Anda di halaman 1dari 22

SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN SEBAGAI

SUMBER DATA SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Matrikulasi Sistem Informasi Kesehatan
Program Studi Profesi Bidan

Dosen Pembimbing:
Siti Saadah Mardiah, SST, MPH

Disusun Oleh:
Nani Muniroh
Nopi Nurlela
Ria Amalia Kusmawati

KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
TASIKMALAYA JURUSAN KEBIDANAN TASIKMALAYA
2023KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, atas karunia dan hidayah-Nya
tim penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul “Sistem
Pencatatan dan Pelaporan sebagai Sumber Data Sistem Informasi Kesehatan”.
Makalah ini dipergunakan untuk memenuhi tugas mata kuliah matrikulasi (Sistem
Informasi Kesehatan) dalam kegiatan pembelajaran Program Studi Profesi Bidan
Poltekkes Tasikmalaya.
Pada kesempatan ini, tim penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada dosen pembimbing Siti Saadah Mardiah, SST, MPH., yang telah
memberikan bimbingan dan arahannya untuk penulisan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Oleh karena itu kami sangat memerlukan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata, kami barharap semoga makalah ini bemanfaat khususnya bagi kami
dan umumnya bagi seluruh mahasiswa dan pembaca. Kami menyadari bahwa
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, untuk itu kami menerima kritik dan saran
yang membangun. Terimakasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Tasikmalaya, 25 Juli 2023

Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa provinsidi
bawah koordinasi dari pemerintahan pusat. Dengan banyaknya provinsitersebut,
maka dalam proses untuk melihat derajat kesehatan dari setiapindividu dalam
populasi tersebut perlu sebuah sistem yang mendukung, yaitu Sistem Informasi
Kesehatan ". Sejak ditetapkannya Indonesia Sehat 2010 sebagi visi Kesehatan, maka
Indonesia telah menetapkan pembaharuan kebijakan dalam pembangunan
kesehatan,yaitu paradigma sehat yang inti pokoknya adalah menekankan pentingnya
kesehatan sebagai hak asasi manusia, kesehatan sebagai investasi bangsa dan
kesehatan sebagai titik sentral pembangunan nasional.
Tujuan pengembangan sistem informasi kesehatan adalah berupaya
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam
mencapai tujuan tersebut diperlukan kebijakan yang proaktif dan dinamis dengan
melibatkan semua sisi baik pemerintah, swasta, dan masyarakat. Penggalian
informasi yang akurat, tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan merupakan sumber
utama dalam pengambilan keputusan dan kebijakan.
Dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan diamanatkan bahwa untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi
kesehatan yang diselenggarakan melalui sistem informasi dan lintas sector. Sering
dengan era desentralisasi berbagai sistem informasi kesehatan telah dikembangkan
baik pemerintah pusat atau daerah, sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah
masing- masing. Selain melaksanakan program pemerintah pusat melalui
kementerian kesehatan, pemerintah daerah juga diberikan otonomi untuk
mengembangkan sisteminformasinya, baik di tingkat dinas kesehatan dan
puskesmas mau pun rumah sakit.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Pencatatan dan pelaporan sebagai sumber data sistem informasi
kesehatan?
2. Apa kelemahan sistem informasi kesehatan?
3. Bagaimana tantangan sistem informasi kesehatan?
4. Bagaimana kondisi positif sistem informasi kesehatan?
5. Bagaimana peluang sistem informasi kesehatan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui standar informasi kesehtan
2. Untuk mengetahui tantangan sistem informasi kesehatan
3. Untuk mengetahui kondisi positif sistem informasi kesehatan
4. Untuk mengetahui peluang sistem informasi kesehatan
BAB II
ISI

A. Pencatatan dan Pelaporan


1. Pengertian
Pencatatan adalah kegiatan atau proses pendokumentasian suatu aktivitas
dalam bentuk tulisan. Pencatatan dilakukan diatas kertas,disket, pita nama dan pita
film. Bentuk catatan dapat berupa tulisan, grafik, gambar dan suara (syahlan : 253).
Sedangkan setiap kegiatan yang dilakukan diakhiri dengan pembuatan
laporan. Laporan adalah catatan yang memberikan informasi tentang kegiatan
tertentu dan hasilnya yang disampaikan ke pihak yang berwenang atau berkaitan
dengan kegiatan tersebut (syahlan: 256).
Pencatatan dan pelaporan adalah indikator keberhasilan suatu kegiatan.
Tanpa ada pencatatan dan pelaporan, kegiatan atau program apapun yang
dilaksanakan tidak akan terlihat wujudnya. Output dari pencatatan dan pelaporan
ini adalah sebuah data dan informasi yang berharga dan bernilai bila menggunakan
metode yang tepat dan benar. Jadi, data dan informasi merupakan sebuah unsur
terpenting dalam sebuah organisasi, karena data dan informasilah yang berbicara
tentang keberhasilan atau perkembangan organisasi tersebut.
Pelaporan merupakan cara komunikasi petugas kesehatan yang dapat
dilakukan baiksecara tertulis maupun lisan tentang hasil dari suatu kegiatan atau
intervensi yang telah dilaksanakan.
a. Laporan Lisan
• Kelemahan: Kemungkinan yang dilaporkan hanyalah hal-hal yangbaik-baik
saja dan bersifat subyektif.
• Keuntungan: Hasil dari kegiatan/intervensi yang telah dilakukandan data
yang telah terkumpul dapat segera ditindaklanjuti dalamwaktu yang lebih
cepat.
b. Laporan Tertulis
• Kelemahan: memakan waktu dan biaya yang lebih.
• Keuntungan: bisa lebih bersifat Objektif dan lebih terperinci sertapelaporan
dapat bersifat positif maupun negative.
2. Manfaat Pencatatan
Manfaat pencatatan adalah sebagai berikut :
a. Memberi informasi tentang keadaan masalah atau kegiatan
b. Sebagai bukti dari suatu kegiatan atau peristiwa
c. Bahan proses belajar dan bahan penelitian
d. Sebagai pertanggungjawaban
e. Bahan pembuatan laporan
f. Perencanaan, pelaksaan, dan evaluasi
g. Bukti hukum
h. Alat komunikasi dalam penyampaian pesan serta mengingatkan kegiatan
peristiwa khusus
3. Bentuk Pencatatan
Bentuk pencatatan berdasarkan isi meliputi :

a. Catatan tradisional : berisi hal-hal yang didengar dan dilakukan oleh


pencatat secara tidak sistematis, tidak lengkap dan biasanya berupa catatan
harian.
b. Catatan sistematis : menggambarkan pola keadaan, masalah dan langkah
pemecahan masalah.
4. Batasan Pencatatan dan Pelaporan
Batasan dari pencatatan dan pelaporan adalah sebagai berikut :
a. Pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan tiap kegiatan bagi tenaga kesehatan
adalah melakukan pencatatan data penyelenggaraan tiap kegiatan bagi tenaga
kesehatan dan melaporkan data tersebut kepada instansi yang berwenang berupa
laporan lengkap pelaksanaan kegiatan dengan menggunakan format yang
ditetapkan
b. Pencatatan dan pelaporan rekapitulasi kegiatan tiap triwulan adalah melakukan
pencatatan data pada semua kegiatan dalam satu triwulan berjalan dan
melaporkan data tersebut dalam bentuk rekapitulasi kegiatan triwulanan kepada
instansi yang berwenang dengan menggunakan format yang ditetapkan.
c. Pencatatan dan pelaporan rekapitulasi kegiatan yang diselenggarakan setiap
triwulan dan tiap tahun adalah pencatatan data untuk semua kegiatan dalam satu
triwulan dan satu tahun berjalan, serta melaporkan data tersebut dalam bentuk
rekapitulasi data kegiatan triwulanan dan tahunan kepada instansi yang
berwenang dengan menggunakan format yang telah ditetapkan.
5. Sistem Pencatatan
Sistem pencatatan secara umum terbagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu Sistem
Pencatatan Tradisional dan Sistem Pencatatan Non-Tradisional.
Sistem Pencatatan Tradisional adalah sistem pencatatan yang memiliki
catatan masing-masing dari setiap profesi atau petugas kesehatan, dimana dalam
sistem ini masing- masing disiplin ilmu (Dokter, Bidan, Perawat, Perawata Gigi,
Epidemiolog, Ahli Gizi dsb) mempunyai catatan sendiri – sendiri secara terpisah.
Keuntungan sistem ini adalah pencatatan dapat dilakukan secara lebih sederhana.
Kelemahan sistem ini adalah data tentang kesehatan yang terkumpul kurang
menyeluruh, koordinasi antar petugaskesehatan tidak ada dan upaya pelayanan
kesehatan secara menyeluruh dan tuntassulit dilakukan.
Sistem Pencatatan Non-Tradisional adalah Pencatatan yang berorientasi pada
Masalah (Problem Oriented Record /POR). Keuntungan system ini adalah
kerjasama antar tim kesehatan lebih baik dan menunjang mutu pelayanan kesehatan
secara menyeluruh.Setiap petugas kesehatan dituntut untuk membuat pencatatan
tentang data kesehatan sebaik mungkin.
6. Mekanisme Kerja Pencatatan dan Pelaporan
Adapun kriteria system pencatatan data kesehatan yang baik mencakup hal
– hal di bawah ini:
a. Pencatatan Harus Sistematis, Jelas, Ringkas dan mengacu pada
respon pasien terhadap kejadian penyakit atau intervensi yang
diberikan.
b. Ditulis dengan Baik dan menghindari kesalahan.
c. Tepat Waktu, ditulis segera setelah tindakan/kegiatan dilakukan.
d. Ditulis secara Terperinci mencakup What, Why, When, Where,
Who dan How
e. Menghindari kata-kata yang sulit diukur
f. Mencantumkan nama jelas dan tanda tangan setelah melakukan
pencatatan.
Pencatatan hasil kegiatan oleh pelaksana dicatat dalam buku-buku register
yang berlaku untuk masing-masing program. Data tersebut kemudian
direkapitulasikan ke dalam format laporan SP3 yang sudah dibukukan. Koordinator
SP3 di puskesmas menerima laporan-laporan dalam format buku tadi dalam 2
rangkap, yaitu satu untuk arsip dan yang lainnya untuk dikirim ke koordinator SP3
di Dinas Kesehatan Kabupaten. Koordinator SP3 di Dinas Kesehatan Kabupaten
meneruskan ke masing-masing pengelola program di Dinas Kesehatan
Kabupaten. Dari Dinas Kesehatan Kabupaten, setelah diolah dan dianalisis dikirim
ke koordinator SP3 di Dinas Kesehatan Provinsi dan seterusnya dilanjutkan proses
untuk pemanfaatannya. Frekuensi pelaporan sebagai berikut: (1) bulanan; (2)
tribulan; (3) tahunan. Laporan bulanan mencakup data kesakitan, gizi, KIA,
imunisasi, KB, dan penggunaan obat- obat.
Laporan tribulanan meliputi kegiatan puskesmas antara lain kunjungan
puskesmas, rawat tinggal, kegiatan rujukan puskesmas pelayanan medik kesehatan
gigi. Laporan tahunan terdiri dari data dasar yang meliputi fasilitas pendidikan,
kesehatan lingkungan, peran serta masyarakat dan lingkungan kedinasan, data
ketenagaan puskesmas dan puskesmas pembantu. Pengambilan keputusan di
tingkat kabupaten dan kecamatan memerlukan data yang dilaporkan dalam SP3
yang bernilai, yaitu data atau informasi harus lengkap dan data tersebut harus
diterima tepat waktu oleh Dinas Kesehatan Kabupaten, sehingga dapat dianalisis
dan diinformasikan (Santoso, 2008).
Untuk pengembangan efektifitas Sistem Informasi Manajemen Puskesmas,
standar mutu (Input, Proses, Lingkungan dan Output) perlu dikaji dan dirumuskan
kembali, masing- masing komponen terutama proses pencatatan dan pelaporannya
perlu ditingkatkan.
7. Pengelolaan Pencatatan dan Pelaporan

Semua kegiatan pokok baik didalam maupun diluar gedung puskesmas,


puskesmas pembantu, dan bidan didesa harus dicatat. Untuk memudahkan dapat
menggunakan formulir standar yang ditetapkan dalam SP2TP. Jenis formulir
standar yang digunakan dalam pencatatan adalah sebagai berikut:
 Rekam Kesehatan Keluarga (RKK)
 Kartu rawat jalan
 Kartu indeks penyakit
 Kartu Ibu
 Kartu anak
 KMS balita, anak sekolah
 KMS ibu hamil
 KMS usia lanjut(USILA)
 Register
Pencatatan register meliputi: Nomor indeks pengunjung puskesmas, Rawat
jalan, Register kunjungan, Register rawat inap, Register KIA dan KB, Register
kohort ibu dan balita, Register deteksi dini tumbuh kembang dan gizi, Register
penimbangan balita, Register imunisasi, Register giz, Register kapsul
beryodium, Register anak sekolah,Sensus harian kunjungan, kegiatan KIA,
imunisasi , dan penyakit.

B. Kelemahan Sistem Informasi Kesehatan


   Dalam pelaksanaannya sistem informasi kesehatan di Indonesia memiliki
permasalahan yang cukup kompleks, Permasalahan mendasar Sistem Informasi
Kesehatan di Indonesia saat ini antara lain :
1. Faktor Pemerintah
a. Standar SIK belum ada sampai saat
b. Pedoman SIK sudah ada tapi belum seragam
c. Belum ada rencana kerja SIK nasional
d. Pengembangan SIK di kabupaten atau kota tidak seragam
2. Fragmentasi
a. Terlalu banyak sistem yang berbeda-beda di semua jenjang administasi
(kabupaten atau kota, provinsi dan pusat), sehingga terjadi duplikasi data, data
tidak lengkap, tidak valid dan tidak conect dengan pusat.
b. Kesenjangan aliran data (terfragmentasi, banyak hambatan dan tidak tepat waktu)
c. Hasil penelitian di NTB membuktikan bahwa : Puskesmas harus mengirim lebih
dari 300 laporan dan ada 8 macam software sehingga beban administrasi dan
beban petugas terlalu tinggi. Hal ini dianggap tidak efektif dan tidak efisien.
d. Format pencatatan dan pelaporan masih berbeda-beda dan belum standar secara
nasional.
3. Sumber daya masih minim
Faktor kelemahan juga merupakan faktor internal sistem informasi kesehatan
nasional. Faktor ini jika tidak diintervensi akan berdampak negatif
pada keberlangsungan sistem informasi kesehatan. Sehingga sedapat mungkin faktor
ini harus diminimalisasi atau diintervensi. Faktor kelemahan kritis yang
diidentifikasi secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Aspek legal masih lemah.
Adanya landasan hukum untuk mendukung keberhasilan berjalannya
sebuah sistem informasi mutlak diperlukan. Hal ini juga merupakan bentuk
komitmen dari seluruh komponen yang terlibat dalam suatu sistem informasi.
Peraturan perundang-undangan untuk penyelenggaraan sistem informasi
kesehatan baik di tingkat transaksi layanan kesehatan maupun di tingkat
pelaporan dirasa masih lemah. Peraturan perundang-undangan yang ada juga
belum secara spesifik menjawab kebutuhan integrasi sistem informasi kesehatan.
Di beberapa kabupaten/kota belum ada landasan hukum yang cukup kuat
untuk mengimplementasi sistem informasi kesehatan di daerah yang seharusnya
berlaku secara terintegrasi.  Walaupun beberapa peraturan
perundangundangan yang ada seperti UU ITE, UU KIP, PP PSTE, PP SIK, dan
lain-lain dapat dijadikan acuan. Namun peraturan perundang-undangan
yang spesifik mengatur secara teknis penyelenggaraan sistem informasi kesehatan
perlu disiapkan seperti peraturan perundang-undangan terkait
rekam medis/kesehatan elektronik.
b. Sistem informasi kesehatan masih terfragmentasi. 
Sebagaimana diketahui bahwa di bidang kesehatan telah berkembang berbagai
sistem informasi sejak lama tetapi satu sama lain kurang terintegrasi. Setiap
sistem informasi tersebut cenderung untuk mengumpulkan data sebanyak-
banyaknya dan langsung dari fasilitas pelayanan kesehatan yang paling bawah
dengan menggunakan cara dan format pelaporan sendiri. Akibatnya setiap
operasional seperti Puskesmas dan Rumah Sakit yang harus mencatat data dan
melaporkannya sehingga Puskesmas dan Rumah Sakit menjadi sangat terbebani.
Dampak negatifnya adalah berupa kurang akuratnya data dan lambatnya
pengiriman laporan.
c. Pendanaan untuk sistem informasi kesehatan di daerah masih terbatas.
Aspek pendanaan dapat dinilai sebagai faktor kekuatan, namun terdapat beberapa
hal yang dapat pula dikategorikan sebagai faktor kelemahan. Alokasi dana untuk
operasional, pemeliharaan, dan peremajaan sistem informasi baik di pusat
maupun di daerah, belum menjadi prioritas penganggaran rutin sehingga
dapat mengakibatkan operasional dan pemeliharaan sistem tidak dapat dilakukan
secara baik untuk menjaga kesinambungan sistem informasi. Kemampuan
pendanaan daerah yang bervariasi dalam memperkuat sistem informasi kesehatan
di daerah berdampak pula pada keberhasilan penguatan sistem informasi
kesehatan secara keseluruhan.
d. Kemampuan daerah dalam pengembangan sistem informasi kesehatan dan
pengelolaan data/informasi yang bervariasi.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar kabupaten/kota dan
provinsi belum memiliki kemampuan yang memadai dalam
mengembangkan sistem informasi kesehatannya, sehingga perlu dilakukan
fasilitasi. Untuk sebagian daerah yang telah memiliki kemampuanpun
tampaknya pengembangan yang dilakukan masih kurang mendasar dan
komprehensif serta belum mengatasi masalah-masalah mendasar dalam sistem
informasi kesehatan. Setiap upaya pengembangan cenderung menciptakan sistem
informasi kesehatan sendiri dan kurang memperhatikan keberlangsungan sistem
dan konsep integrasi sistem untuk efisiensi. Kondisi geografis, khususnya pada
daerah terpencil dan perbatasan juga berdampak pada kemampuan untuk
membangun sistem informasi kesehatan daerah serta optimalisasi pemanfaatan
infrastruktur teknologi informasi dan kemampuan sumberdaya lainnya.
Sementara itu, kemampuan untuk melakukan manajemen data mulai
dari pengumpulan, pengolahan, dan analisis data serta penyajian dan diseminasi
informasi baik di pusat dan daerah masih belum optimal. Kemampuan untuk
menghasilkan indikator dan informasi kesehatan yang valid dan reliabel juga
masih perlu ditingkatkan.
e. Pemanfaatan TIK dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan dan
pengelolaan data yang belum optimal.
Hampir sebagian besar daerah dan pusat telah memiliki infrastruktur TIK
untuk mendukung pelaksanaan sistem informasi kesehatan, namun fasilitas TIK
tersebut belum secara optimal dimanfaatkan. Hal ini dapat disebabkan karena
beberapa faktor, seperti kemampuan sumber daya manusia yang masih terbatas,
tidak berfungsinya perangkat keras dan perangkat lunak aplikasi pengelolaan
data kesehatan, tidak tersedianya prosedur pengoperasian (SOP) atau petunjuk
manual untuk mengoperasikan perangkat keras maupun perangkat lunak aplikasi
pengolahan data. Banyak pula fasilitas komputer dan infrastruktur TIK
yang akhirnya kadaluarsa atau rusak sebelum SIK diimplementasikan. Fasilitas
yang digunakan pada umumnya tidak mempunyai standar minimum kebutuhan
dan cenderung bervariasi baik dalam spesifikasi perangkat keras maupun
perangkat lunaknya. Hal ini dapat mengakibatkan ketidaksesuaian ketika akan
dilakukan integrasi.
f. Kuantitas dan kualitas sumber daya manusia masih rendah.
Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam keberhasilan
implementasi sistem informasi kesehatan. Namun kondisi saat ini baik di pusat
maupun daerah masih terdapat keterbatasan baik dalam hal kuantitas maupun
kualitas tenaga pengelola sistem informasi kesehatan. Selama ini, di beberapa
daerah, pengelola data dan informasi umumnya adalah tenaga yang merangkap
jabatan atau tugas lain, yang dalam kenyataannya mereka tidak dapat sepenuhnya
bekerja mengelola data dan informasi karena insentif yang tidak sesuai sehingga
mereka memilih pekerjaan paruh waktu di tempat lain. Kelemahan ini masih
ditambah lagi dengan kurangnya keterampilan dan pengetahuan mereka di bidang
informasi, khususnya teknologi informasidan pemanfaatannya. Selama ini
sudah terdapat jabatan-jabatan fungsional untuk para pengelola data dan
informasi, seperti pranata komputer, statistisi, epidemiolog, keamanan informasi,
dan seterusnya. Namun belum dimanfaatkan betul.
g. Mekanisme monitoring dan evaluasi masih lemah. 
Kelemahan-kelemahan dan berbagai permasalahan pada penyelenggaraan sistem
informasi kesehatan tentunya dapat diidentifikasi dengan mekanisme monitoring
dan evaluasi serta audit sistem informasi kesehatan. Sayangnya, mekanisme
monitoring dan evaluasi belum ditata dan dilaksanakan dengan baik.
Kekurangan pada sistem informasi administrasi rumah sakit berbasis
komputer yang Kekurangan tersebut antara lain :
1. Terdapat pekerjaan yang sama dikerjakan dua kali yaitu entry data pasien yang
akan rawat inap. Entry data tersebut menggunakan Billing System
kemudian dilakukan pula mencatat data tersebut pada buku.
2. Terkadang komputer tiba–tiba macet atau hang. Dalam kondisi tersebut pegawai
harus mematikan komputer dan menyalakannya lagi, sehingga pekerjaan yang belum
disimpan di lakukan kembali dari awal.
3. Terjadi pemadaman komputer oleh bagian TI untuk dilakukan maintanance rutin.
Pada situasi tersebut kegiatan entry data dilakukan secara manual yaitu pada
kertas kerja atau buku.
4. Lambatnya pelayanan pada saat terjadi pemadaman komputer untuk
dilakukan maintanance rutin, hal ini menyebabkan terjadinya antrian pasien yang
memerlukan tindakan medis dengan segera.
5. Terjadi Nomor Billing atau BRM ganda pasien di karenakan pasien
menghilangkan kartu berobat atau lupa sudah pernah MRS atau tidak.
Berdasarkan
Sistem informasi yang ada saat ini dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Masing-masing program memiliki sistem informasi sendiri yang belum terintegrasi.
Sehingga bila diperlukan informasi yang menyeluruh diperlukan waktu yang cukup
lama.
2. Terbatasnya perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) di berbagai
jenjang, padahal kapabilitas untuk itu dirasa memadai.
3. Terbatasnya kemampuan dan kemauan sumber daya manusia untuk mengelola dan
mengembangkan sistem informasi
4. Masih belum membudayanya pengambilan keputusan berdasarkan data/informasi.
5. Belum adanya sistem pengembangan karir bagi pengelola sistem informasi, sehingga
seringkali timbul keengganan bagi petugas untuk memasuki atau dipromosikan
menjadi pengelola sistem informasi.

C. Tantangan Sistem Informasi Kesehatan


Faktor ancaman merupakan faktor eksternal atau lingkungan dari sistem
informasi kesehatan nasional. Faktor ini akan menghambat implementasi sistem
jika tidak disikapi dengan baik. Dengan perspektif lain sebuah ancaman dapat juga
dipandang sebagai sebuah tantangan di masa depan yang harus bisa dihadapi. Beberapa
faktor eksternal yang menjadi ancaman atau tantangan yang mungkin muncul dalam
pengembangan sistem informasi kesehatan antara lain:
1. Tantangan Globalisasi
Era globalisasi menyebabkan bebasnya pertukaran berbagai hal antar
negara seperti sumber daya manusia, IPTEK, dan lain-lain. Di bidang kesehatan, hal
ini akan dapat menimbulkan dampak negatif apabila tidak dikelola dengan baik.
Beberapa dampak negatif tersebut antara lain adanya penyakit-penyakit
serta gangguan kesehatan baru, masuknya investasi dan teknologi kesehatan yang
dapat meningkatkan tingginya biaya kesehatan, serta masuknya tenaga-
tenaga kesehatan asing yang menjadi kompetitor tenaga kesehatan dalam negeri.
Untuk menghadapi kemungkinan dampak negatif yang terjadi seiring era globalisasi
maka dukungan sistem informasi sangatlah diperlukan. Sistem kewaspadaan
dini untuk mengintervensi permasalahan kesehatan sangatlah bergantung pada
pasokan data dan informasi yang akurat, cepat, dan tepat. Apabila era globalisasi
datang pada saat sistem informasi kesehatan nasional kita belum kuat,
maka dikhawatirkan akan membawa dampak-dampak negatif yang merugikan.
2. Tantangan Otonomi Daerah
Otonomi daerah saat ini menyebabkan masing-masing daerah
sibuk mengerjakan urusannya sendiri, termasuk dalam menyusun prioritas untuk
pengembangan dan pengelolaan sistem informasi kesehatannya. Hal ini tentu saja
akan berdampak pada kelancaran integrasi sistem informasi kesehatan
yang diharapkan salah satunya dibangun dengan penguatan SIKDA. Kondisi
tersebut akan menyulitkan Pemerintah (dhi. Kementerian Kesehatan) dalam
memfasilitasi pengembangan sistem informasi kesehatan di daerah,
implementasi standarisasi dan pembenahan tata kelola. Pembandingan dengan
daerah lain (benchmarking) pun akan mengalami kesulitan karena tidak
adanya standar.
3. Tantangan Ekonomi Global dan Kemampuan Keuangan Pemerintah
Kondisi ekonomi global dan kemampuan keuangan pemerintah
sangat berpengaruh dalam implementasi teknologi informasi dan komunikasi, karena
perangkat teknologi informasi dan komunikasi sebagian besar berasal dari impor.
Setiap perubahan kondisi ekonomi global akan berpengaruh kepada ekonomi dalam
negeri. Kondisi ekonomi dalam negeri yang memburuk tentunya dapat
mempengaruhi kemampuan keuangan pemerintah. Oleh karena itu, perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi yang begitu cepat harus disikapi dengan
cerdas dalam memanfaatkannya untuk penyelenggaraan sistem informasi kesehatan.
Salahnya adalah bagaimana memilih teknologi tepat yang mampu
beradaptasi dengan perkembangan teknologi untuk beberapa tahun ke depan (tidak
cepat usang). Langkah lain yang penting adalah melakukan analisis biaya manfaat.
4. Tantangan Untuk Membangun Jejaring Lintas Unit dan Lintas Sektor
Adanya kebijakan pemerintah dalam memperkuat e-government akan
sangat bergantung pada interoperabilitas seluruh komponen sistem. Tidak
tersedianya standar dan protokol dalam penyelenggaraan sistem informasi di setiap
kementerian/lembaga mengakibatkan ketidakjelasan “aturan main”. Akses data
dan informasi dari lintas unit di Kementerian Kesehatan dan lintas sektor masih sulit
dilakukan. Hal ini karena jejaring untuk memperkuat ketersediaan data yang valid
dan akurat tidak dapat dilakukan dengan optimal. Kebutuhan untuk
menghitung indikator kesehatan tidak hanya berasal dari satusumber data saja
melainkan dari beberapa sumber data. Sebagai contoh untuk melakukan pengukuran
atau penghitungan cakupan keberhasilan program kesehatan diperlukan data diluar
sektor kesehatan, seperti data penduduk sebagai denumerator yang berasal dari
Badan Pusat Statistik (BPS). Dari kondisi tersebut maka dapat terlihat bahwa
ketersediaan protokol untuk membangun jejaring serta menetapkan standarisasi
yang didukung oleh aspek legal merupakan salah satu tantangan yang harus segera
diintervensi.

D. Kondisi Positif Sistem Informasi Kesehatan


Analisis situasi sistem informasi kesehatan dilakukan dalam rangka
pengembangan sistem informasi kesehatan. Sistem informasi kesehatan bukanlah suatu
sistem yang berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian fungsional dari sistem
kesehatan yang dibangun dari himpunan atau jaringan sistem-sistem informasi dari
level yang paling bawah. Misal: sistem informasi kesehatan nasional dibangun dari
himpunan atau jaringan sistem informasi kesehatan provinsi. Sistem informasi
kesehatan dikembangkan dalam rangka mendukung pencapaian visi dan misi
pembangunan kesehatan Indonesia, yaitu Indonesia sehat 2025. Visi dan misi ini
tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan (RPJP-K) yang
disusun pada tahun 2005 untuk kurun waktu 20 tahun, dan diuraikan menjadi Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Kesehatan (RPJM-K) yang dievaluasi setiap 5 tahun.
RPJM-K yang berlaku sekarang adalah RPJM-K ke-dua yang berlaku dari tahun 2010
sampai dengan 2014, dengan visi: Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan.
Visi ini akan tercapai dengan baik apabila didukung oleh tersedinya data dan informasi
akurat dan disajikan secara cepat dan tepat waktu. Sehingga dapat dikatakan bahwa
pencapaian visi ini memerlukan dukungan sistem informasi kesehatan yang dapat
diandalkan.
Untuk dapat mencapai hal tersebut, maka diperlukan suatu analisis dari sistem
informasi kesehatan yang tepat guna, agar sistem informasi kesehatan yang
dikembangkan benar-benar dapat mendukung terwujudnya visi “Masyarakat Sehat
yang Mandiri dan Berkeadilan”. Analisis situasi yang dilakukan salah satunya dapat
menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT yaitu analisis antarkomponen dengan
memanfaatkan deskripsi SWOT setiap komponen untuk merumuskan strategi
pemecahan masalah, serta pengembangan dan atau perbaikan mutu sistem informasi
kesehatan secara berkelanjutan.
SWOT merupakan akronim dari Strength (kekuatan/kondisi positif),
Weakness(kelemahan internal sistem), Opportunity (kesempatan/ peluang sistem),
dan  Threats(ancaman/ rintangan/ tantangan dari lingkungan eksternal sistem).
Kekuatan yang dimaksud adalah kompetensi khusus yang terdapat dalam sistem,
sehingga sistem tersebut memiliki keunggulan kompetitif di pasaran. Kekuatan dapat
berupa: sumber daya, keterampilan, produk, jasa andalan, dan sebagainya yang
membuatnya lebih kuat dari pesaing dalam memuaskan kebutuhan dan keinginan
pelanggan dan masyarakat di dalam atau di luar sistem. Kelemahan adalah keterbatasan
atau kekurangan dalam hal sumber daya, keterampilan dan kemampuan yang menjadi
penghalang serius bagi penampilan kerja sistem informasi kesehatan. Adapun peluang
adalah berbagai situasi lingkungan yang menguntungkan bagi sistem tersebut,
sedangkan ancaman/tantangan merupakan kebalikan dari peluang. Tantangan yang
mungkin muncul sehubungan dengan pengembangan sistem informasi kesehatan pada
dasarnya berasal dari dua perubahan besar yaitu tantangan dari otonomi daerah dan
tantangan dari globalisasi. Dengan demikian ancaman/tantangan adalah faktor-faktor
lingkungan yang tidak menguntungkan sistem.
Strategi SO (Strength-Opportunity), yaitu strategi kekuatan-peluang,
menggunakan kekuatan internal sistem untuk memanfaatkan peluang eksternal sistem. 
Faktor kekuatan merupakan faktor internal sistem informasi kesehatan nasional.
Faktor ini diharapkan mampu mengambil keuntungan dari peluang yang ada dalam
pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan nasional. Sehingga faktor ini
harus terus digali dan dikembangkan. Pemetaan faktor kekuatan sistem informasi
kesehatan nasional dalam perspektif pendanaan, pengguna, proses bisnis, dan
pembelajaran antara lain sebagai berikut:
1. Pendanaan untuk sistem informasi kesehatan nasional.
Dalam rangka penguatan sistem informasi kesehatan nasional setiap tahun telah
dialokasikan anggaran pengembangan sistem informasi kesehatan nasional. Alokasi
APBN untuk sistem informasi kesehatan dari tahun ke tahun cenderung meningkat
searah naiknya anggaran kesehatan secara ke seluruhan. Alokasi anggaran tersebut
untuk peningkatan dan perluasan infrastruktur seperti untuk jaringan SIKNAS, data
center, disaster recovery center. Alokasi anggaran juga ditujukan untuk penguatan
kebijakan dan regulasi, penguatan tata kelola dan kepemimpinan, penataan
standarisasi dan interoperablitas, pengembangan aplikasi-aplikasi sistem informasi
baik untuk transaksi layanan maupun pelaporan, pengelolaan data dan informasi
serta diseminasi informasi dalam berbagai media, dan peningkatan kemampuan
pengelolaan data kesehatan bagi SDM. Alokasi anggaran telah mencakup seluruh
aspek penyelenggaraan sistem informasi kesehatan nasional. Itu semua menjadi
kekuatan dalam pengembangan sistem informasi kesehatan nasional.
2. Advokasi dan pembinaan.
Sebagaimana diketahui bahwa data dan informasi merupakan sumber daya yang
strategis bagi suatu organisasi, begitupun bagi sektor kesehatan. Saat ini, para
pimpinan di jajaran kesehatan baik di pusat maupun di daerah semakin memahami
pentingnya data dan informasi untuk manajemen kesehatan. Dalam konteks ini,
bagaimana meningkatkan kualitas dan ketersediaan di sisi produksi serta mendorong
pemanfaatan data dan informasi di sisi pengguna. Oleh karena itu, peran advokasi
dan pembinaan menjadi hal yang sangat penting. Advokasi kepada para pimpinan
kesehatan baik di pusat maupun di daerah terutama untuk penguatan kepemimpinan
dan tata kelola. Advokasi juga dapat diarahkan untuk mendorong pemanfaatan data
dan informasi kesehatan secara luas untuk manajemen kesehatan dan untuk
masyarakat. Pembinaan kepada produsen data terutama di fasilitas pelayanan
kesehatan dan Dinas Kesehatan. Pembinaan antara lain terkait pengembangan dan
pengelolaan jaringan, manajemen data, dan penguatan SDM di daerah. Oleh karena
itu, advokasi dan pembinaan merupakan kekuatan dalam pengembangan sistem
informasi kesehatan nasional.
3. Besarnya infrastruktur kesehatan.
Sesungguhnya, kesehatan memiliki ekosistem yang kompleks dengan entitas
yang besar. Besarnya infrastruktur kesehatan dapat dilihat dari jumlah fasilitas dan
tenaga kesehatan. Saat ini terdapat lebih dari 2.400 rumah sakit dan 9.700
Puskesmas. Hampir seluruh kabupaten/kota terdapat rumah sakit dan hampir seluruh
kecamatan telah dibangun Puskesmas. Demikian pula dengan fasilitas kesehatan
lainnya yang jumlah tidak sedikit. Tenaga kesehatan pun terutama bidan sudah
sampai ke kecamatan bahkan di desa. Dengan segala kompleksitasnya, mereka
bersinergi menyelenggarakan pembangunan kesehatan sesuai peran masing-masing
yang tertata dengan baik dalam sistem kesehatan. Ini semua merupakan potensi dan
kekuatan dalam pengembangan sistem informasi kesehatan nasional yang
memungkinkan koordinasi pengembangan sistem informasi kesehatan nasional
dapat dilakukan secara baik dan terstruktur.
4. Inisiatif penerapan sistem elektronik dalam penyelenggaraan transaksi layanan
kesehatan.
Munculnya inisiatif penerapan sistem elektronik pada penyelenggaraan sistem
informasi kesehatan oleh beberapa pihak terutama di fasilitas pelayanan kesehatan
memberikan kekuatan bagi pengembangan sistem informasi kesehatan nasional.
Sejumlah rumah sakit berinisiatif menerapkan sistem elektronik dalam
menyelenggarakan SIMRSnya terutama untuk administrasi keuangan dan penagihan
pasien serta pengolahan data rekam medis. Beberapa rumah sakit bahkan telah
membangun jejaring rumah sakit dalam satu grup kepemilikan, dengan rumah sakit
lain, laboratorium kesehatan, asuransi, perbankan, dan lain-lain. Demikian pula
dengan Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan
Puskesmas berinisiatif menerapkan sistem elektronik untuk menyelenggarakan
sistem informasi Puskesmas.
5. Inisiatif penerapan sistem elektronik dalam penyelenggaraan sistem pelaporan.
Saat ini, orang semakin sadar bahwa pengelolaan organisasi yang efisien tidak
dapat terlepas dari peran teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pun dalam
pengelolaan pembangunan kesehatan, inisiatif penerapan sistem elektronik dalam
pengelolaan program kesehatan telah bermunculan. Berbagai sistem informasi
kesehatan di unit/program kesehatan telah dikembangkan untuk mendukung
pengelolaan program kesehatan terutama sistem monitoring dan evaluasi program
seperti sistem-sistem pelaporan program, sistem-sistem surveilans penyakit dan
masalah kesehatan, dan lain-lain. Hal ini tentunya merupakan kekuatan bagi
pengembangan sistem informasi kesehatan nasional.
Deskripsi Strength (Kekuatan/Kondisi Positif), diantaranya :
1. Indonesia telah memiliki beberapa legislasi terkait SIK (UU Kesehatan, SKN,
Kebijakan dan strategi pengembangan SIKNAS dan SIKDA).
2. Tenaga pengelola SIK sudah mulai tersedia pada tingkat Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
3. Infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi tersedia di semua Provinsi dan
hampir seluruh Kabupaten/kota
4. Indikator kesehatan telah tersedia.
5. Telah ada sistem penggumpulan data secara rutin yang bersumber dari fasilitas
kesehatan pemerintah dan masyarakat.
6. Telah ada inisiatif pengembangan SIK oleh beberapa fasilitas kesehatan seperti
Rumah Sakit, Puskesmas dan Dinas Kesehatan, untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri.
7. Diseminasi data dan informasi telah dilakukan, contohnya hampir semua Provinsi
dan Kabupaten/kota dan Pusat menerbitkan profil kesehatan.
E. Peluang Sistem Informasi Kesehatan
Faktor peluang merupakan faktor eksternal sistem informasi kesehatan nasional.
Faktor ini juga merupakan lingkungan dan suprasistem yang berpengaruh pada
akselerasi pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan nasional termasuk
implementasi e-kesehatan. Faktor peluang kritis yang diidentifikasi secara garis besar
adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan data dan informasi semakin meningkat.
Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan pengelolaan organisasi secara
efektif dan efisien, apresiasi terhadap data dan informasi pun juga semakin
meningkat. Kini, orang semakin sadar bahwa data dan informasi sangat berguna
sebagai masukan pengambilan keputusan dalam setiap proses manajemen. Orang
semakin sadar bahwa data/informasi sangat penting bagi organisasi dalam
menjalankan prinsip-prinsip manajemen modern. Informasi berguna untuk
manajemen layanan masyarakat, manajemen institusi, dan manajemen program
pembangunan atau wilayah. Kini, data/informasi telah menjadi salah satu sumber
daya yang strategis bagi suatu organisasi di samping SDM, dana, dan sebagainya.
Dalam konteks politik anggaran, sektor kesehatan harus dapat membuktikan kepada
para pengambil keputusan di bidang anggaran (khususnya DPR dan DPRD) bahwa
dana yang dialokasikan untuk pembangunan kesehatan membawa manfaat bagi
masyarakat. Pembuktian ini tentu sangat memerlukan dukungan data dan informasi
yang diperoleh dari suatu sistem informasi. Hal tersebut menjadi peluang untuk
pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan agar mampu menyediakan
data/informasi yang akurat, lengkap, tepat waktu, dan sesuai kebutuhan.
2. Perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat.
Berkembangnya teknologi informasi dalam beberapa tahun terakhir ini
merupakan kondisi positif yang dapat mendukung berkembangnya sistem informasi
kesehatan dan implementasi e-kesehatan khususnya untuk memperkuat integrasi
sistem dan optimalisasi aliran data. Infrastruktur teknologi informasi telah
merambah semakin luas di wilayah Indonesia dan apresiasi masyarakat pun
tampaknya semakin meningkat. Sementara itu, penyediaan perangkat keras dan
perangkat lunak pun semakin banyak. Harga teknologi informasi tampaknya juga
relatif terjangkau karena telah semakin berkembangnya pasar dan ditemukannya
berbagai bahan serta cara kerja yang lebih efisien. Demikian pula fasilitas
pendidikan dan pelatihan di bidang teknologi informasi, baik yang berbentuk
pendidikan formal maupun kursus-kursus juga berkembang pesat.
3. Kepedulian pemerintah terhadap penerapan sistem teknologi informasi untuk
penyelenggaraan layanan publik dan pemerintahan semakin meningkat.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di satu sisi akan menjadi
peluang yang baik dalam mendukung penyelenggaraan organisasi secara efektif dan
efisien bila dimanfaatkan secara cerdas, namun sekaligus di sisi yang lain akan
memberikan ancaman bila penerapan teknologi informasi dan komunikasi itu tidak
dikelola sebaik-baiknya. Secara umum, penerapan sistem teknologi informasi dalam
suatu sistem layanan publik dan pemerintahan bertujuan untuk mempercepat proses
kerja dan meningkatkan kualitas pelayanan serta penyediaan data/informasi. Adanya
kepedulian pemerintah terhadap penerapan sistem teknologi informasi itu tentunya
menjadi peluang yang positif bagi pengembangan dan penguatan sistem informasi
kesehatan termasuk implementasi e-kesehatan.
4. Kebijakan nasional di bidang TIK semakin kuat.
Berbagai kebijakan nasional yang telah dirumuskan oleh Kementerian
Komunikasi dan Informatika, melalui visi dalam pengembangan teknologi informasi
dan komunikasi di Indonesia, merupakan peluang yang besar dalam mendukung
penguatan dan perluasan implementasi sistem informasi kesehatan dan e-kesehatan.
Kemkominfo membagi tahapan pengembangan atau peta jalan TIK nasional tahun
2010-2020 dalam 4 bagian, yaitu: Indonesia Connected, Indonesia Informative,
Indonesia Broadband, dan Indonesia Digital. Tahapan Indonesia Connected (2010-
2012), seluruh desa ada akses telepon dan seluruh kecamatan ada akses internet.
Tahapan lndonesia Informative (2012-2014), seluruh ibukota provinsi akan
terhubung dengan jaringan serat optik, seluruh kabupaten kota memiliki akses
broadband, dan peningkatan pelayanan berbasis elektronik seperti e-layanan, e-
kesehatan, e-pendidikan. Tahapan selanjutnya adalah Indonesia Broadband (2014-
2019), yang mana diharapkan adanya peningkatan akses broadband di atas 5 MB
dan peningkatan daya saing bangsa dan industri inovatif. Pada tahapan ini
diterbitkannya Peraturan Presiden nomor 96 tahun 2014 tentang Rencana Pitalebar
Indonesia 2014-2019. Pada tahun 2020 adalah tahapan Indonesia Digital, yang mana
seluruh kabupaten/kota memiliki e-government, dan Indonesia yang kompetitif.
Keempat tahapan peta jalan TIK nasional tersebut diharapkan dapat mendukung
pengembangan sistem informasi kesehatan ke depan mulai dari pengembangan
sistem informasi kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (puskesmas, klinik
swasta, rumah sakit), Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi,
hingga Kementerian Kesehatan.
5. Bantuan pendanaan dari mitra pembangunan (development partner) untuk
pengembangan sistem informasi kesehatan.
Pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan bagi negara-negara
berkembang dan belum maju menjadi prioritas dari lembaga-lembaga donor
internasional. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya peluang yang dibuka oleh
beberapa lembaga donor internasional untuk memberikan bantuan pendanaan dan
bantuan teknis pengembangan system informasi kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010 –
2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. http://www.depkes.go.id. 

Yulifah Rita, Johan Tri, Yuswanto Agus. Asuhan kebidanan komunitas. Jakarta:
Salemba Medika, 2012

Http://selliramadhaniblog.wordpress.com/2013/07/28/sistem-pencatatan-dan-
pelaporan- kesmas/.html

https://sisteminformasikesehatan15.wordpress.com/2017/10/22/kelemahan-dan-
tantangan-sistem-informasi-kesehatan/

Anda mungkin juga menyukai