Disusun oleh :
NIM : 17631603
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
d. Lansia Potensial
Yaitu orang lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
e. Lansia Tidak Potensial
Yaitu orang lanjut usia yang tidak berdaya untuk mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung kepada orang lain.
2.1.3. Ciri-ciri Lanjut Usia
Menurut (Darmojo 2004 dalam Emmelia 2017) lanjut usia diartikan
sebagai fase dari menurunnya kemampuan akal dan fisiknya., dan dimulai
dengan adanya perubahan-perubahan di dalam hidup.
(Hurlock 1980, dalam Emmelia 2017) Beberapa ciri-ciri orang lanjut usia,
yaitu :
a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Pemicu kemunduran yang terjadi pada lansia sebagian diakibatkan
oleh faktor fisik maupun psikologis, sehingga setiap lansia
membutuhkan dukungan motivasi karena motivasi berperan penting
dalam kemunduran pada lansia. Contohnya jika lansia memiliki
motivasi yang rendah dalam melakukan sebagian kegiatan maka itu
akan mempercepat proses kemunduran fisik maupun psikologis nya.
Sebaliknya jika lansia itu memiliki motivasi yang kuat/tinggi maka
akan memperlambat proses kemunduran fisik maupun psikologisnya
tersebut.
b. Usia lanjut yang memiliki status kelompok minoritas
Pada kondisi ini diakibatkan oleh sikap sosial masyarakat yang negatif
atau tidak menyenangkan terhadap lansia dan akan berdampak pada
terbentuknya status kelompok minoritas pada lansia.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan
sendiri bukan atas dasar tekanan atau paksaan dari lingkungan.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan buruk dari keluarga atau masyarakat dapat membentuk
perilaku lansia tersebut menjadi buruk karena secara tidak langsung
lansia akan cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk
sehingga akan memepengaruhi perilaku lansia tersebut menjadi buruk.
Faktor biologi
Keluarga / Lingkup
Pengasuh pergaulan/
kelompok
Ekonomi
Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi proses menua masyarakat
(Sumber: Kementrian Kesehatan Republik Indonesi, 2000)
Penuaan dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis (Bandiyah 2009,
dam Emmelia 2017). Penuaan yang terjadi sesuai dengan kronologis usia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses tersebut, yaitu :
a. Hereditas / genetic
Kematian sel semua program kehidupan dikaitkan dengan peran
DNA dalam pengendalian fungsi sel. Secara genetik, pada sel
perempuan ditentukan oleh sepasang kromosom X sedang pada
laki-laki dhanya ditentukan oleh 1 kromosom X. kromosom X
membawa unsur kehidupan, sehingga perempuan berumur panjang
daripada laki-laki.
b. Nutrisi / makanan
Kondisi yang kekurangan atau kelebihan nutrisi dari kebutuhan
akan mempengaruhi atau mengganggu keseimbangan dan
kekebalan.
c. Status kesehatan
Penyakit yang dikaitkan dengan proses penuaan tidak benar-benar
disebabkan oleh proses menua tersebut. Akan tetapi terdapat faktor
luar yang merugikan, yang hidup berkepanjangan.
d. Pengalaman hidup
1. Paparan matahari : kulit yang terkena sengatan matahari
secara langsung akan mudah ternoda oleh flek, kerutan,
dan menjadi kusam.
2. Kurang olahraga : olahraga dapat membentuk otot dan
melancarkan sirkulasi darah.
3. Mengkonsusmsi alcohol : alcohol dapat memperbesar
pembuluh darah kecil pada kulit dan mengakibatkan
peningkatan aliran darah pada dekat permukaan kulit.
e. Lingkungan
Menua merupakan proses alamiah yang tidak dapat dihindari,
namun dengan lingkungan yang positif, status sehat dapat
dipertahankan dalam usia lanjut.
f. Stress
Tekanan hidup dalam keluarga, pekerjaan, maupun masyarakat
dapat mencerminkan bentuk gaya hidup yang mempengaruhi
terhadap proses penuaan.
2.1.6. Perubahan Yang Terjadi pada Lansia
Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada orang lanjut usia meliputi
perubahan fisik, psikososial, dan kognitif.
a. Perubahan fisik
1. Pada kulit : proliferasi epidermal menurun, kelembaban kulit
menurun, supalai darah kekulit menurun, dermis/ kulit menipis,
kelenjar keringat berkurang ditandai dengan (kulit kering,
pigmentasi irregular, kuku mudah patah, kulit berkerut, elastisitas
berkurang, sensitivitas kulit menurun).
2. Pada otot : berkurangnya massa otot, perubahan degenerative
jaringan konektif, osteoporosis, kekuatan otot menurun, endurance
dan koordinasi menurun,ROM terbatas, mudah jatuh/fraktur.
3. Pada persendian : masalah pada persendia terutama pada bagian
tungkai dan lenganyang membuat mereka menjadi sulit bergerak.
4. Pada gigi : gigi menjadi kering, patah dan tanggal, terkadang
memakai gigi palsu.
5. Pada mata : kornea kuning/keruh, ukuran pupil mengecil / atropi
M. Ciliaris, atropi sel-sel fotoseptor, penurunan suplai darah dan
neuron ke retina, pengkapuran lensa, konsekuensi : sensitivitas
pada cahaya meningkat, respon lambat dalam perubahan cahaya,
lapang pandang menyempit/ persepsi perubahan warna, sulit
berkendara dimalam hari.
6. Pada telinga : fungsi pendengaran mulai menurun, ssebagian lansia
ada yang menggunakan alat bantu pendengaran. Penurunan ini bisa
terjadi secara perlahan bahkan cepat tergantung kebiasaan pada
usia muda.
7. Pada sistem pernapasan : napas menjadi lebih pendek sering
tersengal-sengal, hal ini diakibatkan karena terjadinya penurunan
kapasitas total paru-paru, residu volume paru dan menggunakan
oksigen nasal, penggunaan oksigen nasal akan menurunkan
fleksibilitas dan elastisitas paru.
8. Pada saraf otak : mengalami penurunan ukuran, berat dan fungsi.
9. Pada sistem kardiovaskuler : terjadi penurunan elastisitas
pembuluh darah dijantung dan cardiac output menurun.
10. Pada pola tidur : butuh waktu lebih lama untuk tidur, sering
terbangun, mutu tidur jurang, lebih lama berada ditempat tidur.
11. Munculnya penyakit kronis, misalnya diabetes militus (DM),
penyakit kardiovaskular, hipertensi, gagal ginjal, kanker, dan
masalah-masalah lain yang berhubungsn dengan persendian dan
saraf.
2.2 KONSEP KUALITAS TIDUR
2.2.1. Pengertian Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah ukuran dimana seseorang itu mendapat
kemudahan dalam memulai tidur dan untuk mempertahankan tidur,
kualitas tidur esesorang dapat digambarkan dengan lama waktu tidur,
dan keluhan- keluhan yang dirasakan saat tidur ataupun sehabis bangun
tidur. Kebutuhan tidur yang cukup ditentukan selain oleh faktor jumlah
jam tidur (kuantitas tidur), juga oleh faktor kedalaman tidur (kualitas
tidur). Beberapa faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur
yaitu : faktor fisiologis, faktor psikologis, faktor lingkungan, dan gaya
hidup. Dari faktor psikologis berdampak dengan penurunan aktivitas
sehari-hari, rasa lemah, lelah, daya tahan tubuh menurun, dan
ketidakstabilan tanda-tanda vital, sedangkan dari faktor psikologis
menyebabkan depresi, cemas, dan sulit untuk konsentrasi (Potter dan
Perry, 2010).
2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur
Pemenuhan kebutuhan tidur bagi setiap orang berbeda-beda, ada yang
terpenuhi secara baik bahkan sebaliknya. Seseorang bisa tidur ataupun
tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu diantaranya sebagai
berikut: (Chen et al, 2016)
1. Status kesehatan
Seseorang dengan kondisi kesehatan yang memungkinkan atau baik
makan ia dapat tertidur dengan nyenyak. jika sebaliknya kondisi
seseorang yang kurang sehat atau sakit dan terdapat nyeri maka
kebutuhan tidurnya akan tidak terpenuhi dengan penuh atau tidak
nyenyak.
2. Usia lanjut
Pada lansia kualitas tidurnya seringkali berkurang, terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tidur lansia
diantaranya, efek samping dari obat yang dikonsumsi lansia,
gangguan pernapasan dan sirkulasi yang menyebabkan
ketidaknyamanan pernapasan pada lansia, nyeri akibat peningkatan
kekakuan maupun mobilitas, depresi, kehilangan pasangan atau
teman dekat.
3. Lingkungan
Lingkungan dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Pada
lingkungan yang bersih, bersuhu dingin, suasana yang nyaman atau
tidak gaduh, penerangan yang cukup tidak terlalu terang dapat
membuat seseorang tertidur dengan nyenyak. jika sebaliknya
lingkungan kotor, bersuhu panas,suasana yang ramai atau gaduh
dan penerangan yang terlalu terang akan mempengaruhi kualitas
tidur seseorang.
4. Stress psikologis
Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan kualitas tidur
seseorang, karena cemas akan meningkatkan norepineprin darah
melalui sistem saraf simpatis. Zat ini akan mengurangi waktu tidur
pada tahap IV dan REM.
5. Diet
Minuman yang mengandung bnayak kafein maupun alcohol akan
mempengaruhi kualitas tidur seseorang menjadi buruk, sebaliknya
makanan yang mengandung L-Triptofan seperti keju, susu, daging,
dan ikan tuna dapat membuat seseorang mudah tertidur.
6. Gaya hidup
Seseorang yang mengalami kelelahan yang berlebih akan
berpengaruh pada kualitas tidurnya, dan menyebabkan periode tidur
REM lebih pendek
7. Obat-obatan
Beberapa obat yang dikonsumsi terkadang ada yang mempengaruhi
kualitas tidur seseorang. Obat tidur akan berpengaruh pada tahap III
dan tahap IV tidur NREM serta menekan tidur REM.
2.2.3. Jenis-jenis tidur
Asmadi (2013) menyatakan bahwa tidur dapat diklasifikasikan
kedalam dua kategori yaitu dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye
Movement-REM), dan tidur dengan bola mata lambat (Non-Rapid Eye
Movement- NREM).
1. Tidur REM
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur
paradoksial. Hal tersebut berarti seseorang dapat tertidur nyenyak
sekali, namun gerakan kedua bola matanya bersifat sangat aktif.
Tidur REM ini ditandai dengan mimpi, otot-otot kendor, tekanan
darah bertambah, gerakan bola mata cepat (mata cenderung
bergerak bolak-balik), sekresi lambung meningkat, kecepatan
jantung, ereksi penis pada laki-laki yang tidak teratur, suhu dan
metabolisme meningkat. Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan
seseorang mengalami kehilangan tidur REM, seperti cenderung
hiperaktif, emosi sulit dikendalikan, nafsu makan bertambah,
bingung dan curiga (Asmadi, 2013).
2. Tidur NREM
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur
NREM gelombang otak lebih lambat dibandingkan dengan orang
yang sadar atau tidak tidur. Tanda- tanda tidur NREM ini adalah
mimoi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah mrnurun,
kecepatan pernapasan turun, metabolisme turun, dan bola mata
bergerak lambat. Pada tidur NREM ini memiliki empat tahap
masing- masing tahap memiliki pola perubahan aktivitas
gelombang otak (Kozier, 2010).
2. Hipertensi sekunder
Adalah hipertensi akibat dari kelainan penyakit atau obat tertentu
sehingga dapat meningkatkan tekanan darah.
Berikut penyebab dari hipertensi sekunder :
a. Penggunaan kontrasepsi hormonal
Kontrasepsi ini berisi estrogen dan menyebabkan hipertensi
melalui mekanisme renin-aldosteron-mediated volume
expansion. Jika penggunann obat ini berhenti maka tekanan
darah akan kembali normal.
e. Merokok
Merokok menyebabkan tekanan darah meningkat setelah
isapan pertama. Kandungan nikotin pada rokok memicu syaraf
untuk melepaskan zat kimia yang dapat menyempitkan
pembuluh darah dan juga akan meningkatkan tekanan darah.
Tabel klasifikasi tekanan darah usia dewasa (>18 tahun) dan lansia
(Sumber : Potter dan Perry, 1997 dalam Wiria, 2015 )
2.4.4. Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac
output (curah jantung) dengan total tahanan perifer. Cardiac output
diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate
(denyut jantung) . pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh
sistem saraf otonom dan sirkulasi hormone. Empat sistem control
berperan dalam mempertahankan tekanan darah yaitu : baroreseptor
arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan
autoregulasi vaskukar (Udjianti, 2015).
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak di vasomotor, pada medulla diotak. Pusat
vasomotor ini bermula pada jaras 19 saraf simpatis, yang berlanjut
kebawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis
ganglia simpatis ditoraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah
melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Titik neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf syaraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah (Padila, 2013).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan
vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepinefrin, walau tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi (Padila, 2013). Meski etiologi hipertensi belum
diketahui dengan jelas, banyak faktor yang tidak terduga yang
memegang peranan dalam genesis hipertensi seperti yang sudah
dijelaskan dan faktor psikis, sisitem saraf, ginjal, jantung, pembuluh
darah, kortikosteroid, katekolamin, amgiotensin, sodium, dan air
(Syamsudin, 2011).
Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, sehingga dapat
memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah (Padila, 2013).
Vasokonstriksi akan mengakibatkan aliran keginjal mengalami
penurunan, akan menyebabkan pelepasan rennin. Rennin akan
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian akan diubah
menjadi angiotensin II, dan akan memperkuat vasokonstriktor dan
akan merangsang sekresi aldosterone pleh korteks adrenal. Hormone
tersebut menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
yang akan menyebabkan volume intra vaskuler meningkat. Semua
faktor tersebut diatas akan mencetuskan keadaan hipertensi (Padila,
2013).
2.4.5. Tanda dan Gejala Hipertensi
Hipertensi termasuk dalam penyakit yang tidak mennjukkan
gejala atau tanda-tandanya belum jelas sebelum ada perubahan pada
pembuluh darah dijantung,otak atau ginjal. Hipertensi sering disebut
dengan “the silent killer” karena banyak orang yang tidak menyadari
saat tekanan darah mulai meninggi, bahkan sampai stadium yang
mengkhawatirkan. Gejala hipertensi yang dirasakan penderita
anatara lain : sakit kepala, pusing, tengkuk terasa pegal, jantung
berdetak lebih cepat dan berdebar-debar, telinga berdenging
(Agromedia, 2009).
Tanda – tanda klinis dari hipertensi :
1. Hasil pengukuran tekanan darah mengalami kenaikan pada dua
kali pengukuran secara berurutan.
2. Nyeri kepala oksipital
3. Epitaksis mungkin terjadi karena kelainan vaskuler.
4. Bruits, bising pembuluh darah dapat didengar didaerah aorta
abdominalis atau arteri karotis, arteri renalis femoralis, hal
tersebut disebabkan oleh stenosis atau aneurisma).
5. Perasaan pusing, bingung, dan keletihan.
6. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina.
7. Nokturia disebabkan oleh peningkatan aliran darah keginjal dan
meningkatnya filtrasi glomelurus.
8. Edema yang disebabkan peningkatan kapiler darah (Kowalak,
2011).
2.4.6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Non-Farmakologi
Pengobatan yang tidak menggunakan obat- obatan :
1. Diet
Beberapa diet yang dianjurkan yaitu :
a. Diet rendah garam, dengan diet ini bisa
menurunkan tekanan darah pada klien hipertensi
dan juga dapat mengurangi stimulasi sistem renin-
angiotensin sehingga berpotensi sebagai anti
hipertensi. Jumlah asupan natrium / garam yang
dianjurakan adalah 50-100 mmol atau setara dengan
3-6 gram perhari.
b. Diet rendah kolestrol untuk mencegah terjadinya
jantung koroner.
c. Diet kaya buah dan sayur.
2. Olahraga
Olahraga yang teratur contohnya seperti senam,
berjalan, bersepeda, lari-lari kecil. Dengan berolahraga
secara teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali per
minggu dapat menurunkan tekanan darah, olahraga
dapat meningkatkan kadar HDL yang bisa mengurangi
aterosklerosis akibat hipertensi.
3. Gaya hidup
Berhenti merokok dan tidak mengkonsusmsi alcohol,
penting untuk mengurangi efek jangka panjang dari
hipertensi, karena asap rokok dapat menurunkan aliran
darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja
jantung (Reny Yuli, 2014)
b. Penatalaksanaa Farmakologis
1. Terapi oksigen
2. Pemantauan hemodinamik
3. Pemantauan jantung
4. Obat-obatan :
a. Diuretik, bekerja diberbagai mekanisme untuk
mengurangi curah jantung dengan mendorong
ginjal meningkatkan ekskresi garam dan airnya.
b. Antagonis (penyekat) reseptor beta (-blocker)
terutama penyekat selektif, bekerja pada reseptor
beta dijantung untuk menurunkan kecepatan denyut
dan curah jantung.
c. Antagonis reseptor alfa (-blocker) menghambat
reseptor alfa diotot polos vaskuler yang secara
normal berespon terhadap ranfsangan saraf simpatis
dengan vasokonstriksi. Dan akan menurunkan TPR.
d. Vasodilator arteriol langsung dapat digunakan
untuk menurunkan TPR. Misalnya, natrium,
nitroprusida, nikardipin, hidralazin, nitrogliserin
(Brunner & Suddarth, 2002).
2.4.7. Komplikasi
Penyakit hipertensi akan meningkat adanya penyakit kronis.
Penyakit lain yang dapat meningkatkan derajat hipertensi atau
berupa komplikasi dan menyebabkan hipertensi sulit
dikendalikan, yaitu :
a. Kolestrol tinggi. Kadar kolestrol yang tinggi dalam darah
akan meningkatkan pembentukan plak dalam pembuluh
darah arteri. Akibatnya arteri akan menyempit dan sulit
mengembang. Hal ini akan mengakibatkan tekanan darag
meningkat.
b. Diabetes Melitus. Terlalu banyak kadar gula dalam darah
akan merusak organ dan jaringan tubuh sehingga terjadi
aterosklerosis (penyempitan atau penyumbatan arteri), hal
ini akan mempengaruhi tekanan darah.
c. Apnea pada saat tidur (mendengkur). Apnea adalah
gangguan tidur berupa kesulitan bernapas yang terjadi
berulang kali pada saat tidur. Jika pernapasan terhenti maka
pasokan oksigen akan berkurang untuk sementara waktu
yang menyertai apnea dan dapat terjadinya hipertensi.
d. Gagal jantung dan gagal ginjal. Hipertensi yang tidak
terkendali akan menuntut jantung bekerja lebih berat untuk
memompa darah. Indikator lain yang menunjukkan
peningkatan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah
adalah terjadinya perubahan aliran darah dalam retina.,
penebalan bilik kiri jantung, perubahan kadar kreatinin (zat
kimia yang dikeluarkan oleh ginjal) dalam darah, dan
perubahan jumlah protein dalam urine.
e. Gangguan pada sistem kardiovaskular (jantung dan
pembuluh darah), terdiri dari aterosklerosis, ateriosklerosis,
aneurisma, penyakit arteri koronia, hipertrofi bilik kiri dan
gagal jantung.
f. Gangguan pada otak, terdiri dari stroke iskemik dan stroke
hemoregik dan demensia.
g. Gangguan pada mata yaitu kerusakan kornea mata
(Junaedi, 2013).
1. Definisi
2. Batasan Lansia 1. Definisi
3. Ciri-Ciri Lansia 2. Pengukuran TD
4. Teori Proses Menua 3. Faktor Yang
5. Faktor Yang Mempengaruhi TD
Mempengaruhi 4. Penyakit TD
6. Perubahan Yang
Terjadi Pada Lansia
1. Definisi 1. Definisi
2. Faktor-Faktor Yang 2. Etiologi
Mempengaruhi 3. Klasifikasi
Kualitas Tidur 4. Patofisiologi
3. Jenis-Jenis Tidur 5. Tanda Dan Gejala
4. Pengukuran Kualitas 6. Penatalaksanaan
Tidur 7. Komplikasi
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TEKANAN DARAH ;
1. HIPOTENSI
2. NORMAL
Faktor yang
mempengaruhi kualitas
tidur :
1. Status kesehatan
2. Lingkungan
3. Stress
4. Diet
5. Gaya hidup
6. Obat-obatan
Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti
Tanggal Penelitian :
Nama Responden :
Usia Responden :
Petunjuk : Berilah tanda centang (√) pada jawaban yang saudara anggap benar !