Anda di halaman 1dari 10

BAB I

I.I Definisi
Grave's disease adalah penyakit autoimun akibat adanya infiltrasi antigen sel T spesifik terhadap
reseptor hormon Thyroid Stimulating Hormone (TSH). Stimulus autoantibodi akan mengaktivasi
reseptor TSH dan menimbulkan hiperpalasi kelenjar tiroid yang mengakibatkan produksi dan
sekresi hormon tiroid melebihi kebutuhan normal. Penyakit ini sering disebut dengan
goiter diffuse toksik.1,2
1. Wémeau JL, Klein M, Sadoul JL, Briet C, Vélayoudom-Céphise FL. Graves' disease: Introduction,
epidemiology, endogenous and environmental pathogenic factors. Ann Endocrinol (Paris). 2018
Dec;79(6):599-607.

2. Diana T, Olivo PD, Kahaly GJ. Thyrotropin Receptor Blocking Antibodies. Horm Metab Res. 2018
Dec;50(12):853-862.

I.2 Epidemiologi

Grave's disease  merupakan penyebab paling umum hipertiroidisme yang terjadi pada 60%-80% kasus
hipertiroid. Prevalensi hipertiroidisme di Amerika Serikat sekitar 1,2% dengan kejadian 20-50 kasus /
100.000 penduduk. Penyakit ini sering terjadi pada orang berusia 20 - 50 tahun. Penyakit Graves lebih
sering terjadi pada wanita daripada pria. Beberapa data menunjukkan perbandingan risiko seumur
hidup pada wanita dan pria masing-masing adalah 3% dan 0,5. 3

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448195/#:~:text=Epidemiology,ages%2020%20to
%2050%20years.

I.3 Etiologi

Penyakit Graves saat ini dianggap sebagai penyakit autoimun idiopatik. Munculnya proses
autoimun ini karena kerentanan genetik yang mendasari dan faktor lingkungan. Alel HLA
tertentu pada kromosom 6, yaitu HLA-DRB1-08 dan DRB3-0202, diketahui meningkatkan risiko
penyakit Graves. Faktor lingkungan termasuk peristiwa kehidupan yang membuat stres,
merokok, infeksi, asupan iodin yang tinggi, masa nifas. Selain itu, perempuan mengalami angka
kejadian lebih tinggi dari laki-laki, dimana perempuan 5 kali lebih sering terkena daripada laki-
laki. Penyakit ini jarang terjadi sebelum menginjak usia remaja, dengan puncak insiden pada
kelompok usia 20-40 tahun, namun juga dapat terjadi pada usia lanjut.4

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3474632/#:~:text=The%20measurement%20of
%20serum%20TSH,the%20effect%20on%20thyroid%20function.

I.4 Manifestasi Klinis


Pasien dengan penyakit Graves umumnya akan mengeluhkan gejala seperti
 Pembesaran kelenjar tiroid (goiter)
 Tremor pada tangan atau jari tangan
 Takikardi, aritmia (fibrilasi atrium)
 Palpitasi
 Disfungsi ereksi
 Gairah seks menurun
 Perubahan pada siklus menstruasi seperti oligomenore atau amenore
 Kehilangan berat badan tanpa kehilangan nafsu makan
 Labilitas emosional, cemas
 insomnia
 Peningkatan frekuensi buang air besar
 Edema pergelangan kaki (tanpa penyakit jantung)
 Rambut rontok, perubahan tekstur kulit
 Mudah lelah, rasa lemas, atrofi otot
 Intolerasi panas dan keringat berlebih

Selain beberapa gejala di atas, 25-50% persen dari penderita Graves mengalami sejumlah gejala
khas, yaitu Graves oftalmopati dan Graves dermopati. Gejala Graves oftalmopati terjadi akibat
peradangan atau gangguan pada sistem imun, yang memengaruhi otot dan jaringan di sekitar
mata. Gejalanya antara lain:

 Mata menonjol (exophthalmos)


 Retraksi dan edem kelopak mata
 Injeksi sclera
 Kemosis
 Lid lag
 Tekanan atau rasa sakit pada mata
 Penglihatan ganda dari satu objek (diplopia)
 Pandangan kabur

Dermopati tiroid menyebabkan penebalan kulit yang nyata, terutama di atas tibia yang jarang
terjadi, terlihat pada 2% hingga 3% kasus. Kulit yang menebal memiliki tampilan seperti peau
d'orange dan sulit untuk dicubit.5,6

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448195/#:~:text=Signs%20of%20extrathyroidal
%20manifestations%20of,%2C%20scleral%20injection%2C%20exposure%20keratitis. Dan di
hp satu
BAB II
PATOFISIOLOGI
II.1 Patofisiologi

Grave’s disease disebabkan oleh aktivasi reseptor tiroid oleh thyroid stimulating hormone
receptor antibodies yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid atau diluar kelenjar tiroid (kelenjar limfe
dan sumsum tulang) atau disebabkan proses imunologi yang menyebabkan penurunan dari sel T
suppressor sehingga sel T helper akan meningkat (multiplikasi) dan akan merangsang sel B
untuk memproduksi TSH reseptor antibodies. TSH reseptor antibodies akan berikatan dengan
TSH reseptor pada kelenjar tiroid, meningkatkan cyclic AMP dependent dan merangsang epitel
folikular kelenjar tiroid untuk memproduksi tiroksin dan triidotironin (T4 dan T3) serta
merangsang terjadinya hipertropi dan hiperplasi kelenjar tiroid. Berikatannya Thyroid
stimulating antibody dengan reseptor TSH akan merangsang proses inflamasi dengan
pengeluaran faktor-faktor inflamasi (sitokin) interleukin-1, tumor necrosis factor α dan
interferon y yang akan merangsang ekspresi molekul adhesi CD54 dan molekul regulator CD40
dan HLA clas II sehingga sel akan mengalami proses inflamasi. Mekanisme ikatan dan aktifasi
antara thyroid stimulating antibodies dengan reseptor tirotropin (TSH receptor) tidak diketahui
dengan pasti. Suatu studi mengatakan thyroid stimulating antibodies akan bergabung dengan
epitope yang sesuai dengan domain ekstraseluler reseptor tirotropin.

Oftalmopati pada penyakit Grave’s ditandai dengan adanya edema dan inflamasi pada otot-otot
ekstraokular serta peningkatan jaringan ikat dan lemak pada orbita yang mengakibatkan
peningkatan volume jaringan retrobulbar. Edema yang terjadi berkaitan dengan efek hidrofilik
dari glikosaaminoglikan yang disekresi oleh fibroblast. Inflamasi disebabkan oleh infiltrasi
limfosit dan makrofag pada jaringan ikat orbita dan otot-otot ekstraokular. Terjadinya penigkatan
volume jaringan retrobulbar menyebabkan timbulnya manifestasi klinik berupa oftalmopati. Pada
awalnya sel-sel otot masih normal tetapi pada tahap yang lebih lanjut sel-sel otot tersebut
menjadi hipertrofi diserta dengan adanya infiltrasi limfosit dan akhirnya dapat menjadi atrofi
atau fibrotik.

Dermopati ditandai dengan infiltrasi limfosit kedalam lapisan dermis, akumulasi


glikosaminoglikan dan edema akibat adanya inflamasi, terdapat infiltrasi dari sel-sel
proinflamasi yang terutama terdiri dari sel T yang teraktivasi pada otot-otot dan jaringan ikat.
Infiltrasi terjadi melalui pengenalan sel T terhadap antigen yang bereaksi silang dengan antigen
tiroid, seperrti reseptor tirotropin pada fibroblast preadiposit. Sitokin yang diproduksi oleh
fibroblast yang teraktivasi, akan menstimulasi produksi glikosaminoglikan (terutama hyaluronat
dan kondroitin sulfat) yang akan mengakibatkan terjadinya edema dan fibrosis.7
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448195/

Diagnosis

Diagnosis penyakit graves bias dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium darah dan
ultrasonografi. Pemeriksaan baku emas dari penyakit graves dilakukan dengan pengukuran kadar
hormone tiroid dalam darah dan pemeriksaan antibodi. Ultrasonografi digunakan untuk menilai
ukuran, pembesaran dari kelenjar tiroid, dan menyingkirkan kemungkinan diagnosis lainnya
seperti nodul tiroid.
Diagnosis
- Peningkatan kadar T3 dan T4.
- Penurunan kadar TSH (kecuali pada tumor yang inensekresikan TSH).
- Antibodi anti-reseptor TSH untuk penyakit Graves.
- Pemeriksaan scan ambilan iodium radioaktif (RAIU; radioactive iodine uptake): Ambilan
yang bersifat lokal (adenoma toksik, penyakit tiroid multinodular), ambilan yang bersifat
menyeluruh (penyakit Graves) atau tidak ada ambilan (tiroiditis, struma ovarii).
-

Hipertiroid pada penderita ini sesuai dengan penyakit Graves, yaitu didapatkan struma difusa,
adanya gejala umum hipertiroid, dan tanda spesifik hipertiroid (ophtalmopati). Penyakit Grave's
pada penderita ini dapat ditegakkan dengan adanya pemeriksaan laboratorium yaitu TSHs yang
rendah (<0,1µIU / ml) dan Free T4 yang meningkat (3,1 ng/dL)
Meski diagnosis bisa ditentukan,
Untuk menegakan diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang seperti uji laboratorium (TSHs dan Free T4) untuk mengkonfirmasi
diagnosis dan sebagai dasar evaluasi pengobatan.
Tindakan yang sama (memeriksa laboratorium nilai) diterapkan jika tanda dan gejala
tirotoksikosis tidak muncul atau tidak jelas. Berbasis pada konsentrasi rendah TSHs dan
konsentrasi fT4 tinggi (tergantung reagen), diagnosis GD dapat ditentukan.
Diperlukan pemeriksaan T3 jika bersifat fisik pemeriksaan mengarah ke GD, tetapi laboratorium
Hasil menunjukkan konsentrasi TSHs yang rendah dengan nilai fT4 normal. Jika ada keraguan
tanda dan gejala tirotoksikosis, tidak adanya pembesaran kelenjar tiroid yang terlihat, skintigrafi
(pemindaian inti tiroid) dapat dilakukan. Bahkan setelah melakukan semua tes itu, ternyata tidak
diagnosis GD masih jarang terjadi yg tak dpt ditentukan. Jika itu terjadi, uji TRAb
direkomendasikan. Konsentrasi TRAb dapat digunakan untuk tujuan diagnostik dan evaluasi
pengobatan dan remisi.6
Pengobatan GD bertujuan untuk mengontrol dan memperbaiki kondisi berdasarkan patofisiologi
penyakit Graves (reaksi antigen-antibodi dalam kelenjar tiroid). Glukokortikoid bisa mereduksi
konversi T4 menjadi T3 dan menurunkan tiroid hormon dengan mekanisme yang tidak diketahui.
Mengingat pengobatan GD jangka panjang, penggunaan jangka panjang glukokortikoid dapat
menyebabkan lebih banyak kerusakan daripada manfaatnya, oleh karena itu biasanya tidak
digunakan sebagai pengobatan lini pertama.
Modalitas pengobatan GD terdiri dari obat antitiroid, pembedahan, dan yodium radioaktif
pengobatan (RAI) dengan iodium-131 (131I). Pilihan pengobatan didasarkan pada beberapa
faktor; tingkat keparahan tirotoksikosis, usia, ukuran gondok, ketersediaan modalitas, respons
dari perawatan, dan komorbiditas lainnya.
Obat Anti Tiroid ada 2 jenis obat anti tiroid yaitu adalah propylthiouracil (PTU) dan
methimazole. PTU bekerja dengan cara menghambat pengorganisasian iodida dan proses
kopling, sedangkan methimazole menghambat oksidasi yodium di kelenjar tiroid.
Jika salah satu obat ini digunakan sebagai terapi primer, maka harus diberikan minimal 12-18
bulan, dan akan dihentikan sebagai konsentrasinya. TSH dan TRAb mencapai nilai normal.
Azizi, dkk melaporkan bahwa penggunaan anti-tiroid yang berkepanjangan obat ini efektif dan
aman, terutama untuk orang dewasa. Karena itu, obat anti tiroid menjadi pilihan pertama
pengobatan penyakit Graves.
Indikasi obat anti tiroid oral:

a). Kemungkinan remisi tinggi (wanita, ringan manifestasi klinis, gondok ringan, negatif atau
TRAb rendah);

b). Wanita hamil dengan GD;

c). Lansia, atau komorbiditas dengan penyakit lain itu meningkatkan risiko operasi atau harapan
hidup pendek;

d). Pasien di panti jompo atau perawatan kesehatan lainnya fasilitas, tidak dapat mengikuti
peraturan terapi yodium radioaktif;

e). Sejarah pembedahan atau radiasi leher;

f). Ahli bedah tiroid terbatas di daerah;

g). Graves diseae opthalmopati sedang atau berat

h). Kebutuhan segera untuk menurunkan tingkat tiroid (fT4).

Hampir total dan total tiroidektomi adalah jenis operasi utama pada kasus hipertiroidisme.

Indikasi pembedahan:
a). Perencanaan wanita pada kehamilan dalam waktu kurang dari 6 bulan;

b).Gondok membesar dan mengkompresi organ disekitar kelenjar tiroid;

c). Serapan rendah pada pemindaian tiroid;

d). Curiga keganasan;

e). Nodul tiroid lebih besar dari 4cm, atau tidak berfungsi atau hipofungsi pada pemindaian
tiroid;

f). Hiperparatiroidisme;

g). Tingkat TRAb tinggi (sulit diobati dengan obat antitiroid);

h). Sedang atau berat aktif Ophthalmopathy Graves

Resiko operasi tiroidektomi adalah pendarahan, kelumpuhan pita suara, dan hipokalsemia.

Mekanisme kerja obat


antitiroid bekerja dengan dua efek yaitu efek ntratiroid dan ekstratiroid. Mekanisme aksi
intratiroid adalah dengan menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling
iodotirosis, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin
sehingga mencegah atau mengurangi biosintesis hormon tiroid T3 dan T4. Sedangkan
mekanisme aksi ekstratiroid yaitu dengan menghambat konversi T4 menjadi T3 di jaringan
perifer. Sementara itu penggunaan propanolol bertujuan untuk menurunkan gejala-gejala
hipertiroidisme yang diakibatkan peningkatan kerja dari β- adrenergic. Propanolol juga
dikatakan dapat menurunkan perubahan T4 ke T3 di sirkulasi sehingga dapat menurunkan
jumlah hormon yang dalam bentuk aktif.

Fungsi kelenjar tiroid dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan TSH, T3, dan T4. TSH
berfungsi untuk mengatur kelenjar tiroid untuk menstimulasikan hormon tiroid dimana kelenjar
pituitary akan menghasilkan hormon tersebut. Pemeriksaan kadar TSH merupakan tes yang
direkomendasikan untuk skrining gangguan fungsi dari kelenjar tiroid. Pada orang dewasa nilai
normal TSH yaitu 0,3 – 4 mIU/L. T4 digunakan untuk menggambarkan status fungsional
kelenjar tiroid.
Pemeriksaan T4 dan TSH menujukkan konfirmasi diagnosis pada gangguan fungsi kelenjar
tiroid. Nilai normal T4 yaitu 65 – 155 nmol/L. Pemeriksaan kadar T3 dilakukan jika pada
pemeriksaan TSH dan T4 belum menunjukkan konfirmasi diagnosis. Nilai normal T3 yaitu 1 -
2,6 nmol/L. Pemeriksaan T3 juga dapat dilakukan untuk menetukan berat tidaknya keadaan
hipertiroid seseorang (Chandra & Rahman, 2016)

Pemeriksaan laboratorium:

- Kadar T4/FT4 dan T3/FT3 meningkat, kadar TSH menurun, dan TRAb positif.

• Pemeriksaan radiologi

- Skintigrafi: Uptake iodium meningkat.

- Skintigram dengan 123I maupun 99mTc sebaiknya dilakukan bila ada kecurigaan Toxic Adenoma (TA)
atau Toxic Multinodular Goiter (TMNG).

- USG (colour doppler): penilaian aliran darah tiroid dan dapat membedakan PG dan tiroiditis destruktif.

- Bila kelenjar tiroid tidak noduler tanpa orbitopathy, perlu pemeriksaan TRAb dan RAIU untuk
membedakan PG dengan sebab lain.

TATALAKSANA

Terdapat Tiga modalitas pengobatan untuk hipertiroidisme Graves termasuk penggunaan


thionamides (obat antitiroid), terapi atau pembedahan yodium radioaktif (RAI).

A. Anti- tiroid
Pengobatan Hipertiroid yang umum digunakan adalah dengan obat – obat
golongan Thionamide, seperti Propylthiouracil (PTU), Carbimazole, dan Thiamazole.

Mekanisme kerja obat antitiroid bekerja dengan dua efek yaitu efek intratiroid dan
ekstratiroid. Mekanisme aksi intratiroid adalah dengan menghambat oksidasi dan organifikasi
iodium, menghambat coupling iodotirosis, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan
menghambat sintesis tiroglobulin sehingga mencegah atau mengurangi biosintesis hormon
tiroid T3 dan T4. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yaitu dengan menghambat konversi
T4 menjadi T3 di jaringan perifer. Sementara itu penggunaan propanolol bertujuan untuk
menurunkan gejala-gejala hipertiroidisme yang diakibatkan peningkatan kerja dari β-
adrenergic. Propanolol juga dikatakan dapat menurunkan perubahan T4 ke T3 di sirkulasi
sehingga dapat menurunkan jumlah hormon yang dalam bentuk aktif.
Efek PTU menghalangi proses hormogenesis intratiroid, mengurangi disregulasi imun
intratiroid serta konversi perifer dari T4 menjadi T3, bersifat immunosupresif dengan
menekan produksi TSAb melalui kerjanya mempengaruhi aktivitas sel T limfosit kelenjar
tiroid. Efek imunosupresif PTU melalui induksi apoptosis leukosit intratiroid dan
menurunkan jumlah sel-sel Th dan natural killer (NK). Kelebihannya cepat menimbulkan
eutroid dan remisi imunologi yang tergantung lamanya terapi. Pengobatan biasanya dibagi
atas tahap inisial dan tahap pemeliharaan (menggunakan dosis obat yang lebih rendah),
lamanya bervariasi tetapi efektif diberikan selama 12-18 bulan.

Dosis propiltiourasil untuk dewasa adalah 200-400 mg/hari, dosis ini dipertahankan
sampai pasien mencapai keadaan eutiroid, lalu dosis diturunkan secara berangsur-angsur
sampai mencapai dosis pemeliharaan 50-150 mg/hari. Obat-obat antitiroid hanya perlu
diberikan sekali sehari karena efeknya yang panjang pada kelenjar tiroid. Pengobatan yang
berlebihan dapat cepat menyebabkan hipotiroidisme, keadaan ini sebaiknya dihindari
terutama selama kehamilan karena dapat menyebabkan goitre pada janin. Kombinasi
karbimazol 40-60 mg/hari dengan levotiroksin 50-150 µg/hari digunakan pada blocking
replacement regimen, yang diberikan selama 18 bulan. Blocking replacement regimen tidak
boleh diberikan selama kehamilan.

Karbimazol diberikan pada dosis 15-40 mg/hari, kadang-kadang diperlukan dosis lebih
besar. Dosis ini dilanjutkan sampai pasien mencapai keadaan eutiroid, biasanya setelah 4-8
minggu, kemudian secara berangsur-angsur dosis dikurangi menjadi dosis pemeliharaan 5-15
mg. Terapi diberikan selama 12-18 bulan.

Pemakaian karbimazol kadang dapat mengakibatkan rash dan pruritus, yang dapat


diobati dengan pemberian antihistamin tanpa menghentikan terapi, sebagai alternatif dapat
diganti dengan pemakaian propiltiourasil. Pasien diberitahu untuk segera melaporkan sakit
tenggorokan karena meskipun jarang hal tersebut dapat terjadi akibat agranulositosis.

b. Terapi Yodium Radioaktif (RAI)

Pada terapi RAI, pasien akan mendapat sodium iodida-131 secara oral. Kelenjar tiroid akan menyerap
iodin radioaktif dari aliran darah sama seperti saat kelenjar menyerap iodin untuk menghasilkan hormon
tiroid dan kemudian bahan ini akan masuk ke folikel-folikel penyimpanan. Efek radiasi dari isotop I 131
akan menghancurkan jaringan tiroid secara bertahap, sehingga produksi hormon tiroid diharapkan akan
menurun. Dalam beberapa minggu setelah pemberian sodium iodida- 131, penghancuran dari jaringan
kelenjar tiroid dibuktikan dari adanya pembengkakan dan nekrosis epitel, disrupsi folikel, edema, serta
adanya infiltrasi leukosit. Pasien yang menjalani terapi ini mungkin tidak mendapati perubahan pada
gejala penyakitnya dalam waktu singkat, karena terapi ini hasilnya tidak segera terlihat dan
membutuhkan waktu selama beberapa minggu sampai bulan.
Dosis sodium iodida-131 umumnya berkisar antara 185 MBq (5 mCi) hingga 555 MBq (15 mCi). Pasien
yang akan menjalani terapi ini harus menghentikan penggunaan obat-obatan yang mengandung iodin,
dan menjalani diet bebas iodin untuk memastikan efektifitas terapi yang akan dijalani. Pada pasien yang
mengalami tirotoksikosis, pemberian obat-obatan antitiroid sebelum memulai regimen terapi diperlukan
untuk menghindari terjadinya krisis tiroid, yang dapat terjadi setelah pemberian regimen terapi.
Perburukan dari opthalmofati setelah pemberian terapi membutuhkan perhatian khusus, dan
pemberian prednison, 40 mg/hari, ditaper selama 2 hingga 3 bulan diwajibkan pada pasien-pasien ini.
Pasien harus menghindari kontak dekat dan lama dengan anak-anak dan ibu hamil setelah pemberian
regimen terapi, untuk menghindari penyebaran efek radiasi ke kelompok tersebut. Keadaan hipotiroid
hampir merupakan hasil akhir yang absolut dari pemberian regimen RAI, mencapai 80% dari
keseluruhan pasien yang dirawat secara adekuat

c. Tiroidektomi total

Tiroidektomi total merupakan cara yang efektif agar tiadak mengalami remisi tetapi
menimbulkan risiko yang terkait dengan anestesi umum, kelumpuhan saraf laring berulang, dan
hipoparatiroidisme sementara atau permanen. Oleh karena itu tiroidektomi total ini merupakan
terapi lini ketiga. Pembedahan sangat berguna untuk pasien yang menolak atau tidak dapat
mentolerir pengobatan dengan thionamides atau RAI, atau pasien dengan goiter besar yang
menekan jaringan disekitarnya atau nodul yang dicurigai adanya keganasan. Resiko operasi
tiroidektomi ini adalah pendarahan, kelumpuhan pita suara, dan hipokalsemia.

Terapi Yodium Radioaktif

Terapi Yodium ini cukup cepat, mudah, cukup mahal, menghindari pembedahan, dan tanpa risiko
signifikan pada orang dewasa dan mungkin remaja. Dosis yang lebih besar diperlukan untuk
memberikan kendali yang cepat dan pasti secara umum menyebabkan hipotiroidisme, dan dosis rendah
dikaitkan dengan kebutuhan yang sering untuk perawatan ulang atau penatalaksanaan medis tambahan
selama satu sampai dua tahun. 131-I digunakan sebagai terapi utama pada kebanyakan orang di atas
usia 40 dan pada kebanyakan orang dewasa di atas usia 21 tahun jika obat antitiroid gagal
mengendalikan penyakit. Perawatan anak-anak dengan 131-I lebih jarang, seperti yang dibahas nanti. Ini
dapat digunakan pada orang tua dan orang-orang dengan penyakit penyerta dengan tindakan
pencegahan.

Terapi 131-I lebih sering digunakan pada pasien dengan penyakit Graves yang sudah melewati masa
remaja. Terapi ini digunakan pada kebanyakan pasien yang pernah menjalani operasi tiroid sebelumnya,
karena kejadian komplikasi, seperti hipoparatiroidisme dan kelumpuhan saraf berulang. Demikian juga,
ini adalah terapi pilihan untuk setiap pasien yang berisiko menjalani operasi karena penyakit yang rumit.
Pembedahan mungkin lebih disukai pada pasien dengan ophthalmopathy yang signifikan, sering
dikombinasikan dengan profilaksis prednison.

Anda mungkin juga menyukai