Anda di halaman 1dari 30

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR

PROGRAM STUDI S-1 (SARJANA KEPERAWATAN)


SEMESTER VII ANGK 2017

Buat ringkasan mekanisme patofisiologi dan aspek farmakologi: kondisi kritis sistem respirasi,
endokrin, saraf, urologi

FORMAT ISI PENUGASAN

1. Pengertian
Hipotiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya hipofungsi tiroid yang
berjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi akibat
kadar hormone tiroid berada dibawah nilai opimal (brunner & suddarth).

2. Patofisiologi
Hipotiroidisme dapat tejadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT atau hipotalamus.
Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai
oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpa n balik negatif oleh HT
pada hipofisis anterior dan hipotalamus.
Apabila hipoteroid terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah disebabkan
oleh rendahnya kadar TSH, TRH dari hipotalamustinggi karena, karena tidak adanya umpan
balik negtif baik dari THS maupun HT. Hipoteroid yang disebabkan oleh malfungsi
hipotalamus akan menyebbkan rendahnya kadar HTS, TSH, dan TRH.

3. Penggolongan
1) Levothyroxine
2) Liothyronine

4. Indikasi
1) levothyroxine
a) Hipotiroidisme
2) Liothhyronine
a) Terapi penggantian PO pada hipotiroidisme
b) Myxoedema
c) Myxoedema koma
d) Hipotiroidisme berat dan kronis
e) Goitre sederhana
f) Uji T3
5. Kontra indikasi
1) Levothyroxine
a) Infark miokard dan
b) Hipersensitif
2) Liothyronine
a) Infark miokard terbaru atau tirotoksikosis
b) Insufisiensi adrenal yang tidak terkoreksi

6. Mekanisme kerja
1) Levothyroxine
a) Deskripsi: Levothyroxine Na adalah bentuk sintetis tiroksin yang meningkatkan
laju metabolisme basal (BMR) dan pemanfaatan dan mobilisasi toko glikogen dan
merangsang sintesis protein. Obat ini juga terlibat dalam metabolisme normal,
pertumbuhan dan perkembangan. Efek-efek ini dimediasi pada tingkat sel oleh
metabolit tiroksin, tri-iodothyronine.
b) Onset: Lisan: 3-5 hari; IV: 6-8 jam.
c) Farmakokinetik:
d) Penyerapan: Bervariasi tetapi memadai dari saluran GI. Makanan mengurangi
penyerapan. Ketersediaan hayati: Lisan: 64% (keadaan tidak berpuasa); 79-81%
(keadaan puasa). Waktu untuk memuncak konsentrasi plasma: 2-4 jam.
e) Distribusi: Melintasi plasenta; jumlah minimal memasuki ASI. Ikatan protein
plasma:> 99% (terutama untuk globulin pengikat tiroksin; tingkat yang lebih
rendah untuk pra-albumin pengikat tiroksin atau albumin).
f) Metabolisme: Metabolisme hati dan ginjal. Dikonversi menjadi liothyronine dan
triiodothyronine terbalik tidak aktif yang mengalami deodinasi lebih lanjut
menjadi metabolit tidak aktif; konjugasi juga terjadi; mengalami resirkulasi
enterohepatik.
g) Ekskresi: Melalui urin (sebagai obat gratis, metabolit atau konjugat yang
didiodinasi); faeces (sekitar 20%; sebagai hormon gratis). Waktu paruh eliminasi:
Kira-kira 6-7 hari. Berkepanjangan pada hipotiroidisme dan berkurang pada
hipertiroidisme.

2) Liothyronine
a) Deskripsi: Liothyronine (tri-iodothyronine) meningkatkan laju metabolisme
basal (BMR) karbohidrat, lemak, dan protein. 
Ini juga terlibat dalam regulasi dan diferensiasi pertumbuhan sel. 
Efek-efek ini dimediasi pada tingkat sel oleh tri-iodothyronine.
b) Onset: 2-4 jam (IV).
c) Farmakokinetik:
d) Penyerapan: Diserap cukup (sekitar 95%) dari saluran GI (oral).
e) Distribusi: Mengikat globulin pengikat tiroksin (TBG) dan pada taraf tertentu
pre-albumin pengikat tiroksin (TBPA) atau albumin. 
Sejumlah kecil masukkan ASI.
f) Metabolisme: Hepatic, melalui deiodinasi dan dikonversi menjadi di-
iodothyronine dan mono-iodothyronine tidak aktif.
g) Pengeluaran:Melalui urin. 
Paruh eliminasi: 2,5 hari.

7. Dosis dan cara pemberian


1) Levothyroxine

a) Dosis Dewasa
⇔ Hipotiroidisme
Oral/ Tablet
→ Dosis: 1,6 mcg/ kg satu kali dalam sehari
⇔ Supresi TSH
Oral/ Tablet
→ Dosis: 2 mcg/ kg satu kali dalam sehari
⇔ Myxedema Coma
Injeksi
→ Dosis: 300 – 500 mcg IV satu kali

b) Dosis Manula
⇔ Hipotiroidisme
Oral/ Tablet
→ Dosis: 12,5 hingga 25 mcg satu kali dalam sehari

c) Dosis Anak – anak


⇔ Hipotiroidisme
Oral/ Tablet
Dosis:
→ 0 hingga 3 bulan: 10 hingga 15 mcg / kg sekali sehari
→ 3 hingga 6 bulan: 8 hingga 10 mcg / kg sekali sehari
→ 6 hingga 12 bulan: 6 hingga 8 mcg / kg sekali sehari
→ 1 hingga 5 tahun: 5 hingga 6 mcg / kg sekali sehari
→ 6 hingga 12 tahun: 4 hingga 5 mcg / kg sekali sehari
→ 12 tahun atau lebih dan pertumbuhan dan pubertas yang tidak → lengkap: 2 hingga 3
mcg / kg sekali sehari
→ 12 tahun atau lebih tua dengan pertumbuhan dan pubertas: 1,6 mcg / kg oral sekali
sehari.

2) Liothyronine
a) Dosis Liothyronine Dewasa
Myxoedema Intravena
→ Awal: 5 mcg / hari, dapat meningkat secara bertahap.
→ Pemeliharaan: 50-100 mcg / hari.
Myxoedema Coma Intravena
→ Dewasa: 5-20 mcg dengan inj IV lambat.
Ulangi setiap 12 jam sesuai kebutuhan.
Interval minimal antara dosis: 4 jam.
→ Atau, 50 mcg awalnya kemudian 25 mcg setiap 8 jam

Uji T3 Oral D
→ 75-100 mcg / hari selama 7 hari.
Lansia: Gunakan dosis terendah.

Hipotiroidisme berat dan kronis Oral


→ Awalnya 5 mcg / hari; meningkat sebesar 5 mcg / hari setiap 2 minggu.

Hipotiroidisme Oral
→ Dosis awal: 5-25 mcg / hari, dapat meningkat secara bertahap.
Pemeliharaan: 60-75 mcg / hari dalam 2-3 dosis terbagi.
Dosis maksimum: 100 mcg / hari.
→ Sebagai terapi pengganti :
Dosis awal : 5-25 mcg setiap hari; tingkatkan perlahan sampai pemeliharaan 60-
75 mcg / hari dalam 2-3 dosis terbagi.
→ Pasien dengan gangguan kardiovaskular :
Dosis awal : 5 mcg / hari, tingkatkan dosis sebesar 5 mcg / hari setiap 2 minggu.
Lansia: Awalnya, 5 mcg / hari tingkatkan dosis sebesar 5 mcg / hari setiap 2
minggu.

Oral Goiter sederhana (non-toksikosis)


→ Dosis awal : 5 mcg / hari, tingkatkan dosis 5-10 mcg setiap 1-2 minggu
Dapat ditingkatkan 12,5-25 mcg / hari setiap 1-2 minggu setelah 25 mcg / hari
tercapai.
Dosis Pemeliharaan: 75 mcg / hari.

Oral Myxoedema
→ Dosis awal : 5 mcg / hari; meningkat 5-10 mcg / hari setiap 1-2 minggu. Dapat
ditingkatkan 5-25 mcg / hari setiap 1-2 minggu setelah 25 mcg / hari tercapai.
Dosis Pemeliharaan: 50-100 mcg / hari.

b) Dosis Liothyronine Anak

Oral Hipotiroidisme
→Dosis awal : 5 mcg / hari; meningkat sebesar 5 mcg setiap 3-4 hari sampai
respons yang diinginkan tercapai.
Dosis Pemeliharaan:
→ Bayi: 20 mcg / hari;
→ 1-3 tahun: 50 mcg / hari;
→ >3 tahun: 25-75 mcg / hari.

8. Efek samping
1) Levothyroxine
Efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi levothyroxine adalah:
a) Kram perut atau perut
b) Nafsu makan berubah
c) Menangis
d) Diare
e) Rasa kesejahteraan yang salah atau tidak biasa
f) Takut atau gugup
g) Merasa tidak enak atau tidak bahagia
h) Perasaan tidak nyaman
i) Perasaan hangat
j) Perasaan itu tidak nyata
k) Perasaan curiga dan tidak percaya
l) Rambut rontok
m) Sakit kepala
n) Nafsu makan meningkat
o) Depresi mental
p) Kelemahan otot
q) Suasana hati yang berubah dengan cepat
r) Kemerahan pada wajah, leher, lengan, dan kadang-kadang, dada bagian atas
s) Kegelisahan
t) Kesulitan hamil
u) Kesulitan duduk diam
v) Kelelahan atau kelemahan yang tidak biasa
w) Muntah
x) Kenaikan atau penurunan berat badan

2) Liothyronine
Efek Samping Liothyronine yang umum dapat meliputi:
a) Kesulitan bernafas;
b) Sakit kepala;
c) Tremor, merasa gugup atau mudah tersinggung;
d) Kelemahan otot;
e) Nafsu makan meningkat;
f) Diare;
g) Periode menstruasi yang tidak teratur;
h) Penurunan berat badan;
i) Merasa panas;
j) Ruam; atau
k) Masalah tidur (insomnia).
l) Mula
m) Kerontokan rambut sementara dapat terjadi selama beberapa bulan pertama saat
memulai pengobatan ini (terutama pada anak-anak).

Petunjuk penugasan:
1. Ketik jawaban anda sesuai pertanyaan yang ada didalam kotak
2. Jenis huruf Maiandra GD
3. Spasi 1
4. Tugas ini bersifat bersifat kelompok tetapi setiap mahsiswa harus upload di ecampuz
(masing-masing mahasiswa menuliskan nama file tugasnya mis Makkasau_nim_Tugas_1
_Patofisiologi & Farmakologi_Kardiovaskuler)
5. Selain tugas di upload di ecanmpuz dan juga dikumpul oleh SIPEN secara kolektif
mealului google drive ke email makkasau_mkes@yahoo.co.id paling lambat tgl, 26
Oktober 2020 pukul 23.00

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR


PROGRAM STUDI S-1 (SARJANA KEPERAWATAN)
SEMESTER VII ANGK 2017

Buat ringkasan mekanisme patofisiologi dan aspek farmakologi: kondisi kritis sistem respirasi,
endokrin, saraf, urologi

FORMAT ISI PENUGASAN

9. Pengertian
Miksedema adalah keadaan lebih lanjut yang diakibatkan oleh karena kadar hormon tiroid
dalam darah berkurang. Karena kurang aktifnya kelenjar tiroid dalam menghasilkan hormon
tiroid atau hormon tiroid yang dihasilkan terlalu sedikit (Hipotiroidisme). Miksedema
merupakan bentuk hipotiroid terberat, pasien menjadi letargi dan bisa berlanjut pada keadaan
stupor atau Koma Miksedema (John A. Boswick, 1988).

10. Patofisiologi
Gangguan pada kelenjar tiroid menyebabkan penurunan produksi hormon tiroid, sehingga
mengganggu proses metabolisme tubuh. Yang berakibat :
1. Produksi ATP dan ADP menurun terjadi kelelahan (intoleransi aktivitas).
2. Gangguan fungsi pernapasan, terjadi depresi ventilasi (hipoventilasi).
3. Produksi kalor (panas) turun terjadi hipotermia.
4. Gangguan fungsi gastroentestinal, terjadi peristaltik usus menurun sehingga absorbsi
cairan meningkat terjadi konstipasi.

11. Penggolongan

1. Levothyroxine
2. Euthyrox
3. Liotironin

12. Indikasi
1) Levothyroxine
 Obat ini diindikasikan sebagai terapi pengganti hormon untuk kondisi hipotiroidisme
baik karena kekurangan produksi hormon tiroid, maupun karena pasien telah menjalani
tiroidektomi (kongenital atau didapat).
 Indikasi spesifik termasuk kondisi hipotiroid primer (tiroidal), sekunder
(hipofisis) atau tersier (hipotalamus).

2) Euthyrox
 INFORMASI OBAT INI HANYA UNTUK KALANGAN MEDIS. Hipertensi,
gagal jantung, dan pasca infark miokard.
3) Liotironin
 Hipotiroid

13. Kontra indikasi


1) Levothyroxine
 Levothyroxine dikontraindikasikan pada orang dengan hipersensitivitas terhadap
levothyroxine sodium atau komponen formulasi apa pun, orang dengan infark
miokard akut, dan orang dengan tirotoksikosis dari etiologi apa pun.
 Levothyroxine juga dikontraindikasikan untuk orang dengan insufisiensi adrenal
yang tidak terkoreksi, karena hormon tiroid dapat menyebabkan krisis adrenal akut
dengan meningkatkan pembersihan metabolik glukokortikoid.
2) Euthyrox
 Hipertiroidisme oleh berbagai kecuali sebagai terapi bersama dengan obat anti tiroid
untuk mengobati hipertiroid setelah tercapai fungsi yang normal. Tirotoksikosis, infark
miokard akut, insufisiensi adrenal yang tidak terkoreksi.
 Pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap levothyroxine sodium
3) Liotironin
 tiroktosikosis (keracunan hormone tiroid)

14. Mekanisme kerja


3) Levothyroxine
 Levothyroxine merupakan golongan obat terapi pengganti hormon. Obat ini bekerja
dengan cara menyediakan hormon tiroid ketika kelenjar tiroid tidak berfungsi
secara normal.
4) Euthyrox
 Menurunkan metabolisme dengan obat-obat simpatomimetik seperti epineprine
 Dapat menurunkan efek antikoagulan dari warfarin.
5) Liotironin
 Interaksi obat dapat mengubah kinerja obat Anda atau meningkatkan risiko
efek samping yang serius. 
 Penurunan efektivitas liothyronine jika digunakan bersama obat antasida, zat besi,
atau obat antikonvulsan, seperti carbamazepine.
 Perubahan efek liothyronine dan amitriptylin jika digunakan bersamaan.

15. Dosis dan cara pemberian


1) Levothyroxine
Dosis :
 Dewasa: Dosis awal 50-100 mcg, 1 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan dengan
interval 3-4 minggu, hingga kadar hormon tiroid normal. Dosis perawatan: 100-200
mcg, 1 kali sehari.
 Bayi baru lahir (neonatus): Dosis awal adalah 10-15 mcg/kgBB per hari. Dosis
dapat ditingkatkan tiap 4-6 minggu.
 Anak (0-3 bulan): 10-15 mcg/kgBB per hari.
 Anak (3-6 bulan): 8-10 mcg/kgBB per hari.
 Anak (6-12 bulan): 6-8 mcg/kgBB per hari.
 Anak (1-5 tahun): 5-6 mcg/kgBB per hari.
 Anak (6-12 tahun): 4-5 mcg/kgBB per hari.
 Anak (>12 tahun): 2-3mcg/kgBB per hari.
 Lansia (>50 tahun): Dosis awal: 25-50 mcg, 1 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan
12,5-25 mcg, dengan jeda 6-8 minggu.
Cara pemberian
 Levothyroxine tersedia dalam bentuk tablet dan cairan infus. Tablet levothyroxine
sebaiknya dikonsumsi 30-60 menit sebelum sarapan. Gunakan segelas air putih untuk
membantu menelannya.
 Bagi anak-anak yang sulit menelan tablet levothyroxine, tablet dapat dihancurkan dan
dicampur dengan 1-2 sendok the air putih. Jangan mencampur tablet levothyroxine
dengan makanan atau susu formula.
2) Euthyrox
Dosis
 PENGGUNAAN OBAT INI HARUS SESUAI DENGAN PETUNJUK DOKTER. Goiter
Eutiroid : Dewasa : 75 mcg-2 tablet. Remaja : 0.5-1.5 tablet. Pencegahan kekambuhan
paska Strumektomi : 75 mcg-2 tablet
Cara pemberian
 Minum obat ini secara oral (mulut) sebelum makan dengan segelas air putih.
Telanlah obat secara keseluruhan. Jangan gunakan obat ini melebihi dosis
yang dianjurkan, lebih sedikit, atau lebih lama dari yang disarankan.
3) Liotironin
Dosis
 Anak usia <1 tahun: 20 mcg per hari
 Anak usia 1–3 tahun: 20 mcg per hari
 Anak usia > tahun: 25–75 mcg per hari
 Dewasa Dosis awal: 25 mcg per hari. Dosis dapat ditingkatkan menjadi 60–75 mcg
per hari yang dibagi menjadi 2–3 dosis.
 Lansia: 5 mcg per hari. Dosis dapat ditingkatkan sebanyak 5 mcg tiap 2 minggu
Cara pemberian
 Liothyronine dapat diminum 30 menit sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.
 Telan tablet secara utuh dengan bantuan air putih.
 Disarankan untuk mengonsumsi liotironin tablet pada waktu yang sama setiap
harinya agar hormon tiroid tetap normal.

16. Efek samping


1) Levothyroxine
 Sakit kepela, demam, mual muntah, tremor, keram otot, hilangnya nafsu makan diare,
insomnia, keringat berlebihan, perubahan siklus menstruasi.
2) Euthyrox
 Rambut rontok, sakit kepala, lemah otot, tremor, keringat berlebihan, sensitif terhadap
suhu tubuh, perubahan suasana hati
3) Liotironin
 Efek samping yang umum yaitu mual.
 Dalam kasus yang jarang terjadi, kerontokan rambut sementara dapat terjadi selama
beberapa bulan pertama saat memulai pengobatan ini (terutama pada anak-anak).
 Gatal-gatal, kesulitan bernapas, pembengkakan wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan.

Petunjuk penugasan:
6. Ketik jawaban anda sesuai pertanyaan yang ada didalam kotak
7. Jenis huruf Maiandra GD
8. Spasi 1
9. Tugas ini bersifat bersifat kelompok tetapi setiap mahsiswa harus upload di ecampuz
(masing-masing mahasiswa menuliskan nama file tugasnya mis Makkasau_nim_Tugas_1
_Patofisiologi & Farmakologi_Kardiovaskuler)
10. Selain tugas di upload di ecanmpuz dan juga dikumpul oleh SIPEN secara kolektif
mealului google drive ke email makkasau_mkes@yahoo.co.id paling lambat tgl, 26
Oktober 2020 pukul 23.00

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR


PROGRAM STUDI S-1 (SARJANA KEPERAWATAN)
SEMESTER VII ANGK 2017

Buat ringkasan mekanisme patofisiologi dan aspek farmakologi: kondisi kritis


sistem respirasi, endokrin, saraf, urologi

FORMAT ISI PENUGASAN

17. Pengertian
Diabetes tipe 2 adalah salah satu penyakit metabolik. Kondisi ini disebabkan
oleh tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan normal. Diabetes jenis ini
menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah. Di Indonesia, kondisi ini
lebih populer dengan sebutan kencing manis atau penyakit gula. Diabetes tipe 2
sebelumnya lebih sering terjadi pada orang dewasa. Namun sekarang penyakit
ini juga kerap ditemukan pada anak-anak akibat kegemukan. Higga saat ini,
belum ada obat yang dapat menyembuhkan diabetes tipe 2. Tetapi perubahan
gaya hidup dan/atau mengkonsumsi obat-obatan dapat membantu penderita untuk
mengendalikan kadar gula darahnya.Meski tampak ringan dan tidak
membahayakan, diabetes tipe 2 tidak boleh dianggap remeh. Bila tidak ditangani
dengan baik, jenis diabetes ini dapat menyebabkan beragam komplikasi.

18. Patofisiologi
Diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu kelainan yang heterogenik dengan
karakter utama hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya belum jelas,
faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang penting dalam munculnya
diabetes melitus tipe 2 ini. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-
faktor lingkungan seperti gaya hidup, diet, rendahnya aktifitas fisik, obesitas,
dan tingginya kadar asam lemak bebas.
         

Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 terdiri atas tiga mekanisme, yaitu;   


1.      Resistensi terhadap insulin
Resistensi terhadap insulin terjadi disebabkan oleh penurunan kemampuan
hormon insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan-jaringan target perifer
(terutama pada otot dan hati), ini sangat menyolok pada diabetes melitus tipe 2.
Resistensi terhadap insulin ini merupakan hal yang relatif. Untuk mencapai
kadar glukosa darah yang normal dibutuhkan kadar insulin plasma yang lebih
tinggi. Pada orang dengan diabetes melitus tipe 2, terjadi penurunan pada
penggunaan maksimum insulin, yaitu lebih rendah   30 - 60 % daripada orang
normal. Resistensi terhadap kerja insulin menyebabkan terjadinya gangguan
penggunaan insulin oleh jaringan-jaringan yang sensitif dan meningkatkan  
pengeluaran glukosa hati. Kedua efek ini memberikan kontribusi terjadinya
hiperglikemi pada diabetes. Peningkatan pengeluaran glukosa hati digambarkan
dengan peningkatan FPG ( Fasting Plasma Glukose ) atau kadar gula puasa
(BSN). Pada otot terjadi gangguan pada penggunaan glukosa secara non
oksidatif  (pembentukan glikogen) daripada metabolisme glukosa secara oksidatif
melalui glikolisis. Penggunaan glukosa pada jaringan yang independen terhadap
insulin tidak menurun pada diabetes melitus tipe 2.
Mekanisme molekular terjadinya resistensi insulin telah diketahui. Level kadar
reseptor insulin dan aktifitas tirosin kinase pada jaringan otot menurun, hal ini
merupakan defek sekunder pada hiperinsulinemia bukan defek primer. Oleh
karena itu, defek pada post reseptor diduga mempunyai peranan yang dominan
terhadap terjadinya resistensi insulin. Polimorfik dari IRS-1 ( Insulin Receptor
Substrat) mungkin berhubungan dengan intoleransi glukosa. Polimorfik dari
bermacam-macam molekul post reseptor diduga berkombinasi dalam
menyebabkan keadaan resistensi insulin.
Sekarang ini, patogenesis terjadinya resistensi insulin terfokus pada defek PI-3
kinase (Phosphatidyl Inocytol ) yang menyebabkan terjadinya reduktasi
translokasi dari GLUT-4 ( Glukose Transporter ) ke membran plasma untuk
mengangkut insulin. Hal ini menyebabkan insulin tidak dapat diangkut masuk ke
dalam sel dan tidak dapat digunakan untuk metabolisme sel, sehingga kadar
insulin di dalam darah terus meningkat dan akhirnya menyebabkan terjadinya
hiperglikemi.
Ada teori lain mengenai terjadinya resistesi insulin pada penderita diabetes
melitus tipe 2. Teori ini mengatakan bahwa obesitas dapat mengakibatkan
terjadinya resistensi insulin melalui beberapa cara, yaitu; peningkatan asam
lemak bebas yg mengganggu penggunaan glukosa pada jaringan otot,
merangsang produksi   dan gangguan fungsi sel  β pankreas.
2.      Defek sekresi insulin
Defek sekresi insulin berperan penting bagi munculnya diabetes melitus tipe 2.
Pada hewan percobaan, jika sel-sel beta pankreas normal, resistensi insulin tidak
akan menimbulkan hiperglikemik karena sel ini mempunyai kemampuan
meningkatkan sekresi insulin sampai 10 kali lipat. Hiperglikemi akan terjadi
sesuai dengan derajat kerusakan sel beta yang menyebabkan turunnya sekresi
insulin. Pelepasan insulin dari sel beta pankreas sangat tergantung pada transpor
glukosa melewati membran sel dan interaksinya dengan sensor glukosa yang
akan menghambat peningkatan glukokinase. Induksi glukokinase akan menjadi
langkah pertama serangkaian proses metabolik untuk melepaskan granul-granul
berisi insulin. Kemampuan transpor glukosa pada diabetes melitus tipe 2 sangat
menurun, sehingga kontrol sekresi insulin bergeser dari glukokinase ke sistem
transpor glukosa. Defek ini dapat diperbaiki oleh sulfonilurea.
Kelainan yang khas pada  diabetes melitus  tipe 2 adalah ketidakmampuan sel beta
meningkatkan sekresi insulin dalam waktu 10 menit setelah pemberian glukosa
oral dan lambatnya pelepasan insulin fase akut. Hal ini akan dikompensasi pada
fase lambat, dimana sekresi insulin pada diabetes melitus tipe 2 terlihat lebih
tinggi dibandingkan dengan orang normal. Meskipun telah terjadi kompensasi,
tetapi kadar insulin tetap tidak mampu mengatasi hiperglikemi yang ada atau
terjadi defisiensi relatif yang menyebabkan keadaan hiperglikemi sepanjang
hari. Hilangnya fase akut juga berimplikasi pada terganggunya supresi glukosa
endogen setelah makan dan meningkatnya glukoneogenesis melalui stimulasi
glukagon. Selain itu, defek yang juga terjadi pada diabetes melitus tipe 2 adalah
gangguan sekresi insulin basal. Normalnya sejumlah insulin basal disekresikan
secara kontinyu dengan kecepatan 0,5 U/jam, pola berdenyut dengan periodisitas
12-15 menit (pulsasi) dan 120 menit (osilasi). Insulin basal ini dibutuhkan untuk
meregulasi kadar glukosa darah puasa dan menekan produksi hati. Puncak-
puncak sekresi yang berpola ini tidak ditemukan pada penderita DM tipe 2 yang
menunjukan hilangnya sifat sekresi insulin yang berdenyut.
3.      Produksi glukosa hati
Hati merupakan salah satu jaringan yang sensitif terhadap insulin. Pada keadaan
normal, insulin dan gukosa akan menghambat pemecahan glikogen dan
menurunkan glukosa produk hati. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 terjadi
peningkatan glukosa produk hati yang tampak pada tingginya kadar glukosa
darah puasa (BSN). Mekanisme gangguan produksi glukosa hati belum
sepenuhnya   jelas.

Pada penelitian yang dilakukan pada orang sehat, terjadi peningkatan kadar
insulin portal sebesar 5  μU/ml di atas nilai dasar akan menyebabkan lebih dari
50% penekanan produksi glukosa hati. Untuk mencapai hasil yang demikian,
penderita diabetes melitus tipe 2 ini membutuhkan kadar insulin portal yang
lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan terjadinya resistensi insulin pada hati.
Peningkatan produksi glukosa hati juga berkaitan dengan meningkatnya
glukoneogenesis (lihat gambar) akibat peningkatan asam lemak bebas dan
hormon anti insulin seperti glukagon.

19. Penggolongan
1. Insulin: Preparat insulin
2. Obat anti diabetik oral ( obat hipoglikemia)
a. Sulfonylurea
b. Alfa-Glukosidase inhibitor
c. Biguanides
d. Meglitinides
e. thiazolidinediones

20. Indikasi
a. Insulin diabetes militus, ketoasidosis diabetes
b. Obat anti diabetik oral ( obat hipoglikemia)
a) Sulfonylurea: memilih sulfonylurea yang tepat untuk penderita
tertentu sangat penting untuk suksesnya terapi. Yang menentukan
bukanlah umur penderita waktu terapi dimulai, tetapi umur
penderita waktu penyakit diabetes militus mulai timbul. Pada
umumnya hasil yang baik diperoleh pada penderita yang
diabetesnya mulai timbul pada umur di atas 40 tahun. Sebelum
menentukan keharusan pemakaian sulfonylurea, selalu harus
dipertimbangkan kemungkinan mengatasi hiperglikemia dengan
hanya mengatur diet serta mengurangi berat badan penderita.
Kegagalan terapi dengan salah satu derivat sulfonylurea,
mungkin juga disebabkan oleh penurunan farmakokinetik obat,
umpamanya penghancuran yang terlalu cepat. Apabila hasil
pengobatan yang baik tidak dapat dipertahankan dengan dosi 0,5
g kloropamid, 2 g tolbutamid, 1,25 g asetoheksamid atau 0,75 g
tolazamid, sebaiknya dosis jangan di tambah lagi. Selama
pengobatan, pemeriksaan fisik dan laboratorium harus tetap
dilakukan secara teratur. Pada keadaan gawat seperti stress,
komplikasi, infeksi dan pembedahan, insulin tetap merupakan
terpi standar.
1. Chlorpropamide untuk mengobati diabetes militus tipe 2 (non-
insulin dependent)
2. Glibenclamide diabetes militus pada orang dewasa, tanpa
komplikasi yang tidak responsif dengan diet saja
3. Gliquidone adalah untuk pengobatan diabetes militus tipe 2
jika kadar gula darah tidak cukup dikendalikan dengan diet,
latihan fisik dan penurunan berat badan saja
4. Gliclazide untuk diabetes militus tipe 2 dengan dosis awal
40mg untuk tablet lepas standar, dan dosis 30 mg untuk tablet
lepas lambat
5. Glimepiride untuk diabetes militus tipe 2 dan dapat diberikan
dengan dosis awal 1 mg hingga maksimum 8 mg
b) Alfa-Glukosidase inhibitor: pasien dengan NIDDM (Non Insulin
Dependent Diabetes Militus) yang mengalami kegagalan terapi.
Dapat di gunakan dalam dosis tunggal maupun dikombinasikan
dengan sulfonilurea
c) Biguanides: Sediaan biguanid tidak dapat menggantikan fungsi
insulin endogen, dan digunakan pada terapi diabetes dewasa.
Dari berbagai derivate biguanid, data fenformin yang paling
banyak terkumpul tetapi sediaan ini kini dilarang dipasarkan di
indonesia karena bahaya asidosis laktat yang mungkin
ditimbulkannya. Di eropa, fenformin digantikan metformi yang
kerjanya serupa fenformin tetapi diduga lebih sedikit
menyebabkan asidosis laktat. Dosis metformin ialah 1-3 gr sehari
dibagi dalam 2 atau 3 kali pemberian
d) Meglitinides
1) Nateglinide indikasi untuk mengobati diabetes militus tipe 2
(non-insulin dependent)
2) Repaglinides indikasindiabetes militus tipe 2 (tunggal atau
dikombinasikan dengan metformin jika metformin tunggal
tepat)
e) Thiazolidinediones untuk diabetes militus tipe 2
1. Pioglitazone tatalaksana diabetes militus tipe 2
2. Rosiglitazone untuk mengobati diabetes militus tipe 2

21. Kontra indikasi


a. Hipersensitivitas terhadap insulin (sapi, zinc, protamin)
b. Obat anti diabetik oral ( obat hipoglikemia)
a) Sulfonylurea: sedapat mungkin dihindari pada gangguan fungsi
hati, gagal ginjal, dan pada porfiria. Sulfonilurea sebaiknya tidak
digunakan pada ibu menyusui dan selama kehamilan sebaiknya
diganti dengan terapi insulin, sulfonilurea di kontraindikasikan
jika terjadi tetoasidosis
1. Chlorpropamide kontraindikasi diabetes militus tipe 1,
ketoasidosis diabetik (dengan atau tanpa koma), komplikasi
akut lainnya (misalnya pembedahan besar, infeksi berat atau
trauma berat), gangguan tiroid, gangguan hati dan ginjal berat
2. Glibenclamide kontraindikasi tidak boleh diberikan pada
diabetes militus juvenil, precoma dan koma diabetes,
gangguan fungsi ginjal berat, dan wanita hamil. Gangguan
fungsi hati, gangguan berat fungsi tiroid atau adrenal, ibu
menyusui, diabetes militus dan komplikasi (demam, trauma,
gangrene), pasien yang mengalami operasi
3. Gliquidone jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang
mempunyai riwayat hipersensitif (alergi) terhadap Gliquidone
atau obat-obat yang termasuk golongan sulfonilurea dan
sulfonamide lainnya. Penderita diabetes militus tipe 1,
prekoma dan koma diabetes atau pasien yang dalam urinenya
terdapat senyawa keton (ketoasidosis) dilarang menggunakan
obat ini. Kontraindikasi untuk wanita hamil, ibu menyusui,
pendeita gangguan ginjal atau gangguan hati berat dan
porfiria. Tidak boleh digunakan pada penderita diabetes yang
mengalami infeksi berat, trauma, dan kondisi parah lainnya di
mana penggunaan Gliquidone tidak memungkinkan
4. Gliclazide penggunaan liclazide yang utama adalah
hipersensitivitas terhadap gliclazide, sulfonilurea atau
sulfonamida lainnya atau terhadap komponennya
5. Glimepiride adalah pada pasien dengan hipensensitivitas obat
dan pada pasien asidosis diabetik dengan atau tampa koma
c. Alfa-Glukosidase: Diabetes ketoasidosis, sirosis, IBD (Inflammatory
Bowel Desease), kolonik ulser, gangguan pencernaan atau absorbsi,
kerusakan parsial ataupun predisposisi saluran cerna, dan kondisi
yang mungkin memburuk sebagai akibat dari peningkatan produksi
gas usus
d. Biguanides: Sediaan biguanid tidak boleh diberikan pada penderita
dengan penyakit hati berat, penyakit ginjal dengan uremia, dan
penyakit jantung kongestif. Pada keadaan gawat sebaiknya juga
tidak diberikan biguanid. Sedangkan pada kehamilan, seperti juga
sediaan OHO laainnya, sebaiknya tidak diberikan biguanid, sampai
terbukti bahwa obat ini tidak menimbulkan bahaya yang berarti
e. Meglitinides
1. Nateglinide kontraindikasi ketoasidosis, kehamilan dan
menyusui
2. Repaglinides ketoasidosis, gangguan fungsi hati berat,
kehamilan dan menyusui
e) Thiazolidinediones kontraindikasi tidak untuk diabetes tipe 1 atau
pengobatan ketoasidosis diabetikum, tiidak untuk pasien dengan
riwayat gagal jantung, tidak untuk pasien penyakit hati aktif (atau
peningkatan kadar transminase) karena peningkatan risiko cidera
hati
1. Pioglitazone pada pasien gagal jantung yang berat,
gangguan hepar, kehamilan, kanker kandung kemih, dan
hematuria yang tidak diketahui penyebabnya
2. Rosiglitazone gangguan hati, riwayat gagal jantung, riwayat
sindrom koroner akut, kehamilan dan menyusui.

22. Mekanisme kerja


a) Insulin dihasilkan oleh sel beta pankreas, masuk ke sistem sirkulasi
dan bekerja pada jaringan target (utamanya adalah hati, otot, dan
jaringan lemak). Insulin berikatan dengan reseptornya (reseptor
insulin) pada membran sel target menghasilkan serangkaian peristiwa
di dalam sel.
b) Obat anti diabetik oral ( obat hipoglikemia)
a) Sulfonylurea:
1. Chlorpropamide menstimulasi sekresi insulin endogen dari sel
β pankreas. Oabt ini juga menunjukkan aktivitas antidiuretik
dengan meningkatkan vasopresin di tubulus ginjal, onset: 1jam
durasi : 24 jam
2. Glibenclamide adalah hypoglycemic oral derivat sulfonylurea
yang bekerja aktif menurunkan kadar gula darah.
Glibenclamide bekerja dengan merangsang sekresi insulin dari
pankreas. Oleh karena itu, Glibenclamide hanya bermanfaat
pada penderita diabetes dewasa yang pankresanya masih
mampu memproduksi insulin. Pada penggunaan peroral ,
Glibenclamide diabsorpsi sebagian secara cepat dan tersebar ke
seuruh cairan ekstrasel,sebagian besar terkait dengan protein
plasma. Pemberian Glibenclamide dosis tunggal akan
menurunkan kadar gula darah dalam 3 jam dan kadar ini dapat
bertahan selama 15 jam. Glibenclamide diekskresikan bersama
feses dan sebagai metabolit bersama urine
3. Gliquidone bekerja menururunkan kadar gula darah melalui
peningkatan produksi dan sekresi insulin dari sel beta
pankreas.
4. Gliclazide bekerja terutama dengan meningkatkan pelepasan
insulin endogen dari sel-sel beta pualu langerhans. Oleh karena
itu, funsi residual kelanjar pankreas masih di perlukan agar
Gliclazide dapat bekerja
5. Glimepiride mekanisme kerja pelepasan insulin ketika
berikatan dengan reseptor sulfonilurea sel beta dan efek ekstra
pankreas dalam menurunkan glukosa darah. Absorpsi gliclazid
tidak dihambat oleh makanan. Metabolisme terutama terjadi di
hepar dan diekskresikan di urin
b) Obat golongan alfa glukosidase (Acarbose) mempunyai
mekanisme kerja menghambat kerja enzim alfa glukosidase yang
terdapat pada “ brush border” dipermukaan membran usus halus.
Enzim alfa glukosidase berfungsi sebagi enzim pemecah
karbohidrat menjadi glukosa diusus halus. Dengan pemberian
acarbose maka pemecahan karbohidrat menjadi glukosa di usus
akan menjadi berkurang, dengan sendirinya kadar glukosa darah
akan berkurang
c) Biguanides mekanisme kerja yang berbeda dengan sulfonilurea,
keduanya tidak dapat dipertukarkan, efek utamanya adalah
menurunkan glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa
jaringan. Karena kerjanya hanya bila ada insulin endogen, maka
hanya efektif bila masih ada fungsi sebagian sel islet pankreas.
d) Meglitinides
1. Nateglinide mekanisme kerja membuat tubuh memiliki respon
yang baik terhadap insulin yang diproduksi oleh pankreas.
Dengan begitu, kadar gula darah dalam tubuh tetap terkontrol
atau terkendali
2. Repaglinides mekanisme kerja sama dengan sulfonilurea tetapi
struktur kimianya sangat berbeda. Pada pemberian obat
absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1
jam. Masa paruhnya 1 jam, karena harus diberikan beberapa
kali sehari, sebelum makan. Metabolisme utamanya di hepar
dan metabolitnya tidak akif. Sekitar 10% dimetabolisme di
ginjal.
e) Thiazolidinediones membuat tubuh memproduksi sel-sel lemak baru,
sel-sel lebih sensitif terhadap insulin sehingga memungkinkan insulin
melakukan tugasnya, jika ada resisten terhadap insulin, sel tubuh
tidah mengizinkan insulin untuk melakukan tugasnya (memasukkan
glukosa ke dalama sel. Sel-sel lemak ini (adiposa), kemudian pada
akhirnya dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan membuat
tubuh menjadi sensitif terhadap insulin, artinya sel-sel bisa
menggunakan insulin dan glukosa lebih baik
1. Pioglitazone mekanisme kerja sebagai agonis selektif reseptor
inti yaitu peroxisome proliferator- activated receptor gamma
(PPAR-y) yang banyak di ekspresikan di sel adiposa (sel
lemak). Obat ini berikatan dengan PPAR-y kemudian
mengaktivasi gen responsif-insulin yang mengatur metabolisme
lipid dan karbohidrat
2. Rosiglitazone menyeimbangkan tubuh untuk merespon insulin,
sehingga dapat menurunkan kadar dalam darah. Mengontrol
gula tinggi dapat mencegah kerusakan ginjal, kebuataan,
masalah sitem saraf, kehilangan organ tubuh, dan masalah
fungsi organ seks

23. Dosis dan cara pemberian


4) Malalui injeksi subkutan, intramuskular atau intravena atau infusintravena
sesuai kebutuhan
5) Obat anti diabetik oral ( obat hipoglikemia)
a. Sulfonylurea:
1) Chlorpropamide dosis awal : 125-250 mg melalui mulut (per
oral) setiap pagi, setelah 5-7 hari, boleh tingkatkan dosis
dengan ukuran 50-125 mg/hari setiap 3-5 hari, tergantung pada
reaksi pasien, dosis rumatan: 100-250 mg/hari melalui mulut
(per oral), diberikan sehari 1 kali, boleh dibagi menjadi 2 dosis
jika kenaikan GI terjadi, gunakan dosis yang lebih rendah pada
penyakit yang ringan, pada orang yang sudah tua, dan
sebagainya, dosis untuk penyakt parah: 500mg/hari melalui
mulut (per oral)
2) Glibenclamide dosis awal 1 kaptab sehari sesudah makan pagi,
setiap hari ditingkatkan dengan 1 / 2 -1 kaptab sehari sampai
kontrol metabolit yang optimal tercapai, dosis awal untuk
orang tua: 2,5 mg/hari. Dosis tertinggi: 3 kaptab sehari dalam
dosis terbagi
3) Gliquidone dosis awal 15 mg sehari sebelum makan pagi,
disesuaikan hingga 45-60 mg sehari dalam 2atau 3 kali dosis
terbagi. Dosis maksimum pemberian tunggal 60 mg, dosis
maksimum 180 mg sehari
4) Gliclazide dosis awal : 40-80 mg setiap hari, dosis ini bisa
ditingkatkan hingga 320 mg setiap hari bila perlu. Dosis > 160
mg per hari mungkin diberikan dalam dua dosis terpisah, untuk
modified relase tab: dosis awal 30mg sehari perhari, mungkin
meningkat sampai 120 mg per hari
5) Glimepiride dosis awal umumnya adalah 1-2mg sekali sehari,
dikonsumsi setelah atau bersamaan dengan sarapan. Dosis
dapat dititrasi sesuai dengan gula darah sudah baik. Kecepatan
titrasi obat sebaiknya dilakukan per 1-2 minggu dengan
penaikan atau penurunan sebanyak 1-2mg setiap kalinya walau
pada uji klinis dosis dapat mencapai 32mg/hari, dosis maksimal
yang direkomendasikan adalah 8 mg/hari. Dosis maintenance
pada umumnya berkisar di 1-4mg/ hari
b. Alfa-Glukosidase: Acarbose: dosis awal bagi penderita diabetes tipe
2 adalah 50 mg perhari , selanjutnya dosis dapat ditingkatkan menjadi
50 mg, 3 kali sehari. Jika tubuh penderita merespons pengobatan
dengan baik maka dalam rentang waktu minimal 6-8 minggu, dosis
bisa ditingkatkan menjadi 100-200 mg, 3 kali sehari
c. Biguanides: metformin ditentukan secara individu berdasarkan
manfaat dan tolerabilitas. Dewasa dan anak > 10 tahun : dosis awal
500mg setelah sarapan untuk sekurang-kurangnya 1 minggu,
kemudian 500 mg setelah sarapan dan makan malam untuk sekurang-
kurangnya 1 minggu, kemudian 500 mg setelah sarapan, setelah
makan siang dan setelah makan malam. Dosis maksimum 2 g sehari
dalam dosis terbagi
d. Meglitinides
1) Nateglinides dosis 120 mg melaui mulut (per oral) 3 kali
sehari, 1-30 menit sebelum makan siang. Target pasien dengan
pengobatan HbA1c: 60 mg melalui mulut (per oral) 3 kali
sehari, 1-30 menit sebelum makan
2) Repaglinides dosis awal 500mcg, diberikan 30 menit sebelum
makan (1mg jika mendapat obat hipoglikemia oral lain)
disesuaikan dengan respons pada interval 1-2 minggu, sampai
4mg diberikan dosis tunggal, dosis maksimal 16mg sehari,
anak, remaja dibawah 18 tahun dan lanjut usia di atas 75 tahun
tidak dianjurkan
e. Thiazolidinediones
1) pioglitazone dosis 15-30mg bisa dikonsumsi sebelu atau
sesudah makan
2) rosiglitazone dosis awal 4mg melalui mulut (per oral), 1 kali
sehari atau dibagi menjadi dosis 2 kali sehari, boleh tingkatkan
menjadi 8mg melalui mulut (per oral) 1 kali sehari, atau di bagi
menjadi dosis 2 kali sehari setelah 8-12 minggu dari masa
terapi, berdasarkan pada reaksi pasien, dosi maksimum 8mg/
hari

24. Efek samping


4) Insulin: efek samping dan reaksi yang merugikan : reaksi hipoglikemia dan
ketoasidosis, jika insulin di berikan lebih banyak dari pada yang dibutuhkan
untuk metabolisme glokosa, timbul reasi hipoglikemik atau syok insulin.
Penderita dapat menjadi cemas, gemetar, dan tidak terkoordinasi, kulit
dingin dan lembab, dan mungkin mengeluh sakit kepala. memberikan gula
secara oral atau intravena meningkatkan pemakaian insulin, dan gejala-
gejala segera menghilang. …..
5) Obat anti diabetik oral ( obat hipoglikemia)
a. Sulfonylurea: hipoglikemia dan peningkatan berat badan
1) Chlorpropamide efek sampingnya hipoglikemia, reaksi alergi,
berat badan, dosis yang berhubungan dengan kenaikan GI,
reaksi diuretk SIADH (syndrome of inappropriate diuretic
hormone) pada chlorpropamide dan aksi diuretik ringan pada
tolazamide, mungkin mendorong munculnya reaksi GI yang
merugikan
2) Glibenclamide efek samping kadang- kadang terjadi gangguan
saluran cerna seperti : mual, muntah, dan nyeri epigastric. Sakit
kepala, demam, reaksi alergi pada kulit
3) Gliquidone efek samping pada saluran pencernaan seperti mual,
muntah, diare, sembelit dan nyeri pada ulu hati, obat ini juga
mempunyai efek samping seperti sakit kepala, demam, kenaikan
berat badan, dan reaksi alergi pada kulit terutama pada kulit
terutama pada orang-orang yang peka. Hati-hati dengan resiko
terjadinya hipoglikemia, terutama jika digunakan untuk jangka
waktu lama dan dengan dosis yang lebih tinggi.
4) Gliclazide efek samping yang sering terjadi adalah
hipoglikemia, atau kekurangan kadar gula darah di dalah tubuh.
Jika terus dibiarkan, maka akibatnya anda menjadi ngantuk,
pingsan atau mungkin koma. Bila kadaar gula darah rendah
menjadi parah atau berrkepanjangan.
5) Glimepiride
b. Alpha Glukocidase Inhibitor: obat ini umumnya aman dan efektif,
namun ada efek samping yang kadang mengganggu, yaitu perut
kembung, terasa banyak gas, banyak kentut, bahkan diare. Keluhan ini
biasanya timbul pada awal pemakaain obat, yang kemudiaan berangsur
bisa berkurang. Bila diminum bersama dengan suntikan insulin atau
tablet sulfonylurea, kadang bisa menyebabkan hipoglikemia. Apabila
efek samping ini terjadi, maka dianjurkan minum susu atau suntik
glukosa, karena makanan gula atau buah manis akan dihambat
penyerapannya oleh acarbose
c. Biguanide efek samping sering terjadi hipoglikemia. Interaksi obat
yang terjadi umumnya juga berupa peningkatan efek samping
glimepiride tersebut
d. Nateglinides
1. Nateglinides efek samping hipersensitivitas, hipoglikemia, berat
badan, mungkin mendorong munculnya reaksi GI yang merugikan
2. Repaglinides efek samping nyeri perut, diare, konstipasi, mula,
muntah, hipoglikemia (jarang terjadi), reaksi hipersinsitifitas
termasuk pruritus, kemerahan, vaskulitis, urtikaria dan gangguan
penglihatan
e. Thiazolidinediones efek samping mual, atau muntah, kehilangan nafsu
makan, warna kuning pada bagian putih mata, air seni berwarna the
1) Pioglitazone antara lain infeksi saluran nafas atas, sakit kepala,
sinusitis, myalgia, faringitis, edema, dan peniingkatan berat
badan
2) Rosiglitazone edema infeksi bidang pernafasan bagian atas,
sakit kepala, diare, anemia, myalgia. Bisa menyebabkan
meperburuk gagal jantung
Petunjuk penugasan:
11. Ketik jawaban anda sesuai pertanyaan yang ada didalam kotak
12. Jenis huruf Maiandra GD
13. Spasi 1
14. Tugas ini bersifat bersifat kelompok tetapi setiap mahsiswa harus
upload di ecampuz (masing-masing mahasiswa menuliskan nama file
tugasnya mis Makkasau_nim_Tugas_1 _Patofisiologi &
Farmakologi_Kardiovaskuler)
15. Selain tugas di upload di ecanmpuz dan juga dikumpul oleh SIPEN secara
kolektif mealului google drive ke email makkasau_mkes@yahoo.co.id
paling lambat tgl, 26 Oktober 2020 pukul 23.00

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR


PROGRAM STUDI S-1 (SARJANA KEPERAWATAN)
SEMESTER VII ANGK 2017

Buat ringkasan mekanisme patofisiologi dan aspek farmakologi: kondisi kritis sistem respirasi,
endokrin, saraf, urologi

FORMAT ISI PENUGASAN

1. Pengertian
Sindrom cushing adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh hiperadrenokortiksisme
akibat neoplasma korteks adrenal atau adenohipofisis, atau asupan glukokortikoid yang
berlebihan

2. Patofisiologi
Hormone adrenokortikal diatur oleh hipotalamus yang mensekresi CRF kemudian CRF
merangsang hipofisis mensekresi ACTH, ACTH kemudian merangsang korteks adrenal
untuk mensekresi hormon-hormon adrenokortikal, terutama glukokortikoid berupa kortisol,
karena regulasi aldosteron didasarkan pada kadar angiotensin II dan kalium. Kortisol ini
kemudian apabila berlanjut dapat menimbulkan mekanisme umpan balik negative terhadap
hipotalamus dan hipofisis

3. Penggolongan
1. Ketoconazole
2. Mitatone
3. Metyrapone
4. Pasireotide
5. Amino gluthemide
4. Indikasi
1) Infeksi jamur sistemik, kandidiasis mukokutan kronis yang tidak responsive terhadap
nistatin & obat-obat lainnya
2) Obat kanker kelenjer adrenal dan sindrom cushing
3) Obat edema resisten dan diagnostic sindrom cushing.
4) Sindrom cushing dan akromegali
5) Sindrom cushing, kanker payudar, karsinoma prostat

5. Kontra indikasi
1) Penyakit hati, fase penyembuhan hepatitis, hipersensitif, wanita hamil
2) Gangguan hati, ginjal, ibu hamil dan menyusui.
3) Hipersensitif dan insufisiensi kortikal adrenal
4) Gangguan hati parah (chil-pugh C)
5) Hipersensitivitas, wanita hamil, menyusui, cacar air, penyakit ginjal, penyakit hati, herpes
zoester, infeksi, dan hipotiroidisme.

6. Mekanisme kerja
1) Ketoconazole sebagai anti jamur adalah dengan melemahkan struktur dan fungsi
membrane sel fungi melalui mekanisme blockade sintesis ergosterol, salah satu komponen
dari membrane sel fungi melalui penghambatan sitokrom.
2) Mitotane adalah antineoplastik yang bekerja dengan menghambat secara selektif pada
akrivitas korteks adrenal yang menyebabkan nekrosis dan atrofi jaringan juga dapat
memodifikasi metabolism steroid perifer.
3) Metyrapone adalah obat diagnostic yang bekerja dengan cara menghambat enzim 11ß-
hidroksilase dalam korteks adrenal sehingga menghambat sintesis produksi kortisol dan
kortikosteron. Meningkatkan produksi hormone adrenokortikotropik (ACTH) yang
berujung pada peningkatan urin.
4) Pasireotide adalah analog cyclohexapeptide soma tostatin untuk menghambat sekresii
ACTH hal tersebut mengakibatkan penurunan kadar kortisol, kortikotropin, dan hormone
pertumbuhan dalam sirkulasi.
5) Aminoglutethimide adalah obat yang bekerja dengan cara menghambat enzim aromatase
yaitu suatu enzim yang diperlukan dalam proses pembentukan hormone steroid.

7. Dosis dan cara pemberian


1) 1 tablet 200 mg/hari diberikan secara oral
2) 1-12 g/hari diberikan secara oral
3) 250 mg/hari dberikan secara oral dosis dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasien
4) Dosis awal 10 mg setiap 4 minggu dan titrasi setiap 2-4 bulan hingga maksimal 40 mg
setiap 4 minggu, jika diberikan secara subkutan 0.6 mg
5) 250mg/3x/hari secara oral

8. Efek samping
1) Mual dan muntah, sakit kepala, mata sensitive terhadap cahaya, perubahan suasana hati,
depresi, diare, penurunan berat badan, perubahan siklus menstruasi.
2) Diare, pusing, kantuk, kehilangan selera makan, mual, muntah, ruam kulit, warna kulit
berubah menjadi gelap.
3) Pusing, mengantuk, kelelahan, sakit kepala, tekanan darah rendah.
4) Gelisah, panas dan keringat dingin, diare, pusing, kulit kering, sakit kepala, gatal, otot
kaku, buang air kecil meningkat, haus dan lapar meningkat.
5) Ruam kulit, kantuk, mual, anoreksia, pusing, hipotensi, muntah, hipofungsi adrenokortikal

Petunjuk penugasan:
1. Ketik jawaban anda sesuai pertanyaan yang ada didalam kotak
2. Jenis huruf Maiandra GD
3. Spasi 1
4. Tugas ini bersifat bersifat kelompok tetapi setiap mahsiswa harus upload di ecampuz
(masing-masing mahasiswa menuliskan nama file tugasnya mis Makkasau_nim_Tugas_1
_Patofisiologi & Farmakologi_Kardiovaskuler)
5. Selain tugas di upload di ecanmpuz dan juga dikumpul oleh SIPEN secara kolektif
mealului google drive ke email makkasau_mkes@yahoo.co.id paling lambat tgl, 26
Oktober 2020 pukul 23.00
STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI S-1 (SARJANA KEPERAWATAN)
SEMESTER VII ANGK 2017

Buat ringkasan mekanisme patofisiologi dan aspek farmakologi: kondisi kritis sistem respirasi,
endokrin, saraf, urologi

FORMAT ISI PENUGASAN

25. Pengertian ( Tiroiditis hashimmoto)


Tiroiditis hashimoto adalah tiroiditis yang disebabkan oleh proses autoimun dan berdasarkan
waktu kejadian termasuk tiroditis kronik.jika jaringan tiroid yang mengalami tiroiditis
diperiksa dibawah microskop maka akan tampak gambaran peradangan berupa infiltrasi sel
sel limfosit.
( https://id.scribd.com/doc/54297504/refrat-tiroiditis-hashimoto )
Tiroiditis hashimoto merupakan penyakit autonium yang berarti system imun dari suatu
individu membuat pertahanan atau antibody yang menyerang jaringan tubuh sendiri sehingga
mengganggu produksi dan fungsi hormon tiroid. Kumudian dapat ditemukan banyaknya sel
darah putih atau lekosid jenis limfosit yang terakumulasi pada kelenjar tiroid. Limfosit inilah
yang membentuk antibodi dan menyeran kelenjar tiroid
( https://id.scribd.com/doc/185080177/Hashimoto-Tiroiditis )

26. Patofisiologi
Patofisiologi tiroiditis hasimoto merupakan suatu perjalanan penyakit yang multi poses,
melibatkan adanya gangguan pada genetik serta gangguan pada lingkungan yang membawa
perkembanyagan penyakit. Pada suatu studi menggunakan hewan yang sebelumnya telah
diketahui memilkiki kelainan genetik didapxati bahwa perjalanan penyakit tiroiditis
disebabkan oleh kegagalan sistem imun yang dihasilkan oleh tubuh dan ekspansi autoreaktif
dari limfosit yang dilasilkan oleh tubuh.
Sel-sel antibodi yang dihasilkan oleh tubuh ini kemudian menginfiltrasi kelenjar tiroid.
Peradangan dan infiltrasi pada kelenjar tiroid ini sendiri dapat terjudi oleh karena adanya
rangsangan dari lingkungan seperti tercukupi tidaknya kebutuhan yodium sebagai bahan baku
pembentukan tiroid, adanya infeksi bakteri yang membentuk toksin dan mendorong
terbentuknya antibodi, infeksi virus dan lain-lain yang memaksa tirosit untuk menghasilkan
tiroid-spesifik protcin. Protein ini bertindak sebagai sumber antigenik spesifik terhadap diri
sendiri yang kemudian menjadi antigen-presenting cells (APC) pada permukuan. Sel ini
kemudian yang menangkap antigen spesifik dan berjalan ke organ atau kelenjar limfatik yang
kemudian bertemu dengan autoreaktif T-sel (sel yang bertahan akibat diregulasi atau
kegagalan toleransi sistem imun) dan B-sel merangsang dihasilkannya autoantibodi pada
tiroid, Pada langkah selanjutnya antigen memproduksi limfosit B, sitotok sik sel T dan
makrofag yang meninvasi dan terakumulasi dalam kelenjar tiroid yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan gandaan atoreaktif sel T. sel B. dan antibodi lain yang
menyebabkan deplesi dari tirosit lewat pembentukan sitokin, apoptosis, sitotoksisitas yang
mengarah pada terjadinya hipotiroid dan Tiroiditis hashimoto
( https://id.scribd.com/doc/259465531/Titioditis-Hashimoto )

27. Penggolongan
a. Farmakologi : Levothyroxine
b. Non farmakologi : merupakan tindakan pembedahan berupa pengankatan kelenjar tiroid atau
disebut tiroidektomi

28. Indikasi
4) Farmakologi : nsebagai pengganti hormone tiroid
5) Non farmakologi
a. Sub-total tiroidektomi hanya di berikan pada Pasien dengan gondok yang besar,
Tidak terjadinya perbaikan kadar T4
b. Goiter yang besar dan menekan dengan gejala-gejala seperti dysphagia, suara serak,
stridor ekstrinsik
c. Adanya nodul yang malignant pada pemeriksaan biopsi aspirasi jarum
d. Adanya Lyphoma dari hasil biopsi aspirasi jarum Alasan kosmetik

29. Kontra indikasi


4) menyebabkan osteoporosis,
5) menahan beban kerja jantung,
6) menambah ketebalan otot jantung,
7) menyebabkan tulang menjadi lebih rapuh

30. Mekanisme kerja


1. Levothyroxine merupakan golongan obat terapi hormon. Obat ini bekerja dengan cara
menyediakan hormon tiroid jika tiroid tidak berfungsi normal.

31. Dosis dan cara pemberian


6) Dewasa: Dosis awal 50-100 mcg, 1 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan dengan
interval 3-4 minggu, hingga kadar hormon tiroid normal.
7) Dosis perawatan: 100-200 mcg, 1 kali sehari. Bayi dan anak-anak: Bayi baru lahir
(neonatus): Dosis awal adalah 10-15 mcg / kgBB per hari. Dosis dapat ditingkatkan
tiap 4-6 minggu.
8) Bayi baru lahir dengan kadar hormon tiroid <5 mcg / dl: Dosis awal adalah 50 mcg /
kgBB per hari.
9) Pada pasien dengan Hashimoto disease teknik tiroidektomi yang biasanya dilakukan
adalah subtotal tioridektomi
10) Cara pemberian :
Levothyroxine tersedia dalam bentuk tablet dan cairan infus. Tablet levothyroxine
sebaiknya dikonsumsi 30-60 menit sebelum sarapan. Gunakan segelas air putih untuk
membantu menelannya.
Bagi anak-anak yang sulit menelan tablet levothyroxine, tablet dapat dihancurkan dan
dicampur dengan 1-2 sendok teh air putih. Jangan mencampur tablet levothyroxine
dengan makanan atau susu formula.

32. Efek samping


1. Sakit kepala
2. Demam
3. Mual dan mutah
4. Tremor
5. Kram otot
6. Hilangnya nafsu makan
7. Diare
8. Insomnia
9. Keringat berlebihan
10. Perubahan siklus menstruasi pada wanita
11. Gejala elergi
12. Nyeri dada
13. Gangguan jantung

Petunjuk penugasan:
16. Ketik jawaban anda sesuai pertanyaan yang ada didalam kotak
17. Jenis huruf Maiandra GD
18. Spasi 1
19. Tugas ini bersifat bersifat kelompok tetapi setiap mahsiswa harus upload di ecampuz
(masing-masing mahasiswa menuliskan nama file tugasnya mis Makkasau_nim_Tugas_1
_Patofisiologi & Farmakologi_Kardiovaskuler)
20. Selain tugas di upload di ecanmpuz dan juga dikumpul oleh SIPEN secara kolektif
mealului google drive ke email makkasau_mkes@yahoo.co.id paling lambat tgl, 26
Oktober 2020 pukul 23.00
STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI S-1 (SARJANA KEPERAWATAN)
SEMESTER VII ANGK 2017

Buat ringkasan mekanisme patofisiologi dan aspek farmakologi: kondisi kritis sistem respirasi,
endokrin, saraf, urologi

FORMAT ISI PENUGASAN

9. Pengertian
Hipetiroid atau hipertiroidisme adalah suatu gambaran klinis akibat produksi hormon tiroid
yang berlebihan oleh kelenjar tiroid yang terlalu aktif. Karena tiroid memproduksi
hormontiroksin dari lodium, maka lodium radiaktif dalam dosis kecil dapat digunakan untuk
mengobati (mengurangi intensitas fungsinya).

10. Patofisiologi
Hipertirpoid dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang telah dijelaskan pada
etiologi, akan tetapi hipertiroid pada penyakit graves adalah akibat antibodi reseptor TSH
yang merangsang aktivitas tiroid sedang. Adapula hipetiroid sebagai akibat peningkatan
sekresi TSH dari hipofisis, namun jarang ditemukan. Hipertiroid pada T3 tiroid sikosis
mungkin diakibatkan oleh delodinasi T4 pada tiroid atau meningkatnya T3 pada jaringan
diluar tiroid. Pada torotoksikosis yang tidak disertai hipertiroid seperti tiroiditis terjadi
kebocoran hormon-hormon. Masukan hormone tiroid dari luar yang berlebihan dan
terdapatnya jaringan tiroid ektopik dapat mengakibatkan tirotoksikosis tanpa hipetiroid.

11. Penggolongan
Obat anti tiroid:
1. Carbimazole
2. Methimazole
3. Propylthiouracil

4. Indikasi
1. Carbimazole
a) Hipertiroidisme
2. Methimazole
b) Tirotosikosis (sebelum oprasi).
3. Propylthiouracil
a) Informasi obat ini hanya untuk kalangan medis.antitiroid/hipertiroidisme
12. Kontra indikasi
1. Carbimazole
a) Gangguan hati berat
b) Gangguan gangguan darah
2. Methimazole
a) Hipersensitivas ; menyusui.
3. Propylthiouracil
a) Ibu hamil trimester III

13. Mekanisme kerja


6) Carbimazole
a) Deskripsi: Carbimazole berkerja menurunkan konsentrasi iodine dari tiroid
sehingga dapat menurunkan pembentuka atau reaksi hormon thyroxine atau T4.
Saat obat carbimazole masuk kedalam tubuh, akan terjadi proses enzimatik
sehingga tidak terdeteksi di dalam serum dan jaringan tiroid.
7) Methimazole
h) Deskripsi: methimazole thimazole adalah obat golongan antitiroid yang digunakan
untuk mengurangi produksi hormone tiroid pada penderita hipertiroidisme atau
kelebihan hormontiroid dalam darah.
8) Propylthiouracil
a) Deskripsi: Propylthiouracil (PTU) 100 MG adalah obat untuk penyakit
hipertiroid, yang merupakan suatu kondisi dimana kelenjar tiroid. Propylthiouracil
adalah obat yang digunakan untuk menangani keringat berlebihan, berat badan
menurun, mudah emosi, pembesaran kelenjar tiroid dimana terdapat banyak
hormone tiroid dalam tubuh.

14. Dosis dan cara pemberian


1. Carbimazole
a) Dewasa: dosis awal 15-60 mg per hari, dikonsumsi 2-3 kali. Dosis akan
dikurangi secara bertahap setelah fungsi kelenjar tiroid kembali normal.
Dosis perawatan adalah 5-15 mg per hari, (tablet/oral)
b) Anak usia 3-17 tahun: dosis aal 15 mg per hari dan akan disesuaikan
dengan respons anak terhadap obat, (tablet/oral)
2. Methimazole
Digunakan untuk mengobati seberapa parah hipertiroidisme
a) Dewasa (table/oral)
 Dosis ringan: 15 mg /hari, dibagi menjadi 4 kali sehari
 Dosis sedang: 30-40 mg/hari,dibagi menjadi 4 kali sehari
 Dosis parah: 60 mg/hari dibagi 4 kali sehari
 Dosis pemelihraan: 5-30 mg/hari dibagi 4 kali sehari.
b) Anak- anak (tablet/oral)
 Dosis awal: 0,5-0,7 mg/kgBB per hari, dibagi menjadi 4 kali sehari
 Dosis pemeliharaan: 0,2 mh/kgBB per hari, dibagi 4 kali sehari.
 Dosis maksimal: 30 mg/hari.
3. Propylthiouracil
a) Dewasa (tablet/oral)
 Dosis awal 150-450 mg per hari, yang dibagi menjadi beberapa
dosis. Pada kasus yang parah, dosis dapat ditingkatkan menjadi
600-1200 mg per hari.
 Dosis lanjutan bila kadar hormon tiroid sudah kembali normal
adalah 50-150 mg per hari selama 1-2 ahun.
b) Anak-anak (tablet/oral)
 Bayi baru lahir : 2,5-5 mg/kgBB, 2 kali sehari
 Bayi usia 1-12 bulan: 2,5 mg/kgBB,3 kali sehari
 Anak usia 1-5 tahun: 2,5 mg,3 kali sehari
 Anak usia 5-12 tahun: 50 mg, 3 kali sehari
 Anak usia 12-18 tahun: 100 mg, 3 kali sehari

15. Efek samping


1) Karbimazole
Efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi karbimazole adalah:
a) Muntah dan muntah
b) Sakit tengorokan
c) Gangguan pencernaan ringan
d) Sakit kepala
e) Ruam kulit pruritus
f) Nyeri otot dan sendi
g) Miopati
h) Alopesia
i) Supresi sumsum tulang (panasitopenia dan agranulositosis).
2) Methimazole
Efek Samping methimazole yang umum dapat meliputi:
a) Ruam
b) Pruritus atau gatal
c) Gagal hati, dan vaskulitas
d) Nyeri epigastrik
e) fertigo
f) Kerontokan rambut
g) Pembengkakan kelenjar air liur
h) Trombositopenia
i) Agranulositosis
j) Anemia aplastik.
3) Propylthiouracil
Efek Samping Propylthiouracil yang umum dapat meliputi:
a) Rambut rontok
b) Mual dan muntah
c) Sakit perut
d) Rasa terbakar didada
e) Sakit kepala
f) Nyeri sendi dan otot
g) Jumlah urine berkurang
h) Hilangnya kemampuan indra perasaan

Petunjuk penugasan:
6. Ketik jawaban anda sesuai pertanyaan yang ada didalam kotak
7. Jenis huruf Maiandra GD
8. Spasi 1
9. Tugas ini bersifat bersifat kelompok tetapi setiap mahsiswa harus upload di ecampuz
(masing-masing mahasiswa menuliskan nama file tugasnya mis Makkasau_nim_Tugas_1
_Patofisiologi & Farmakologi_Kardiovaskuler)
10. Selain tugas di upload di ecanmpuz dan juga dikumpul oleh SIPEN secara kolektif
mealului google drive ke email makkasau_mkes@yahoo.co.id paling lambat tgl, 26
Oktober 2020 pukul 23.00

Anda mungkin juga menyukai