Bahan Ajar Teori Bil.
Bahan Ajar Teori Bil.
TEORI BILANGAN
(3 SKS)
Oleh
2014
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I. KETERBAGIAN ………….. 1
A. Sifat-Sifat Keterbagian ………….. 1
B. Algoritma Pembagian Bilangan Bulat ………….. 4
A. Sifat-Sifat Keterbagian
1
Beberapa sifat dasar adalah:
1. 1a untuk setiap a Z karena ada a Z sehingga a = 1.a
2. aa untuk setiap a Z dan a 0, karena ada 1 Z sehingga a = a.1
3. a0 untuk setiap a Z dan a 0, karena ada 0 Z sehingga 0 = a. 0
4. ab , a 0, maka kemungkinan hubungan antara a dan b adalah a < b, a = b,
atau a > b.
Teorema 1.1:
Jika a,bZ dan ab, maka abc untuk setiap cZ.
Bukti:
Diketahui ab, maka sesuai definisi 1, ada suatu x Z sehingga b = ax. Jika kedua ruas
kiri dan kanan dikali dengan c maka bc = (ax)c atau bc = a(cx) untuk setiap cZ.
Ini berarti ada y = cx Z sehingga bc = ay. Jadi, abc.
Teorema 1.2
Jika a,b,c Z, ab dan bc, maka ac
Bukti:
(Latihan untuk mahasiswa)
Contoh:
Jika 48 dan 816 maka 416
Teorema 1.3,
Jika a,bZ, , ab dan ba, maka a = b atau a = -b.
Bukti:
Diketahui ab dan ba, maka sesuai definisi 1, ada x,yZ sehingga b = ax dan a = by.
Ini berarti a = (ax)y atau a = a(xy) sehingga diperoleh a – a(xy) = 0 atau a(1 – xy) = 0.
Karena a0 dan a(1 – xy) = 0 maka 1 – xy = 0, atau xy = 1.
Karena x,yZ dan xy = 1 maka x = y = 1 atau x = y = -1.
Jika x = y = 1 maka a = b, dan jika x = y = -1 maka a = -b. Jadi, a = b atau a = -b.
2
Teorema 1.4,
Jika a,bZ, , ab dan ac, maka a(b+c) dan a(b-c)
Bukti:
Akan dibuktikan a(b+c).
Diketahui ab dan ac, maka sesuai definisi 1, ada x,yZ sehingga b = ax dan c = ay.
Jika kedua persamaan di atas dijumlahkan, diperoleh b+c = a(x+y).
Karena x,yZ, maka sesuai sifat ketertutupan operasi penjumlahan (x+y) Z. Dengan
demikian, ada (x+y) Z sehingga b+c = a(x+y). Jadi, a(b + c).
Dengan cara yang sama dapat dibuktikan a(b - c).
Teorema 1.5,
Jika a,b,cZ, ab dan ac, maka a(bx + cy) untuk semua x,yZ.
Bukti:
(Latihan untuk mahasiswa).
Contoh:
48 dan 412, maka 4(8.2 + 12.3) = 452
Teorema 1.6,
Jika a,b,cZ, a>0, b>0, dan ab, maka a b.
Bukti:
Diketahui ab, maka menurut Definisi 1, ada x Z sehingga b = ax. Karena a>0, b>0
maka x > 0. Karena x Z dan x>0, maka kemungkinan nilai-nilai x adalah x = 1 atau
x > 1. Jika x = 1 atau x > 1 dan b = ax, maka b = a atau b > a. Jadi, a b.
3
Definisi nilai mutlak:
a, jika a 0
a =
a, jika a 0
Sifat-Sifat:
1. a - b = b - a
2. a . b = a .b
3. a + b a +b
Teorema 1.7,
Jika ab dan b0, maka a b
Teorema 1.8,
Jika ditentukan barisan bilangan ( 0, 1, 2, 3, …, (a-1) dengan a0 maka beda
dua bilangan sebarang dari barisan itu tidak terbagi oleh a, kecuali beda dua
bilangan sebarang itu sama dengan nol.
Bukti:
(Latihan untuk mahasiswa).
4
b A b = qa + r
27 5 27 = 5x5+2
46 8 46 = 5x8 +6
-103 11 -103 = (-10)x11+7
Keadaan di atas menunjukkan bahwa jika a,bZ dan a>0, maka ada q,rZ sehingga b =
qa + r dengan 0 r < a. Fakta ini menunjukkan penerapan dalil Algoritma Pembagian
5
Bukti : (Dalil Algoritma Pembagian)
1. Menunjukkan eksistensi hubungan b = qa + r
Karena a,bZ maka dapat dibentuk suatu barisan aritmetika (b – na) dengan nZ,
yaitu: …, b – 3a, b – 2a, b – a, b, b + a, b + 2a, b + 3a, …
Misalkan S adalah himpunan bilangan suku-suku barisan yang tidak negatif, yaitu
S = {b - nan Z, (b – na) 0}
Maka menurut prinsip urutan rapi , S mempunyai unsure terkecil r.
Karena rS, maka r dapat dinyatakan sebagai r = b – qa dengan qZ, berarti
b = qa + r.
2. Menunjuukan 0 r < a
Anggaplah tidak benar bahwa 0 r < a, maka r a. (r tidak mungkin negatif
karena rS). Karena r a maka r – a 0
Karena r = b – qa, maka r – a = b – (q+1)a
r – a 0 dan r – a mempunyai bentuk (b – na) maka (r – a) S.
Diketahui a > 0, maka r – a < r, sehingga ( r – a) merupakan unsur S yang lebih
kecil dari r. Hal ini bertentangan dengan r sebagai unsure terkecil S.
Jadi, 0 r < a.
6
a > 0 , ( r1 – r2)> 0 dan a > ( r1 – r2) maka a r1 – r2 bertentangan dengan
a( r1 – r2) *.
b. -a < ( r1 – r2) < 0, berarti 0 < ( r2 – r1) < a
a > 0 , ( r2 – r1)> 0 dan a > ( r2 – r1) maka a r2 – r1 bertentangan dengan
a( r1 – r2) *.
Jadi, q1 = q2, dan r1 = r2 atau q da r tunggal.
Definisi
Jika a, b, q, r Z, b = qa + r dengan 0 r <a, maka b disebut bilangan yang
dibagi (divident), a disebut bilangan pembagi (divisor), q disebut bilangan hasil
bagi (quotient) dan r disebut bilangan sisa pembagian (remainder).
Dalil algoritma pembagian menjamin existensi dari bilangan hasil bagi dan sisa
pembagian dari pembagian dua bilangan bulat.
Jika b sebarang bilangan bulat dan a = 2 maka menurut dalil algoritma
pembagian: b = 2q + r dengan 0 r < 2.
Karena 0 r < 2, maka r = 0 atau r = 1
Untuk r = 0, b = 2q + 0 = 2q. Dan b = 2q disebut bilangan bulat genap (even integer)
Untuk r = 1, b = 2q + 1. Dan b = 2q + 1 disebut bilangan bulat ganjil (0dd integer).
Dengan demikian, setiap bilangan bulat merupakan bilangan bulat genap dan bilangan
bulat ganjil.
Contoh:
Misal a = 45 b = 20
Dengan menggunakan algoritma pembagian
Ada 2,5 Z sehingga 45 = 20.2 + 5
Dengan 0 < 5 < 20
7
LATIHAN 1.
8
BAB II
FAKTOR PERSEKUTUAN TERBESAR (FPB)
Definisi 2.1
Suatu bilangan bulat d adalah factor persekutuan a dan b dengan a,b Z, a dan b
keduanya tidak nol jika dan hanya jika d a dan db.
Contoh di atas menunjukkan bahwa 4 faktor persekutuan dari 8 dan 12 karena 48 dan
412. Demikian pula, 2 faktor persekutuan dari 8 dan 12 karena 28 dan 212.
Perhatikan contoh di atas, C adalah himpunan semua factor persekutuan dari a
dan b, serta 4 merupakan bilangan bulat positif terbesar dari unsure C. Dengan demikian,
4 factor persekutuan terbesar dari 8 dan 12, yaitu 4 merupakan bilangan bulat positif
terbesar yang membagi 8 dan 12. Dengan cara yang sama dapat ditunjukkan bahwa 4
merupakan bilangan bulat positif terbesar yang membagi -8 dan -12 atau -8 dan 12 atau
8 dan -12. Jika factor persekutuan a dan b dilambangkan dengan (a,b), maka (8,12) =
(-8, -12) = (-8, 12) = (8, -12) = 4.
Definisi 2.2
Misalkan a,bZ, a dan b keduanya tidak nol, dan d adalah factor persekutuan
terbesar dari a dan b jika dan hanya jika d factor persekutuan dari a dan b. Jika c
factor persekutuan dari a dan b maka c d.
9
Berdasarkan definisi 2.1 dan 2.2, maka diperoleh pernyataan sebagai berikut.
d = (a,b) jika dan hanya jika (i) da dan db
(ii) jika ca dan cb maka c d.
Contoh:
Carilah factor persekutuan dan factor persekutuan terbesar dari 16 dan 24.
Jawab:
A adalah himpunan semua factor 16, maka A = {-16, --8, -4, -2, -1, 1, 2, 4, 8, 16}
B adalah himpunan semua factor 24, maka
B = {-24, -12, -8, -6, -4, -3, -2, -1, 1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, 24}
C = A B = {-8, -4, -2, -1, 1, 2, 4, 8}
Teorema 2.1.
Jika (a,b) = d maka (a:d, b:d) = 1
Bukti:
Misalkan (a:d, b:d) = c. Akan ditunjukkan bahwa c = 1
Akan diperlihatkan c 1 dan c 1.
Karena c factor persekutuan terbesar dari bilangan bulat a dan b, maka c 1.
Selanjutnya, akan ditunjukkan c 1.
(a:d, b:d) = c berdasarkan definisi 2.1 maka c(a:d) dan c(b:d)
jika c(a:d) maka q Z a:d = cq, menurut definisi pembagian a = (cq)d = (cd)q.
jika c(b:d) maka r Z b:d = cr, menurut definisi pembagian b = (cr)d = (cd)r
Dengan demikian, (cd) factor persekutuan a dan b. Karena d factor persekutuan terbesar
dari a dan b maka cd d (berdasarkan teorema 2.2). karena d positif maka c 1.
Dengan demikian, c 1 dan c 1. Jadi, c = 1.
Teorema 2.2
Jika b = qa + r maka (b,a) = (a,r)
10
Untuk pembuktian, gunakan algoritma pembagian bilangan bulat.
Contoh:
Misal a = 35 b = 60
Dengan menggunakan algoritma pembagian
60 = 35. 1 + 25
(35, 25) = 5 berarti (60, 35) = 5
Teorema 2.3
Jika d = (a,b), maka d adalah bilangan bulat positif terkecil yang mempunyai
bentuk ax + by dengan x,yZ.
Bukti:
Nilai-nilai ax + by dengan x,y Z disusun dalam suatu barisan.
Misalkan S adalah himpunan bilangan unsure-unsur barisan yang positif, yaitu:
S = {ax+by > 0 dan x,y Z}
Maka S N.
Karena N merupakan himpunan terurut rapi dan S N, maka S mempunyai unsure
terkecil, missal t.
tS maka x,yZ sehingga t = ax + by. Jadi, t adalah bilangan bulat positif terkecil yang
berbentuk ax + by. Selanjutnya, akan ditunjukkan bahwa t = d = (a, b). Pertama, akan
ditunjukkan ta dan tb.
Andaikan t a. Maka a qt untuk semua qZ. Menurut algoritma pembagian a = qt +r
dengan 0 < r < t sehingga:
r = a – qt = a – q(ax + by) = a(1 – qx) + b(-qy)
Dengan demikian, r S karena r mempunyai bentuk umum unsure S.
Karena r,tS dan r < t maka r adalah unsure terkecil dari S. Hal ini kontrakdiksi karena t
unsure terkecil dari S. Jadi, haruslah t a.
Dengan cara yang sama, dapat ditunjukkan untuk t b.
Jadi, berlaku t a dan t b .
Kedua, akan ditunjukkan bahwa t = d = (a, b)
11
d = (a, b) maka sesuai definisi 2.1, da dan db. Berdasarkan definisi 1.1, m,n Z
sehingga a = md dan b = nd.
Dari t = ax + by, menjadi t = (md)x + (nd)y atau t = d(mx + ny), berarti dt karena
(mx + ny) Z. Karena dt , t > 0 dan d > 0 maka berdasarkan teorema 1.6 d t.
Karena t factor persekutuan dari a dan b dan d = (a, b) maka t d.
Karena d t dan t d maka t = d.
Jadi, t = d = (a, b) merupakan bilangan bulat positif terkecil yang berbentuk ax + by
dengan x,yZ.
Teorema 2.4
Jika mZ dan m > 0, maka (ma, bm) = m(a, b).
Contoh:
(40, 50) = 10
(40, 50) = (10. 4, 10. 5) = 10 (4, 5), dimana (4, 5) = 1
Teorema 2.5
a b
Jika a,bZ dan d = (a, b), maka ( , )=1
d d
Contoh
Misal a = 30 dan b = 45
(a, b) = (30, 45) = 5
30 45
( , ) = (6, 7) = 1
5 5
Teorema 2.6
Jika a,b,cZ, abc, dan (a, b) = 1 maka ac
Bukti:
12
(a, b) = 1, maka sesuai teorema 2.3 ada bilangan bulat positif yang mempunyai bentuk ax
+ by, dengan x,yZ, yaitu ax + by = 1
ax + by = 1, maka c(ax) + c(by) = c atau a(cx) + b(cy) = c.
abc, maka menurut teorema 1.1 a(bc)y untuk setiap y Z
aacx karena acx mempunyai factor a
Karena a(bc)y dan aacx maka menurut teorema 1.5, a(acx + bcy)
Karena a(acx + bcy) dan a(cx) + b(cy) = c, maka ac.
Teorema 2.7
Misalkan x,yZ, d = (a, b) jika dan hanya jika d > 0, d b, dan fd untuk setiap
factor persekutuan f dari a dan b.
Contoh:
Faktor 20 = {-20, -10, -5, -4, -2, -1, 1, 2, 4, 5, 10, 20}
Faktor 35 = {-35, -7, -5, -1, 1, 5, 7, 35}
Faktor persekutuan 20 dan 35 adalah {-5, -1, 1, 5}
Faktor persekutuan terbesar 20 dan 35 atau (20, 35) = 5
Jadi, -55 ; -15 ; 15 ; dan 55
13
Bukti:
Diketahui r0 , r1 Z, r0 > r1 dan r0 , r1 > 0, maka menurut algoritma pembagian, ada
bilangan-bilangan q1 , r2 Z dan q1 , r2 > 0 sehingga r0 = q1 r1 + r2 dengan 0 r2 < r1 .
Berikutnya, r1 , r2 Z, r1 > r2 dan r1 , r2 > 0, maka menurut algoritma pembagian, ada
Bilangan-bilangan q2 , r3 Z , dan q2 , r3 > 0 sehingga r1 = q2 r2 + r3 dengan 0 r3 < r2 .
Dengan cara yang sama, dapat ditunjukkan:
r2 = q3 r3 + r4 , 0 r4 < r 3
.
.
.
rk-2 = qk-1 rk-1 + rk , 0 rk < rk-1
rk-1 = qk rk + rk+1 , rk+1 = 0,
Contoh:
Dengan menggunakan teorema Algoritma Euclides, cari FPB dari 105 dan 60.
105 = 60 . 1 + 45, 0 < 45 < 60 ; (105, 60) = (60 . 1 + 45, 60) = (45, 60)
60 = 45. 1 + 15, 0 < 15 < 45 ; (45, 60) = (45, 45. 1 + 15) = (45, 15)
45 = 3. 15 + 0, 0 0 < 15 ; (45, 15) = 15(3, 1) = 15. 1 = 15
Torema 2.9
Jika (a, b) = d maka ada bilangan-bilangan x dan y sehingga ax + by = d.
Contoh:
Misal a = 32 b = 60, tentukan x dan y sehingga 32x + 60 y = 4
Berdasarkan Algoritma Euclides,
14
60 = 32. 1 + 28 …………(1)
32 = 28 . 1 + 4 ………….(2)
28 = 7. 4 + 0
Jadi, (32, 60) = 4.
Berdasarkan kebalikan dari algoritma Euclides:
Dari langkah (2): 4 = (32 – 28 . 1)
Dari langkah (1): 4 = (32 – (60 – 32 . 1)
= (32 – 60 + 32)
= 2. 32 + (-1) 60
Jadi, x = 2 dan y = -1
15
LATIHAN 2.
16
BAB III
KELIPATAN PERSEKUTUAN TERKECIL (KPK)
Definisi 3.1
(i). k disebut kelipatan persekutuan (common multiple) dari a dan b jika a k dan b k
(ii) k disebut kelipatan persekutuan terkecil (least common multiple) dari a dan b jika k
adalah bilangan bulat positif terkecil sehingga a k dan b k.
Notasi: k = [a, b] dibaca k adalah kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari a dan b.
Contoh:
Carilah [12, 16]
Jawab:
Karena [12, 16] positif maka akan dicari kelipatan positif dari 12 dan 16.
A = himpunan kelipatan 12 yang positif = { 12, 24, 36, 48, 60, …}
B = himpunan kelipatan 16 yang positif = { 16, 32, 48, 64, …}
C = himpunan kelipatan persekutuan 12 dan 16 yang positif
= A B = { 48, 96, 144, … }
Unsur C terkecil adalah 48. Jadi, [12, 16] = 48
Teorema 3.1
Jika b suatu kelipatan persekutuan dari a 1 , a2 , … , an maka
[ a1 , a2 , … , an ] b.
17
Dengan kata lain teorema ini menyatakan bahwa jika h adalah KPK dari a1 , a2 , … , an
yaitu h = [a1 , a2 , … , an ] maka 0, h , 2h , 3h, … masing-masing merupakan
kelipatan persekutuan dari a1 , a2 , … , an . Bilangan b adalah salah satu dari kelipatan –
kelipatan h tersebut.
Bukti:
Misalkan [a1 , a2 , … , an ] = h, maka akan ditunjukkan h b.
Andaikan h b, maka berdasarkan algoritma pembagian ada q,r Z sehingga
b = h q + r dengan 0 < r < h.
Karena b suatu kelipatan persekutuan dari a 1 , a2 , … , an maka ai b untuk setiap i =
1, 2, 3, …, n.
h = [a1 , a2 , … , an ] maka ai h untuk setiap i = 1, 2, 3, …, n.
Dari b = h q + r dengan 0 < r < h, dan ai b serta ai h maka ai r yaitu r
kelipatan persekutuan dari a1 , a2 , … , an . Hal ini bertentangan dengan r < h dan h
kelipatan persekutuan terkecil. Jadi. Pengandaian salah, berarti h = [a 1 , a2 , … , an ] b.
Teorema 3.2
Ditentukan a, b, kZ, a 0, dan b 0.
k = [a, b] jika dan hanya jika a k, b k, k > 0 dan untuk sebarang kelipatan
persekutuan m dari a dan b berlaku k m.
Bukti:
1). Diketahui k = [a, b], maka sesuai dengan definisi 4.1, a k, b k, k > 0 .
Misalkan m adalah sebarang kelipatan persekutuan dari a dan b, maka k m.
Menurut algoritma pembagian, jika k m dan k > 0, maka ada bilangan q,r Z
sehongga m = q k + r, atau r = m – qk dengan 0 r < k.
a k dan b k , maka sesuai teorema 1.1, a qk dan b qk untuk sebarang k
Z
m adalah kelipatan persekutuan dari a dan b, maka sesuai definisi 4.1, a m dan
bm
18
a m , b m, a qk dan b qk maka menurut teorema 1.3, a m - qk dan
b m - qk , berarti r = m - qk adalah kelipatan persekutuan dari a dan b.
r dan k adalah kelipatan-kelipatan persekutuan dari a dan b, k adalah kelipatan
persekutuan terkecil dari a dan b, dan 0 r < k, maka nilai r yang memenuhi
adalah r = 0. Berarti m – qk = 0 atau m = qk.
Jadi, k m.
2). Diketahui ak, bk > 0 dan untuk sebarang kelipatan persekutuan m dari a dan b
berlaku km.
ak dan bk, maka sesuai dengan definisi 3.1, k adalah kelipatan persekutuan
dari a dan b.
k dan m adalah kelipatan-kelipatan persekutuan dari a dan b, k > 0 dan km,
maka k adalah bilangan bulat positif terkecil yang merupakan kelipatan
persekutuan dari a dan b (ak dan bk), dan sesuai dengan definisi 3.1,
k = [a, b] .
Contoh:
A = himpunan semua kelipatan 4 = {…, -12, -8, -4, 0, 4, 8, 12, …}
B = himpunan semua kelipatan 6 = {…, -18, -12, -6, 0, 6, 12, 18, …}
C = himpunan semua kelipatan persekutuan AB = {…, -24, -12, 0, 12, 24, …}
Unsur C yang terkecil dan positif adalah 12, berarti [4, 6] = 12.
Perhatikan bahwa 120, 12-12, 12-24, 1212, 1224, …
Berarti, 12 membagi sebarang kelipatan persekutuan dari 4 dan 6.
Teorema 3.3
m [a, b] = [m a, m b] untuk sebarang m N.
Contoh:
Misal a = 6 dan b = 8 serta m = 5
[6, 8] = 24
19
5 . [6, 8] = 5. 24 = 120.
[5. 6, 5. 8] = [30, 40] = 120.
Jadi, [30, 40] = [5. 6, 5. 8] = 5 [6, 8] = 5 . 24 = 120
Teorema 3.4
Jika a,bN dan (a, b) = 1 maka (a, b) [a, b] = ab
Bukti:
1). (a, b) = 1 maka ax + by = 1 untuk suatu x,yZ (teorema 2.3)
ax + by = 1, maka [a, b] (ax + by) = [a, b]
[a, b] ax + [a, b] by = [a, b]
Sesuai definisi 3.1, a [a, b] dan b [a, b]
Menurut soal no. 2 Latihan 1.1, a b [a, b] b dan a b a [a, b], sehingga menurut
teorema 1.1, a b [a, b] by dan a b a [a, b] x, dan sesuai teorema 1.5,
a b ([a, b] by + [a, b] ax) atau a b [a, b](ax + by)
a b [a, b](ax + by) dan ax + by = 1 maka ab [a, b].
2). [a, b] adalah kelipatan perseutuan terkecil dari a dan b, dan ab adalah kelipatan
persekutuan dari a dan b, maka menurut teorema 3.2, [a, b] ab.
Dari (1) dan (2) berdasarkan teorema 1.4, [a, b] = ab, berarti 1. [a, b] = ab, atau
(a,b) [a, b] = ab.
Teorema 3.5
Jika a,b N maka [a, b] = ab / (a, b)
Contoh:
1. Jika n bilangan bulat positif, dan (n, n+1) = 1 maka [n, n+1] = n (n + 1).
2. (6, -10) = 2
Kelipatan-kelipatan persekutuan dari 6 dan -10 adalah
{…, -60, -30, 0, 30, 60, … }
[6, -10] = 30.
Jadi, [6, -10] 6 (-10) / (6, -10)
20
LATIHAN 3
1. Buktikan teorema 3.3
2. Buktikan, jika h = [a1 , a2 , … , an ] maka ai h untuk setiap i = 1, 2, 3, …, n.
3. Buktikan teorema 3.5
4. Buktikan , (a, b) [a, b]
5. Buktikan, [a, b] = (a, b) bila dan hanya bila a = b
6. Buktikan, jika m kelipatan persekutuan dari a dan b maka (a, b) m
7. Jika m bilangan genap, maka [m – 1, m + 1, m2 + 1] = …….
8. Jika m dan n bilangan-bilangan bulat positif dan (m, n) = k maka
[m, n] = (m, n).k
9. Tunjukkan, [a, b] c jika dan hanya jika a c dan a b.
21
BAB IV
BILANGAN PRIMA
Definisi 4.1
Bilangan prima adalah bilangan Asli lebih dari 1 yang tepat mempunyai dua factor.
Bilangan Asli yang mempunyai lebih dari dua factor disebut bilangan Komposit.
Contoh:
1). Bilangan-bilangan 2, 3, dan 5 adalah bilangan-bilangan asli, sebab:
a. 2 adalah bilangan asli lebih dari 1 yang tepat mempunyai 2 faktor yaitu 1 dan 2
b. 3 adalah bilangan asli lebih dari 1 yang tepat mempunyai 2 faktor yaitu 1 dan 3
c. 5 adalah bilangan asli lebih dari 1 yang tepat mempunyai 2 faktor yaitu 1 dan 5
22
b. 6 adalah bilangan asli lebih dari 1 yang mempunyai lebih 2 faktor yaitu 1, 2, 3,
dan 6.
c. 12 adalah bilangan asli lebih dari 1 yang mempunyai lebih 2 faktor yaitu 1, 2,
3, 4, 6, dan 12.
Di dalam sejarah matematika, kajian tentang bilangan prima antara lain terkait dengan
sejumlah usaha manusia untuk membuat “rumus” tentang bilangan prima, yaitu cara atau
prosedur untuk memperoleh atau membuat daftar bilangan prima. Salah satu ahli
matematika yang dapat membuat daftar bilangan prima adalah Erastosthernes seorang
matematikawan Yunani Kuno pada sekitar tahun 300 SM. Beliau telah membuat proses
yang terdiri atas langkah-langkah tertentu untuk membuat daftar bilangan prima yang
dikenal dengan sebutan Saringan Erastosthernes. Berikut adalah peragaan saringan
Erastosthernes untuk membuat daftar bilangan prima kurang dari atau sama dengan 100.
a. membuat daftar bilangan dari 1 s.d. 100, misalkan ditulis berurutan dalam 10
baris dan 10 kolom
b. mencoret bilangan 1
c. melingkari bilangan 2 dan mencoret semua kelipatan 2
d. melingkari bilangan 3 dan mencoret semua kelipatan 3
e. melingkari bilangan 5 dan mencoret semua kelipatan 5
f. melingkari bilangan 7 dan mencoret semua kelipatan 7
g. melingkari semua bilangan yang belum dilingkari dan belum dicoret
h. melihat hasil melingkari dan mencoret
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
23
i. mendaftar semua bilangan prima kurang dari 100:
2, 3, 5, 11, 13, 17, 19, 23, 29, 31, 37, 41, 43, 47, 53, 59, 61, 67, 71, 73,
79, 83, 89, dan 97.
Keadaan di atas menunjukkan bahwa semua factor 100 yang lebih dari 10 maupun
kurang dari 10, adalah 1, 2, 4, 5, 10, 20, 25, 50, dan 100. Selanjutnya, jika p
semakin besar, maka q semakin kecil, dan nilai-nilai p dan q keduanya tidak boleh
bersama-sama lebih dari 10. Sifat ini dogunakan untuk mengetahui bahwa semua
bilangan komposit telah dicoret.
Dari daftar bilangan 1, 2, 3, … , 100, bilangan-bilangan 2, 3, 5, dan 7 adalah
bilangan-bilangan prima, dan bilangan prima berikutnya adalah 11.
Karena 112 = 121 di luar daftar bilangan, maka pencoretan dihentikan sampai dengan
7, dan semua bilangan tersisa (tidak tercoret) adalah bilangan prima.
Sehubungan dengan proses di atas dapat dituangkan dengan teorema berikut.
Teorema 4.1
Jika nN, maka n mempunyai factor prima terbesar p sehingga p n
Bukti:
Misalkan tidak benar bahwa n mempunyai factor prima p n , berarti n paling
24
Maka n = p q > n . n atau n = p q > n, yaitu n > n. Hal ini kontradiksi karena
Contoh:
1). Di dalam menggunakan kerja saringan Erastosthernes:
a. Jika n = 200, maka pencoretan dihentikan pada bilangan prima terbesar
p 200 , yaitu p = 13
b. Jika n = 500, maka pencoretan dihentikan pada bilangan prima terbesar
p 500 , yaitu p = 19
c. Jika n = 1000, maka pencoretan dihentikan pada bilangan prima terbesar
p 1000 , yaitu p = 31
2). Teorema 4.1 di atas dapat digunakan sebagai dasar pembuatan program komputer
BASIC sederhana untuk mendaftar semua bilangan prima kurang dari atau sama
dengan n N. Program dan contoh pelaksanaan program untuk n = 1000 adalah
seperti berikut. Perlu dipahami bahwa bahwa saringan Erastosthernes tidak dapat
secara memuaskan untuk menguji langsung suatu bilangan adalah bilangan prima
atau bukan bilangan prima, sehingga banyak rumus lain yang mencoba menghasilkan
setiap bilangan prima. Rumus lain untuk memperoleh bilangan prima yang dapat
dimasikan dalam program BASIC antara lain:
a). f(n) = n2 – n + 41 adalah bilangan prima untuk setiap n N.
Jika f(n) didaftar untuk n = 1 s.d. n = 40, maka diperoleh daftar sebagai
berikut.
25
n f(n) n f(n) n f(n) n f(n)
1 41 11 151 21 461 31 971
2 43 12 173 22 503 32 1033
3 47 13 197 23 547 33 1097
4 53 14 223 24 593 34 1163
5 61 15 251 25 641 35 1231
6 71 16 281 26 691 36 1301
7 83 17 313 27 743 37 1373
8 97 18 347 28 797 38 1447
9 113 19 383 29 853 39 1523
10 131 20 421 30 911 40 1601
b). Rumusan f(n) = n2 – 79 n + 1601 juga gagal menjadi rumusan bilangan prima
sebab: f(81) = 812 – 79. 81 + 1601 = 1763 = 41 . 43.
Yaitu 1763 habis dibagi oleh 1, 41, 43, dan 1763. Jadi, 1763 bukan bilangan
prima.
22
f(2) = 2 + 1 = 24 + 1 = 17 (bilangan prima)
26
23
f(3) = 2 + 1 = 28 + 1 = 257 (bilangan prima)
24
f(4) = 2 + 1 = 216 + 1 = 65537 (bilangan prima)
25
f(5) = 2 + 1 = 232 + 1 = 4294967297 (bukan bilangan prima karena
habis dibagi oleh 541)
Jadi, rumus Fermat gagal untuk n = 5.
Teorema 4.2
Bukti:
Karena n bilangan komposit, maka ada bilangan-bilangan bulat k dan m sehingga
n = k m dengan 1 < k < n dan 1 < m < n
Jika k dan m kedua-duanya lebih besar dari n , maka
n = km > n. n = n
sehingga 1 < k n.
Teorema 4.3
Bukti:
Berdasarkan teorema 4.2, maka n memiliki factor k sehingga 1 < k n . Menurut
27
Kontraposisi dari teorema 4.2, yaitu:
Jika n tidak memiliki factor k sehingga 1 < k n maka n suatu bilangan prima.
Atau jika n bilangan bulat positif yang tidak memiliki factor k sehingga k 2 n, maka n
bilangan prima.
Sedangkan kontraposisi teorema 4.3, yaitu;
Jika n tidak memiliki factor prima p n , maka n adalah bilangan prima. Atau Jika
n bilangan bulat positif yang tidak memiliki factor prima p 2 n, maka n bilangan
prima.
Khusus untuk kontraposisi teorema 4.3, dapat digunakan untuk menyelidiki/ memerikasa
suatu bilangan bulat positif, apakah termasuk bilangan prima atau bilangan komposit.
Contoh:
Periksa apakah 907 bilangan prima atau bilangan komposit?
Dengan menggunakan kontraposisi teorema 4.3,
Pertama, akan dicari bilangan prima pertama sampai dengan bilangan prima p sehingga
p2 907. Bilangan-bilangan prima tersebut adalah: { 2, 3, 5, 7, 11 , 13, 17, 19, 23,
dan 29} karena bilangan prima (29)2 < 907, sedangkan bilangan prima berikutnya
(31)2 > 907.
Kedua, akan diselidiki apakah semua bilangan-bilangan prima di atas membagi habis
bilangan 907. Ternyata semua bilangan-bilangan prima tersebut tidak ada yang membagi
habis bilangan 907. Jadi, bilangan 907 adalah bilangan prima.
Telah kita ketahui bahwa jika (a, b) = 1, maka a dan b dikatakan saling prima
(prima relatif atau saling basit). Selanjutnya, jika (a 1 , a2 , a3 , …, an ) = 1, maka
a1 , a2 , a3 , …, an saling prima dua-dua. Misalnya, (3, 4, 5, 7) = 1 maka 3, 4, 5, dan
7 saling prima dua-dua. Dan jika (a1 , a2 , a3 , …, an ) = 1 dan (ai , aj ) = 1 untuk suatu i
28
dan j, i j, i = 1,2,…,n dan j = 1,2,…,n. maka a1 , a2 , a3 , …, an saling prima
sepasang demi sepasang. Misal, (2, 3, 4) = 1 maka (2, 3) = 1, dan (3, 4) = 1,
tapi (2, 4) 1. Ini berarti 2, 3, dan 4 saling prima sepasang demi sepasang.
Teorema 4.4
Jika sisa hasil bagi b oleh a prima terhadap a maka b prima terhadap a.
Bukti:
Misalkan a,b Z, dan a 0, maka menurut algoritma pembagian:
ada q,r Z sehingga b = a q + r dengan 0 r < a. Berarti r adalah sisa
hasil bagi b oleh a.
Ambil sebarang bilangan bulat d sehingga d a dan d r.
Karena r dan a saling prima maka (r, a) = 1.
Karena d a , d r, dan (r, a) = 1 maka d 1. Hal ini akan diperoleh 2
kemungkinan, yaitu d = 1 atau d = -1.
Karena d a , d r dan b = a q + r maka d b.
Karena d a, d b dan d = 1 maka (a, b) = 1
Jadi, b prima terhadap a.
Contoh:
Selidiki apakah 65 prima terhadap 32?
Berdasarkan algoritma pembagian
67 = 32 . 2 + 3
3 adalah sisa hasil bagi 67 oleh 32.
Karena (3, 32) = 1 maka (67, 32) = 1
Teorema 4.5
Setiap bilangan bulat n, n > 1 dapat dibagi oleh suatu bilangan prima.
Bukti:
Bilangan bulat n > 1 ada 2 kemungkinan, yaitu n Prima atau n Komposit.
29
Jika n Prima maka n n. Bukti selesai.
Jika n Komposit, maka n mempunyai factor lain selain 1 dan n, missal d1 , sehingga
d1 n. Ini berarti ada n1 Z sehingga n = d1 n1 dengan 1 < n1 < n.
Jika n1 Prima maka n1 n. Bukti selesai.
Jika n1 Komposit, maka n1 mempunyai factor lain selain 1 dan n 1, missal d2 , sehingga
d2 n1. Ini berarti ada n2 Z sehingga n1 = d2 n2 dengan 1 < n2 < n1.
Jika n2 Prima maka n2 n1. Bukti selesai.
Jika n2 Komposit, maka n2 mempunyai factor lain selain 1 dan n 2, missal d3 , sehingga
d3 n2. Ini berarti ada n3 Z sehingga n2 = d2 n3 dengan 1 < n3 < n2.
Demikian seterusnya, sehingga terdapat barisan n, n 1, n2, n3 … , nk dengan
n > n1 > n2 > n3 > … > nk > 1.
Penguraian atas factor-faktor komposit tersebut akan berakhir dengan factor prima, tentu
factor prima tersebut akan lebih besar dari 1.
Misalkan nk Prima , maka nk n, karena nk nk-1 , nk-1 nk-2 , … , n1 n.
Teorema 4.6.
Setiap bilangan bulat n > 1 dapat dinyatakan sebagai hasil kali bilangan-
bilangan prima (mungkin hanya memiliki satu factor).
Bukti:
Berdasarkan teorema 4.5, ada bilangan prima p 1 yang membagi n, yaitu p1 n. Ini
berarti, ada n1 Z sehingga n = p1 n1 dengan 1 n1 < n.
Jika n1 = 1 maka n = p1 berarti n memiliki satu factor bilangan prima.
Jika n1 > 1, maka berdasarkan teorema 4.5, ada bilangan prima p 2 yang membagi n1 ,
sehingga n1 = p2 n2 , ada n2 Z dengan 1 n2 < n1.
Jika n2 = 1 maka n1 = p2 . Dengan demikian, n = p1 p2 yang berarti n dapat dinyatakan
sebagai hasil kali factor-faktor prima yaitu p1 dan p2 .
Tetapi, jilka n2 > 1, maka berdasarkan teorema 4.5, ada bilangan prima p 3 yang
membagi n2 , sehingga n2 = p2 n3 , ada n3 Z dengan 1 n3 < n2.
30
Jika n3 = 1, maka n2 = p2 sehingga n = p1 p2 p3, yaitu hasil kali factor-faktor prima
p1 , p2 dan p3 .
Jika n3 > 1, maka proses di atas dilanjutkan terus hingga memperoleh nilai n k = 1.
Penguraian atas factor-faktor prima pasti berakhir, karena n > n 1 > n2 > n3 … > nk 1
Misalkan nk = 1, maka n = p1 p2 p3 … pk adalah hasil kali factor-faktor prima.
Contoh:
1) 20 = 2 . 2 . 5
2) 85 = 5 . 17
Berdasarkan teorema 4.6, bahwa setiap bilangan bulat n > 1 dapat dinyatakan
sebagai hasil kali bilangan-bilangan prima. Karena factor=factor prima tersebut ada yang
sama, misalkan factor prima p1 sebanyak a1 , p2 sebanyak a2 , p3 sebanyak a3 , sampai
dengan pk sebanyak ak maka bilangan bulat n dapat ditulis sebagai:
a1 a2 a3 ak
n = p1 p2 p3 … pk .
Definisi 4.2
a1 a2 a3 ak
Bentuk n = p 1 p2 p3 … pk . disebut bentuk kanonik n atau sering
juga disebut representasi n sebagai hasil kali bilangan-bilangan prima.
Bentuk teorema 4.6, dan definisi 4.2, sangat membantu untuk dalam menentukan FPB
dan KPK dua bilangan bulat positif a dan b, dengan ketentuan sebagai berikut:
31
Misal dua bilangan bulat positif c dan d, dengan bentuk kanonik:
a1 a2 a3 ak
c = p1 p2 p3 … pk . dan
b1 b2 b3 bk
d = p1 p2 p3 … pk . dengan ai 0, bj 0, dan i = j = 1, 2, 3, …, k.
Contoh:
Misalkan c = 216 dan d = 117
Penguraian atas factor-faktor prima dari bilangan-bilangan itu adalah
216 = 23 . 33 = 23 . 33 . 130
117 = 32 . 131 = 20 . 32 . 131
Jadi,
Min{0 , 3} Min{2 , 3} Min {0 , 1}
(216, 117) = 2 3 13
= 20 . 32 . 130
= 1 . 9 . 1
= 9
= 23 . 33 . 131 = 2808.
32
LATIHAN 4
33
BAB V
KETUNGGALAN FAKTORISASI BILANGAN PRIMA
Berdasarkan teorema 4.6, bahwa setiap bilangan bulat n > 1 dapat dinyatakan
sebagai hasil kali factor-faktor prima (mungkin hanya satu factor). Berikut ini akan dikaji
bahwa hasil kali factor-faktor prima dari setiap bilangan bulat n > 1 adalah tunggal.
Untuk keperluan kajian tersebut maka diperlukan teorema-teorema berikut.
Teorema 5.1
Jika p bilangan prima dan p ab maka p a atau p b
Teorema 5.2
Ditentukan ai Z+, 1 i n
Jika p adalah sutau bilangan prima dan p a1 a2 a3 …an maka p ai untuk
Suatu 1 i n
34
Bukti:
p a1 a2 a3 …an atau p a1 (a2 a3 …an) maka menurut teorema 5.1, p a1 atau
p (a2 a3 …an).
Jika p a1 maka p ai untuk i = 1
Jika p a1 maka p a2 a3 …an atau p a2 (a3 a4 …an), sehingga p a2 atau
p (a3 a4 …an).
Jika p a2 maka p ai untuk i = 2
Jika p a2 maka p a3 a4 …an atau p a3 (a4 a5 …an), sehingga p a3 atau
p (a4 a5 …an).
Demikian seterusnya, sehingga diperoleh:
p an-1 an berarti : p an-1 atau p an
Jadi, pai untuk suatu 1 i n
Teorema 5.3
Jika p, q1 , q2 , q3 … , qn semua bilangan prima dan p q1 q2 q3 …, qn
Maka p = qk untuk suatu k dengan 1 k n
Bukti:
Ambil n Z dan n > 1, maka n adalah suatu bilangan prima atau bilangan komposit.
Jika n suatu bilangan prima, maka sudah terbukti bahwa n mempunyai factor prima n.
Jika n sutau bilangan komposit, maka tentu ada bilangan-bilangan bulat n1 , n2 ,
dengan ( 1 < n1 , n2 < n ) sehingga n = n1. n2
35
Jika n1 dan n2 keduanya adalah bilangan prima, maka sudah terbukti n mempunyai
factor prima. Dalam hal yang lain, ada bilangan-bilangan bulat n1, n2 , n3 dengan
(1 < n1 , n2 , n3 > n) sehingga n = n1 n2 n3.
Demikian seterusnya sehingga:
(1 < n1 , n2 , n3 , …, nk > n) sehingga n = n1 n2 n3…. nk
dengan n1 , n2 , n3 , …, nk adalah bilangan-bilangan prima.
Untuk menunjukkan ketunggalan pemfaktoran bilangan prima, maka dimisalkan
pemfaktorannya tidak tunggal, yaitu:
n = p1 p2 p3 … pk dan n = q1 q2 q3 … qm , pi dan qj adalah bilangan-bilangan
prima dengan 1 i k dan 1 j k .
p1 n berarti p1 q1 q2 q3 … qm .
Karena p1 adalah suatu bilangan prima, p1 qj untuk suatu j.
Selanjutnya, karena qj juga bilangan prima, yaitu suatu bilangan yang hanya mempunyai
factor 1 dan qj , maka jelas bahwa p1 = qj.
Karena n = p1 p2 p3 … pk dan n = q1 q2 q3 … qm maka p1 p2 p3 … pk = q1 q2 q3 …
qm Misalkan tempat qi di q1 , maka p1 = q1, sehingga diperoleh:
p2 p3 … pk = q2 q3 … qm
Jika proses yang sama dilakukan, maka diperoleh :
P2 = q2 , p3 = q3 , p4 = q4 …
Jika k < m, maka diperoleh:
1 = qk+1 qk+2 … qm
Hal ini tidak mungkin terjadi karena tidak ada bilangan-bilangan prima yang hasil kalinya
sama dengan 1, sehingga terjadi kontradiksi.
Jika k > m, maka
1 = pm+1 , pm+2 … pk
Hal ini tidak mungkin terjadi, sehingga terjadi kontradiksi.
Jadi, tidak mungkin k < m dan k > m sehingga pemfaktoran n adalah tunggal
Pemfaktoran bilangan prima dapat dicari dengan 2 cara, yaitu diagram pohon dan
pembagian berulang.
36
1) Diagram Pohon:
Contoh:
Tunjukkan pemfaktoran prima dari 24
24 24 24
2 12 3 8 4 6
2 6 2 4 2 2 2 3
2 3 2 2
Jadi, walaupun ada 3 jenis model diagram pohon untuk menunjukkan pemfaktoran
prima dari 24, tapi hasilnya tetap tunggal, yaitu 24 = 2 . 2. 2. 3 (kendatipun urutan-
urutan primanya berubah namun bilangan primanya tetap yaitu 2, 2, 2, dan 3)
Jadi, 105 = 3 . 3. 7
Teorema 5.5
Banyaknya bilangan prima adalah tak terhingga
Bukti:
Anggaplah bahwa banyaknya bilangan prima adalah terhingga, yaitu p 1 , p2 , p3 … , pk
adalah daftar semua bilangan prima, dan tentukan B = p 1 p2 p3 … pk . pk + 1.
Jika B adalah bilangan prima, yaitu B = pi (1 i k), maka B B, yaitu:
37
Pi p1 p2 p3 … pk . pk + 1.
Pi pi maka Pi p1 p2 p3 … pk
Pi p1 p2 p3 … pk . pk + 1 dan Pi p1 p2 p3 … pk maka pi 1
Hal ini terjadi kontradiksi, karena tidak ada bilangan prima yang membagi 1.
Jika B adalah bilangan komposit, maka sesuai teorema 4. 5, ada bilangan prima p i (1
i k),sehingga pi B.
pi B, maka pi p1 p2 p3 … pk . pk + 1
Pi pi maka Pi p1 p2 p3 … pk
Pi p1 p2 p3 … pk . pk + 1 dan Pi p1 p2 p3 … pk maka pi 1
Hal ini terjadi kontradiksi, karena tidak ada bilangan komposit yang membagi 1.
Jadi, banyaknya bilangan prima adalah tak terhingga.
Contoh:
Perhatikan barisan bilangan prima : 3, 7, 11, 19, 23, … , (4n – 1). Banyaknya
bilangan prima berbentuk (4n – 1) pun tak terhingga pula. Silahkan diminta mahasiswa
untuk membuktikannya.
Teorema 5.6,
Jika dalam barisan bilangan prima, p n menyatakan bilangan prima ke n, maka
n-1
2
pn 2
38
LATIHAN 5
1. Buktikan teorema 5.3
2. Buktikan bahwa untuk k 1, maka banyaknya bilangan prima berbentuk (4k –1)
adalah tak terhingga.
3. Buktikan, jika p suatu bilangan prima dan p ak maka p a.
4. Jika n suatu bilangan ganjil, tunjukkan bahwa ada bilangan kuadrat yang jika
ditambahklan pada n memberikan bilangan kuadrat pula.
5. Tentukan bilangan prima p sedemikian sehingga (17p + 1) suatu bilangan kuadrat.
6. Buktikan bahwa setiap bilangan prima yang mempunyai bentuk 3k + 1 juga
dalambentuk 6k +1
7. Misalkan p2 p3 … pk = q2 q3 … qm dan P2 = q2 , p3 = q3 , p4 = q4 …
Buktikan bahwa: Jika k < m, maka diperoleh: 1 = qk+1 qk+2 … qm
Dan Jika k > m, maka 1 = pm+1 , pm+2 … pk
39
BAB VI
KONGRUENSI
J4 = { 1, 2, 3, dan 4}
Bilangan-bilangan bulat selain unsure J 4 dapat ditubjukkan senilai dengan unsure-unsur J4
yaitu dapat diperagakan menggunakan jam tiruan yang angka-angkanya 1, 2, 3, dan 4
melalui hitungan jarum jam yang digerakan melingkar. Misalnya 10 ditunjukkan
dengan 4 + 4 + 2, sehingga diperoleh 2. Jadi, 10 jam empatan ekivalen dengan 2 jam
empatan.
Bilangan serupa dengan bilangan jam adalah bilangan modulo. Bilangan jam
empatan menggunakan angka-angka 1, 2, 3, dan 4, sedang bilangan modulo empat
menggunakan angka-angka 0, 1, 2, dan 3, dan himpunan bilangan modulo 4
ditunjukkan dengan M4 = { 0, 1, 2, 3}.
Operasi bilangan modulo misalnya bilangan modulo 4, serupa dengan bilangan jam
empatan, yaitu secara factual dapat ditunjukkan dengan jam empatan dengan mengganti
angka 4 mnjadi angka 0. Berdasarkan pengoperasian melalui gerakan melingkar
berulang ini dapat diperoleh keadaan serupa dengan pengurangan berulang. Misalnya
bilangan 10 modulo 4 ditunjukkan dengan 10 – 4 – 4 = 10 – 2. 4 = 2, sehingga dapat
dikatakan bahwa 2 merupakan sisa dari pengurangan 10 dengan kelipatan dari 4,
berarti sesuai dengan sisa pembagian 10 oleh 4, yaitu 2.
40
Definisi 6.1
Misalkan a,bZ dan m Z+
a disebut kongruen dengan b modulo m, ditulis a b (mod m), jika dan hanya jika
m a – b.
Jika m a – b maka a tidak kongruen dengan b modulo m, ditulis a b
(mod m),
Contoh:
1. 10 2 (mod 4) sebab 4 10 – 2
2. 12 -6 (mod 9) sebab 9 12 – (-6) atau 9 18
3. -15 35 (mod 10) sebab 10 -15 – 35 atau 10 - 50
4. 6 3 (mod 4) sebab 4 6 – 3 atau 4 3
5. 12 -3 (mod 6) sebab 6 12 – (-3) atau 6 15
Dalam kehidupan sehari-hari terdapat beberapa keadaan yang serupa dengan masalah
kongruensi. Misalnya, kerja arloji mengikuti aturan modulo 12 untuk jam, dan modulo
60 untuk menyatakan menit dan detik. Selanjutnya, kerja kalender mengikuti aturan
modulo 7, untuk hari-hari dalam satu minggu mengikuti aturan modilo 5, dan aturan
modulo 12 untuk bulan-bulan dalam satu tahun. Beberapa dalil yang merupakan sifat-
sifat dasar kongruensi adalah sebagai berikut.
Teorema 6.1
1. a a (mod m) untuk semua a Z (Sifat refleksi)
2. a b (mod m) jika dan hanya jika b a (mod m) untuk semua a,b Z (Sufat
Simteris)
3. Jika a b (mod m) dan b c (mod m) maka a c (mod m) ) untuk semua
a,b,c Z (Sufat Transitif)
4. Jika a b (mod m) maka ax bx (mod m) untuk semua a,b,x Z
5. Jika a b (mod m), dan c d (mod m), maka a + c b + d (mod m) untuk
semua a,b,c,d Z
41
6. Jika a b (mod m), dan c d (mod m), maka a c b d (mod m) untuk semua
a,b,c,d Z
7. Jika a b (mod m) maka ax bx (mod mx) untuk semua a,b,x Z
8. Jika a b (mod m), dan n m, maka Jika a b (mod n) untuk semua a,b,n Z
Bukti:
1. m 0, maka m a – a, sehingga menurut definisi 6, a a (mod m) .
2. a b (mod m), maka menurut definisi 6, m a – b, dan menurut definisi 1, ada
t Z sehingga a – b = mt
a – b = mt, maka b – a = m(-t) dengan -t Z, sehingga m b-a (definisi 1) dan
berarti b a (mod m) ( definisi 6).
Teorema 6.2
Misalkan a,x,y Z dan m, m1 , m2 > 0
m
1. ax ay (mod m) jika dan hanya jika x y mod
(a, m)
42
2. ax ay (mod m) dan (a, m) = 1 jika dan hanya jika x y (mod m)
3. x y (mod m1) dan x y (mod m2 ) jika dan hanya jika x y (mod [ m1 , m2])
Bukti:
1. ()
ax ay (mod m), maka menurut definisi 6 dan definisi 1, ada k Z sehingga
ax – ay = m k atau a (x – y) = m k
Misalkan d = (a, m) maka menurut definisi 3, da dan dm, dan menurut
a m
teorema , = 1
d d
da dan dm, maka menurut definisi 1.1, ada r, s Z sehingga a = d r,
a m
dan m = d s , serta ( r, s) = , = 1
d d
a ( x – y) = mk, a = d r, dan m = d s, maka d r (x – y) = d s k atau r (x – y) = s k.
r (x – y) = s k, maka menurut definisi 1, s r (x – y)
(s, r) = (r, s) = 1 dan s r (x – y) maka berdasarkan teorema s x – y, dan
m m
menurut definisi 6, x y (mod s) atau x y mod , atau x y mod
d (a, m)
()
m m
x y mod maka menurut teorema 6.1.7, ax ay mod
(a, m) (a, m)
m am
ax ay mod dan m , maka menurut teorema 6.1.8, ax ay
( a, m) ( a, m)
(mod m)
43
m1 dan m2 dan menurut teorema [m1 , m2 ] x – y.
[m1 , m2 ] x – y maka sesuai definisi 6, x y (mod [m1 , m2 ]).
()
Menurut definisi 4, m1 [m1 , m2] dan m2 [m1 , m2]
m1 [m1 , m2] dan x y (mod [m1 , m2 ]), maka menurut teorema 6.1.8, x y
(mod m1 ).
m2 [m1 , m2] dan x y (mod [m1 , m2 ]), maka menurut teorema 6.1.8, x y
(mod m2 ).
Teorema 6. 3,
Misalkan x,y,m Z dan m > 0
Jika x y (mod m), maka (x, m) = (y, m)
Bukti:
x y (mod m), maka menurut 6, m x – y
Menurut definisi 3, (x, m) m dan (x, m) x
(x, m) m dan m x – y, maka menurut definisi 2, (x, m) x – y
(x, m) x dan (x, m) x – y, maka menurut definisi 9, (x, m) y
(x, m) m dan (x, m) y , maka menurut definisi 3, (x, m) adalah factor persekutuan
m dan y. Ini berarti (x, m) (y, m)
Dengan cara yang sama dapat ditunjukkan bahwa (y, m) (x, m).
(x, m) (y, m), (y, m) (x, m), (x, m) > 0, (y, m) > 0, maka menurut teorema 1.4,
(x, m) = (y, m).
Contoh:
6
1. 4x 4y (mod 6) dan (4, 6) = 2, maka x y mod atau x y (mod 3)
(4,6)
44
Perhatikan bahwa ruas kiri dan ruas kanan tidak begitu saja bisa dikeluarkan factor-
faktor persekutuannya. Selanjutnya, 15 6 (mod 6), karena 2. 15 2 . 6 (mod 9),
9
Sehingga 15 6 mod
(2,9)
Definisi 6.2
Jika y x (mod m), maka x disebut residu dari y modulo m
Jika 0 x m – 1 dan y x (mod m), maka x disebut residu terkecil dari y
modulo m.
Definisi 6.3,
Suatu himpunan {x1 , x2 , …, xm } disebut suatu system residu yang lengkap modulo m
jika dan hanya jika untuk setiap 0 y < m ada sata dan hanya satu xi (1 xi m)
sehingga y xi (mod m)
Contoh:
1. Himpunan {11, 12, 13, 14, 15} adalah system residu yang lengkap modulo 5
sebab untuk setiap 0 y < 5 ada satu dan hanya satu x i {11, 12, 13, 14, 15},
sehingga: 0 15 (mod 5)
2 12 (mod 5)
4 14 (mod 5)
1 11 (mod 5)
3 13 (mod 5)
2. Himpunan {10, - 15, 27} adalah bukan system residu yang lengkap modulo 3
sebab untuk setiap 0 y < 3 ada lebih dari satu xi {10, -15, 27}, sehingga:
1 10 (mod 3)
45
0 27 (mod 3)
1 -15 (mod 3)
3. Himpunan {-12, 13, 20, 45, 77} adalah bukan system residu yang lengkap modulo 6
sebab untuk setiap 0 y < 6 ada satu y = 4 dimana y xi {-12, 13, 20, 45, 77},
karena :
0 - 12 (mod 6)
1 13 (mod 6)
2 20 (mod 6)
3 45 (mod 6)
5 77 (mod 6)
Definisi 6.4
Suatu himpunan {x1 , x2 , … , xn} disebut suatu system residu tereduksi modulo m, jika
dan hanya jika:
1) (xi, , m) = 1, 1 i k
2) xi xj (mod m) untuk setiap i j
3) 3). Jika (y, m) = 1, maka y xi (mod m) untuk sutau 1 i k
Contoh:
1). Himpunan { 1, 3, 5, 7} adalah suatu system residu tereduksi modulo 8 sebab:
a. (1 , 8 ) = 1, (3 , 8) = 1, (5 , 8) = 1, dan (7 , 8) = 1
b. 1 3 (mod 8), 1 5 (mod 8), 1 7 (mod 8) , 3 5 (mod 8),
3 7 (mod 8), dan 5 7 (mod 8)
c. (13 , 8) = 1 , maka 13 5 (mod 8)
(23 , 8) = 1 , maka 23 7 (mod 8)
2). Himpunan ( 1, 2, 5 } adalah bukan suatu system residu tereduksi modulo 6, sebab
( 2, 6) = 2 1
46
3). Berilah masing-masing satu contoh system residu yang lengkap dan yang tereduksi
modulo 12.
Karena setiap bilangan 0 y < 12 hanya kongruen dengan dirinya sendiri, maka
himpunan { 0, 1, 2, …, 11 } merupakan satu contoh system residu yang lengkap
modulo 12. Contoh yang lain dapat diperoleh bila setiap unsure { 0, 1, 2, …, 11 }
ditambah dengan 12 k (k Z).
Karena setiap dua bilangan 0 y < 12 tidak kongruen modulo 12, maka system
residu yang tereduksi dapat diperoleh dari system residu yang lengkap dengan
membuang atau mengeluarkan unsure-unsur xi { 0, 1, 2, …, 11 } yang mana
(x1 , 12 ) 1. Yaitu:
0 , 1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 6 , 7 , 8 , 9 , 10 , 11
Teoema 6.4
Misalkan ( a , m ) = 1
Jika {x1 , x2 , … , xk } adalah suatu system residu yang lengkap atau tereduksi
modulo m, maka {ax1 , ax2 , … , axk } juga merupakan suatu residu yang lengkap
atau tereduksi modulo m.
Bukti:
Misalkan { x1 , x2 , … , xk } adalah suatu system residu modulo m, maka ( x i , m ) = 1
untuk setiap 1 i k.
( a , m ) = 1 dan ( xi , m ) = 1, maka menurut teorema ( axi , m ) = 1. Dengan demikian,
unsure-unsur himpunan {ax1 , ax2 , … , axk } memenuhi hubungan ( axi , m ) = 1 untuk
setiap 1 i k.
Berikutnya perlu ditunjukkan bahwa ax i axj (mod m) untuk setiap i j.
Anggaplah axi axj (mod m) untuk setiap i j.
47
axi axj (mod m) dan (a , m) = 1, maka menurut teorema , x i xj (mod m).
Hal ini bertentangan dengan keadaan himpunan { x1 , x2 , … , xk } yang merupakan suatu
system residu tereduksi modulo m, yaitu x i xj (mod m) jika i j.
Jadi, xi xj (mod m) untuk setiap i j.
Karena himpunan {ax1 , ax2 , … , axk } memenuhi hubungan ( axi , m ) = 1 dan xi xj
(mod m) untuk setiap i j, maka himpunan {ax1 , ax2 , … , axk } merupakan suatu
system residu yang tereduksi modulo m.
Contoh:
1). Himpunan { 1 , 5} adalah system residu tereduksi modulo 6.
a. ( 5 , 6) = 1 maka {5.1 , 5.5} = { 5 , 25} juga merupakan system residu
tereduksi modulo 6.
b. ( 7 , 5) = 1 maka {7.1 , 7.5} = { 7 , 35} juga merupakan system residu
tereduksi modulo 6.
2). Himpunan { 1 , 3, 7, 9, 11, 13, 17, 19} adalah system residu tereduksi modulo 20.
a. ( 3 , 20) = 1 maka {3, 9, 21, 27, 33, 39, 51, 57} juga merupakan system residu
tereduksi modulo 20.
b. ( 9 , 20) = 1 maka {9, 27, 63, 81, 99, 117, 153, 171} juga merupakan system
residu tereduksi modulo 20.
Definisi 6. 5,
Misal m Z+
Banyaknya residu dalam suatu system residu tereduksi modulo m disebut fungsi
Euler dari m, ditulis dengan (m).
Contoh:
1). Himpunan { 1 } adalah suatu system residu tereduksi modulo 2, maka (2) = 1.
2). Himpunan{ 1, 2 } adalah suatu system residu tereduksi modulo 3, maka (3) = 2.
48
3). Himpunan{ 1, 3 } adalah suatu system residu tereduksi modulo 4, maka (4) = 2.
4). Himpunan { 1, 2, 3, 4} adalah suatu system residu tereduksi modulo 5, maka
(5) = 2.
5). Dengan menghitung banyaknya unsure dari suatu system residu tereduksi, maka
dapat ditentukan bahwa (16) = 8, (20) = 8, dan (27) = 18.
Teorema 6. 5
(m) 1 (mod
Jika ( a , m) = 1, maka a m)
Bukti:
Misalkan {x1 , x2 , … , x(m) } suatu system residu tereduksi modulo m, dan (a , m) = 1,
maka menurut teorema 6.4, {x 1 , x2 , … , x(m) } juga merupakan suatu system residu
tereduksi modulo m, sehingga :
y xi (mod m) dan y axi (mod m) untuk setiap 0 y < m
berarti axi xi (mod m) untuk suatu 1 i (m).
Jika seluruh residu dari kedua residu dikalikan maka akan diperoleh:
49
(m) ( x1 , x2 , … , x(m) )
Karena ( x1 , x2 , … , xm , m) = 1 dan a x 1 , x2 , … ,
(m) 1 (mod
x(m) (mod m) maka menurut teorema 6.2, a m)
Contoh:
1). (6) = 2, maka ;
52 = 25 1 (mod 6) sebab ( 5 , 6) = 1
72 = 49 1 (mod 6) sebab ( 7 , 6) = 1
112 = 121 1 (mod 6) sebab (11 , 6) = 1
42 = 16 1 (mod 6) sebab ( 4 , 6) = 2 1
82 = 64 1 (mod 6) sebab ( 8 , 6) = 2 1
122 = 144 1 (mod 6) sebab ( 5 , 6) = 6 1
9
101
2). Carilah nilai-nilai x yang memenuhi x (mod 5), dan 0 x < 5
(5) = 4
(9 , 5) = 1 dan (5) = 4 maka menurut teorema 6.5
9
(5)
1 (mod 5) atau 94 1 (mod 5)
Sehingga:
9
101
= 9100 . 9 = (94)25 . 9 1. 4 (mod 5) = 4 (mod 5)
Jadi, x = 4.
7
183
3). Carilah angka terakhir lambing bilangan desimal dari
7
183
x (mod 10)
50
sehingga:
7183 = 7180 . 73 = (74 )25 . 73 1.7.7.7 (mod 10) 3 (mod 10)
Jadi, satu angka terakhir lambing bilangan desimal dari 7 183 adalah 3.
4). Cari dua angka terakhir lambing bilangan desimal dari 3 1003
Masalah ini sama dengan mencari 0 < x < 100 sehingga:
Teorema 6.6
Jika ( a , m) = 1, maka kongruensi linear ax b (mod m) mempunyai
penyelesaian x b. a(m)-1(mod m)
Bukti:
Menurut teorema 6.5, jika (a , m) = 1, maka a(m)-1(mod m)
ax b (mod m) , maka :
a. a(m)-1. x b. a(m)-1(mod m)
a(m)-1. x b. a(m)-1(mod m)
1. x b. a(m)-1(mod m)
x b. a(m)-1(mod m)
51
LATIHAN 6
52
DAFTAR PUSTKA
53