Proposal Bab
Proposal Bab
Disusun Oleh
Nama : Yuliani Utami
NIM : PO.71.20.3.18.077
Semester : IV B
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Yang telah melimpahkan berkat hidayah
dan rahmat-Nya sehingga saya selaku penulis dapat meyelesaikan tugas kuliah dari mata
kuliah Metodologi Penelitian yaitu proposal penelitian “Hubungan Antara Kualitas Tidur
dengan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi”. Dengan adanya penulisan proposal
penelitian ini semoga dapat membantu dalam pembelajaran kita dan bisa dapat memberikan
informasi dan pengetahuan baru kepada para pembaca serta dapat menambah wawasan bagi
para pembaca.
Disamping itu, kami menyadari bahwa mungkin terdapat banyak kesalahan baik dari
penulisan ataupun dalam penyusunannya.Karena itu, kritikan dan saran dari teman-teman
mahasiswa dan dosen pengajar sangat diharapkan demi penyempurnaan makalah ini.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................3
BAB 1 : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................6
C. Tujuan..............................................................................................6
D. Manfaat…………………………………………………………....7
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................18
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan tidur merupakan faktor yang penting bagi kualitas hidup seseorang
(Kozier et.al., 2011). Tidur merupakan suatu keadaan yang berulang-ulang dimana terjadi
perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Tidur melibatkan
serangkaian urutan yang diatur oleh aktivitas fisiologis yang sangat terintegrasi dengan
sistem saraf pusat (Potter & Perry, 2006). Manusia membutuhkan tidur untuk berbagai
alasan seperti untuk mengatasi stres sehari-hari, untuk mencegah kelelahan, untuk
mengumpulkan energi, untuk memulihkan pikiran dan tubuh, dan untuk menikmati hidup
secara penuh (Kozier et.al., 2011).
Tidur berkontribusi dalam menjaga kondisi fisiologis dan psikologis tubuh (Potter
& Perry, 2010). Menurut Bansil et.al. (2011), tidur merupakan hal yang penting yang
berkontribusi terhadap status kesehatan yang optimal dan terhadap tanda-tanda vital. Tidur
yang nyenyak bermanfaat untuk mempertahankan fungsi jantung, dimana denyut jantung
berdetak 10-12 kali lebih lambat dalam setiap menit atau 60-120 kali lebih sedikit dalam
setiap jam (Potter & Perry, 2010).
Setiap individu memiliki kebutuhan tidur yang berbeda baik dalam kuantitas
maupun kualitas (Potter & Perry, 2010). Kualitas tidur mengacu pada keadaan dimana
tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran disaat
terbangun (Khasanah, 2012). Hasil penelitian Magrifah (2016) melaporkan hubungan
antara kualitas tidur dengan tekanan darah sistolik dan
4
diastolik dengan nilai p-value sebesar 0,001. Hasil penelitian juga menunjukkan terdapat
perbedaan antara kualitas tidur dengan tekanan darah sistolik dengan nilai p-value sebesar
0,002 dan kualitas tidur dengan tekanan darah diastolik dengannilai p-value sebesar
0,001.Setiap individu membutuhkan jumlah yang berbeda untuk tidur dan istirahat
berdasarkan tingkat perkembangannya. Orang dewasa memiliki kebutuhan tidur sekitar 6-8
jam (Potter & Perry, 2010 ; Kozier et.al., 2011). Kebutuhan tidur yang tidak terpenuhi akan
mengakibatkan beberapa gangguan dalam tubuh (Potter & Perry, 2010). Menurut penelitian
Lu et.al. (2014), seseorang dengan ketidakcukupan waktu tidur sering kali memiliki kualitas
tidur yang buruk, dimana kualitas tidur yang sangat buruk dengan nilai OR (oddsratios) 2,32
dan durasi tidur <6 jam dengan nilai OR (odds ratios) 2,38merupakan salah satu faktor
penyebab dari hipertensi. Berdasarkan penelitian Lumantow, dkk (2016), menunjukkan
kualitas tidur memiliki hubungan dengan tekanan darah dengan nilai p-value sebesar 0,000
dimana kualitas tidur yang buruk berpengaruh terhadap terjadinya prehipertensi pada remaja.
Menurut Shittu et.al. (2016), kualitas tidur yang buruk memiliki dampak negatif
yang besar terhadap status kesehatan jangka panjang, dimana dari hasil penelitiannya
didapatkan bahwa kualitas tidur yang buruk dapat memengaruhi terjadinya peningkatan
tekanan darah (p-value 0,002), peningkatan body massindex (p-value 0,045), dan
terjadinya depresi (p-value 0,000). Terjadinyapeningkatan tekanan darah disebabkan oleh
kondisi kurang tidur yang dapat memengaruhi keseimbangan hormon kortisol (hormon
penanda stres). Ketidakseimbangan hormon kortisol akan menyebabkan
ketidakseimbangan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal salah satunya adalah
katekolamin yang terdiri dari epinefrin dan noreprinefrin yang bekerja pada saraf simpatis
yang menyebabkan vasokontriksi vaskuler (Potter & Perry, 2010 ; Smeltzer & Bare,
2013).Hasil penelitian Yaqin (2016) berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya,
dimana pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan
darah sistolik maupun diastolik pada mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan dengan
nilai p-value 0,05. Penelitian Bansil et.al. (2011) menunjukkan bahwa hubungan antara
kombinasi masalah tidur yang terdiri dari gangguan tidur, durasi tidur yang pendek, dan
kualitas tidur yang buruk memiliki hubungan yang lebih signifikan dengan hipertensi
dengan nilai OR (odds ratios) sebesar 1,84. Sedangkan hubungan kualitas tidur yang buruk
dengan hipertensi hanya memiliki nilai OR (odds ratios) sebesar 1,03.
Hipertensi merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Brunner dan Suddarth’s,
2010). Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala-gejala yang ditimbulkan dapat
bermacam-macam dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-gejala yang
ditimbulkan antara lain sakit kepala atau rasa berat di tengkuk, vertigo, jantung berdebar-
debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan
(Kemenkes, 2014). Hipertensi adalah faktor yang berkontribusi terhadap kematian akibat
stroke dan infark miokard (Potter & Perry, 2010). Tekanan darah yang tinggi tidak dapat
diabaikan begitu saja kerena dapat menimbulkan komplikasi. Semakin tinggi tekanan
dalam pembuluh darah, maka semakin keras jantung harus bekerja untuk memompa darah.
Apabila dibiarkan tidak terkendali, hipertensi dapat menyebabkan serangan jantung,
pembesaran jantung dan gagal jantung. Dalam pembuluh darah dapat terbentuk tonjolan
5
(aneurisma) dan dapat membentuk thrombus yang dapat menyumbat aliran darah. Tekanan
di dalam pembuluh darahjuga dapat menyebabkan darah bocor keluar ke otak yang
menyebabkan terjadinya stroke. Hipertensi dapat juga menyebabkan gagal ginjal,
kebutaan, pecahnya pembuluh darah dan gangguan kognitif (WHO, 2013).
Menurut Nwankwo et.al. (2013), terdapat 29,1% penduduk dewasa Amerika
Serikat yang berusia ≥18 tahun menderita hipertensi. Data tersebut didapatkan bersadarkan
survei NHANES dari tahun 2011-2012 dengan didapatkan hasil jumlah penderita laki-laki
sebanyak 29,7% dan perempuan sebanyak 28,5%. Prevalensi hipertensi di Indonesia
menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 adalah sebesar 25,8% penduduk
Indonesia menderita penyakit hipertensi. Apabila saat ini penduduk Indonesia sebesar
252.124.458 jiwa, maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi. Dalam hal ini
perempuan memiliki jumlah yang lebih besar yaitu 28,8%, sedangkan laki-laki sebesar
22,8%. Dimana hasil tertinggi terdapat pada provinsi Bangka Belitung (30,9%), diikuti
Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%), dan Jawa Barat sebesar 29,4%
(Riskesdas, 2013).
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki prevalensi penderita hipertensi
sebesar 25,7% (Riskesdas, 2013). Berdasarkan profil kesehatan dinas kesehatan provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2016, prevalensi penderita hipertensi tertinggi tahun
2015 terdapat di kabupaten Sleman yaitu sebesar 33,22%. Menurut laporan kasus
kesakitan di dinas kesehatan kabupaten Sleman, penderita hipertensi tahun 2015 sebanyak
73.974 jiwa.
Berdasarkan data-data yang didapatkan oleh peneliti, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada pasien
hipertensi primer di Puskesmas lubuklinggau.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: “Apakah terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah
pada pasien hipertensi primer di Puskesmas Gamping 1 Sleman?”
C. Tujuan Penelitiaan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah diketahui hubungan antara kualitas tidur
dengan tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas lubuk linggau.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui gambaran kualitas tidur pasien hipertensi di Puskesmas lubuklinggau.
b. Diketahui gambaran tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas
lubuklinggau.
c. Diketahui distribusi frekuensi usia dan jenis kelamin responden.
d. Diketahui besar dan arah korelasi dari kualitas tidur dengan tekanan darah pada
pasien hipertensi di Puskesmas lubuklinggau.
6
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya ilmu pengetahuan
di bidang keperawatan tentang hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah,
khususnya pada pasien hipertensi primer.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan referensi dalam melakukan
penelitian yang berkaitan dengan kualitas tidur
b. Bagi Puskesmas Gamping 1
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam memberikan pendidikan
kesehatan tentang modifikasi gaya hidup seperti membatasi kebiasaan merokok dan
konsumsi kafein yang dapat mengakibatkan kesulitan tidur yang akan berdampak buruk
terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi.
c. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang kualitas tidur yang
baik sehingga dapat mengubah kebisaaan tidur yang kurang baik pada pasien hipertensi
agar tidak memperburuk kondisinya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tekanan Darah
8
terjadi karena jantung membutuhkan kekuatan yang lebihuntuk menggerakkan cairan yang
pekat melalui system sirkulasi.
e.Elastisitas dinding pembuluh darah
Arteri merupakan jaringan yang elastis yang mempunyai kemampuan meregang/ memanjang
dan membesar/ menggelembung. Makin elastis, makamakin kecil tekanan yang diperlukan
karena resistensi makin kecil. Seiring dengan bertambahnya usia, maka dinding arteriole
menjadi lebih elastis, yangmana mengganggu kemampuan elastisitas pembuluh darah untuk
meregang/memanjang dan membesar
3.Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Menurut (Audrey, Berman dkk.2009). ada 9 faktor yang mempengaruhi tekanan darah:
a. Usia
Bayi baru lahir memiliki tekanan sistolik rata-rata 73 mmHg. Tekanan sistolik dan diastolik
meningkat secara bertahap sesuai usia hingga dewasa. Pada lansia, arterinya lebih keras dan
kurang fleksibel terhadap tekana darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan sistolik. Tekanan
diastolik juga meningkat karena dinding pembuluh darah tidak lagi retraksi secara fleksibel
pada penurunan takanan darah.
b. Jenis Kelamin
Wanita umumnya memiliki tekanan darah lebih rendah daripada pria yang berusia sama, hal
ini lebih cenderung akibat variasi hormon. Setelah menopause,wanita umumnya memiliki
tekanan darah yang lebih tinggi dari sebelumnya.
c. Olahraga/ Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik meningkatkan tekanan darah. Untuk mendapatkan pengkajian yang dapat
dipercaya dari tekanan darah saat istirahat, tunggu 20 hingga 30 menit setelah berolahraga.
d. Obat-obatan
Ada banyak obat dapat meningkatkan atau menurunkan tekanan darah.
e. Stress
Stimulasi sistem saraf simpatis meningkatkan curah jantung dan vasokontriksi arteriole,
sehingga meningkatkan hasil tekanan darah.
f. Ras
Pria Amerika Afrika berusia di atas 35 tahun memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari
pada pria Amerika Eropa yang memiliki usia yang sama.
g. Obesitas
Obesitas baik pada masa anak-anak maupun dewasa merupakan faktor predisposisi
hipertensi.
h. Variasi Diurnal
Tekanan darah umumnya paling rendah pada pagi hari, saat laju metabolisme paling rendah,
kemudian meningkat sepanjang hari dan mencapai puncaknya pada akhir sore atau awal
malam hari.
i. Demam/ Panas/ Dingin
Demam dapat meningkatkan tekanan darah karena peningkatan laju metabolisme. Namun,
panas eksternal menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah. Dingin
menyebabkan vasokontriksi dan meningkatkan tekanan darah.
9
4. Lokasi Pemeriksaan Tekanan Darah
Pemeriksaan tekanan darah biasanya pada lengan tangan dengan menggunakan arteri
brakhialis dan stetoskop standar. Pengkajian tekanan darahpada paha dengan menggunakan
arteri popliteal biasanya diindikasikan padasituasi di bawah ini: (Audrey, Berman dkk. 2009).
a. Tekanan darah tidak dapat diukur pada kedua lengan (misalnya, karena luka bakar, trauma
atau mastektomi bilateral).
b. Tekanan darah disatu sisi paha harus dibandingkan dengan paha di sisi lainnya.
c. Manset tekanan darah terlalu lebar untuk eksremitas atas.
Perkiraan tekanan darah normal berdasarkan kelompok usia (Eviana S dan Deswani Kasim,
2012) :
10
kelelahan, gaya hidup, stress emosional, alkohol,diet, merokok dan medikasi (Mubarak &
Chayatin, 2007).
a. Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi pola tidur diantaranya adalah asma, penyakit jantung
koroner, hipertensi dan diabetes. Diabetes dan gangguan tidur saling berhubungan dimana
diabetes dapat menyebabkan gangguan tidur dan sebaliknya beberapa penelitian
menunjukkan bahwa tidur yang kurang akan meningkatka resiko mangalami diabetes.
b. Lingkungan
Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk tidur. Pada lingkungan
yang tenang memungkinkan seseorang dapat tidur dengan nyenyak, sebaliknya lingkungan
yang ribut, bising dan gaduh akan menghambat seseorang untuk tidur (Mubarak & Chayatin,
2007).
c. Kelelahan
Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan tingkat
menengah orang dapat tidur dengan nyenyak, sedangkan pada kelelahan yang berlebihan
akan menyebabkan periode tidur REM lebih pendek (Mubarak & Chayatin, 2007).
d. Gaya hidup
Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bisa tidur pada
waktu yang tepat (Mubarak & Chayatin, 2007).
e. Sress emosional
Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang. Kondisi ansietas dapat
meningkatkan kadar norepinefrin darah melalui stimulasi system saraf simpatis. Kondisi ini
menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya
terjaga saat tidur (Mubarak & Chayatin, 2007).
f. Stimulan dan alkohol
Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat merangsang SSP sehingga dapat
mengganggu pola tidur. Sedangkan konsumsi alkohol yangberlebih dapat mengganggu siklus
tidur REM (Mubarak & Chayatin, 2007).
g. Diet
Makanan yang banyak mengandung L-Triptofan seperti keju, susu, daging dan ikan tuna
dapat menyebabkan seseorang mudah tidur. Sebaliknya, minuman kafein maupun alkohol
akan mengganggu tidur (Mubarak & Chayatin, 2007).
h. Merokok
Kadar nikotin yang tinggi menyebabkan peningkatan waktu terjaga dan perilaku agitasi.
Nikotin memiliki waktu paruh sekitar 1-2 jam, individu yang merokok lebih dari 1 batang
dalam beberapa jam menjelang waktu tidur akan mengalami kesuliatan untuk memulai waktu
tidur. Kebiasaan merokok dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan paru
secara permanen sehingga menimbulkan hipoksia. Hipoksia menyebabkan keluhan sehingga
tubuh memerlukan waktu yang lama untuk istirahat (Mubarak & Chayatin, 2007).
i. Obat-obatan
Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek menyebabkan tidur, ada pula yang
sebaliknya mengganggu tidur. Misalnya obat golongan amfetamin akan menurunkan tidur
REM (Mubarak & Chayatin, 2007).
11
3. Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk mempertahankan keadaan tidur dan
untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang seharusnya. Kurang tidur yang
berkepnjangan dapat mengganggu keadaan fisik dan psikis. Dari segi fisik, kurang tidur akan
menyebabkan muka pucat, mata sembab,badan lemas, dan daya tahan tubuh menurun
sehingga mudah terserang penyakit.Sedangkan dari segi psikis, kurang tidur akan
menyebabkan timbulnya perubahansuasana kejiwaan, sehingga penderita akan menjadi lesu,
lambat menghadapirangsangan, dan sulit berkonsentrasi (Kozier, 2004). Kualitas tidur adalah
kepuasan seseorang terhadap tidur, sehinggaseseorang tersebut tidak memperlihatkan
perasaan lelah, mudah terangsanggelisah, lesu, apatis, kehitaman disekitar mata, kelopak
mata bengkak,konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan
seringmenguap (Alimul, 2006). Kualitas tidur adalah suatu keadaan dimana tidur yang
dijalani seorangindividu menghasilkan kesegaran dan kebugaran disaat terbangun, kepuasan
seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah
dan gelisah (Khusnul & Wahyu, 2012).
12
BAB III
KERANGKA KONSEP
Kerangka konseptual adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep
satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari
masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010).
13
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Jenis penelitian kuantitatif. Rancangan penelitian ini menggunakan studi cross
sectional yaitu suatu penelitian yang mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor
resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada
satu waktu. Alat pengumpul data yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur adalah the
Pittsburgh SleepQuality Index (PSQI), dan untuk mengukur tekanan darah menggunakan
Sphygmomano meter dan stethoscope. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita
hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Metro Utara tahun 2016 yang berjumlah
387 kasus.
Sampel yang digunakan sebanyak 197 orang dengan teknik purposive sampling.
Analisis menggunakan uji statistik yaitu RankSpearman’s rho. Analisis ini dilakukan dengan
menggunakan program komputer, keputusan uji statistik menggunakan taraf signifikan
p<0,05.
Tabel 1
Rata rata kualitas tidur.
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa rata-rata kualitas tidur penderita
hipertensi adalah 7,10±2,424. Skor kualitas tidur tertinggi adalah 12 dan terendah adalah 3.
Pada confidence interval 95% diyakini
bahwa rata-rata kualitas tidur penderita hipertensi adalah antara 6,76 sampai dengan 7,44.
Tabel 2
Rata-Rata Tekanan Darah Penderita Hipertensi
Berdasarkan tabel di atas, rata-rata tekanan darah penderita hipertensi adalah 167,31/108,50
mmHg dengan standar deviasi 13,817/10,328. Tekanan darah minimum sistolik adalah 142
14
mmHg, maksimum 2010 mmHg dan tekanan diastolik minimum 90 mmHg, maksimum 135
mmHg. Pada confidence interval 95% diyakini bahwa rata-rata tekanan darah sistolik
penderita hipertensi adalah antara 131,17-143,28 mmHg dan tekanan darah diastolik antara
107,05-109,95 mmHg
.
Tabel 3
Hubungan Kualitas Tidur Dengan Tekanan Darah Penderita Hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas
Purwosari Metro Utara Tahun 2017
B. Pembahasan Penelitian
15
diastolik minimum 90mmHg, maksimum 135 mmHg. Pada confidenceinterval 95% diyakini
bahwa rata-rata tekanandarah sistolik penderita hipertensi adalah antara 131,17-143,28
mmHg dan tekanan darah diastolicantara 107,05-109,95 mmHg.Hipertensi atau penyakit
darah tinggi adalahsuatu keadaan dimana seseorang mengalamipeningkatan tekanan darah di
atas normal yang
ditunjukkan oleh angka sistolik dan angka diastolic pada pemeriksaan tensi darah
menggunakan alat pengukur tekanan darah (Haryono & Setianingsih,2013). Terjadinya
hipertensi karena adanya proses degenerasi sistem sirkulasi yang dimulai dengan
atherosclerosis, yakni gangguan struktur anatomi pembuluh darah perifer yang berlanjut
dengan kekakuan pembuluh darah/arteri. Kekakuan pembuluh darah disertai dengan
penyempitan dan
kemungkinan pembesaran plaque yang menghambat gangguan peredaran darah
perifer.Kekakuan dan kelambanan aliran darah menyebabkan beban jantung bertambah berat
yang akhirnya dikompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang akan
berdampak pada peningkatan tekanan darah dalam system.
16
penelitian di atas dapat dijelaskan bahwa kualitas tidur terbukti memiliki korelasi positif
dengan peningkatan tekanan darah penderita hipertensi. Hal ini dapat terjadi karena tidur
merupakan kondisi fisiologis yang berkontribusi dalam pemulihan kondisi fisik dimana
selama tidur denyut jantung menurun dan dengan menurunnya denyut jantung maka tekanan
darah relatif menurun. Selain itu, tidur juga dapat menjaga pemulihan kondisi psikologis
seseorang dimana selama tidur aktivitas sistem saraf menurun, otak akan menggunakan lebih
sedikit glukosa dan biosintesis katekolamin akan mengalami penurunan sehingga proses
tersebut akan membantu mempertahankan tekanan darah. Sebaliknya, kualitas tidur yang
buruk akan bertindak sebagai stressor pada tubuh dan mengaktifkan sistem simpatik,
akibatnya system rennin-angiotensin-aldosteron atau menakisme hormon yang mengatur
keseimbangan tekanan darah dan cairan dalam tubuh dirangsang, sintesis katekolamin sentral
atau hormon-hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal (hormone epinefrin dan
norepinefrin) akan mengalami peningkatan, hal ini menyebabkan penyempitan pembuluh
darah dan peningkatan denyut jantung.
Dengan adanya penyempitan pembuluh darah serta peningkatan denyut jantung
tersebut maka tekanan darah akan meningkat. Kekuatan hubungan antara kualitas tidur
dengan tekanan darah pada hasil penelitian termasuk dalam kategori sedang yaitu didapatkan
sebesar 0,496 atau berada pada interval koefisien 0,40 sampai 0,599, artinya semakin tinggi
skor kualitas tidur atau semakin buruk kualitas tidur penderita hipertensi maka tekanan
darahnya cenderung akan mengalami peningkatan atau sebaliknya yaitu dengan menurunkan
skor kualitas tidur atau semakin membaiknya kualitas tidur penderita hipertensi maka tekanan
darahnya cenderung akan menurun. Nilai korelasi yang didapatkan pada hasil penelitian ini
menggambarkan bahwa masih terdapat faktor lain yang memiliki peranan penting dalam
meningkatkan tekanan darah selain dari kualitas tidur seperti pola makan yang buruk, berat
badan berlebih/obesitas, aktivitas fisik yang kurang serta berbagai faktor risiko lain yang
tidak dapat diubah seperti usia, jenis kelamin maupun factor keturunan
17
DAFTAR PUSTAKA
Akmarawita (2010) Perubahan Hormon Terhadap Stress. Jurnal Vol. 2. No. 1. Dosen FakultasKedokteran
Universitas Wijaya KusumaSurabaya.
Alodokter (2016) 5 Fakta Hormon Kortisol Yang Wajib Dibaca. Diambil pada 20 November2016 dari
http://www.alodokter.com/5-faktahormon-kortisol-yang-wajib-dibaca
Arifin, Zaenal. (2011). Analisis Hubungan Kualitas Tidur dengan kadar Glukosa Darah pasien Diabetes Mellitus Tipe
2 di RSU Propinsi NTB. Tesis. Magister Ilmu Keperawatan.Universitas Indonesia.
Arikunto, S, (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Asmarita, Intan. (2014). Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di Rumah
Sakit Umum Daerah Karanganyar. Naskah Publikasi. FakultasKedokteran Universitas
MuhammadiyahSurakarta.
Black, M. Joyce, & Hawks, Hokanson, Jane,(2014). Keperawatan Medikal Bedah,Manajemen Klinis untuk hasil
yangdiharapkan. Edisi 8 Buku 2 Bahasa Indonesia, Singapore, Elsevier Pte.Ltd.
18