TINJAUAN PUSTAKA
4
5
2.3 Makrofag
Pada respon imun yang berperan dalam proses fagositosis adalah
makrofag. Makrofag adalah sel pembersih yang akan memakan mikroba dan
menyerahkannya kepada limfosit untuk dihancurkan melalui proses kekebalan.
Fagositosis antigen oleh makrofag juga ditingkatkan (dirangsang) oleh antibodi
dan zat lain yang dihasilkan limfosit (Hasdianah, 2012).
Makrofag ditemukan pada seluruh jaringan tubuh, makrofag juga
berfungsi sebagai penjaga tubuh terhadap agen patogen dimana agen ini sebagai
penyusup atau agen kemotaksis yang memperingatkan makrofag terhadap infeksi.
Makrofag mengikat agen patogen melalui reseptor fagositis yang kemudian
menginisiasi penyusunan kembali sitoskeletal yang berguna untuk proses
fagositosis. Ketika agen patogen telah diinternalisasi, fagosom bermaturasi dan
kemudian menjadi fagolisosom dimana agen patogen dibunuh oleh mekanisme
mikrobial yang mempunyai berbagai varietas (Silva, 2011).
Dalam mekanismenya, sistem imun juga dapat mengalami gangguan
seperti penurunan atau peningkatan fungsi imun yang berlebihan dari sistem imun
itu sendiri. Untuk menangani hal tersebut perlu adanya zat yang dapat
memodulasi fungsi dari sistem imun yang disebut imunomodulator.
2.4 Imunomodulator
Imunomodulator adalah agen yang dapat mengembalikan dan
memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan yang
fungsinya berlebihan (Handayani, 2010). Sistem imun terbagi atas dua jenis,
yaitu sistem imun non spesifik dan sistem imun spesifik. Mekanisme pertahanan
tubuh oleh sistem imun non spesifik bersifat spontan, tidak spesifik, dan tidak
berubah baik secara kualitas maupun kuantitas bahkan setelah paparan berulang
dengan patogen yang sama (Handayani, 2010). Menurut Sasmito et al. (2007),
imunomodulator ini terdiri dari imunostimulator (membentuk sistem imun) dan
imunosupresor (menekan sistem imun). Imunomodulator digunakan pada pasien
dengan gangguan imunitas, antara lain pada kasus keganasan Human
7
Alkaloid sering bersifat racun bagi manusia dan banyak yang mempunyai
kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang
pengobatan. Alkaloid biasanya terwarna, sering kali bersifat optis aktif,
kebanyakan berbentuk kristal tapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya
nikotina) pada suhu kamar. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai
antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu
komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding
sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut
(Darsana, 2011).
2. Terpenoid
Terpenoid banyak ditemukan dalam tumbuhan sebagai minyak atsiri
yang memberi bau harum dan bau khas pada tumbuhan dan bunga. Selain itu
terpenoid juga terdapat pada jamur, invertebrata laut dan feromon serangga.
Terpenoid dari tumbuhan biasanya digunakan sebagai senyawa aromatik yang
menyebabkan bau pada eucalyptus, pemberi rasa pada kayu manis, cengkeh,
jahe, dan pemberi warna kuning pada bunga (Darsana, 2011).
Terpenoid tumbuhan mempunyai manfaat penting sebagai obat
tradisional, anti bakteri, anti jamur, dan gangguan kesehatan. Terpenoid
biasanya terdapat dalam daun dan buah yang berfungsi sebagai pelindung
untuk menolak serangga dan serangan bakteri. Terpenoid juga terdapat dalam
damar, kulit batang, dan juga getah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa senyawa terpenoid dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan
mengganggu proses terbentuknya membran dan atau dinding sel, membran
atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna (Darsana,
2011).
3. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polar yang umumnya mudah larut
dalam pelarut polar seperti etanol, methanol, butanol, dan aseton. Flavonoid
merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai
sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri, dan jamur. Senyawa-
senyawa flavonoid umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah
10
4. Saponin
Saponin dibedakan sebagai saponin triterpenoid dan saponin steroid.
Saponin triterpenoid umumnya tersusun dari sistem cincin oleanana atau
ursana. Glikosidanya mengandung 1-6 unit monosakarida (Glukosa,
Galaktosa, Ramnosa) dan aglikonnya disebut sapogenin, mengandung satu
atau dua gugus karboksil. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang
kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi
yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Beberapa
saponin bekerja sebagai anti bakteri dan saponin tertentu menjadi penting
karena dapat diperoleh dari beberapa tumbuhan dengan hasil yang baik dan
digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon steroid yang digunakan
dalam bidang kesehatan. Saponin merupakan glikosida yang larut dalam air
dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter (Darsana, 2011).
Saponin bekerja sebagai anti bakteri dengan mengganggu stabilitas
membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakteri lisis, jadi mekanisme
kerja saponin termasuk dalam kelompok anti bakteri yang mengganggu
permeabilitas membran sel bakteri, yang mengakibatkan kerusakan membran
sel dan menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel
bakteri yaitu protein, asam nukleat, dan nukleotida (Darsana, 2011).
1. Katalase
Katalase adalah enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap
proses fagositosis. Tes adanya aktivitas katalase menjadi pembeda genus
Staphylococcus dari Streptococcus (Kusuma, 2009).
2. Koagulase
Enzim ini dapat menggumpalkan plasma oksalat atau plasma sitrat,
karena adanya faktor koagulase reaktif dalam serum yang bereaksi dengan
enzim tersebut. Esterase yang dihasilkan dapat meningkatkan aktivitas
penggumpalan, sehingga terbentuk deposit fibrin pada permukaan sel bakteri
yang dapat menghambat fagositosis (Kusuma, 2009).
3. Hemolisin
Hemolisin merupakan toksin yang dapat membentuk suatu zona
hemolisis di sekitar koloni bakteri. Hemolisin pada S. aureus terdiri dari alfa
hemolisin, beta hemolisin, dan delta hemolisin. Alfa hemolisin adalah toksin
yang bertanggung jawab terhadap pembentukan zona hemolisis di sekitar
koloni S. aureus pada medium agar darah. Toksin ini dapat menyebabkan
nekrosis pada kulit hewan dan manusia. Beta hemolisin adalah toksin yang
terutama dihasilkan Staphylococcus sp. dari hewan yang menyebabkan lisis
pada sel darah merah domba dan sapi. Sedangkan delta hemolisin adalah
toksin yang dapat melisiskan sel darah merah manusia dan kelinci, tetapi efek
lisisnya kurang terhadap sel darah merah domba (Kusuma, 2009).
4. Leukosidin
Toksin ini dapat mematikan sel darah putih pada beberapa hewan.
Tetapi perannya dalam patogenesis pada manusia tidak jelas, karena
Stapylococcus sp. patogen tidak dapat mematikan sel-sel darah putih manusia
dan dapat di fagositosis (Kusuma, 2009)
5. Toksin eksfoliatif
Toksin ini mempunyai aktivitas proteolitik dan dapat melarutkan
matriks mukopolisakarida epidermis, sehingga menyebabkan pemisahan
intraepitelial pada ikatan sel di stratum granulosum. Toksin eksfoliatif
14
Daun Buah
Meningkatkan Fungsi
Imun
Mencit
Keterangan.
: Diteliti
: Tidak diteliti
2.8 Hipotesis
1. Daun kasturi (Mangifera casturi) dapat bersifat sebagai
imunostimulator.
2. Pemberian ekstrak daun kasturi (Mangifera casturi) dapat memberikan
pengaruh terhadap peningkatan aktivitas dan kapasitas fagositosis sel
makrofag pada mencit.