Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION LBM 4


BLOK KARDIOVASKULAR 2
“ADUH KAKIKU SAKIT”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK SGD 6
I Wayan Agus Merta Wiguna (019.06.0043)
Irawati Sofia (019.06.0044)
Kadek Artana Kusumajaya (019.06.0045)
Lalu Muhamad Hafis Al Alim (019.06.0051)
Linda Irma Septiana (019.06.0052)
Dedi Sutomo (014.06.0069)
Dimas Agung Okoputra (015.06.0015)
Lilik Indrawati (015.06.0016)
Ardian Ansari (016.06.0018)

Tutor : dr. Halia Wanadiatri,M.Si.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-
Nya penulis dapat melaksanakan dan menyusun makalah LBM 4 yang berjudul “Aduh
Kakiku Sakit” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini penulis susun untuk memenuhi prasyaratan sebagai syarat nilai SGD
(Small Group Discussion). Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapat banyak
bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. dr. Halia Wanadiatri,M.Si. selaku tutor dan fasilitator SGD (Small Group Discussion)
kelompok penulis.
2. Bapak/Ibu Dosen Universitas Islam Al-Azhar yang telah memberikan masukan terkait
makalah yang penulis buat.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan perlu
pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Mataram, 13 Januari 2021


Hormat kami

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I Pendahuluan
BAB II Pembahasan
BAB III Penutup
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Skenario LBM 1


“Aduh Kakiku Sakit”
SESI I
Tn Y berusia 56 tahun datang ke dokter untuk memeriksakan dirinya karena keluhan
nyeri pada kaki kiri bagian bawah yg sering hilang timbul sejak 3 bulan terakhir. Tn Y di
ketahui memiliki riwayat kencing manis sejak 10 tahun yg lalu dan riwayat merokok
sejak 15 tahun. keluhan nyeri ini dirasakan terutama saat menaiki tangga di rumahnya
serta saat terpapar udara dingin Pasien di ketahui memiliki berat badan berlebih.
SESI II
Pada pemeriksaan fisik diperoleh tekanan darah 150/90 mmHg, denyut nadi 86
x/menit, frekuensi nafas 20 x/menit, dan suhu 37 derajat celcius. Pada pemeriksaan
indeks ankle brachial 0,9 untuk kaki kanan dan 0,6 untuk kaki kiri. Penderita juga
memiliki Riwayat dislipidemia.

1.2 Identifikasi Masalah


1. Definisi, etiologi dan gejala klinis dan tatalaksana awal dari Penyakit Arteri Perifer?
2. Klasifikasi dari PAP ?
3. Definisi, etiologi dan gejala klinis dari Neuropati Deabetik?
4. Definisi, etiologi dan gejala klinis dari Buerger deases?
5. Interpretasi dari hasil pemeriksaan dan penunjang dari skenario?
6. Menentukan Dx?
7. Epidemologi Dx?
8. Patofisiologi Dx?
9. Faktor Resiko dari Dx?
10. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang ?
11. Penatalaksanaan (farmakologi dan nonfarmakologi) dari Dx?
12. Komplikasi dan Prognosis darI Dx?

1.3 Rangkuman Masalah

ETIOLOGI

DD DEFINISI

GEJALA KLINIS

EPIDEMOLOGI
ADUH KAIKU SAKIT
P FISIK

DIAGNOSIS

P. PENUNJANG

PATOFISIOLOGI

DX

KOMPLIKASI

PROGNOSIS

FARMAKOLOGI

TATA LAKSANA

NONFARMAKOLOGI
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi, etiologi dan gejala klinis dan tatalaksana awal dari Penyakit Arteri Perifer
Definisi

Penyakit arteri perifer ( PAP ) adalah semua penyakit yang terjadi pada pembuluh
darah setelah keluar dari jantung dan aorta. Penyakit arteri perifer meliputi arteri karotis,
arteri renalis, arteri mesentrika dan semua percabangan setelah melewati aortoiliaka,
termasuk ekstremitas bawah dan ekstremitas atas.
Etiologi

Etiologi penyakit arteri perifer bisa berasal dari non aterosklerotik dan
aterosklerotik. Penyebab non aterosklerotik seperti trauma, vasculitis, dan emboli, namun
aterosklerotik lebih banyak menunjukkan PAP dan menyebabkan dampak epidemiologi
yang besar.
Gejala Klinis

Sebagian besar pasien dengan penyakit arteri perifer ( PAP ) memiliki


kemampuan latihan atau aktivitas yang terbatas dan kemampuan berjalan juga terganggu
sehingga, PAP terkait dengan menurunnya fungsi fisik dan kualitas hidup. PAP pada kaki
memiliki range presentasi klinis yang berbeda-beda, dari rasa sakit ketika berjalan kaki
( klaudikasio intermiten ) hingga terjadinya gangren. Spektrum manifestasi penyakit
meliputi individu asimtomatik dengan aliran darah saat istirahat terganggu, orang dengan
klaudikasio intermiten atau gejala pada kaki selama beraktivitas, orang yang nyeri saat
istirahat ( rest pain ) dan tissue loss yang mengalami progresifitas, atau critical limb
ischemia (CLI), dan orang dengan perfusi ekstremitas yang tidak adekuat secara tiba-tiba
yang membahayakan viabilitas pada critical limb ischemia.
Gejala klasik yang terjadi adalah klaudikasio intermiten, yang merupakan
ketidaknyamanan otot ekstremitas bawah yang terjadi karena latihan atau aktivitas dan
hilang dengan istirahat dalam 10 menit. Pasien mungkin mendeskripsikan kelelahan otot,
sakit atau kram saat aktivitas yang hilang dengan istirahat. Gejala yang paling sering yaitu
pada betis, tapi juga terdapat pada paha atau daerah glutea. Klaudikasio khas terjadi pada
sepertiga dari semua pasien PAP. Pasien tanpa klaudikasio klasik juga memiliki
keterbatasan berjalan yang mungkin terkait dengan gejala atipikal. Gejala khas
klaudikasio mungkin tidak terjadi pada pasien yang memiliki penyakit penyerta yang
mencegah aktivitas yang cukup untuk menyebabkan timbulnya gejala ( yaitu gagal
jantung kongestif, penyakit paru berat, penyakit muskuloskeletal ) atau pada pasien yang
tidak memungkinkan untuk melakukan latihan atau aktivitas.
Oleh karena itu, pasien yang diduga menderita PAP harus ditanya tentang
beberapa pembatasan latihan selama latihan ekstremitas inferior. Gejala yang umum
dialami adalah nyeri pada regio glutea, paha, atau betis dengan klaudikasio, disfungsi
ereksi, atau dapat juga asimtomatik yang didiagnosis dengan ABI yang tidak normal.
Gejala lain yang mungkin dialami pasien adalah nyeri pada tungkai dan kaki saat
istirahat, ulkus pada tungkai yang tidak sembuh, nyeri pada lengan dengan klaudikasio,
perbedaan tekanan darah pada lengan kanan dan kiri. Pasien dengan klaudikasio
intermiten memiliki aliran darah yang normal pada saat istirahat, oleh karena itu, tidak
ada gejala nyeri/sakit pada kaki saat istirahat. Dengan berolahraga, aliran darah pada
arteri otot-otot kaki dapat dibatasi oleh sumbatan aterosklerosis. Hal ini mengakibatkan
terjadinya ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan metabolik otot,
sehingga memunculkan gejala klaudikasio. Pasien dengan PAP yang parah dapat
mengalami klaudikasio setelah berjalan walaupun hanya dalam jarak yang pendek, atau
mengalami sensasi sakit di kaki ketika istirahat atau ketika berbaring di tempat tidur di
malam hari. Pada kasus yang parah, pasien juga dapat mengalami ulkus yang tidak dapat
sembuh dengan sendirinya atau kulit yang menghitam (gangren) pada kaki atau jari kaki.
Tatalaksana Awal

Penatalaksanaan penyakit arteri perifer awal dapat dilaksanakan dengan


memodifikasi faktor resiko yang dimana dapat dilakukan dengan menghentikan kebiasaan
merokok, mengontrol glukosa darah, mengontrol lipid, menurunkan tekanan darah
2.2 Klasifikasi dari Penyakit Arteri Perifer

Berdasarkan gambar diatas ada beberapa klasifikasi dari penyakit arteri perifer. Nyeri
yang dirasakan akan bertambah buruk ketika penderita beraktivitas (misalnya berjalan atau
naik tangga), dan akan reda setelah penderita beristirahat. Kondisi ini disebut
juga klaudikasio.

Critical Limb Ischemic bentuk paling berat dari PAP, sekitar 1% pasien PAP.CLI
ditandai dengan kondisi kronis lebih dari 2 minggu ditandai dengan Nyeri saat istirahat
(ischemic rest pain) Luka/ulkus yang tidak sembuh Gangrene pada satu atau kedua kaki. CLI
berhubungan dengan risiko kehilangan tungkai bawah (amputasi) jika tidak dilakukan
revaskularisasi.

Acute Limb Ischemic . yang dimana Terjadi penurunan perfusi oklusi arteri secara
tiba-tiba selain itu juga ALI dapat disebabkan oleh emboli atau thrombus,Terjadi secara
tiba-tiba, kurang dari 24 jam dan Sub-acute onset 24 jam sampai 2 minggu. Kemudian
adapun Presentasi klinis klasik ALI ini biasa disebut dengan 6P yaitu
Pain,Pallor,Pulselessness, Paresthesia, Paralysis, dan Poikilotermia (cold). Seperti pada
gambar diatas.
2.3 Definisi, etiologi dan gejala klinis dari Neuropati Deabetik
Definisi
Neuropati diabetik adalah adanya gejala dan atau tanda dari disfungsi saraf
penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain Diabetes Melitus (DM) (setelah
dilakukan eksklusi penyebab lainnya). Apabila dalam jangka yang lama glukosa darah
tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan melemahkan dan merusak dinding
pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf
yang disebut neuropati diabetic.
Etiologi
Penyebab neuropatik diabetic muingkin berbeda untuk setiap klasifikasinya. Para
peneliti sedang mempelajari bagaimana hiperglikemia yang terlalu lama menyebabkan
kerusakan saraf. Kerusakan saraf mungkin terjadi karena kombinasi dari factor-faktor:
1. Faktor metabolic, seperti hiperglikemia, lama menderita diabetes, kadar lemak darah
yang abnormal, dan kemungkinan rendahnya kadar insulin.
2. Faktor Neurovaskular, menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang membawa
oksigen dan nutrisi ke saraf.
3. Faktor autoimun, yang menyebabkan peradangan pada saraf
4. Codera mekanik pada saraf, seperti carpal tunnel syndrome
5. Genetik, yang meningkatkan kerentanan terhadap penyakit saraf
6. Faktor gaya hidup, seperti merokok dan penggunaan alcohol.
Gejala Klinis
Gejala bergantung pada tipe neuropati dan saraf yang terlibat. Gejala bisa tidak
dijumpai pada beberapa orang. Kesemutan, tingling atau nyeri pada kaki sering
merupakan gejala pertama. Gejala bisa melibatkan sistem saraf sensoris, motorik atau
otonom.
Nyeri neuropati diabetik merupakan bagian dari neuropati perifer, lebih sering
terjadi pada penderita DM tipe 2 dibanding tipe 1. Awitan NND berbeda dengan nyeri
nosiseptif, yaitu NND memiliki awitan yang tidak jelas dan perkembangan keluhannya
memberat secara bertahap. Ada 3 gejala khas pada NND yaitu disestesia, parestesia dan
nyeri otot. Disestesia merupakan rasa tidak nyaman yang abnormal, terjadi baik secara
spontan (tanpa stimulus) maupun dengan stimulus. Alodinia, hiperalgesia dan nyeri
spontan merupakan bagian dari disestesia. Alodinia yaitu nyeri yang timbul akibat
stimulus yang normalnya tidak menyakitkan. Hiperalgesia yaitu rasa nyeri yang
meningkat setelah mendapat rangsangan yang normalnya menyakitkan. Nyeri spontan
yaitu adanya rasa nyeri walau tanpa adanya stimulus yang menyebabkan nyeri. Disestesia
merupakan keluhan dengan rasa seperti terbakar yang berat dan rasa gatal. Parestesia
merupakan rasa abnormal baik spontan maupun dicetuskan, keluhannya berupa seperti
tertusuk jarum, tersetrum listrik dan teriris benda tajam. Nyeri otot yang kerap dirasakan
penderita berupa nyeri yang dalam dan terasa tumpul disertai rasa kaku atau kram pada
otot. Ciri-ciri utama nyeri neuropatik adalah gejala hiperalgesia, alodinia dan nyeri
spontan. Keluhan NND yang sering dikeluhkan penderita yaitu sensasi tidak
menyenangkan seperti tersetrum listrik, terbakar, terasa panas, tertembak, ditusuk,
ditikam, disobek, diikat, alodinia, hiperalgesia dan disestesia.

2.4 Definisi, etiologi dan gejala klinis dari Buerger deases


Definisi
Buerger’s disease atau disebut juga sebagai tromboangiitis obliteran adalah penyakit
inflamasi oklusif pada pembuluh darah arteri dan vena yang sering mengenai bagian
ekstremitas.
Penyakit tromboangiitis obliteran atau yang lebih dikenal dengan nama Buerger’s
disease adalah suatu penyakit inflamasi non- aterosklerotik yang etiologinya masih belum
diketahui, namun erat kaitannya dengan riwayat pemakaian tembakau atau merokok.
Buerger’s disease sering mengenai pembuluh darah berukuran kecil atau sedang pada
distal ekstremitas atas dan bawah.
Etiologi
Etiologi dari Buerger’s disease masih belum diketahui, namun sebagian besar
individu yang terkena penyakit ini adalah perokok berat. Penyakit ini diidentifikasikan
sebagai respon autoimun terhadap nikotin, sehingga penyalahgunaan tembakau adalah
faktor risiko utama. Tromboangiitis obliteran diperkenalkan tahun 1879 oleh Von
Winiwarter. Tahun 1908, Leo Buerger mendeskripsikan penyakit ini menurut evaluasi
patologikal dari ekstremitas yang telah diamputasi dan dipublikasikan dalam bukunya
pada 1924. Umumnya, Buerger’s disease terjadi pada orang dewasa muda usia 20-45
tahun. Rasio antara laki-laki dan perempuan yang menderita penyakit ini adalah 3:1.4
Beberapa studi melaporkan bahwa terdapat peningkatan prevalensi pada wanita dari 11%
ke 23%. Buerger’s disease jarang terjadi pada individu keturunan Eropa Utara dan
Amerika Serikat, namun individu asli India, Korea, dan Jepang serta Israel memiliki
insidensi penyakit Buerger’s disease yang tertinggi. Prevalensi penyakit ini pada populasi
di Jepang diestimasikan sebanyak 5/100.000 orang pada tahun 1985. Prevalensi penyakit
arteri perifer berkisar antara 0.5-5.6% di Eropa Barat, 45%- 63% di India, 16-66% di
Korea dan Jepang, dan 80% pada orang Yahudi di Israel.
Gejala klinis
Gejala awal yang muncul adalah rasa yang sangat sakit pada lengan bawah dan kaki
pada saat istirahat. Individu yang terkena juga akan merasakan kram pada kaki ketika
berjalan yang dapat menyebabkan pincang. Pada kasus berat, individu dengan Buerger’s
disease dapat terjadi kematian jaringan (gangren) pada ekstremitas yang terkena. Tidak
ada pemeriksaan penunjang yang spesifik untuk mendiagnosis Buerger’s disease,
sehingga akan sulit untuk mendiagnosis pada awal perkembangan penyakit.

2.5 Interpretasi dari hasil pemeriksaan dan penunjang dari scenario

Berdasarkan tabel diatas dan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang pada skenario
didapatkan bahwa tekanan darah pada pasien mengalami kenaikan dan sudah dikatakan
hipertensi derajat I, ABI tidak normal akan tetapi masuk kategori ringan karena berkisar
antara 0,4-0,9. Dan untuk nadi, respiratori, suhu tubuh masih dalam batas normal. Dan
pada anamnesa didapatkan pasien memiliki Riwayat dislipidemia.

2.6 Menentukan Dx
Kelompok kami mengambil diagnosis “Penyakit Arteri Perifer” karena sesuai dengan
tanda dan gejala yang dikeluhkan oleh pasien di skenario LBM 4. Selain itu dapat dilihat
juga dari pemeriksaan fisik tekanan darah meningkat yakni 150/90 mmHG dan sisanya
masih dalam batas normal. lemudian dari pemeriksaan Indeks Ankle Bracjial untuk kedua
kakai masih dikatakan ringan. Dimana mirip dengan Penyakit Arteri Perifer derajat
ringan.

2.7 Epidemologi dari Dx yaitu Penyakit Arteri Perifer


Epidemiologi DX
Penyakit diabetes mellitus (DM) jika tidak dilakukan pencegahan dan
penanganan yang benar maka akan menimbulkan komplikasi seperti komplikasi
makrovaskuler dan mikrovaskuler. Sebelum diagnosa diabetes mellitus (DM)
ditegakan, komplikasi DM sudah dimulai sejak dini. Diantaranya seperti mengalami
retinopati, gambaran abnormal EKG dan timbul kaki iskemik atau denyut nadi
tungkai tidak teraba karena adanya gangguan aliran darah ke tungkai. Keadaan
tersebut dikenal dengan
Peripheral Arterial Disease (PAD) atau penyakit arteri perifer. Peripheral
Arterial Disease (PAD) adalah penyakit yang terjadi di pembuluh darah setelah keluar
dari jantung atau aorta, termasuk arteri karotis, mesenterika, renalis dan semua
percabangan setelah melewati aorta iliaka ekstremitas bawah serta ekstremitas atas.
PAD lebih sering terjadi pada ekstremitas bawah. Penyebab utama dari penyakit ini
adalah arterosklerosis. Dalam patofisiologi mengubah bentuk struktur dan fungsi aorta
yang normal. Faktor resiko utama pada arterosklerosis adalah penyakit diabetes
mellitus, kebiasaan merokok, hipertensi dan peningkatan kadar lemak dalam darah.
Saat ini diperkirakan lebih 202 juta orang di dunia terkena PAD. Penduduk
Amerika sekitar 8-12 juta terkena Peripheral Arterial Disease dan meningkat seiring
bertambahanya usia karena terjadi kelemahan pada pembuluh darah. Di Amerika
Serikat sebanyak 34.3% usia diatas 40 tahun dan 14.5% diatas 70 tahun terkena PAD.
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi PAD sekitar 1,6 – 12% (Norgren,
2007). Hasil yang diperoleh penelitian dari (AGATHA) A Global Atherothrombosis
Assessment oleh American Society of Cardiology tahun 2006, prevalensi PAD di
Indonesia adalah 9,7%. Indonesia ikut disertakan menjadi subyek penelitian multi
negara oleh PAD-SEARCH, dan mendapatkan hasil setiap satu juta orang Indonesia,
13.807 diantaranya terkena PAD.
2.8 Patofisiologi Dx
PAP merupakan proses sistemik yang berpengaruh terhadap sirkulasi arteri
multipel yang disebabkan oleh karena adanya aterosklerosis, penyakit degeneratif,
kelainan displasia, inflamasi vaskuler (arteritis), trombosis in situ, dan tromboemboli.
Dari sekian proses patofisiologi yang mungkin terjadi, penyebab utama PAP yang
paling banyak di dunia adalah aterosklerosis.

Aterosklerosis biasanya didahului oleh adanya disfungsi endotel. Endotelium


sehat, normalnya berfungsi untuk mempertahankan homeostasis pembuluh darah
dengan menghambat kontraksi sel otot polos, proliferasi tunika intima, trombosis, dan
adhesi monosit.Endotel memiliki peranan penting dalam meregulasi proses inflamasi
dalam pembuluh darah yang normal, yakni menyediakan permukaan antitrombotik
yang menghambat agregasi platelet dan memfasilitasi aliran darah. Endothelium
normal mengatur proses trombosis melalui pelepasan oksida nitrat, yakni NO, yang
menghambat aktivasi trombosit, adhesi, dan agregasi, serta mediator lain dengan
kegiatan antitrombotik.
Disfungsi endotel berhubungan dengan sebagian besar faktor risiko penyakit
kardiovaskular, yang terkait dengan terjadinya mekanisme sentral pembentukan lesi
aterosklerotik. Penurunan kemampuan endotel untuk bervasodilatasi juga dikaitkan
dengan faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular.
Zat yang diperdebatkan sebagai zat paling penting yang berperan dalam proses
relaksasi pembuluh darah adalah Nitrat Oksida (NO). NO tidak hanya terlibat dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, tetapi juga memediasi penghambatan aktivasi
trombosit, adhesi, dan agregasi; mencegah proliferasi otot polos pembuluh darah; dan
mencegah adhesi leukosit pada endotel. Aktivitas biologis NO ternyata terganggu
pada pasien dengan penyakit vaskular aterosklerotik koroner dan pembuluh darah
perifer.
2.9 Faktor Resiko dari Dx
Penyebab terbesar PAP adalah adanya aterosklerosis, sehingga dapat dikatakan bahwa
faktor risiko aterosklerosis juga menjadi faktor risiko PAP. Faktor risiko klasik PAP
adalah usia tua, hipertensi, dislipidemia, diabetes mellitus, dan merokok. Jenis kelamin
dan ras diketahui juga merupakan faktor risiko dari PAP. Faktor risiko potensial lainnya
adalah peningkatan kadar c-reactive protein, fibrinogen, homosistein, apolipoprotein b,
lipoprotein a dan viskositas plasma.
Selain itu juga terdapat usia yang signifikan terkena resiko diantaranya adalah
Usia yang lebih dari 70 tahun, Usia 50 - 69 tahun dengan riwayat merokok dan atau DM,
Usia 40 – 49 dengan DM dan ditambah 1 faktor lain atherosclerosis, Gejala klaudikasio
saat aktifitas atau nyeri saat istirahat, Adanya pulsasi abnormal ekstremitas bawah dan
Pasien yang diketahui ada atherosclerosis pada tempat lain (PJK, penebalan karotis,
penyakit arteri renalis.

2.10 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


Pemeriksaan fisik didapatkan denyut nadi di tungkai dan pemeriksaan ankle-
brachial index (ABI).yang dimana ABI bertujuan membandingkan tekanan darah di
pergelangan kaki dengan tekanan darah di lengan. Tekanan darah yang lebih rendah
di pergelangan kaki, dapat menandakan penyakit arteri perifer.
Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi dan palpasi yang dinilai adalah Perubahan warna, Perabaan dingin,
Ulceration dan Necrosis/Gangrene. Sedangkan pada Auskultasi yang didengar adalah
ada tidaknya suara bruit yang menunjukkan terdapat turbulensi aliran darah yang
melewati bagian stenosis.
Pemeriksaan penunjang :
1. USG Doppler
USG Doppler dapat digunakan untuk melihat kondisi arteri yang tersumbat di
tungkai, menggunakan media gelombang suara.
2. Angiografi
Angiografi dilakukan dengan menyuntikkan cairan kontras ke dalam pembuluh
darah sebelum dilakukan pengambilan gambar dengan CT scan atau MRI.
Tujuannya adalah agar gambaran pembuluh darah pada hasil pemeriksaan menjadi
lebih jelas dan lebih detail.

3. Tes darah
Dokter akan mengambil sampel darah pasien untuk mengukur kadar kolesterol
atau gula darah yang dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit arteri perifer.

2.11 Penatalaksanaan (farmakologi dan nonfarmakologi) dari Dx


Terapi Farmakologi

Saat kondisi arteri perifer semakin parah dan tidak dapat diatasi dengan obat-
obatan, maka dilakukan prosedur revaskularisasi yang bertujuan untuk memulihkan
peredarah darah pada arteri di kaki, terutama setelah pemberian obat tidak dapat
mengatasinya. Jenis revaskularisasi yang dapat dilakukan pada penyakit arteri perifer
adalah:

 Operasi pintasan arteri (artery bypass graft), yaitu mengambil pembuluh darah
yang dari bagian tubuh lain untuk menjadi pintasan aliran darah arteri yang
menyumbat atau menyempit.
 Angioplasti adalah operasi pelebaran bagian arteri yang tersumbat atau
menyempit dengan mengembungkan balon kecil di dalam pembuluh darah.
Terapi Non-Farmakologi
Cara terbaik untuk mencegah claudicatio adalah untuk mempertahankan gaya
hidup sehat. Artinya:

a. Berhenti Merokok.
b. Jaga gula darah dalam kontrol yang baik.
c. Berolahraga secara teratur. Selama 30 menit setidaknya tiga kali seminggu setelah
mendapatkan persetujuan dari dokter.
d. Menurunkan kolesterol dan tingkat tekanan darah.
e. Makan makanan yang rendah lemak jenuh.
f. Mempertahankan berat badan yang sehat.

2.12 Komplikasi dan Prognosis dari Dx


Komplikasi PAP. Kurangnya asupan darah dapat menimbulkan infeksi atau
luka di tungkai, terutama di jari kaki yang tidak kunjung sembuh. Kondisi ini dapat
memburuk dan menyebabkan kematian jaringan atau gangrene, sehingga harus
diamputasi.

Seperti dikatakan sebelumnya, proses aterosklerosis juga dapat terjadi di


pembuluh darah jantung dan otak. Bila dibiarkan, kondisi ini akan menimbulkan
komplikasi berbahaya, seperti stroke atau serangan jantung.
Prognosis klaudikasio intermiten ditentukan oleh adanya penyakit komorbid
yang menyertai. Klaudikasio intermiten yang berdiri sendiri pada umumnya tidak
mengancam jiwa dan tidak mengancam ekstremitas. Penelitian menunjukkan bahwa
hanya 0,4% pasien klaudikasio intermiten yang harus dilakukan amputasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi LBM 4 kali ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kami
mendapatkan diagnosis kerjanya adalah PAP atau Penyakit Arteri Perifer yang derajat ringan.
Terkait tersebut sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan pada scenario LBM 4.
Selain itu juga Peripheral arterial disease (PAD) merupakan istilah yang digunakan
untuk menjelaskan suatu penyakit yang menyebabkan gangguan aliran darah pada
ekstremitas yang biasanya disebabkan oleh proses aterosklerosis. Arteri yang paling sering
terlibat adalah femoralis dan popliteal pada ekstremitas bawah, dan brakhiocephalica atau
subclavia pada ekstremitas bawah. Aterosklerosis menjadi penyebab paling banyak dengan
kejadiannya mencapai 4% populasi usia diatas 40 tahun, bahkan 15-20% pada usia lebih dari
70. Kondisi aterosklerosis tersebut terjadi sebagaimana pada kasus penyakit arteri koroner
begitu juga dengan faktor resiko mayor seperti merokok, DM, dislipidemia & hipertensi.
REFRENSI
Aru W. Sudoyo, dkk. 2016. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
American Heart Association (2016). Symptoms and Diagnosis of PAD.
Aryani, Eka. Dkk. 2016. Hubungan Antara Displidemia Dengan Status Penyakit Arteri
Perifer
(Pap) Pada Pasien Diabetes Militus Tipe 2 Terkontrol Sedang. Diakses Tanggal 11
Januari
2021. At Vailable http://eprints.undip.ac.id.
Diskses pada 2019. Peripheral Artery Disease (PAD): Symptoms, Causes, Treatment.
Diperbarui pada 22 November 2019.
American Heart Association (2016). Symptoms and Diagnosis of PAD.
Health Service Executive (2016). Conditions & Treatments. Peripheral Arterial Disease.
Kartika,Nisa. 13 maret 2016.Neuropati Diabetik.Pdf dari Fakultas Kedokteran Universitas
Yarsi. Referat.
Mayo Clinic (2018). Diseases and Conditions. Peripheral Artery Disease (PAD).
NHS UK (2016). Health A-Z. Peripheral Arterial Disease (PAD).
Oktaria, D., & Samosir, R. K. (2017). Kriteria Diagnosis dan Tatalaksana pada Buerger’s
Disease. Jurnal Majority, 6(2), 126-131.
Prinsip- Prinsip Ilmu Penyakit Dalam (Harrison’s Principles of Interna Medicine). Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Edisi 13.

Anda mungkin juga menyukai