Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI KESUBURAN TANAH

ACARA 7

PENETAPAN KADAR KARBON (C) PUPUK PETROGANIK

Disusun oleh :

Nama : Listiya Hidayah

NPM : 1710401096

Kelompok :C2

Asisten : Ami Haniva

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TIDAR

2019
ACARA 7

PENETAPAN KADAR KARBON (C) PUPUK PETROGANIK


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum acara 7 “penetapan kadar karbon (C) pupuk
petroganik” adalah untuk mengetahui C/N pupuk organik
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Senyawa organik yang mudah lapuk antara lain gula, pati, protein,
hemiselulosa.  Adapun hasil dari perubahan bahan organik meliputi energi, air, C, N,
S, P, K, Ca, Mg, dan lain-lain.  Kadar bahan organik dalam tanah dipengaruhi oleh
kedalaman, iklim, drainase, dan pengolahan dari bahan tersebut.  Mengingat
peranannya, bahan organik tanah perlu dipertahankan melalui suatu pengelolaan yang
baik (Indranada, 1994).
Karbon merupakan penyusun bahan organik, oleh karena itu peredarannya
selama pelapukan jaringan tanaman sangat penting. Sebagian besar energi yang
diperlukan oleh flora dan fauna tanah berasal dari oksidasi karbon, oleh sebab itu
CO2 terus dibentuk. Berbagai perubahan yang terjadi dan siklus yang menyertai
reaksi karbon tersebut di dalam atau di luar sistem tanah disebut peredaran karbon.
Pembebasan CO2 antara lain melalui mekanisme pelapukan bahan organi. Gas
tersebut merupakan sumber CO2 tanah, disamping CO2 yang dikeluarkan akar
tumbuhan dan yang terbawa oleh air hujan. CO2 yang dihasilkan tanah akhirnya akan
dibebaskan ke udara, kemudian dipakai lagi oleh tanaman (Yani, 2003).
Unsur karbon di dalam tanah berada dalam 4 wujud, yaitu wujud mineral
karbonat, unsur padat seperti arang, grafit dan batubara, wujud humus sebagai sisa-
sisa tanaman dan hewan serta mikroorganisme yang telah mengalami perubahan,
namum relatif tahan terhadap pelapukan dan wujud yang terakhir berupa sisa-sisa
tanaman dan hewan yang telah mengalami dekomposisi di dalam tanah (Watoni dan
Buchari, 2000).
Nilai C-organik dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
kedalaman tanah. Nilai C-organik pada kedalaman tanah yang semakin tinggi akan
diperoleh nilai C-organik yang rendah. Kondisi tersebut disebabkan oleh kebiasaan
petani yang memberikan bahan organik dan serasah pada permukaan tanah sehingga
bahan organik tersebut mengalami pengumpulan pada bagian atas tanah dan sebagian
mengalami pelindihan ke lapisan yang lebih dalam. Nilai C-organik pada bagian
tanah top soil menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan sub soil dan
didalamnya (Sipahutar dkk., 2014).
Kandungan organik tanah biasanya diukur berdasarkan kandungan C-organik
kandungan karbon (C) bahan organik bervariasi antara 45 sampai 60% dan konversi
C-organik menjadi bahan = % C-organik x 1,724. Kandungan bahan organik
dipengaruhi oleh arus akumulasi bahan asli dan arus dekomposisi dan humifikasi
yang sangat tergantung kondisi lingkungan (vegetasi, iklim, batuan, timbunan, dan
praktik pertanian). Arus dekomposisi jauh lebih penting dari pada jumlah bahan
organik yang ditambahkan. Pengukuran kandung bahan organik tanah dengan
metode walkey and black ditentukan berdasarkan kandungan C-organik (Foth, 1984).
BAB 3
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum acara 7 “Penetapan Kadar Karbon (C)
Pupuk Petroganik adalah labu takar 50 ml sebanyak 1 buah, gelas ukur 50 ml
sebanyak 1 buah, gelas ukur 10 ml sebanyak 1 buah, pipet tetes sebanyak 1 buah,
erlenmeyer sebanyak 1 buah, timbangan analitik sebanyak 1 buah, statif dan biuret
sebanyak 1 buah.
Sedangkan bahan yang digunakan antara lain pupuk petroganik, K2Cr2O7 1n,
H2SO4 Pekat, indikator dipenilamine, H2PO4 85%, FeSO4 1n, dan aquadest.
3.2 Cara Kerja
Cara kerja yang dilakukan yaitu pertama labu takar 50 ml diambil. Langkah
kedua, contoh pupuk diambil sebanyak 0,05 g kemudian dimasukkan kedalam labu
takar. Langkah ketiga, dalam labu tersebut ditambahkan 10 ml K 2Cr2O7 1n, kemudian
10 ml H2SO4 Pekat dengan gelas ukur, selanjutnya digojok dengan gerakan mendatar.
Langkah keempat, warna harus tetap jingga, bila warna berubah menjadi biru
kehijauan, ditambahkan lagi K2Cr2O7 1n dan H2SO4 Pekat. Banyaknya penambahan
tersebut dicatat. Langkah kelima 1 ml indikator dipenilamine ditambahkan dengan
menggunakan pipet tetes. Langkah keenam H2PO4 85% ditambahkan sebanyak 10 ml.
Langkah ketujuh, volume tersebut dijadikan 50 ml dengan menambahkan aquadest.
Langkah kedelapan, gojok dengan cara membolak-balikkan dan biarkan mengendap.
Langkah kesembilan, larutan yang jernih diambil dengan pipet sebanyak 5 ml.
Langkah kesepuluh, larutan tersebut dimasukkan kedalam erlenmeyer ukuran 50 ml,
dan ditambah dengan 15 ml aquadest. Langkah kesebelas, larutan dititrasikan dengan
FeSO4 1n, hingga warna kehijauan. Langkah keduabelas dibuat blanko seperti pada
langkah sebelumnya, tetapi tanpa bahan pupuk.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
Setelah dilakukan pengamatan dapat dilihat hasil sebagai berikut:
Perhitungan:
Diketahui:
Volume titrasi = 3 ml
B = 4 ml
A = 2 ml
KL = 15,16 %
( B− A ) X Normalitas FeSO 4 X 3 100
X 10 X X 100 %
Kadar C = 100 77
X Berat contoh pupuk (mg)
100+ KL
( 4−3 ) ml X 1 n X 3 100
X 10 X X 100 %
= 100 77
X 50 mg
100+15,16
3
= X 1298,70 %
43,42
= 89,73 %
100
Kadar O = Kadar C X %
58
100
= 89,73 % X
58
= 154,70 %
Jadi kadar C dari pupuk petroganik adalah 89,73 %, sedangkan untuk kadar O
nya sebesar 154,70 %.
4.2 Pembahasan
Setelah dilakukan pengamatan dapat dilihat hasilnya bahwa kadar C dari pupuk
petroganik adalah 89,73 %, sedangkan untuk kadar O nya sebesar 154,70 %. Namun
sebelumnya dapat diketahui bahwa kadar C dalam pupuk tersebut sangat tinggi. Dan
kemungkinan bahwa jika pupuk tidak ditempatkan pada areal yang benar maka dapat
terjadi kerusakan pada tanah maupun tanaman yang ada di sekitarnya. Dan hal
tersebut tidak sesuai dengan literature yang meunjukkan bahwa kadar C pada pupuk
biasanya mencapai 44 - 60 %.
Kandungan organik tanah biasanya diukur berdasarkan kandungan C-organik
kandungan karbon (C) bahan organik bervariasi antara 45 sampai 60% dan konversi
C-organik menjadi bahan = % C-organik x 1,724. Kandungan bahan organik
dipengaruhi oleh arus akumulasi bahan asli dan arus dekomposisi dan humifikasi
yang sangat tergantung kondisi lingkungan (vegetasi, iklim, batuan, timbunan, dan
praktik pertanian). Arus dekomposisi jauh lebih penting dari pada jumlah bahan
organik yang ditambahkan. Pengukuran kandung bahan organik tanah dengan
metode walkey and black ditentukan berdasarkan kandungan C-organik (Foth, 1984).
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan pengamatan dapat disimpulkan bahwa kadar C dari pupuk
petroganik adalah 89,73 %, sedangkan untuk kadar O nya sebesar 154,70 %. Namun
sebelumnya dapat diketahui bahwa kadar C dalam pupuk tersebut sangat tinggi. Dan
kemungkinan bahwa jika pupuk tidak ditempatkan pada areal yang benar maka dapat
terjadi kerusakan pada tanah maupun tanaman yang ada di sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Balasubramian, V. 2005. Bahan Organik Tanah. Bali: UNUD.

Foth, H. D, 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Jilid ke Enam. Jakarta: Erlangga. 


Indranada K. Henry.  1994.  Pengelolaan Kesuburan Tanah. Jakarta: Bumi Aksara. 
Sipahutar, A. H., P. Marbun, dan Fauzi. 2014. Kajian C-Organik, N Dan P
Humitropepts pada Ketinggian Tempat yang Berbeda di Kecamatan Lintong
Nihuta. J Agroekoteknologi, 2(4): 1332-1338.
Watoni, A.H., dan Buchari. 2000. Studi Aplikasi Metode Potensiometri Pada
Penentuan Kandungan Karbon Organik Total Tanah. JMS. Vol. 5 No. 1, hal. 23
– 40.
Yani, A. 2003. Beberapa Pendekatan Pengukuran Karbon Tanah Gambut Di Jambi.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai