Anda di halaman 1dari 34

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR DAN TEKANAN DARAH

PADA LANSIA DENGAN PENYAKIT HIPERTENSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Metodologi Penelitian

Disusun Oleh :

SONIATUN NISYA

NIM : 1521212

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) YATSI


TANGERANG 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan judul “Hubungan Antara
Kualitas Tidur dan Tekanan Darah Pada Lansia dengan Penyakit Hipertensi”.

Proposal ini disusun untuk memenuhi tugas mata ajar Metodologi Penelitian. Dalam
penyusunan proposal ini penlis banyak menghadapi hambatan dan kesulitan, namun berkat
bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan
untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Ida Faridah, S.Kp.,M.Kep selaku ketua Stikes YATSI Tangerang.

2. Ibu Ns. Febi Ratnasari, S.Kep., M.Kep selaku Kaprodi Keperawatan.

3. Ibu Ns. Mimi Miftah Mutiara, S.Kep selaku Penanggung Jawab Tingkat III D
Keperawatan.

4. Ibu Yuni Susilowati, M.Pd selaku koordinator mata ajar Metodelogi Penelitian

5. Ibu Nofri Zayani, M.SI selaku koordinator mata ajar Metodelogi Penelitian

Penyusunan proposal ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat
mengharapkan kriik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun.

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan para
mahasiswa/i STIKes Yatsi khususnya.

Tanggerang, Juli 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 3

1.3 Pertanyaan penelitian ......................................................................................... 3

1.4 Tujuan ............................................................................................................... 4

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tidur ..................................................................................................... 5

2.2 Konsep Tekanan Darah Pada Penyakit Hipertensi ............................................. 10

2.3 Hubungan Kulalitas Tidur Dengan Tekanan Darah ........................................... 17

BAB III KERANGKA KONSEP HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep .............................................................................................. 19

3.2 Hipotesis ........................................................................................................... 20

3.3 Definisi Operasional ......................................................................................... 20

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian ............................................................................................... 23

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................. 23

4.3 Populasi dan Sampel .......................................................................................... 23

4.4 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data ............................................................. 24

ii
4.5 Uji Validitas dan Reabilitas .............................................................................. 25

4.6 Pengolahan dan Analisa Data ........................................................................... 26

4.7 Etika Penelitian ................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan tidur merupakan faktor yang penting bagi kualitas hidup seseorang
(Kozier et.al., 2011). Tidur merupakan suatu keadaan yang berulang- ulang dimana
terjadi perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Tidur
melibatkan serangkaian urutan yang diatur oleh aktivitas fisiologis yang sangat
terintegrasi dengan sistem saraf pusat (Potter & Perry, 2006). Manusia membutuhkan
tidur untuk berbagai alasan seperti untuk mengatasi stres sehari-hari, untuk mencegah
kelelahan, untuk mengumpulkan energi, untuk memulihkan pikiran dan tubuh, dan
untuk menikmati hidup secara penuh (Kozier et.al., 2011).

Setiap tahun diperkirakan sekitar 20-25% orang dewasa melaporkan adanya


gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Meskipun
demikian, hanya satu dari delapan kasus yang menyatakan bahwa gangguan tidur
yang dialami telah didiagnosis oleh dokter (Setiabudhi & Hardiwinoto, 2005). Akibat
yang timbul apabila jumlah istirahat dan tidur tidak terpenuhi adalah terjadi
penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi, membuat keputusan, dan berpartisipasi
dalam aktivitas sehari-hari, serta dapat meningkatkan iritabilitas (Potter & Perry,
2006).

Tidur berkontribusi dalam menjaga kondisi fisiologis dan psikologis tubuh


(Potter & Perry, 2010). Menurut Bansil et.al. (2011), tidur merupakan hal yang
penting yang berkontribusi terhadap status kesehatan yang optimal dan terhadap
tanda-tanda vital. Tidur yang nyenyak bermanfaat untuk mempertahankan fungsi
jantung, dimana denyut jantung berdetak 10-12 kali lebih lambat dalam setiap menit
atau 60-120 kali lebih sedikit dalam setiap jam (Potter & Perry, 2010).

Setiap individu memiliki kebutuhan tidur yang berbeda baik dalam kuantitas
maupun kualitas (Potter & Perry, 2010). Kualitas tidur mengacu pada keadaan dimana
tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran disaat
terbangun (Khasanah, 2012).

1
2

Setiap individu membutuhkan jumlah yang berbeda untuk tidur dan istirahat
berdasarkan tingkat perkembangannya. Orang dewasa memiliki kebutuhan tidur
sekitar 6-8 jam (Potter & Perry, 2010 ; Kozier et.al., 2011). Kebutuhan tidur yang
tidak terpenuhi akan mengakibatkan beberapa gangguan dalam tubuh (Potter & Perry,
2010). Menurut penelitian Lu et.al. (2014), seseorang dengan ketidakcukupan waktu
tidur sering kali memiliki kualitas tidur yang buruk, dimana kualitas tidur yang sangat
buruk dengan nilai OR (odds ratios) 2,32 dan durasi tidur <6 jam dengan nilai OR
(odds ratios) 2,38 merupakan salah satu faktor penyebab dari hipertensi. \

Menurut Shittu et.al. (2016), kualitas tidur yang buruk memiliki dampak
negatif yang besar terhadap status kesehatan jangka panjang, dimana dari hasil
penelitiannya didapatkan bahwa kualitas tidur yang buruk dapat memengaruhi
terjadinya peningkatan tekanan darah (p-value 0,002), peningkatan body mass index
(p-value 0,045), dan terjadinya depresi (p-value 0,000). Terjadinya peningkatan
tekanan darah disebabkan oleh kondisi kurang tidur yang dapat memengaruhi
keseimbangan hormon kortisol (hormon penanda stres). Ketidakseimbangan hormon
kortisol akan menyebabkan ketidakseimbangan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
adrenal salah satunya adalah katekolamin yang terdiri dari epinefrin dan noreprinefrin
yang bekerja pada saraf simpatis yang menyebabkan vasokontriksi vaskuler (Potter &
Perry, 2010 ; Smeltzer & Bare, 2013).

Hasil penelitian Yaqin (2016) berbeda dengan beberapa penelitian


sebelumnya, dimana pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara kualitas tidur
dengan tekanan darah sistolik maupun diastolik pada mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan dengan nilai p-value 0,05. Penelitian Bansil et.al. (2011) menunjukkan
bahwa hubungan antara kombinasi masalah tidur yang terdiri dari gangguan tidur,
durasi tidur yang pendek, dan kualitas tidur yang buruk memiliki hubungan yang
lebih signifikan dengan hipertensi dengan nilai OR (odds ratios) sebesar 1,84.
Sedangkan hubungan kualitas tidur yang buruk dengan hipertensi hanya memiliki
nilai OR (odds ratios) sebesar 1,03.

Hipertensi didapatkan dari hasil pengukuran tekanan darah yang dilakukan


dua kali atau lebih (Brunner & Suddarth’s, 2010 ; Wijaya & Putri, 2013). Tekanan
darah sendiri mengacu pada kekuatan dari darah yang bergerak melawan dinding
pembuluh darah (Taylor et.al., 2011). Tekanan darah terdiri dari tekanan sistolik dan
3

diastolik. Tekanan sistolik adalah puncak tekanan maksimum yang dihasilkan saat
ventrikel berkontraksi. Saat ventrikel relaksasi, darah yang tetap berada dalam arteri
menghasilkan tekanan minimal atau tekanan diastolik (Potter & Perry, 2010).

Hipertensi merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah


sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Brunner &
Suddarth’s, 2010). Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala-gejala yang
ditimbulkan dapat bermacam-macam dan hampir sama dengan gejala penyakit
lainnya. Gejala-gejala yang ditimbulkan antara lain sakit kepala atau rasa berat di
tengkuk, vertigo, jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga
berdenging (tinnitus), dan mimisan (Kemenkes, 2014).

Hipertensi adalah faktor yang berkontribusi terhadap kematian akibat stroke


dan infark miokard (Potter & Perry, 2010). Tekanan darah yang tinggi tidak dapat
diabaikan begitu saja kerena dapat menimbulkan komplikasi. Semakin tinggi tekanan
dalam pembuluh darah, maka semakin keras jantung harus bekerja untuk memompa
darah. Apabila dibiarkan tidak terkendali, hipertensi dapat menyebabkan serangan
jantung, pembesaran jantung dan gagal jantung. Dalam pembuluh darah dapat
terbentuk tonjolan (aneurisma) dan dapat membentuk thrombus yang dapat
menyumbat aliran darah. Tekanan di dalam pembuluh darah juga dapat menyebabkan
darah bocor keluar ke otak yang menyebabkan terjadinya stroke. Hipertensi dapat
juga menyebabkan gagal ginjal, kebutaan, pecahnya pembuluh darah dan gangguan
kognitif (WHO, 2013).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan data-data diatas Berdasarkan latar belakang permasalahan yang


telah dipaparkan diatas, maka rumusan dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat
hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah lansia pada penyakit hipertensi"

1.3 Pernyataan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas, maka pertanyaan penelitian


dirumuskan sebagai berikut :

1.3.1 Bagaimana gambaran kualitas tidur pada lansia dengan penyakit hipertensi

1.3.2 Bagaimana gambaran tekanan darah pada lansia dengan penyakit hipertensi
4

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
kualitas tidur dan tekanan darah pada lansia dengan penyakit hipertensi.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahui gambaran kualitas tidur pada lansia dengan penyakit hipertensi.

2. Diketahui gambaran tekanan darah pada lansia dengan penyakit hipertensi.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi STIKes Yatsi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebagai bahan bacaan,


bahan perbandingan dan dapat digunakan sebagai acuan dimasa yang akan
datang, serta dapat dijadikan dokumentasi bagi pihak program studi ilmu
keperawatan STIKes Yatsi.

1.5.2 Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang


kualitas tidur yang baik sehingga dapat mengubah kebisaaan tidur yang kurang
baik pada lansia dengan penyakit hipertensi agar tidak memperburuk
kondisinya.

1.5.3 Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan


pengetahuan peneliti tentang hubungan antara kualitas tidur dan tekanan darah
pada lansia dengan penyakit hipertensi. Sekaligus sebagai bahan masukan atau
sumber data penelitian selanjutnya dan mendorong pihak yang berkepentingan
untuk melakukan penelitian lebih lanjut
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tidur

2.1.1 Definisi Tidur

Tidur merupakan keadaan sementara dari berubahnya kesadaran yang


terjadi untuk sekitar sepertiga dari kehidupan manusia. Tidur dapat
meningkatkan pertumbuhan, pemulihan, dan kesejahteraan kognitif.
Mengurangi waktu tidur total dapat mempengaruhi fungsi endokrin,
metabolik dan orang yang kurang tidur sering mengalami kebingungan,
depresi, halusinansi, dan dalam kasus-kasus ekstrim dapat menyebabkan
kematian selama tidur (Valenti dkk, 2017). Sedangkan Dalam (Guyton, 1986)
Tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana individu dibangunkan oleh
stimulus atau sensoris yang sesuai dapat juga dikatakan sebagai keadaan tidak
sadarkan diri yang relative, bukan hayan keadaan penuh ketenangan tanpa
kegiatan , tetapi merupakan suatu urutan siklus yang berulang, dengan adanya
ciri aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat
perubahan proses fisiologi, dan terjadi penurunan respon terhadap rangsangan
dari luar (Hidayat & Uliyah, 2015).

2.1.2 Fisiologi Tidur

Tidur ialah pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan


mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan
pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur diatur oleh
sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem yang mengatur seluruh
tingkatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan tidur. Pusat pengaturan
aktivitas tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Selain itu
reticular activating system (RAS) berlokasi pada batang otak teratas, dapat
merangsang visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima
stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir.
Pada saat tidur juga kemungkinan disebabkan adanya pelepasan serum
serotonin dari sel khusus yang berbeda di pons dan batang otak tengah, yaitu
bulbar synchronizing regional (BSR), sedangkan pada saat bangun tergantung

5
6

pada saat keseimbangan implus yang diterima di pusat otak dan system limbix.
Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau
perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2013).

2.1.3 Mekanisme Tidur

Ada dua yang mendasari tipe tidur. Pertama, jenis tidur dengan
gerakan mata yang cepat (REM), yang berhubungan degan mimpi aktif, dan
yang kedua yaitu gerakan mata yang tidak cepat (NREM). Antara REM dan
NREM dikendalikan oleh penghambatan timbal balik antara
monaminergikneuron dan beberapa spesifik neoron kolinergik di dalam batang
otak. Neouron kolinergik “REM-on” ini menujukkan hubungan penghambat
timbal balik ke neuron noradrenergic dan serotonergic. Saat tidur REM dipicu,
REM-on cholinergic neurons menjadi maksimal aktif, sementara
noradrenergic dan serotonergic neuronsbecome hampir diam. Peralihan antara
aktivitas dan penghambatan neuron ini menghasilkan bersepeda karakteristik
antara NREM dan REM selama masa tidur. (Carley & Farabi 2016).

a. REM (Rapid Eye Movement)

Ganggun tidur Rapid Eye Movement ( REM ) ditandai dengan


gerakan mata cepat yang dihasilkan oleh ledakan ptot oculomotor, tidur
REM juga ditandai oleh fiturfitur fisiologis dan perilaku lainya, termasuk
amplitudo yang berkurang dan frekuensi 11electrolephalogram yang lebih
cepat (EEG) yang mengigatkan pada saat bangun, amplitudo tinggi dari
gelombang di hippocampal (EEG), penindasan aktif dari aktivitas otot
rangka, otot interna, aktivitas otonom dan pernapasan, fluktusi suhu otak
atau tubuh, dan meningkatkan gairah. Kemudian menyebakan tidur
berbicara, berteriakn dan gerakan tubuh yang kuat atau rumit termasuk
meninju, menendang, duduk, dan bahkan jatuh dari tempat tidur. (Peever
& Fuller, 2017).

b. NREM (Non Rapid Eye Movement)

Menurut (Mubarak, 2007) dalam (Widhiyanti, dkk 2017) Tidur


NREM ialah tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM gelombang
otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang sadar atau tidak tidur.
7

Tanda-tanda tidur NREM antara lain: mimpi berkurang, keadaan istirahat,


tekanan darah turun, kecepatan pernapasan turun, metabolisme turun, dan
gerakan bola mata lambat. Tidur NREM memiliki empat tahap sebagai
berikut : Tahap 1, tahap I ini merupakan tahap transisi di mana seseorang
beralih dari sadar menjadi tidur. Pada tahap ini ditandai dengan seseorang
cenderung rileks, masih sadar dengan lingkungannya. Seseorang yang
tidur pada tahap I ini dapat dibangunkan dengan mudah. Normalnya, tahap
ini berlangsung beberapa menit dan merupakan 5% dari total tidur
(Mubarak, 2007). Tahap II, individu masuk pada tahap tidur, namun masih
dapat bangun dengan mudah. Otot mulai relaksasi. Normalnya, tahap ini
berlangsung selama 10-20 menit dan merupakan 50%-55% dari total tidur
(Mubarak, 2007). Tahap III, merupakan awal dari tahap tidur nyenyak.
Tidur dalam, relaksasi otot menyeluruh dan individu cenderung sulit
dibangunkan. Tahap ini berlangsung selama 15-30 menit dan merupakan
10% dari total tidur (Mubarak, 2007). Tahap IV, tahap IV merupakan
tahap tidur di mana seseorang berada dalam tahap tidur yang dalam atau
delta sleep. Seseorang menjadi sulit dibangunkan sehingga membutuhkan
stimulus. Terjadi perubahan fisiologis, yakni : EEG gelombang otak
melemah, nadi dan pernapasan menurun, tekanan darah menurun, tonus
otot menurun, metabolisme melambat, temperatur tubuh menurun. Tahap
ini merupakan 10% dari total tidur.

2.1.4 Faktor yang Mempegaruhi Tidur

Ada beberapa faktor yang dapat memepengaruhi kualitas tidur yaitu


Faktor fisiologis, psikologis, dan faktor lingkungan sering mengubah kualitas
dan kuantitas tidur. Adapun faktor yang pertama ialah faktor penggunaan Obat
dan subtasni, Obat dan Subtansi ialah Kantuk, insomnia, dan kelelahan sering
terjadi sebagai akibat langsung dari obat umum yang diresepkan. Obat ini
mengubah pola tidur dan menurunkan kewaspadaan di siang hari, yang
kemudian menjadi masalah bagi setiap orang ( Schweitzer,2005). Faktor
kedua Gaya Hidup, Gaya hidup merupakan Rutinitas seseorang dapat
mempengaruhi pola tidur. Seseorang individu yang bekerja secara rotasi
(misalnya, 2 minggu siang hari diikuti oleh 1 minggu malam hari) sering
mengalami kesulitan menyesuaikan perubahan jadwal tidur. Ketiga Pola tidur
8

yang tidak lazim Pada abad sebelumnya jumlah tidur malam yang dibutuhkan
oleh warga Negara AS telah menurun leebih dari 20% ( national Sleep
Fundation, 2003), menunjukkan bahwa banyak orang amerika kurang dan
mengalami kantuk berlebihan di siang hari. Ke empat Stres emosional
Khawatir atas masalah-masalah pribadi atau situasi sering megganggu tidur.
Stres emosional meyebabkan seseorang menjadi tegang dan sering
menyebabkan frustasi ketika tidak dapat tidur. Stress juga menyebabkan
seseorang berusaha terlalu keras untuk tidur, sering terbangun selama siklus
tidur, atau tidur terlalu lama. Stres berkelanjutan juga dapat menyebakan
kebiasaan tidur yang tidak baik. Kelima Lingkungan, Lingkungan fisik dimana
seseorang tidur secara signifikan memengaruhi kemampuan untuk memulai
dan tetap tidur. Ventilasi yang baik sangat penting untuk mendapatkan tidur
yang nyenyak. Ukuran kenyamanan, dan posisi tempat tidur juga dapat
mempengaruhi kualitas tidur. (Potter & Perry, 2010).

2.1.5 Fungsi dan Tujuan Tidur

Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak di ketahui, akan tetapi
diyakini bawha tidur digunkan untuk menjaga keseimbangan mental,
emosional, kesehatan, mengurangi stres pada paru, kardiovaskular, endokrin,
dan lain-lain. Energi disimpan selama tidur sehingga dapat diarahkan kembali
pada fungsi seluler yang penting. Secara umum terdapat dua efek fisiologis
dari tidur yaitu pertama, efek pada sistem saraf yang diperkirakan dapat
memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan di antara berbagai susunan
saraf, dan yang kedua efek pada struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran
dan fungsi dalam organ tubuh karena selama tidur terjadi penurunan ( Hidayat
& Uliyah 2015).

2.1.6 Kebutuhan Tidur

Kebutuhan tidur berubah seiring bertambahnya usia. Orang yang


berbeda memiliki kebutuhan tidur yang berbeda. Kebtuhan tidur sesuai dengan
usia dijelaskan dalam tabel 1.1 sebagai berikut:

Tabel 1.1 Kebutuhan Tidur Manusia Berdasarkan Usia


9

Usia Tingkat Jumlah Kebutuhan


Perkembangan Tidur
0-1 bulan Masa neonates 14-18 jam/hari
1-18 bulan Masa bayi 12-14 jam/hari
18 bulan- 3 tahun Masa anak-anak 11-12 jam/hari
3-6 tahun Masa prasekolah 11 jam/hari
6-12 tahun Masa sekolah 10 jam/hari
12-18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari
18-40 tahun Masa dewasa muda 7-8 jam/hari
40-60 tahun Masa paruh baya 7 jam/hari
60 tahun keatas Masa dewasa tua 6 jam/hari
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2005)

2.1.7 Gangguan Tidur

Gangguan tidur terdiri dari beberapa macam seperti ; insomnia,


parainsomnia, gangguan irama sirkandian, Obstructive Sleep Apnea (OSA).
Adapun penjelasan insomnia merupakan salah satu keluhan gangguan tidur
yang paling umum pada populasi manusia di seluruh dunia, didefinisikan
sebagai kesulitan tidur (insomnia), mempertahankan tidur (sleep maitntenace
insomnia) atau kualitas tidur yang buruk meskipun memiliki tidur yang cukup
dan menyebabkan gangguan tidur pada siang hari (Walia & Mehra, 2016).
Parainsomnia merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-
kejadian episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada
waktu antara bangun dan tidur. Faktor utama presipitasi terjadinya
parainsomnia yaitu, meminum alcohol, kurang tidur (sleep deprivation), stress
psikososial (Japardi, 2002). Gangguan irama Sirkadian yaitu Gangguuan tidur
dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang dikehendaki,
walaupun jumlah tidurnya tetap. Gangguan ini berhubungan dengan tidur
sirkandian normal. Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkandian
antara lain tempratur badan, plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi.
Dalam keadaan normal fungsi irama sirkandian mengatur siklus biologi irama
tidur-bangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua petiga untuk
bangun/aktivitas. Siklus irama sirkandian ini dapat mengalami gangguan,
apabila irama tersebut mengalami pergeseran (Japardi, 2002). Obstructive
10

Sleep Apnea (OSA) merupakan gangguan kronis pada sistem pernapasan


bagian atas yang ditandai dengan kolaps berulang pada saluran napas atas saat
tidur. Dapat menyebabkan hipoksemia, peningkatan overdrive simpatik,
peningkatan tekanan darah, dan peningkatan kadar karbon dioksida dalam
darah. Hipoksia yang dihasilkan terkait dengan berbagai masalah yang berasal
dari stress oksidatf dan terkait dengan bebrapa morbiditas kardiovaskular serta
kematian terkait arteri dan seua penyebab OSA. OSA berkaitan erat dengan
sindrom metabolik, yang meliputi obesitas, hiperlipidemia, hipertensi, dan
diabetes (Libman dkk, 2017).

2.1.8 Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan gabungan dari indeks tidur, termasuk durasi


tidur dan adanya masalah tidur, yang dapat diukur secara obyektif (misalnya,
polysomnography atau actigraphy) atau secara subjektif (misalnya, buku
harian tidur atau survei yang dilaporkan sendiri). Kualitas tidur obyektif
dikategorikan ke dalam satu set indeks termasuk terbangun, jumlah dan
persentase tahapan tidur, latency gerakan rapideye, jumlah apnea atau
hypopnea, dan gerakan tidur secara berkala (Kenneth Lo dkk, 2017).

2.1.9 Pengukuran Kualitas Tidur

Alat yang di gunakan untuk mengukur kualitas tidur yaitu kuesioner


Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), PSQI merupakan salah satu instrument
untuk mengukur kualitas tidur. PSQI mengukur tujuh indikator kualitas tidur
seperti : kulitas tidur subyektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi kebiasaan
tiur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan gangguan atau keluhan saat
bangun tidur (Fardiani dkk, 2017).

2.2 Konsep Tekanan Darah Pada Penyakit Hipertensi

2.2.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi didefinisikan sebagai tekanan


darah arteri tinggi yang tidak normal. Menurut Komite Bersama Nasional 7
(JNC7), tekanan darah normal adalah tekanan darah sistolik <120 mmHg dan
TD diastolik <80 mm Hg. Hipertensi didefinisikan sebagai tingkat tekanan
11

darah sistolik ≥140 mmHg dan / atau tingkat TD diastolik ≥ 90 mmHg. (Singh
dkk, 2107).

2.2.2 Etiologi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang


beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui
(essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat di kontrol.Kelompok lain dari populasi dengan
persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai
hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun
eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi
pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial. (Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan 2006).

2.2.3 Klasifikasi Hipertensi

Pedoman batasan tekanan darah tinggi kini diperbarui. Selama


bertahun-tahun, hipertensi diklasifikasikan sebagai tekanan darah ≥140/90
mmHg, namun pedoman terbaru mengklasifikasikan hipertensi ≥130/80
(American heart association, 2017). Dijelaskan pada tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2. 1 Klasifikasi Hipertensi Menurut American Heart Association


2017

Kategori Tekanan Sistolik Diastolik


Darah
Normal <120 mmHg <80 mmHg
Tinggi 120-129 mmHg <80 mmHg
Hipertensi Tingkat 1 130-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi Tingkat 2 <140 mmHg >90 mmHg
Kritis Hipertensi Sistolik Diastolik
Urgensi Hipertensi >180 mmHg >120 mmHg
Emergensi Hipertensi >180 mmHg + >120 mmHg+kerusakan
12

kerusakan organ organ

2.2.4 Jenis-Jenis Hipertensi

a. Hipertensi Esensial (primer)

Hipertensi esensial dapat juga disebut hipertensi primer atau


hipertensi idiopatik adalah jenis hipertensi yang paling umum, yang
mempengaruhi 95% pasien hipertensi, cenderung menjadi familial dan
kemungkinan menjadi konsekuensi dari interaksi antara faktor lingkungan
dan genetik. Prevalensi hipertensi esensial meningkat seiring usia, dan
individu dengan tekanan darah yang relatif tinggi pada usia yang lebih
muda berada dipeningkatan risiko untuk perkembangan hipertensi
selanjutnya dan membuat mereka sangat menderita. Hipertensi
meningkatkan risiko kejadian serebral, jantung, dan ginjal (Nandhini.S,
2014).

b. Hipertensi skunder

Hipertensi sekunder didefinisikan sebagai hipertensi yang terjadi


karena faktor yang dapat dideteksi. Pada populasi pasien tekanan darah >
140/90 mmHg), prevalensi hipertensi sekunder adalah 5-10%. Bentuk
paling umum dari hipertensi sekunder adalah hipertensi renoparenchymal,
hipertensi renovaskular, hipertensi karena aldosteronisme primer,
pheochromocytoma dan sindrom Cushing (Jacovic dkk, 2015).

c. Hipertensi pulmonal

Hipertensi pulmonal (PH), didefinisikan sebagai peningkatan


tekanan arteri pulmonalis (mPAP) ≥25 mmHg, merupakan komplikasi
umum penyakit paru kronis (CLD). PH sering berkembang menjadi gagal
jantung kanan (RHF), dengan hipertrofi ventrikel kanan awal (RV)
hipertrofi menjadi kelelahan oleh peningkatan kebutuhan sistolik,
sementara fungsi sistolik ventrikel kiri (LV) tetap dipertahankan. Istilah
"cor pulmonale" telah digunakan untuk menggambarkan bentuk RHF dan
hipertrofi (Bossone dkk, 2013).
13

2.2.5 Faktor Resiko Hipertensi

Hipertensi pada dasarnya tidak mempunyai penyebab yang spesifik,


hipertensi terjadi sebagai respon dari meningkatnya cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer namun ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya hipertensi antara lain :

a. Genetic faktor genetic, pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga


tersebut mengalami hipertensi hal ini dikarenakan peningkatan kadar
sodium intraseluler dan minimalnya rasio antara potassium terhadap
sodium individu dengan orang tua yang mengalami hipertensi mempunyai
resiko dua kali lebih besar untuk mengalami hipertensi juga dibandingkan
dengan orang yang tidak mempunyai riwayat keluarga hipertensi, selain itu
sekitar 70-8% kasus hipertensi esensial dalam riwayat hipertensi keluarga (
Nuraini, 2015).

b. Obesitas, diartikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan dan


dapat merusak kesehatan (Ellulu dkk,2014). Obesitas merupakan salah
satu faktor dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi tekanan darah,
sebagian peneliti menitik beratkan patofisiologinya pada 3 hal utama yaitu
adanya gangguan sistem otonom dimana terjadi peningkatan sensitifitas α
adrenergik vaskular sehingga meningkatkan tonus α adrenergik, resistensi
insulin dihubungkan dengan pengaktifan sistem sistem saraf simpatis serta
abnormalitas dari fungsi pembuluh darah dimana pengeluaran
proinflamatori dan prothombotik, yang mengindikasikan adanya gangguan
fungsi vaskular yang mengarah kepada hipertensi (Ratulangi dkk, 2016).

c. Merokok, dapat menyebabkan hipertensi akibat zat-zat kimia yang


terkandung di dalam tembakau yang dapat merusak lapisan dalam dinding
arteri, sehingga arteri lebih rentan terjadi penumpukan plak
(arterosklerosis). Hal ini terutama disebabkan oleh nikotin yang dapat
merangsang saraf simpatis sehingga memacu kerja jantung lebih keras dan
menyebabkan penyempitan pembuluh darah, serta peran karbonmonoksida
yang dapat menggantikan oksigen dalam darah dan memaksa jantung
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh (Setyanda dkk, 2015).
14

d. Stress, menurut Muhammad Saleh(2014) dkk dalam Prasetyorini dan


Prawesti (2012) salah satu penyebab peningkatan tekanan darah pada
pasien hipertensi adalah stres. Stres merupakan suatu tekanan fisik maupun
psikis yang tidak menyenangkan, stres dapat merangsang kelenjar anak
ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih
cepat dan kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat.

e. Kuaitas tidur, efek yang disebabkan dari kualitas tidur terhadap hipertensi
telah dipelajari sejak lama, kebiasan dari kualitas tidur yang buruk atau
durasi tidur yang kurang dikaitkan dengan resiko tinggi terjadinya
hipertensi pada populasi umum dan kualitas tidur atau durasi tidur yang
tepat akan memberikan faktor perlindungan sebanyak 40% dalam
mengurangi kejadian hipertensi (lu dkk,2015).

f. Usia, Hipertensi mempengaruhi 29% orang dewasa di Amerika Serikat.


Prevalensi meningkat secara progresif seiring dengan usia, dari 7% di
antara individu berusia 18 hingga 39 tahun hingga 65% di antara mereka
≥60 tahun (Borzecki dkk, 2006). Tekanan darah akan meningkat seiring
denga bertambahnya usia karena penurunan dari elasitas pembuluh darah
dan penurunan dari berbagai fungsi organ dalam, semakin meningkatnya
usia seseorang maka semakin beresiko terjadi peningkatan tekanan darah
karena adanya proses degenrasi (Hornsten dkk, 2016).

2.2.6 Manisfestasi klinik

Menurut Ardiansyah (2012) muncul setelah penderita mengalami


hipertensi selama bertahun-tahun, gejalanya antara lain :

a. Terjadi kerusakan susunan saraf pusat yang menyebabkan ayunan langkah


tidak mantap.

b. Nyeri kepala oksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena
peningkatan tekanan intrakranial yang disertai mual dan muntah.

c. Epistaksis karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang diderita.

d. Sakit kepala, pusing dan keletihan disebabkan oleh penurunan perfusi


darah akibat vasokonstriksi pembuluh darah.
15

e. Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak hipertensi.

f. Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari peningkatan


aliran darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi oleh glomerulus.

Hipertensi sering ditemukan tanpa gejala (asimptomatik), namun


tanda-tanda klinis seperti tekanan darah yang menunjukkan kenaikan pada dua
kali pengukuran tekanan darah secara berturutan dan bruits (bising pembuluh
darah yang terdengar di daerah aorta abdominalis atau arteri karotis, arteri
renalis dan femoralis disebabkan oleh stenosis atau aneurisma) dapat terjadi.
Jika terjadi hipertensi sekunder, tanda maupun gejalanya dapat berhubungan
dengan keadaan yang menyebabkannya. Salah satu contoh penyebab adalah
sindrom cushing yang menyebabkan obesitas batang tubuh dan striae
berwarna kebiruan, sedangkan pasien feokromositoma mengalami sakit
kepala, mual, muntah, palpitasi, pucat dan perspirasi yang sangat banyak
(Kowalak, Weish, & Mayer, 2011).

2.2.7 Komplikasi

Komplikasi pada penderita hipertensi menurut Corwin (2009)


menyerang organ-organ vital antar lain :

a. Jantung

Hipertensi kronis akan menyebabkan infark miokard, infark


miokard menyebabkan kebutuhan oksigen pada miokardium tidak
terpenuhi kemudian menyebabkan iskemia jantung serta terjadilah infark.

b. Ginjal

Tekanan tinggi kapiler glomerulus ginjal akan mengakibatkan


kerusakan progresif sehingga gagal ginjal. Kerusakan pada glomerulus
menyebabkan aliran darah ke unit fungsional juga ikut terganggu sehingga
tekanan osmotik menurun kemudian hilangnya kemampuan pemekatan
urin yang menimbulkan nokturia.

c. Otak
16

Tekanan tinggi di otak disebabkan oleh embolus yang terlepas dari


pembuluh darah di otak, sehingga terjadi stroke. Stroke dapat terjadi
apabila terdapat penebalan pada arteri yang memperdarahi otak, hal ini
menyebabkan aliran darah yang diperdarahi otak berkurang.

2.2.8 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi

Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi


sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan
nonfarmakologis pada penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan
tekanan darah tinggi dengan cara memodifikasi faktor resiko yaitu :
Mempertahankan berat badan ideal, Mengurangi asupan natrium (sodium),
Aromaterapi (relaksasi), Terapi masase (pijat).

b. Penatalaksanaan Farmakologi

Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013)


merupakan penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :

1. Diuretik (Hidroklorotiazid)

Diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan berlebih


dalam tubuh sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan.

2. Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)

Obat-obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk


menghambat aktifitas saraf simpatis.

3. Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)

Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan


daya pompa jantung, dengan kontraindikasi pada penderita yang
mengalami gangguan pernafasan seperti asma bronkial.

4. Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)


17

Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah


dengan relaksasi otot polos pembuluh darah.

5. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril) Fungsi


utama adalah untuk menghambat pembentukan zat angiotensin II
dengan efek samping penderita hipertensi akan mengalami batuk
kering, pusing, sakit kepala dan lemas.

6. Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)

Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika obat-obatan jenis


penghambat reseptor angiotensin II diberikan karena akan
menghalangi penempelan zat angiotensin II pada reseptor.

7. Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil) Kontraksi jantung


(kontraktilitas) akan terhambat.

2.3 Hubungan Kulalitas Tidur Dengan Tekanan Darah

Dalam penelitian Bansil Et al (2011) bahwa orang dewasa dengan kombinasi


malasah tidur yang tediri dari gangguan tidur, tidur yang pendek, dan kualitas tidur
buruk memiliki resiko 1,84 kali mengalami hipertensi dibandingkan dengan orang
dewasa yang tidak memiliki gangguan tidur, tidur yang pendek, dan kualitas tidur
buruk. Hal ini disebabkan oleh pengaruh mekanisme biologi tubuh saat mengalami
kurang tidur. Kondisi kurang tidur dapat merujuk pada kualitas tidur yang buruk yang
dapat mempengaruhi keseimbangan hormone kortisol dan sistem saraf simpatik
Keidakseimbangan hormone kortisol akan menyebabkan ketidakseimbangan hormon
yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal salah satunya adalah katekolamin yang terdisi
dari epinefrin dan noreprinefrin yang bekerja pada saraf simpatis yang menyebabkan
vasokontraksi vascular. Terjadinya vasokntraksi menyebabkan tekanan prifer
meningkat yang akhirnya dapat meningkatkan tekanan darah. (Potter &perry, 2010
Smeltzer & Bare,2013)

Berdasarkan penelitian Shittu et al (2016), kualitas tidur yang buruk selain


dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah juga memiliki dampak negative
terhadap status kesehatan jangka panjang seperti terjadinya peningkatan Body Mass
Index dan terjadinya depresi pada pada orang dewasa. Kualitas tidu yang buruk dapat
18

mempengaruhi kualitas hidup seseorang serta berhubungan dengan peningkatan angka


mortalitas. Lamanya priode tidur dapat mempengaruhi tingkat mortalitas dimana
angka mortalita terendah pada orang tidur 7 samapai 8 jam di malam hari (Stanley &
Patrecia 2006).
BAB III

KERANGKA KONSEP HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk menguji hubungan
antara kualitas tidur dan tekanan darah pada lansia dengan penyakit hipertensi.

Kualitas Tidur Faktor yang mempengaruhi


:

1. Fisiologis

2. Psikologis
VARIABEL INDEVENDEN 3. Lingkungan

4. Pekerjaan

Kualitas tidur baik kualitas tidur buruk

Lebih dari 8 jam kurang dari 8 jam

1. Penurunan aktivitas
sehari hari
VARIABEL DEVENDEN
2. Rasa lelah dan
lemah

3. Tanda-tanda vital
tidak stabil

Tekanan Darah 4. Dampak psikologis


naik yang negatif seperti
stres, depresi dan
cemas.

19
20

Berdasarkan kerangka konsep di atas tidur dapat dipengaruhi oleh beberapa


fktor seperti : faktor fisiologis, psikologis, dan lingkungan. Tidur dibagi menjadi dua
yaitu kulaitas tidur baik dan kualitas tidur buruk, kualitas tidur dikatakan buruk
apabila seseorang tidur melebihi dari 8 jam dan hemostasis terjaga sedangkan kualitas
tidur di katakana baik apabila kualitas tidurnya kurang dari 8 jam dan hemostasinya
terganggu. Kualitas tidur buruk dapat mempengaruhi penurunan aktivitas sehari hari,
rasa lelah dan lemah, tanda-tanda vital tidak stabil, dampak psikologis yang negatif
seperti stres, depresi dan cemas. Sehingga dapat meningkatkan tekanan darah.

3.2 Hipotesis

Hipotesis di dalam suatu penelitian merupakan jawaban sementara dari


rumusan masalah atau pertanyaan dari penelitian. Hipotesis ialah dugaan sementara
yang memerlukan uji kevalidannya. Yang di maksud uji hipotesis untuk menyiapkan
suatu ilmu yang sudah jelas penguji dan pernyataan secara ilmiah atau telah dilakukan
oleh penelitian sebelumnya ( Nursalam, 2011). Berdasarkan kerangka konsep
penelitian maka hipotesa yang diajukan peneliti sebagai berikut :

H1: ada hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah pada penyakit hipertensi

H0: Tidak ada Hubungan Antara Kualitas Tidur Dengan Tekanan Darah Pada
Penyakit Hipertensi

3.3 Definisi Operasional

Definisi oprasional merupakan suatu istilah ketika variabel-variabel yang


berada dalam penelitian bersipat oprasional. Definisi oprasional ialah sebuah konsep
penelitian yang mash bersifat abstrak menjadi operasional sehingga dapat
memudahkan pengukuran variabel tersebut (Hidayat,2009).

No Variabel Definisi Indikator Alat Ukur Skala Hasil Ukur


Operasional Data
VARIABEL INDEVENNDEN
1 Kualitas Keadaan Responden Kuisioner Ordinal Kualitas
tidur dimana yang PSQI tidur baik
responden memiliki (Pittsh urgh jika skor <5
memiliki gangguan Sleep Kualitas
21

adanya tidur Quality tidur buruk


masalah pada 1. tidur Index ) jika skor >5
durasi tidur secara
dan subjektif
mengalami 2. waktu
masalah pada yang
tidurnya diperlukan
untuk mulai
tidur
3. efisien
waktu
4. gangguan
tidur yang
sering
dialami
pada malam
hari
5. gangguan
obat pada
malam hari
VARIABEL DEVENDEN
2. Tekanan Kondisi Tekanan Tensimeter Ordinal Klasifikasi
darah responden darah diatas hipertensi
yang normal 1. Normal :
mengalami yaitu <120/<80
penekanan 140/90 mmHg
darah sistolik mmHg 2. Tinggi :
>140 mmHg 120-129/80
atau tekanan mmHg
diastolic >90 3. hipertensi
mmHg tingkat 1
:130-
139/80-90
22

mmHg
4. hipertensi
tingkat 2 :
>140/>90
mmHg
5. Urgensi
hipertensi :
>180>120
+kerusakan
organ
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain Penelitian Desain penelitian merupakan struktur penelitian untuk


meningkatkan suatu penelitian dalam mencapai tujuan yang sama. Menetapkan desain
penelitian dilakukan untuk menyelesaikan rumusan hipotesis penelitian ( Lapau,
2012). Dalam penelitian ini, peneliti mengunakan desain penelitian korelasi dengan
menggunakan pendekatan cross sectional yang mana korelasi ialah suatu jenis
penelitian untuk mengkaji sebuah hubungan antara dua variabel atau lebih dan
menguji berdasarkan teori yang sudah ada, sedangkan cross sectional ialah jenis
penelitian yang menekankan waktu pengukuran data variabel independen dan variabel
dependen hanya satu kali dalam satu saat.( Nursalam, 2011).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Mekar Kondang. Waktu pelaksanaan


dalam penelitian ini dilakukan pada Juli – Agustus 2021.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi merupakan suatu wilayah generalisasi yang terdiri dari subjek


atau objek yang memili kualitas serta karakteristik tertentu yang ditetapkan
peneliti untuk dipelajari kemudian di ambil suatu kesimpulan. Populasi ialah
objek keseluruhan penelitian. Populasi juga dapat dikatakan suatu kelompok
elmen atau kasus baik secara individual. Objek atau peristiwa berhubungan
dengan kriteria spesifik (Hamdi dan Bahruddin, 2015). Populasi yang akan
digunakan pada penelitian ini ialah lansia yang mempunyai penyakit
hipertensi.

4.3.2 Sampel

Teknik smpling yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah


simple random sampling atau biasaya disebut sebagai pengambilan sampel
acak secara sederhana. Simple random sampling merupakan cara peneliti

23
24

mengambil sampel dengan memberikan kesempatan yang sama pada populasi.


Peneliti mengambil sampel secara acak dengan cara mengundi anggota
populasi menggunakan Lottery Tehnique (Notoatmodjo 2012). Besar sampel
dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus:

n= N

1=N(d)

Keterangan:

n: besar sampel

N: besar Populasi

d: derajat penyimpangan terhdap populasi yang diinginkan 5% (0,05)


(Sujarweni, 2014)

4.4 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data

Instrument penelitian ialah suatu alat untuk mengukur fenomena-fenomena


yang akan diamati. Jumlah instrument penelitian tergantun pada jumlah penelitian
yang diterapkan oleh peneliti (Hidayat, 2009). Instrument yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu tensimeter untuk mengetahui tingkat tekanan darah lansia dan
kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) untuk mengukur kualitas tidur.

4.4.1 Penilaian Tingkat Tenkana Darah

Menurut American heart association (2017) ada beberapa kategori


untuk penilaian tingkat tekanan darah dijelaskan pada tabel berikut:

Kategori Tekanan Sistolik Diastolik


Darah
Normal <120 mmHg <80 mmHg
Tingi 120-129 mmHg 80 mmHg
Hipertensi tingkat 1 130-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi tingkat 2 >140 mmhg >90 mmHg
Krisis hipertensi Sistolik Diastolik
Urgensi hipertensi >180 mmHg >120 mmHg
25

Emergensi hipertensi >180 mmHg + kerusakan >120 mmHg +


organ kerusakan organ

4.4.2 Kuesioner kualitas Tidur

Kuesioner untuk mengukur kualitas tidur menggunakan Pittsburgh


Sleep Quality Index (PSQI), yang terdiri dari 9 item pertanyaan. Pada variabel
ini menggunakan skala ordinal dengan keseluruhan dari Pittsburgh Sleep
Quality Index (PSQI) ialah 0 sampai dengan 21 yang memproleh 7 komponen
penilaian diantaranya kualitas tidur secara subyektif ( subjective sleep
Quality), waktu yang di perlukan untuk memlulai idur (sleep latecy), lamanya
waktu tidur( Sleep duration), efisien tidur ( habitual sleep Efficiency),
gangguan tidur yang sering dialami pada malam hari ( sleep distribunce),
penggunaan obat untuk membantu tidur ( using medication), dan gangguan
tidur yang sering dilamai pada malam hari( daytime disfunction).

Apabila semakin tinngi skor nilai yang di dapatkan maka semakin


buruk kualitas tidur seseorang. Kuesioner kualitas tidur terdiri dari pertanyaan
terbuka dan tertutup. Pertanyaan untuk nomor 5-8 adalah pertannyan tertutup
masing-masing mempunyai rentang skor yaitu 0-3 yang artinya 0= tidak
pernah dalam sebulan terakhir, 1= 1 kali dalam seminggu, 2= 2 kali dalam
seminggu dan 3 lebih dari 3 kali dalam seminggu. Pertanyaan untuk nomor 9
adalah 0-3 yang artinya 0 sangat baik, 1 cukup baik 2 cukup buruk 3 sangat
buruk.

4.5 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji coba instrument adalah sebagai alat ukur untuk mengukur kelayakan
kousiner, adapun instrument yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

a. Validitas

Validitas merupakan suatu indeks yang membuktikan bahwa alat ukur itu
benar sudah sesusai dalam mengukur (Notoatmodjo, 2012 :164).

b. Realibitas
26

Rebilitas berarti dapat dipercaya, reabilitas adalah alat ukur untuk


mengukur kelayakan dari instrument dan sejauh mana instrument tersebut
dikatakan baik (Arikunto, 2013:221).

4.6 Pengolahan dan Analisa Data

4.6.1 Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan satu rangkaian kegiatan penelitian yang


sangat penting (Hidayat, 2017). Setelah semua data terkumpul, maka
dilakukan analisa data melalui beberapa tahap, yaitu antara lain :

a. Pemeriksaan Data (Editing)

Editing yaitu memeriksa data yang telah dikumpulkan baik berupa


daftar pertanyaan, kartu atau buku register. Kegiatan editing dilakukan
untuk melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner.

b. Pemberian Kode (Coding)

Coding merupakan kegiatan merubah data bebentuk huruf menjadi


data berbentuk angka/bilangan. Kegunaan coding yaitu untuk
mempermudah pada saat analisis data dan mempeercepat pada saat enry
data.

c. Proses Data (Proccessing)

Proccessing data dilakukan dengan cara memasukkan data (data


entry) dari kuesioner ke paket program komputer, dalam penelitian ini
program komputer yang digunakan adalah program SPSS.

d. Pembersih Data (Cleaning)

Cleaning merupakam kegiatan pengecekan kembali data yang


sudah dimasukan (entry), apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan
tersebut dimungkinkan terjadi pada saat kita entry data ke komputer.

4.6.2 Analisa Data

a. Analisis Univariat
27

Analisa univariat adalah analisis satu variabel, yang bertujuan


supaya peneliti dapat mendeskripsikan karakteristik setiap variabel
penelitiannya secara ilmiah baik dalam bentuk tabel maupun grafik
(Nursalam, 2016). Analisa univariat pada penelitian ini adalah distribusi
frekuensi responden berdasarkan usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan
penghasilan.

b. Analisis bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara


variabel yang menggunakan analisis uji korelasi Sperman Rank yang
digunakan untuk mengukur tingat eratnya hubungan antara dua variabel
dengan bersekala ordinal yang akan dibantu menggunakan SPSS for
Windows (Hidayat, 2009)

4.7 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian yang menjadi objek peneliti adalah manusia,


sebagai peneliti, peneliti harus memahami hak dasar manusia, yaitu kebebasan dalam
menentukan dirinya, sehingga penelitian yang akan dilaksanakan benar-benar tidak
bertentangan dengan etik yang ada. Adapun prinsip-prinsip penelitian pada manusia
yang harus dipahami antara lain :

a. Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan adil, untuk memenuhi


prinsip keterbukaan penelitian ini dilakukan secara jujur, hati-hati dan
memperhatikan kecermatan serta ketepatannya. Prinsip keadilan dalam penelitian
ini, peneliti memperhatikan hak subjek untuk mendapatkan perlakuan yang sama,
baik sebelum, selama maupun sesudah berpartisipasi dalam penelitian ini

b. Informed Consent

Informed consent ialah bentuk sebuah persetujuan antara peneliti dan


responden dengan cara memberikan lembar persetujuan yang akan diberikan
sebelum penelitian dilakukan. Tujuan dari onformed consent ini adalah agar
responden mengerti maksud dan tujuan dari penelitian kemudian untuk mengetahui
apa saja dampak dari penelitian, jikaresponden bersedia maka mereka harus
28

menandatangani lembar persetujuan tersebut dan jika responden menolak maka


peneliti harus menghargai ha responden (Hidayat, 2009)

c. Anonymity (tanpa nama)

Masalah dalam etika penelitian ialah masalah yang memerikan jaminan


dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama terang
responden dalam lembar alat ukur dan hanya menuliskn kode pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan (Hidayat, 2009).

d. Confidentiality( kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan


kerahasiaan hasil penelitian baik dala bentuk informasi maupun maslah-masalah
lainnya, semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin akan kerahasiaanya oleh
peneliti (Hidayat, 2009).
Daftar Pustaka

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2011), Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, & Praktik, Edisi 7 volume 1, Alih bahasa Inggris-Indonesia,
Esty Wahyuningsih, dkk, EGC, Jakarta

Magrifah, I. (2016), Hubungan Kualitas Tidur dengan Tekanan Darah pada Mahasiswi
Program Studi S1 Fisioterapi Angkatan 2013-2014 Di Universitas Hasanuddin

Bansil, P., Kuklina, E. V., Merritt, R. K., & Yoon, P. W. (2011), Associations Between Sleep
Disorders, Sleep Duration, Quality of Sleep, and Hypertension: Results From the National
Health and Nutrition Examination Survey 2005 to 2008, The Journal of Clinical
Hypertension, 13, 739-743.

Khasanah, K. (2012), Kualitas Tidur Lansia Balai Rehabilitasi Sosial “MANDIRI”


Semarang, Journal Nursing Studies, 1, 189-196.

Azizah, L. M. (2011), Keperawatan Lanjut Usia, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Lu, K., Chen, J., Wu, S., Chen, J., Hu, D. (2015), Interaction of Sleep Duration and Sleep
Quality on Hypertension Prevalence in Adult Chinese Male, J Epidemiol, 25 (6), 415-422.

Kurnia, J., Mulyadi, & Rottie, J. V. (2017), Hubungan Kualitas Tidur dengan Kadar Glukosa
Darah Puasa pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM
Manado. e-journal Keperawatan (e- Kp), 5, 1.

Setiyorini, Y. (2014), Hubungan Kualitas Tidur dengan Tekanan Darah pada Lansia
Hipertensi di Gamping Sleman Yogyakarta

Nursalam. (2016). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta.

Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapa Meeodologi Penelitian Ilmu Keperawatan :


Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Potter Patricia A, Perry Anne G. (2010). Fundamental Keperawatan. Edisi 7 Buku 2


Penerjemah: Adriana Ferderika & Marina Albar. Singapore : Elsevier
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2006), Fundamental of Nursing, Edisi 4, Salemba Medika,
Jakarta.

Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner & Suddarth Edisi 8
Jakarta : EGC

Hidayat, A.A.A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan san Teknik Analisa Data. Jakarta :
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai