: penyakit fisik (kāyiko rogo)
dan penyakit batin (cetasiko rogo. A. II. 143). Dari kedua jenis penyakit ini, penyakit batin
adalah penyakit yang diderita oleh siapapun yang belum mecapai kesucian. Selama seseorang
masih belum terbebaskan, ia dikatakan sebagai sakit, karena belum terbebas dari bibit-bibit
penyakit batin, yaitu keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin.

Agama Buddha memandang kesehatan dan penyakit sebagai sesuatu yang realistis. Ketika ada
penyakit, di sana pasti ada kesembuhan atau kesehatan. Penyakit bukanlah hukuman dari
makhluk adi kuasa, dan kesembuhan juga bukan hadiah darinya. Menurut agama Buddha,
penyakit bisa muncul karena disebabkan oleh kondisi alamiah di kehidupan saat ini, seperti
faktor makanan, iklim, cuaca, tempat tinggal, atau faktor-faktor alam lainnya yang dalam bahasa
Buddhis disebut Utu Niyama.

Untuk memperoleh kesembuhan pun, ajaran Buddha menawarkan cara yang rasional. Berdoa
atau memohon kepada makhluk tertentu supaya diberikan kesembuhan tidak ditemukan dalam
ajaran Buddha. Menurut Buddha, apa yang terjadi adalah sebab dan akibat. Ketika seseorang
sakit, hal yang perlu dilakukan adalah pergi ke dokter untuk mendapatkan pengobatan medis. Ia
juga perlu menjauhkan diri dari penyebab-penyabab penyakit, menjaga diri, makan dan
beristirahat cukup. Kalau belum jatuh sakit, hal yang perlu dilakukan adalah pencegahan, seperti
mengatur pola makan, istirahat, cara bekerja, dan bentuk-bentuk pencegahan lainnya agar
penyakit serius tidak menyerang. Meskipun seseorang tidak bisa menolak sakit, paling tidak
dengan melakukan pencegahan, ia dapat meminimalisir kemungkinan terserang penyakit serius. 

Agama Budddha memandang sehat sebagai kesempatan yang berharga, sebab dalam kondisi
sehat, seseorang bisa memafaatkan hidupnya untuk kegiatan yang berguna. Saat sehat, seseorang
memiliki kesempatan lebih banyak untuk melakukan banyak kebajikan yang berguna bagi diri
sendiri dan orang lain. Agama Buddha tidak memuji perbuatan hura-hura, lengah, dan hanya
menghabiskan usia dengan sia-sia. Karena kesehatan adalah keuntungan terbesar, maka
diharapkan seseorang benar-benar menggunakan kesempatan sehatnya untuk hal yang
bermanfaat. Dengan begitu, kehidupan seseorang menjadi benar-benar bermakna.

Anda mungkin juga menyukai