Anda di halaman 1dari 11

ARTIKEL BAHASA JEPANG

METODE PEMBELAJARAN JIGSAW

Oleh

Oktari Hendayanti
NIM: 2002339

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2020
Metode Pembelajaran Jigsaw
Metode pembelajaran Jigsaw merupakan sebuah metode pembelajaran yang sering
diterapkan di dalam aktivitas pembelajaran bahasa Jepang. Berikut adalah deskripsi mengenai
konsep dan metode pembelajaran Jigsaw:

A. Konsep Pembelajaran Jigsaw


Metode pembelajaran Jigsaw adalah sebuah metode pembelajaran dengan pendekatan
kooperatif yang memfokuskan pada sistem pembelajaran kelompok agar siswa dapat mencapai
tujuan pembelajaran. Menurut Slavin (dalam Wicaksono dkk, 2015) metode pembelajaran
Jigsaw merupakan metode pembelajaran yang bersifat fleksibel, sehingga dapat diterapkan
dalam semua jenjang pendidikan. Sementara itu, menurut Sudrajat (dalam Wicaksono dkk, 2015)
metode pembelajaran Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif berbentuk kelompok dan tiap
anggota bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan
materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya.
Di sisi lain, Aragi (1983) mengartikan metode pembelajaran ini sebagai :
じ ぐ そ がくしゅうほうしき きょうどうがくしゅう なかま おし あ がくしゅう こっし
ジグソー 学 習 方 式は 協 同 学 習 と 仲間による 教え 合い 学 習 を 骨子としている
Jigusoo gakushuu houshiki wa kyoudou gakushuu to nakama ni yoru oshieai gakushuu
wo kosshishiteiru.
Metode pembelajaran Jigsaw merupakan sebuah metode pembelajaran yang menjadikan
metode kolaborasi dan metode peer teaching sebagai kerangka utama.
Berdasarkan definisi dari para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode
pembelajaran Jigsaw merupakan sebuah metode pembelajaran kooperatif di mana siswa
ditugaskan untuk menguasai satu bagian materi dan dipercaya untuk mengajarkan materi tersebut
kepada teman sekelompoknya sehingga terbentuk sebuah pengetahuan yang utuh.
Metode pembelajaran ini pertama kali ditemukan pada tahun 1971 oleh Elliot Aronson,
seorang psikolog sekaligus professor di Universitas California, Amerika Serikat. Seperti yang
dipaparkan oleh website The Jigsaw Classroom, pada saat itu suasana pembelajaran di kota
Austin, Texas sedang tidak produktif. Adanya ketegangan rasial antara siswa berkulit putih
dengan siswa berkulit hitam dan siswa ras hispanik membuat situasi sekolah menjadi meledak-
ledak. Adanya tawuran serta persaingan tidak sehat yang terjadi di kelas membuat pihak
pengawas sekolah meminta Professor Eliot Aronson untuk membantu memecahkan
permasalahan. Oleh karena itu, Professor Eliot Aronson dan beberapa mahasiswa pascasarjana
dari Universitas California mengadakan penelitian untuk menemukan metode pembelajaran yang
tepat dan bisa diterapkan di sekolah.
Setelah melakukan proses penelitian selama beberapa waktu, Professor Aronson dan
mahasiswanya akhirnya berhasil menemukan konsep pembelajaran Jigsaw. Metode pembelajaran
ini dilakukan secara kooperatif dengan membentuk kelompok-kelompok kecil di dalam kelas.
Untuk mengatasi permasalahan rasisme, tentu saja anggota dalam kelompok tersebut terdiri dari
beberapa siswa yang berasal dari ras berbeda. Terinspirasi dari potongan-potongan puzzle Jigsaw
yang harus disatukan untuk membentuk gambaran yang sempurna, metode pembelajaran ini
bekerja dengan menugaskan setiap siswa dalam satu kelompok untuk menguasai bagian materi
secara terpisah, kemudian saling mengajarkan satu sama lain sehingga membentuk pengetahuan
yang utuh.
Dalam metode ini, guru berperan sebagai pembimbing agar kegiatan diskusi di dalam
kelas dapat berjalan secara terkontrol. Sebelum pembelajaran dimulai, guru membagi satu bab
materi pembelajaran menjadi 4-5 sub bab materi. Bagian materi tersebut kemudian dibagikan
kepada siswa dalam setiap kelompok. Satu orang siswa bertanggungjawab untuk menguasai satu
bagian materi. Kelompok ini disebut dengan kelompok asal.
Setelah masing-masing siswa mendapatkan bagian materinya. Siswa dengan bagian
materi yang sama kemudian disatukan dalam kelompok diskusi yang disebut dengan kelompok
ahli. Misalnya, lima orang siswa dengan bagian sub bab materi satu dipersatukan di dalam
kelompok ahli satu. Di dalam kelompok ahli tersebut siswa-siswa ini kemudian saling berdiskusi
mengenai materi bagian mereka. Setelah berbagi pendapat dan memahami materi bagian yang
ditugaskan, anggota kelompok tersebut kemudian dikembalikan ke dalam kelompok asal agar
mereka dapat mengajarkan bagian materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain secara
bergantian. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah ilustrasi dari penerapan kelompok ahli dan
kelompok asal dalam metode pembelajaran Jigsaw:
Gambar 1: Ilustrasi Kelompok Asal dan Kelompok Ahli
Sumber: Ardianadw.wordpress.com

Sesudah mendapatkan pengetahuan tentang materi pembelajaran secara utuh, guru


kemudian memberikan kuis sebagai evaluasi, untuk melihat apakah siswa benar-benar telah
menguasai materi pembelajaran tersebut. Agar tidak memberatkan siswa, maka masing-masing
siswa hanya akan diberikan tes sesuai dengan materi yang menjadi bagiannya. Oleh karena itu,
akan ada lima tes dengan soal berbeda, sesuai dengan materi bagiannya.
Selama beberapa waktu, ketika siswa di Austin, Texas telah beradaptasi dengan metode
pembelajaran tersebut, Profesor Eliot menemukan bahwa terdapat perubahan positif terhadap
aktivitas pembelajaran di kelas. Terdapat peningkatan performa akademik khususnya untuk siswa
yang memiliki tingkat pemahaman yang lebih rendah. Hubungan antar siswa juga semakin
membaik karena siswa diajarkan untuk beradaptasi menerima perbedaan.
Selain pengaruh positif tersebut, metode pembelajaran ini sesungguhnya juga diciptakan
untuk mengatasi karakteristik permasalahan dalam pembelajaran kolaboratif. Menurut
Nakashima dkk (dalam Aragi, 1985) pada pembelajaran kolaboratif, ada sebuah permasalahan di
mana siswa dengan kepandaian akademik lebih aktif di dalam kegiatan diskusi dibandingkan
dengan siswa yang memiliki tingkat pemahaman yang rendah. Siswa dengan kepandaian
akademik cenderung lebih cepat menguasai materi, sehingga tipe siswa tersebut lebih menonjol
dalam kegiatan kelompok. Oleh sebab itu, tipe siswa tersebut mendapatkan dukungan dan
pengakuan dari guru maupun teman sekelas lain. Secara tidak langsung hal tersebut turut
mempengaruhi performa siswa di dalam kegiatan pembelajaran. Dukungan dan pengakuan yang
didapatkan membuat siswa merasakan eksistensinya di dalam kelas, sehingga membuatnya
menjadi lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Sebaliknya, siswa dengan tingkat pemahaman
yang rendah kurang mendapatkan dukungan dan pengakuan dari guru dan teman sekelasnya.
Perihal tersebut membuat siswa kurang merasakan eksistensinya di dalam kelas, sehingga
membuatnya lebih pasif dalam kegiatan diskusi.
Permasalahan tersebut dapat diatasi oleh metode pembelajaran Jigsaw. Hal ini
dikarenakan dalam metode pembelajaan Jigsaw, setiap siswa memiliki tanggung jawab untuk
menguasai bagian materinya masing-masing. Siswa dengan tingkat pemahaman rendahpun
mendapatkan kesempatan untuk tampi aktif dalam diskusi dan mengajari teman sekelompoknya.
Meskipun pada awalnya, siswa dengan tipe seperti ini sedikit kesulitan dalam menjelaskan
materi, akan tetapi dengan adanya diskusi dengan kelompok ahli membantu siswa untuk
memahami materi bagiannya. Lambat laun, hal tersebut berpengaruh terhadap performa
akademik siswa, begitu juga dengan tingkat kepercayaan diri dan rasa eksistensi di dalam kelas.
Melihat keefektifan metode pembelajaran Jigsaw dalam mengatasi berbagai
permasalahan dalam aktivitas pembelajara, pada tahun 2008 Robert Slavin dari Universitas Jhon
Hopkins kemudian mengadaptasi metode ini dan memasukkannya ke dalam tipe metode
pembelajaran kooperatif menurut Slavin.

B. Prosedur Metode Pembelajaran Jigsaw


Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam metode pembelajaran Jigsaw, yaitu
sebagai berikut:
1. Guru membagi siswa di kelas ke dalam beberapa kelompok. Satu kelompok terdiri
dari empat atau lima orang siswa. Kelompok ini merupakan kelompok asal. Sebagai
catatan, kelompok tersebut sebaiknya merupakan kelompok yang bersifat heterogen.
2. Guru menunjuk satu orang siswa setiap kelompok untuk dijadikan pemimpin
kelompok. Hal ini dilakukan agar aktivitas diskusi di dalam kelas menjadi lebih
terkendali.
3. Guru membagi materi pembelajaran sesuai dengan jumlah anggota kelompok.
Masing-masing anggota bertanggung jawab terhadap satu bagian materi, misalnya:
siswa A mendapatkan sub bab 1.1, siswa B mendapatkan sub bab 1.2 dan seterusnya.
4. Sebelum aktivitas pembelajaran dimulai, guru wajib menjelaskan tentang prosedur
metode pembelajaran Jigsaw kepada para siswa. Penjelasan tersebut harus dilakukan
dengan hati-hati. Guru harus memastikan bahwa setiap siswa di dalam kelas
memahami penjelasan guru tentang prosedur pembelajaran.
5. Setelah siswa memahami langkah-langkah dalam metode Jigsaw, guru kemudian
memberikan waktu kepada setiap siswa untuk membaca materi bagiannya sebanyak
dua sampai tiga kali. Hal ini dilakukan agar siswa mendapatkan gambaran tentang
materi yang harus dikuasainya sebelum berdiskusi dengan kelompok ahli.
6. Selanjutnya, guru menggabungkan siswa dengan bagian materi yang sama menjadi
sebuah kelompok ahli. Apabila materi pembelajaran dibagi menjadi lima bagian,
maka terdapat lima kelompok ahli di dalam kelas. Contohnya, kelompok ahli 1.1,
kelompok ahli 1.2 dan seterusnya. Selama siswa berada di dalam kelompok ahli, guru
harus berkeliling sambil mengamati jalannya aktivitas diskusi. Apabila ada kelompok
ahli yang kurang memahami bagian materinya, guru harus membantu menjelaskan
materi tersebut. Selain itu, guru harus memastikan agar waktu aktivitas diskusi
dengan kelompok ahli tidak berlarut-larut sehingga waktu satu sesi materi
pembelajaran cukup untuk diskusi dengan kelompok asal.
7. Setelah diskusi dengan kelompok ahli dilakukan, guru kemudian mengembalikan
siswa ke dalam kelompok asal. Setiap siswa kemudian saling mengajari anggota
kelompoknya sesuai dengan materi bagiannya secara berurutan.
8. Ketika siswa telah mendapatkan pemahaman yang utuh tentang satu bab materi, maka
tahapan terakhir adalah dengan melakukan tes. Tes tersebut berfungsi sebagai
evaluasi untuk memastikan siswa memahami materi yang telah dipelajari. Akan
tetapi, dalam tes ini masing-masing siswa hanya akan mendapatkan tes tentang bagian
materi yang telah diajarkannya.
C. Kelebihan dan Kelemahan Metode Pembelajaran Jigsaw
Apabila ditinjau dari sisi kelebihan metode pembelajaran Jigsaw sebagai metode
pendekatan kooperatif, maka metode ini memiliki lima kelebihan, yaitu:
1. Adanya saling ketergantungan positif (positive interdependence) antarsiswa.
Saling ketergantungan yang dimaksud di sini adalah sebuah suasana di mana siswa
merasa saling membutuhkan untuk bersama mencapai tujuan pembelajaran dan
meningkatkan performa akademik. Dalam metode pembelajaran Jigsaw, saling
ketergantungan positif ditunjukkan dengan aktivitas saling mengajarkan materi yang
dilakukan oleh siswa. Setiap siswa saling bergantung satu sama lain untuk memperoleh
pemahaman materi yang utuh.

2. Memiliki akuntabilitas Individual (Individual Accountability).


Akuntabilitas individual berarti kewajiban setiap individu untuk memenuhi
tanggungjawab yang menjadi amanahnya. Pada metode pembelajara Jigsaw, akuntabilitas
individual merujuk pada tanggungjawab setiap siswa untuk menguasai dan mengajarkan
satu bagian materi kepada rekan sekelompoknya. Oleh karena itu, meskipun metode
pembelajaran Jigsaw didasari oleh metode pembelajaran kooperatif, metode ini juga
memiliki akuntabilitas individual.

3. Adanya aktivitas interaksi tatap muka.


Dalam metode pembelajaran Jigsaw, siswa mendapatkan kesempatan untuk melakukan
interaksi tatap muka lebih banyak, yaitu ketika melakukan diskusi dengan anggota
kelompok asal dan anggota kelompok ahli. Adanya interaksi seperti ini akan mempererat
hubungan anggota kelas.

4. Meningkatkan kemampuan bersosialisasi siswa


Melalui aktivitas pembelajaran berkelompok, kemampuan bersosialisasi siswa dapat
terasah dengan baik. Sehingga, ketika siswa berada di dalam lingkungan masyarakat,
siswa mampu beradaptasi dan bersosialisasi dengan baik.

5. Adanya aktivitas refleksi setelah pembelajaran.


Aktivitas refleksi dilakukan melalui evaluasi dan tes yang dilakukan setelah metode
pembelajaran selesai. Adanya aktivitas refleksi, siswa dapat meninjau kembali performa
yang ia lakukan selama aktivitas pembelajaran. Dengan begitu, apabila ada kendala
selama proses pembelajaran berlangsung, guru dan siswa dapat bersama-sama mencari
solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Selanjutnya, seperti yang dipaparka oleh Araguchi (1985), bila ditinjau dari penemuan
Professor Eliot Aronson ketika penelitian metode Jigsaw dilakukan, ada beberapa pengaruh yang
diperoleh melalui penerapan metode pembelajaran ini, yaitu:
1. Dapat meningkatkan performa akademik siswa.
2. Memperat hubungan pertemanan antar siswa.
3. Mengurangi ketegangan rasial, seperti yang terjadi di Austin Texas (1971) dan di
Anglo (1975).
4. Mampu meningkatkan konsep diri positif terhadap diri siswa.

Di samping itu, kelebihan lain yang ditemukan dalam penerapan metode ini adalah:
1. Dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam mengeluarkan pendapat dan
beropini.
2. Dapat membantu siswa agar lebih mudah memahami materi karena diajari oleh teman
sebaya.
3. Dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam bekerja sama melalui aktivitas
kelompok.

Di sisi lain, metode Jigsaw juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu sebagai berikut:
1. Siswa dominan terkadang lebih mengontrol aktivitas diskusi.
Dalam sebuah kelas, siswa yang memiliki karakter dominan terkadang mendominasi
aktivitas diskusi. Siswa dengan karakter ini adakalanya terlalu bersemangat dalam
mengeluarkan opini, sehingga tidak memberi kesempatan pada siswa lain untuk
berpendapat. Akan tetapi, hal ini dapat diatasi dengan menunjuk seorang siswa untuk
menjadi pemimpin kelompok. Dengan begitu, pemimpin kelompok dapat menjadi
penengah agar tidak ada siswa yang mendominasi pembicaraan. Guru juga harus
mengamati dengan teliti aktivitas kelompok sehingga situasi tersebut tidak terjadi.

2. Siswa yang lebih pandai merasa bosan selama aktivitas pembelajaran.


Siswa dengan tingkat pemahaman yang tinggi terkadang lebih cepat menguasai
materi dibandingkan siswa lainnya. Oleh karena itu, siswa tersebut dapat merasa
bosan ketika menunggu teman sekelompoknya menguasai materi. Untuk menghadapi
situasi seperti ini, guru dapat mendorong siswa tersebut agar dapat menjadi pengajar
kelompok dan aktif terlibat dalam diskusi. Apabila guru berhasil mendukung agar
siswa mengubah pola pemikirannya sebagai pengajar, maka aktivitas pembelajaran
yang awalnya terasa membosankan akan berubah menjadi tantangan yang
menyenangkan.

3. Siswa dengan tingkat pemahaman lebih rendah kesulitan untuk menjelaskan materi
pembelajaran dengan anggota kelompoknya.
Permasalahan ini biasanya terjadi pada awal penerapan metode pembelajaran Jigsaw.
Siswa dengan tingkat pemahaman lebih rendah, cenderung kesulitan untuk
menjelaskan meteri pembelajaran kepada anggota kelompoknya. Hal ini dapat terjadi
karena siswa belum terbiasa untuk menjelaskan dan terlibat secara aktif dalam situasi
pembelajaran. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, siswa tersebut pelan-pelan
akan lebih terlatih untuk mengajarkan materi kepada teman sekelompoknya. Di
samping itu, salah satu hal yang menjadi catatan penting adalah ketika diskusi dengan
kelompok ahli dilakukan, guru harus memastikan agar tiap anggota memahami materi
bagiannya. Dengan begitu, siswa dengan tingkat pemahaman lebih rendah tidak akan
memberikan informasu yang salah dan mampu mengajarkan materi dengan baik
kepada rekan sekelompoknya.

4. Apabila tidak dikontrol dengan baik, aktivitas pembelajaran dengan metode ini dapat
memakan waktu.
Penerapan metode pembelajaran Jigsaw dapat menghabiskan waktu terutama dalam
aktivitas berdiskusi dengan kelompok ahli. Agar hal tersebut tidak terjadi, guru harus
menyusun rencana pembelajaran yang matang sehingga semua tahapan dalam metode
Jigsaw dapat diselesaikan dengan maksimal dalam satu sesi aktivitas pembelajaran.

D. Penerapan Metode Pembelajaran Jigsaw dalam Pendidikan Bahasa Jepang

Dalam pembelajaran bahasa Jepang, metode Jigsaw dapat diterapkan dalam beberapa
pembelajaran seperti Bunpou, Dokkai, Pengenalan Budaya Jepang (Nihon Jijou) dan Sejarah
Jepang (Nihonshi). Untuk pembelajaran Nihon Jijou, salah satu contoh materi yang dapat
diberikan adalah tentang festival perayaan atau matsuri yang diadakan hampir sepanjang tahun di
Jepang. Murid A dapat ditugaskan untuk menguasai materi Festival Salju Sapporo (Sapporo Yuki
Matsuri) yang diadakan pada bulan Februari. Murid B dapat ditugaskan untuk menguasai materi
Kanda Matsuri yang terjadi pada bulan Mei. Begitu juga seterusnya. Sehingga, dalam satu sesi
kegiatan belajar mengajar, siswa di kelas dapat mengetahui tentang beberapa matsuri sekaligus.

Hal yang sama juga berlaku untuk pembelajaran Sejarah Jepang (Nihonshi). Guru dapat
membagi satu bab materi sejarah zaman Jepang ke dalam beberapa topik. Contoh pembagian
materi tersebut adalah zaman paleolitik untuk murid A, zaman Joumon untuk murid B dan zaman
Yayoi untuk murid C.

Selanjutnya, untuk pembelajaran Dokkai, guru dapat memanfaatkan metode pembelajaran


Jigsaw untuk mengajarkan materi bacaan yang lebih sulit kepada siswa. Misalnya, guru dapat
meminta siswa untuk memahami artikel atau dongeng yang biasanya memiliki jumlah paragraf
yang lebih banyak. Satu orang siswa dapat ditugaskan untuk memahami satu atau dua paragraf,
lalu mengajarkan paragraf yang telah dipahami bersama kelompok ahli kepada teman kelompok
asalnya. Pembelajaran dengan metode ini cenderung lebih efektif dibandingkan meminta siswa
untk memahami teks tersebut secara pribadi.

Terakhir, untuk pembelajaran Bunpou, guru dapat membagi satu bab pembelajaran
menjadi beberapa sub bab. Masing-masing siswa dapat mendiskusikan sub bab tersebut dengan
rekan kelompok ahlinya. Bila memungkinkan, dalam satu sesi pembelajaran, guru juga dapat
mengajarkan dua bab materi sekaligus.
Daftar Pustaka

• Aragi, Chitoshi. (1983).児童の学業成績および学習態度に及ぼす Jigsaw 学習方式の


効果. Japanese Education of Psychology. Vol XXXI. No. 2

• The Jigsaw Classroom (History of The Jigsaw). Diakses pada 20 September 2020, dari
https://www.jigsaw.org/#history.

• Wicaksono dkk. (2015). Teori Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta: PT Garudhawarca.

Anda mungkin juga menyukai