Umat Budha Tibet makan mie dengan sup, skiu atau momo, pangsit kecil tepung terigu dengan
daging, kentang panggang, tsamp, butiran biji jelai panggang. Budha Tibet tidak melarang
makan daging hewan dan arak. Namun, orang Tibet tidak makan hewan kecil ayam, itik,
kambing, dan babi. Karena, mereka percaya bahwa mengambil nyawa hewan kecil lebih dosa
dari pada membunuh hewan besar, yak dan sapi, yang lebih praktis. Makan ikan jarang
dilakukan di kalangan umat Buddha Tibet. Karena, mereka menyembah ikan untuk umur
panjang dan kemakmuran. Budha Nepal tidak mengikuti aturan diet Budha. Kecuali Tamang dan
Sherpa, masyarakat Nepal lainnya tidak makan daging sapi dan yak. Buddha Nepal adalah
perpaduan antara Budha Tibet dan Hindu. Perpaduan antara alam dan pemujaan leluhur. Umat
Buddha di Asia Tenggara makan ikan dan hasil olahan kedelai.
Masuknya Agama Buddha ke Korea di Kerajaan Goguryeo (372 M) dan di Kerajaan Silla (528
M), mengubah budaya makanan Korea. Dari makanan berbasis hewan ke makanan berbasis
sayuran. Orang-orang Kerajaan Silla pada masa Dinasti Kory (918-1392 M) adalah pemeluk
Buddha ortodoks. Dalam periode ini, konsumsi daging dilarang keras. Maka, fermentasi kedelai
dan sayuran merajalela dan amat disenangi.
Konsumsi kedelai sebagai makanan dan hasil olahan fermentasi kedelai dalam masakan Jepang
terkait erat dengan masuknya Agama Buddha pada abad ke-6. Shinto adalah agama Jepang.
Shinto masih dilestarikan. Ada perpaduan antara Shinto dan Buddha. Dalam Shinto, nenek
moyang dipuja dan dikenang. Rumah-rumah Jepang melestarikan dua altar. Altar “kami” untuk
kehidupan dan pekerjaan. Altar Buddha untuk kematian dan pemujaan leluhur. Di kedua altar ini
dipersembahkan sajian makanan segar dan sake untuk mengawali memulai hari.
Kesehatan yang dimaksud, bukan hanya sehat secara fisik, tetapi juga sehat secara batin. Dalam
sebuah kesempatan, Buddha menyebutkan dua jenis penyakit, yaitu: penyakit fisik (kāyiko rogo)
dan penyakit batin (cetasiko rogo. A. II. 143). Dari kedua jenis penyakit ini, penyakit batin
adalah penyakit yang diderita oleh siapapun yang belum mecapai kesucian. Selama seseorang
masih belum terbebaskan, ia dikatakan sebagai sakit, karena belum terbebas dari bibit-bibit
penyakit batin, yaitu keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin.
Agama Buddha memandang kesehatan dan penyakit sebagai sesuatu yang realistis. Ketika ada
penyakit, di sana pasti ada kesembuhan atau kesehatan. Penyakit bukanlah hukuman dari
makhluk adi kuasa, dan kesembuhan juga bukan hadiah darinya. Menurut agama Buddha,
penyakit bisa muncul karena disebabkan oleh kondisi alamiah di kehidupan saat ini, seperti
faktor makanan, iklim, cuaca, tempat tinggal, atau faktor-faktor alam lainnya yang dalam bahasa
Buddhis disebut Utu Niyama.
Untuk memperoleh kesembuhan pun, ajaran Buddha menawarkan cara yang rasional. Berdoa
atau memohon kepada makhluk tertentu supaya diberikan kesembuhan tidak ditemukan dalam
ajaran Buddha. Menurut Buddha, apa yang terjadi adalah sebab dan akibat. Ketika seseorang
sakit, hal yang perlu dilakukan adalah pergi ke dokter untuk mendapatkan pengobatan medis. Ia
juga perlu menjauhkan diri dari penyebab-penyabab penyakit, menjaga diri, makan dan
beristirahat cukup. Kalau belum jatuh sakit, hal yang perlu dilakukan adalah pencegahan, seperti
mengatur pola makan, istirahat, cara bekerja, dan bentuk-bentuk pencegahan lainnya agar
penyakit serius tidak menyerang. Meskipun seseorang tidak bisa menolak sakit, paling tidak
dengan melakukan pencegahan, ia dapat meminimalisir kemungkinan terserang penyakit serius.
Agama Budddha memandang sehat sebagai kesempatan yang berharga, sebab dalam kondisi
sehat, seseorang bisa memafaatkan hidupnya untuk kegiatan yang berguna. Saat sehat, seseorang
memiliki kesempatan lebih banyak untuk melakukan banyak kebajikan yang berguna bagi diri
sendiri dan orang lain. Agama Buddha tidak memuji perbuatan hura-hura, lengah, dan hanya
menghabiskan usia dengan sia-sia. Karena kesehatan adalah keuntungan terbesar, maka
diharapkan seseorang benar-benar menggunakan kesempatan sehatnya untuk hal yang
bermanfaat. Dengan begitu, kehidupan seseorang menjadi benar-benar bermakna.