Penulis surat 1 Yohanes berbicara tentang perintah lama, atau perintah yang sudah diajarkan Tuhan Yesus seperti dikatakan Yohanes 13:34-35: Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi. Pengajaran Tuhan Yesus adalah pengajaran berkuasa yang harus diingat, diperhatikan dan dilakukan dalam kehidupan kita, dalam keluarga dan persekutuan. Pengajaran tentang kasih dan saling mengasihi mendapat tantangan ketika (1) tahu perintah Tuhan tetapi tidak mengerjakannya dengan alasan: belum saatnya, masih manusia yang penuh kekurangan. Padahal sikap semacam ini memperlihatkan bahwa kita hidup dalam kebohongan; dalam kemunafikan; tidak sungguh mau menjadi pelaku firman; (2) sengaja memilih untuk hidup dalam kebutaan rohani; atau memang tidak mau hidup dalam terang Tuhan. Terang Tuhan merusak semua kesenangan dunia dalam diri seseorang yang sukar dilepaskan; hidup berkanjang dalam dosa; menikmati kehidupan yang mempermalukan Tuhan; dan (3) menolak untuk mendengar kebenaran yang disampaikan bahkan oleh orang-orang yang mengasihinya. Mendengar hanya sekedar mendengar dan tidak sunguh-sungguh memperhatikan apalagi melakukannya. Lenbih memilihi hidup sebagai manusia lama dengan segala tabiatnya, Perintah Tuhan Yesus sangat jelas: supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Tuhan Yesus sudah lebih dahulu mengasihi kita. Berarti tidak boleh kasih itu bertepuk sebelah tangan. Kita tidak benar-benar mengalami kasih Tuhan jika kita tidak sungguh mengasihi-Nya. Sebab kita dapat berselingkuh; berkhianat; menyakiti hati Allah yang menuntut kesetiaan yang total. Hal semacam ini terjadi sebab doktrin sesat yang didengar atau dipelajari dari kaum antikristus yang menolak Tuhan Yesus sebagai Juruselamat yang mati tersalib untuk mengasihi manusia berdosa. Pengajaran antikristus, menyangkal karya keselamatan yang dianugerahkan Allah bagi yang percaya kepada Tuhan Yesus dalam hidupnya. Dengan penuh cinta kasih, kita diajarkan untuk saling mengasihi dan bukan membenci. Kebencian disamakan dengan kegelapan yang membawa seseorang pada kebinasaan. Kebencian tidak pernah mendatangkan kebahagiaan dalam hidup. Kita teringat pada kebencian Kain terhadap adiknya, Habel atau kebencian Esau terhadap adiknya Yakub atau kebencian raja Saul terhadap gembala muda, Daud. Kebencian dapat mengakibatkan kejahatan yang mengerikan dan tidak dapat dicegah. Kebencian mengakibatkan orang hidup dalam penyesalan seumur hidup sebab mata imannya sudah dibutakan. Jadi resep mengakhiri kebencian adalah percaya kepada Kasih Tuhan Yesus yang sudah menebus dosa kita dan membawa kita hidup dalam terang Tuhan. Dalam kasih Tuhan itu, kita dapat saling menguatkan baik terhadap orang-orang dewasa maupun yang masih muda agar mereka tidak menyalahgunakan kasih karunia Allah dengan kembali hidup sesuai keinginan daging, keinginan mata serta keangkuhan hidup. Mereka yang hidup dalam kekerasan hati ibarat orang bebal yang terus menerus melakukan kesalahan sama seperti dikatakan Amsal 26:11 Seperti anjing kembali ke muntahnya, demikianlah orang bebal yang mengulangi kebodohannya. Tidak ada cara lain kecuali orang bertobat dan jangan berbuat dosa lagi (2:1); jangan mengasihi dunia ini dan lakukan kehendak Tuhan agar kita hidup selamanya (2:17). Kebenaran firman Tuhan ini bermaksud memproteksi kita dari kuasa dosa yang sama seperti virus yang mematikan. Kita tidak punya cara lain untuk mengalahkan dosa dengan segala keinginannya. Dosa tidak ada obat pencegahnya baik diminum atau disuntikkan. Dosa hanya dapat dikalahkan dalam iman kepada Tuhan Yesus yang menjadikan kita menjadi pelaku firman Tuhan. Menjadi murid Yesus berarti hidup dalam paket komplit: percaya dan taat sebagai pelaku firman dengan tuntunan Roh Kudus. Kita menjalani hidup sekarang ini dengan bahaya virus yang terus menyebar. Pemerintah mengingatkan kita hidup disiplin dalam protokol kesehatan sembari menunggu vaksinasi. Sebagai umat Tuhan, firmanNya mengajarkan kita untuk mentaati pemerintah sebagai wakil Allah. Mari kita patuh dan menjadi pelaku firman Tuhan dan menerapkan hal-hal baik yang disampaikan pemerintah. Firman Tuhan mengingatkan kita untuk tidak lagi hidup dalam dosa: hidup dalam keangkuhan hidup. Tidak merasa kebal rohani; anggap remeh apalagi kita bosan hidup dalam penguncian. Keadaan semacam ini justru mendorong kita makin hidup dalam kasih Tuhan. Kita berkomunikasi dengan Tuhan untuk apa yang kita hadapi. Dengan berdoa, membaca Alkitab, saling menghibur, memuji dan beribadah serta bersyukur. Kita dingatkan untuk saling berbicara sebelum segala sesuatu terlambat. Kekayaan manusia bahkan tidak gunanya ketika manusia tidak menemukan kebahagiaan dalam hidupnya. Kita bersyukur jika baru-baru ini terbitnya SKB 3 Menteri yang menghargai hak dan kebebasan seorang pelajar dalam sekolah negeri dan tidak boleh ada pemaksaan dalam menggunakan seragam sekolahnya berdasarkan atribut keagamaannya. Persoalan yang muncul sebab keberatan seorang siswi dan orang tua Kristen dan mendapat respons baik oleh pemerintah kita. Semoga anak-anak kita makin berprestasi dalam pendidikannya di tengah kehidupan yang menghargai kemajemukan dan kesetaraan bagi semua warga bangsa. Tidak hanya dalam dunia pendidikan, dalam kehidupan keluarga tidak boleh ada kekerasan dan ketidak-adilan baik suami-istri, orang tua dengan anak atau antar keluarga besar itu sendiri. Kita semua diajarkan untuk saling mengasihi dan memperlihatkan kasih Tuhan bersinar di tengah kehidupan bersama. Jangan saudara katakan: menang jadi arang, kalah jadi abu. Sikap semacam itu memperlihatkan dosa yang masih membelenggu hidup kita; masih nyata keangkuhan hidup. Mari kita putus mata rantai dosa dengan saling mengampuni dan mengasihi. Mari hidup dalam terang Tuhan Yesus agar kegelapan lenyap dan kita hidup selamanya bagi kemuliaan Allah. Amin