Anda di halaman 1dari 11

NAMA : ALFA FARIKHAH

NIM : 200201110089

PRODI : HUKUM KELUARGA ISLAM (B)

MATA KULIAH : TOSOFI (UAS) – RESUME MATERI

ILMU TASAWUF

Ilmu tasawuf adalah salah satu cabang dari ilmu-ilmu Islam utama, yaitu
ilmu tauhid (ushuluddin), ilmu fiqih dan  ilmu tasawuf. Ilmu tauhid untuk
bertugas membahas soal-soal i’tiqad, seperti i’tiqad mengenai keTuhanan,
kerasulan, hari akhirat dan lain-lain sebagainya.

Ilmu fiqih bertugas membahas soal-soal ibadah lahir, seperti shalat, puasa,
zakat, haji dan lain-lain. Ilmu tasawuf bertugas membahas soal-soal yang bertalian
dengan akhlak dan budi pekerti, bertalian dengan hati, yaitu cara-cara ikhlas,
khusyuk, tawadhu, muraqabah, mujahadah, sabar, ridha, tawakal dan lain-lain.
Ringkasnya, tauhid takluk kepada i’tiqad, fiqih takluk kepada ibadah, dan tasawuf
takluk kepada akhlak.

Kepada setiap orang Islam dianjurkan supaya beri’tiqad sebagaimana yang


diatur dalam ilmu tauhid (ushuluddin), supaya beribadah sebagaimana yang diatur
dalam ilmu fiqih dan supaya berakhlak sesuai dengan ilmu tasawuf.

Agama kita meliputi 3 (tiga) unsur terpenting yaitu, Islam, Iman dan Ihsan.
Sebuah hadits menguraikan sebagai berikut: Pada suatu hari kami (Umar bin
Khathab dan para sahabat) duduk-duduk bersama Rasulullah SAW. Lalu muncul
di hadapan kami seorang yang berpakaian putih. Rambutnya hitam sekali dan
tidak tampak tanda-tanda bekas perjalanan. Tidak seorang pun dari kami yang
mengenalnya. Dia langsung duduk menghadap Rasulullah SAW.

Kedua kakinya menghempit kedua kaki Rasulullah, dan kedua telapak


tangannya diletakkan di atas paha Rasulullah SAW, seraya berkata, "Ya
Muhammad, beritahu aku tentang islam.”
Lalu Rasulullah SAW menjawab, "Islam ialah bersyahadat bahwa tidak
ada tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan mengerjakan haji apabila mampu."
Kemudian dia bertanya lagi, "Kini beritahu aku tentang iman."

Rasulullah Saw menjawab, "Beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-


Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan beriman kepada qadhar baik
dan buruknya.”

Orang itu lantas berkata, "Benar. Kini beritahu aku tentang ihsan."

Rasulullah berkata, "Beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya.


Walaupun engkau tidak melihat-Nya, karena sesungguhnya Allah melihatmu."

Dia bertanya lagi, "Beritahu aku tentang As-Sa’ah (azab kiamat)."

Rasulullah menjawab, "Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya."
Kemudian dia bertanya lagi, "Beritahu aku tentang tanda-tandanya."

Rasulullah menjawab, "Seorang budak wanita melahirkan tuannya. Orang-orang


tanpa sandal, setengah telanjang, melarat dan penggembala unta masing-masing
berlomba membangun gedung-gedung bertingkat.”

Kemudian orang itu pergi menghilang dari pandangan mata.


Lalu Rasulullah SAW bertanya kepada Umar, "Hai Umar, tahukah kamu siapa
orang yang bertanya tadi?”

Lalu aku (Umar) menjawab, "Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui."


Rasulullah SAW lantas berkata, "Itulah Jibril datang untuk mengajarkan agama
kepada kalian.” (HR Muslim)

Tentang Islam kita dapat temukan dalam ilmu fiqih, sasarannya syariat lahir.
Umpamanya shalat, puasa, zakat, naik haji, perdagangan, perkawinan, peradilan,
peperangan, perdamaian dan lainnya.

Tentang iman kita dapat temukan dalam ilmu tauhid (ushuluddin),


sasarannya  i’tiqad (akidah/kepercayaan). Umpamanya bagaimana kita (keyakinan
dalam hati) terhadap Tuhan, malaikat-malaikat, rasul-rasul, kitab-kitab suci,
kampung akhirat, hari kebangkitan, surga, neraka, qadha dan qadhar (takdir).

Tentang ihsan kita dapat temukan dalam ilmu tasawuf. Sasarannya akhlak,
budi pekerti, batin yang bersih, bagaimana menghadapi Tuhan, bagaimana
muraqabah dengan Tuhan, bagaimana membuang kotoran yang melengket dalam
hati yang mendinding (hijab) kita dengan Tuhan, bagaimana takhalli, tahalli dan
tajalli. Inilah yang dinamakan sekarang dengan tasawuf.

Setiap Muslim harus mengetahui tiga unsur ini sedalam-dalamnya dan


seluas-luasnya dan memegang serta mengamalkannya sehari-hari. Pelajarilah
ketiga ilmu itu dengan guru-guru, dari buku-buku, tulisan  atau dalam jamaah,
manhaj, metode atau jalan. Waspadalah jika jamaah yang “menolak” salah satu
dari ketiga ilmu itu karena akan memungkinkan ketidaksempurnaan hasil yang
akan dicapai.

Ilmu tasawuf itu tidak bertentangan dengan Alquran dan sunnah Nabi dan
bahkan Alquran dan Sunnah Nabi itulah yang menjadi sumbernya. Andaikata ada
kelihatan orang-orang tasawuf yang menyalahi syariat, umpamanya ia tidak
shalat, tidak shalat Jumat ke masjid atau shalat tidak berpakaian, makan siang hari
pada bulan puasa, maka itu bukanlah orang tasawuf dan jangan kita dengarkan
ocehannya.

Imam Abu Yazid Al-Busthami berkata, "Kalau kamu melihat seseorang


yang diberi keramat sampai ia terbang di udara, jangan kamu tertarik kepadanya,
kecuali kalau ia melaksanakan suruhan agama dan menghentikan larangan agama
dan membayarkan sekalian kewajiban syariat.”

Syekh Abu Al-Hasan Asy-Syadzili berujar, "Jika pendapat atau temuanmu


bertentangan dengan Alquran dan hadits, maka tetaplah berpegang dengan hal-hal
yang ada pada Alquran dan hadits. Dengan demikian engkau tidak akan menerima
resiko dalam penemuanmu, sebab dalam masalah seperti itu tidak ada ilham atau
musyahadah, kecuali setelah bersesuaian dengan Alquran dan hadits."
Jadi syarat untuk mendalami ilmu tasawuf (tentang ihsan) terlebih dahulu
harus mengetahui ilmu fiqih (tentang Islam) dan ilmu tauhid/ushuluddin (tentang
Iman). Dengan ketiga ilmu itu kita mengharapkan meningkat derajat/kualitas
ketakwaan kita.

Mulai sebagai Muslim menjadi mukmin dan kemudian muhsin atau yang
kita ketahui sebagai implementasi Islam, Iman dan Ihsan. Orang-orang yang
paham dan mengamalkan ilmu tasawuf dikenal dengan nama orang sufi.

Syekh Abu Al-Abbas mengatakan bahwa orang-orang berbeda pendapat


tentang asal kata sufi. Ada yang berpendapat bahwa kata itu berkaitan dengan kata
shuf (bulu domba atau kain wol) karena pakaian orang-orang saleh terbuat dari
wol. Ada pula yang berpendapat bahwa kata sufi berasal dari shuffah, yaitu teras
masjid Rasulullah SAW. Yang didiami para ahli suffajh.

Menurutnya Al-Abbas, kedua definisi ini tidak tepat. Ia mengatakan


bahwa kata sufi dinisbatkan kepada perbuatan Allah pada manusia. Maksudnya,
"shafahu Allah", yakni Allah menyucikannya sehingga ia menjadi seorang sufi.
Dari situlah kata sufi berasal.

Lebih lanjut Syekh Abu Al-Abbas mengatakan bahwa kata sufi (al-shufi)
terbentuk dari empat huruf: shad, waw, fa, dan ya. Huruf shad berarti shabruhu
(kebesarannya), shidquhu (kejujuran), dan shafa’uhu (kesuciannya). Huruf waw
berarti wajduhu (kerinduannya), wudduhu (cintanya), dan
wafa’uhu(kesetiaannya). Huruf fa’ berarti fadquhu (kehilangannya), faqruhu
(kepapaannya), dan fana’uhu (kefanaannya). Huruf ya’ adalah huruf nisbat.

Allah SWT berfirman: "...Sekiranya kalau bukan karena karunia Allah dan
rahmat-Nya, niscaya tidak ada seorang pun dari kamu yang bersih (dari perbuatan
keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa saja yang
dikehendaki.." (QS An-Nuur : 21)

"Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan


kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada
negeri akhirat." (Q.S. Shaad ; 46 )

"Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang


pilihan yang paling baik." (QS Shaad: 47)

Maqam Dalam Tasawuf

a) Taubat

Taubat merupakan tingkatan pertama yang harus ditempuh para sufi untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Taubat adalah asal dari semua maqam, dan
taubat yang dimaksud oleh para sufi adalah taubat yang sebenarnya yang tidak
akan membawa dosa itu kembali. Secara bahasa taubat berarti kembali, meminta
pengampunan. Sedangkan dalam istilah sufi, yang dimaksud taubat adalah
kembali dari segala perbuatan tercela menuju perbuatan terpuji sesuai dengan
ketentuan agama.

Taubat sendiri memiliki tingkatan yaitu, pada tingkatan terendah adalah


taubat yang menyangkut dosa yang pernah dilakukan oleh jasad ataupun anggota-
anggota badan. Taubat pada tingkat menengah adalah taubat yang menyangkut
pada pangkal dosa, seperti dengki, sombong, dan riya. Sedangkan pada tingkat
yang lebih tinggi menyangkut taubat pada usaha untuk menjauhkangodaan setan
dan menyadarkan jiwa akan rasa bersalah. Dan pada tingkat akhir yaitu penolakan
terhadap segala sesuatu yang dapat memalingkan dari jalan Allah.

Taubat orang sufi adalah taubat yang dilakukan secara sungguh-sungguh


dan mengulanginya lagi. Dari beberapa tingkatan taubat tersebut, ada pula
beberapa syarat taubat yang harus dipenuhi oleh para kaum sufi, yang mana sarat
tersebut bertujuan agar taubat tersebut bisa dikatakan sah dan taubat tersebut dapat
diterima, yaitu yang dikatakan oleh para ahli ushul dikalangan ahli sunnah, syarat
taubat tersebut adalah:

1. Menyesali pelanggaran yang telah dilakukan

2. Meninggalkan secara langsung penyelewengan.

3. Memutuskan untuk tidak kembali pada kemaksiatan.

b) Zuhud

Zuhud menurut bahasa adalah berawal dari kata zahada yang artinya benci
dan meninggalkan sesuatu. Sedangkan menurut istilah bahwa zuhud adalah
mengarahkan seluruh keinginan hanya kepada Allah SWT serta menyatukan
kemauan kepada Nya dan hanya sibuk dengan Nya dibandingkan dengan
kesibukan lainnya. Sebagaimana Al-Junayd berkata, zuhud adalah mengosongkan
tangan dari harta dan mengososngkan hati dari kelatahan. Maksudnya bahwa
seorang sufi tidak memiliki sesuatu yang berharga melainkan hanya Tuhan yang
dirasakan dekat dengan dirinya.

Dari penjelasan zuhud tersebut bukan berarti zuhud itu penolakan secara
mutlak terhadap dunia. Akan tetapi yang ditekaknkan dalam kehidupan zuhud
adalah melepaskan diri atau mengosongkan hati dari pengaruh dunia yang dapat
menyebabkan seorang hamba tersebut lupa kepada Tuhan-Nya. Bahwasanya
kenikmatan hidup di dunia jangan sampai melupakan akhirat dan ibadah kepada
Tuhan. Dalam taswuf zuhud dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu dilihat dari
maksud dan penjelasan yang telah disebutkan diatas. Tiga tingkatan dalam
tasawuf antara lain

1. Tingkatan pertama merupakan tingkatan yang terendah yaitu, menjauhkan


dunia agar terhindar dari hukuman di akhirat.

2. Tingkatan yang kedua yaitu menjauhi dunia dengan menimbang imbalan di


akhirat.
3. Tingkatan ketiga yaitu, mengucilkan dunia bukan karena takut atau karena
berharap, akan tetapi karena kecintaannya kepada Allah semata. Dan orang yang
berada pada tingkat tertinggi ini akan memnadang segala sesuatu tidak memiliki
arti apa-apa melainkan Allah SWT.

Apabila dikatakan sebagai sebuah tindakan atau kelakuan sesoranng untuk


meninggalkan harta atau kekayaan serta meninggalkan pakaian mewah dalam
hidupnya adalah zuhud Tetapi hal tersebut terkadang dilakukan hanya untuk
dijadikan motivasi untuk mendapatkan pujian dari orang lain agar dapat dikatakan
sebagai seorang zahid, maka disini Ibnu Mubarak berkata: “seutama-utama zuhud
adalah menyembunyikan zuhud itu.” Karena orang hidup zuhud yang sebenarnya
hanya dikenal dari sifat yang ada pada dirinya. Terdapat pula ciri-ciri zuhud
adalah sebagai berikut:

1. Tidak merasa bangga terhadap sesuatu yang ada pada dirinya dan tidak pula
merasa sedih dikala kehilangan nikmat itu dari tangannya.

2. Tidak merasa gembira dan bangga mendengar pujian orang dan tidak pula
merasa bersedih atau marah jika mendapat celaan orang.

3. Selalu mengutamakan cintanya kepada Allah dan mengurangi cintanya kepada


dunia, karena cinta kepada Allah dan cinta kepada dunia tidak dapat disatukan
laksana udara dan air dalam tempayan, kalau air bertambah, maka udara
berkurang dan sebaliknya.

c) Fakir

Secara bahasa fakir adalah membutuhkan atau memerlukan, sedangkan


dalam istilah sufi, fakir adalah seseorang yang telah mencapai akhir “lorong
spiritual”. Fakir juga dapat dikatakan sebagai kekurangan harta dalam menjalani
hidup di dunia. Fakir meruoakan sikap yang penting yang harus dimiliki oleh
orang yang berjalan menuju Allah SWT.

d) Sabar
Dalam terminologi tasawuf sabar berarti keadaan jiwa yang kokoh, stabil
dan konsekuen dalam pendirian. Jiwanya tidak tergoyahkan, pendiriannya tidak
berubah seberat apapun rintangan dan tantangan hidup yang dihadapi. Dalam ilmu
tasawuf sabar adalah maqam yang harus dilalui sesudah maqam fakir. Menurut
Dzun Nuun sabar adalah menjauhi pelanggaran dan tetap bersikap rela, sementara
merasakan sakitnya penderitaan, dan sabar juga menampakkan ekayaan meskipun
dalam kemiskinan dalam kehidupan.

e) Syukur

Syukur dalam tasawuf ialah menggunakan nikmat Allah unutk taat dan
tidak menggunakannya untuk brbuat maksiat terhadap Nya. Syukur merupakan
suatu pengetahuan yang mampu membangkitkan kesadaran terhadap diri
seseorang bahwa satu-satunya pemberi nikmat adalah Allah dan rahmat Nya
sangat luas.

f) Ridlha

Ridha kepada Tuhan dapat dikatakan sebagai Pohon dari segala pelajaran
yang diterima dalam kehidupan. Menurut ahli pendidikan, ridha bermula dari
‘atihifah yaitu perasaan halus. Ridha dalam menerima segala ketentuan Dari Allah
SWT, seperti ridha dalam menerima kekayaan, kemiskinan, umur yang panjang
dan pendek, badan sehat dan sakit, semua dapat dirasakan tanpa adanya
perbedaan, karena ia telah ridha.

Menurut Dzun An-Nun, tanda-tanda orang yang telah ridha adalah:

a. Mempercayakan hasil usaha sebelum terjadi ketentuan.

b. Lenyapnya resah gelisah sesudah terjadi ketentuan.

c. Cinta yang bergelora di kala turnnya malapetaka.

g) Tawakkal
Tawakkal yaitu menyerahkan segala perkara dan ikhtiar kepada Allah
SWT serta berserah diri sepenuhnya kepada Nya hanya untuk mendapatkan
manfaat dan menolak madlorot. Dalam ilmu tasawuf dapat diartikan sebagai sikap
bersandar dan memepercayakan diri kepada Allah SWT serta menggantungkan
dirinya hanya kepada Allah SWT.

C. Ciri-Ciri Sufi

Sufi adalah sebutan bagi orang yang mempraktekkan ilmu tasawuf dalam
kehidupannya. Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya,
bahwa tasawuf adalah sebuah metode atau cara yang dilakukan oleh seseorang
dalam menuju jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, serta menghambakan
hidupnya semata-mata hanya untuk Allah SWT.

Dalam tasawuf terdiri dari beberapa amalan atau perilaku yang dilakukan
untuk mencapai kedekatan serta penglihatan bathin kepada Allah, yang mana
dalam kajian tasawuf kedekatan tersebut dinamakan ma’rifatullah. Perjalannan
mendekatkan diri kepada Allah tersebut diantara salah satunya adalah melalui
dzikir, baik itu yang dilakukan secara perorangan ataupun berjamaah yang
biasanya disebut dengan tarekat. Dimana setiap tarekat tersebut memiliki ciri-ciri
yang berbeda di setiap masing-masing kelompok.

TAREKAT

Tarekat dalam tasawuf berarti jalan menuju Allah SWT untuk meraih rida-
Nya dengan menaati segala ajaran-Nya. Sebagai sebuah organisasi tempat
berkumpulnya orang-orang yang berupaya untuk mengikuti kehidupan tasawuf,
tarekat tak cuma menjalankan ritual-ritual kegiatan keagamaan semata. Kehadiran
tarekat tak serta merta menjadikan salik (pengikutnya) meninggalkan kehidupan
duniawi.

Tarekat mulai berkembang sekitar abad ke-6 H. Adalah Tarekat Kadiriyah


yag pertama kali berdiri. Tarekat ini diajarkan Abdul Qadir bin Abdullah Al Jili
seorang sufi tersohor di Baghdad. Menurut legenda, sufi kelahiran Jilan, Persia
471 H itu adalah orang saleh yang memiliki keajaiban.

Kata tarekat berasal dari bahasa Arab, yakni tariqah yang berarti jalan atau
metode yang ditempuh para sufi dalam menjalankan ibadah, zikir dan doa. Ritual
ibadah itu diajarkan seorang guru sufi kepada muridnya dengan penuh
kedisiplinan. Hubungan murid dan guru itu, kemudian melahirkan kekerabatan
sufi. 

Menurut Al Jurjani `Ali bin Muhammad bin `Ali (740-816 M), tarekat
ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah
SWT melalui tahapan-tahapan atau maqamat. Tujuan utama sebuah tareta tasawuf
adalah menekan hawa nafsu. Sebab, hawa nafsu, kerap menjadikan manusia jauh
dari Tuhan.

Guna mendekatkan diri dengan Sang Khalik, para pengikut tarekat secara
rutin melakukan wirid berupa salat sunak, zikir dan doa sepanjang waktu, pagi,
siang, sore dan malam hari. Komponen utama sebuah oraganisasi tarekat terdiri
dari guru, murid, amalan, zawiyyah dan adab.Di antara sederet tarekat, ada yang
dipandang sah dan ada pula yang tidak sah. Sebuah tarekat dikatakan sah
(mu'tabarah), apabila amalan tarekat itu dapat dipertanggungjawabkan secara
syariah alias sesuai dengan Alquran dan Hadist.

Sedangkan, tarekat tak sah (ghair mu'tabarah) adalah tarket yang tak
berpedoman pada dua hal yang ditinggalkan Rasulullah SAW bagi umatnya,
yakni Alquran dan Hadits.Tasawuf mulai berkembang di bumi Nusantara sejak
masa kolonialisme. Sehingga sejarah tarekat di Indonesia mencatat bahwa gerakan
ini juga melakukan perlawanan terhadap penjajah. Saat ini, di dunia Islam dikenal
berberapa tarket besar, seperti Tarekat Kadiriyah, Naqsyabandiah, Syattariah,
Samaniah, Khalwatiah, Tijaniah, Idrisiah, dan Rifaiah.

Anda mungkin juga menyukai