Perekonomian Indonesia SEKTOR PERDAGANGA
Perekonomian Indonesia SEKTOR PERDAGANGA
Disusun oleh:
Maximillian S.J. C1B014068
Yustinus Raditya C1B014075
Adi Purwa Anbiyana C1B014076
Nicholas Setiawan Jodi C1B014089
Aliffia Fatma S. C1B014094
Andhika Thresna D. C1B015046
Dermawan Nugroho C1B015049
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2016
KATA PENGANTAR
Pertama-tama, kami panjatkan puji dan syukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya tugas makalah mata kuliah Perekonomian
Indonesia mengenai “Sektor Ekonomi: Perdagangan, Hotel dan Jasa” dapat terselesaikan
dengan lancar dan tepat waktu. Tak lupa pula, kami ucapkan terima kasih kepada Bapak dosen
pengampu mata kuliah Perekonomian Indonesia yang telah memberikan kesempatan dan waktu
kepada kami, serta pihak-pihak lain yang turut serta membantu dalam proses penyelesaian tugas
ini.
Kami sangat berharap agar makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya, baik
bagi Bapak dosen, para pembaca sekalian, serta kami sendiri selaku penyusun makalah. Kami
sangat menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu, kami sangat menerima kritik dan saran dari Bapak dosen maupun
para pembaca sekalian agar kami dapat menyusun makalah dengan lebih baik lagi pada
kesempatan-kesempatan berikutnya.
Demikian sepatah kata yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian Bapak dosen
pengampu mata kuliah beserta para pembaca sekalian, kami ucapkan terima kasih.
Tim Penulis
1
DAFTAR ISI
Halaman Sampul
Kata Pengantar...............................................................................................1
Daftar Isi .......................................................................................................2
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................3
B. Rumusan Masalah....................................................................................3
C. Tujuan dan Manfaat.................................................................................3
II. PEMBAHASAN
A. Peran Sektor Perdagangan, Hotel dan Jasa..............................................5
B. Perkembangan Sektor Perdagangan, Hotel dan Jasa...............................5
C. Sub-Sektor paling Potensial.....................................................................6
D. Meningkatkan Kinerja Sektor Perdagangan, Hotel dan Jasa...................6
E. Kebijakan Sektor Perdagangan, Hotel dan Jasa.......................................8
III. PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................14
Daftar Pustaka................................................................................................15
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
4. Mengetahui cara meningkatkan kinerja dari ketiga sektor tersebut
5. Mengetahui kebijakan yang diterapkan pada ketiga sektor tersebut
B. MANFAAT
1. Memberikan referensi tambahan bagi pembaca mengenai kontribusi sektor
perdagangan, hotel, dan restoran terhadap perekonomian Indonesia.
2. Memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai kontribusi sektor
perdagangan, hotel, dan restoran terhadap perekonomian Indonesia.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2013 2014
LAPANGAN USAHA
I II III IV Jumlah I II III IV Jumlah
6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN 119 124 127 129 501 125 130 132 135 524
RESTORAN 692,2 986,9 287,0 074,5 040,6 626,2 655,7 809,9 217,7 309,5
104 106 108 419 104 109 111 113 437
a. Perdagangan Besar dan Eceran 99 728,6
701,2 725,5 095,8 251,1 373,3 063,0 062,2 285,9 784,4
b. H o t e l 5 043,5 5 319,7 5 372,5 5 585,8 21 321,5 5 510,6 5 768,6 5 831,3 5 948,5 23 059,0
c. R e s t o r a n 14 920,1 14 966,0 15 189,0 15 392,9 60 468,0 15 742,3 15 824,1 15 916,4 15 983,3 63 466,1
Table 1: PDB Triwulanan Sektor Perdagangan, Hotel dan Jasa pada 2013-2014 (dalam miliar rupiah)
2013 2014
LAPANGAN USAHA
I II III IV I II III IV
6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 6,46 6,38 6,30 5,89 4,96 4,74 4,60 4,64
a. Perdagangan Besar dan Eceran 6,47 6,36 6,28 5,84 4,66 4,41 4,29 4,42
5
b. H o t e l 7,99 8,59 9,01 8,91 9,26 8,84 8,74 8,15
c. R e s t o r a n 5,89 5,76 5,49 5,24 5,51 5,62 5,34 4,96
Table 3: Persentase Triwulanan PDB Sektor Perdagangan, Hotel dan Jasa terhadap PDB Indonesia pada
2013-2014 (dalam %)
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2013-2014, PDB
sektor perdagangan, hotel dan jasa mengalami peningkatan. Pada tahun 2013, nilai PDB
pada sektor ini yakni sebesar 501.040,6 miliar rupiah, sedangkan pada tahun 2014, nilai
PDB meningkat menjadi 524.309,5 miliar rupiah. Hal tersebut menandakan bahwa terjadi
peningkatan nilai PDB sebesar 23.268,9 miliar rupiah atau sebesar 4,64% dari tahun 2013
ke tahun 2014. Namun, persentase PDB sektor ini terhadap PDB Indonesia secara
keseluruhan mengalami penurunan, dibuktikan dengan persentase PDB sektor
perdagangan, hotel dan jasa terhadap PDB Indonesia sebesar 5,89% pada 2013 menjadi
hanya sebesar 4,64% pada 2014. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa
sektor perdagangan, hotel dan jasa masih mampu untuk berkembang di Indonesia.
6
karakteristik masing-masing daerah. Juga diperlukan keterlibatan Aosiasi yang
lebih intensif dalam pembahasan regulasi.
4. Untuk toko modern, minimarket, kios, perlu berkoordinasi dan bersama-sama
mendirikan tempat penyimpanan (gudang) sehingga kebutuhan barang-barang
bisa dipenuhi setiap saat dan bisa mendapatkan harga yang lebih murah dari
grosir karena mampu menyetok barang-barang dalam jumlah yang banyak.
5. Memperbaiki jalur distribusi sehingga ketersediaan barang tidak mengalami
gangguan.
6. Mendorong Lembaga Perbankan agar bersedia memberikan bantuan permodalan
tanpa jaminan bagi usaha kecil dan menengah tetapi dengan persyaratan tertentu
yang tidak memberatkan masyarakat.
7. Meningkatkan kenyamanan pasar tradisional sehingga mampu bersaing menarik
minat masyarakat untuk berbelanja.
8. Menggiatkan sosialisasi kepada masyarakat bahwa pendirian toko-toko modern
tidak akan menggerus pasar tradisional karena masing-masing mempunyai jenis
barang yang berbeda dan segmentasi pasarnya berbeda.
9. Memperbaiki dan meningkatkan sarana pariwisata di daerah sehingga menarik
wisatawan.
10. Memperbaiki dan meningkatkan pelayanan dan kenyamanan di hotel/restoran
dengan menekankan pada pemilihan karyawan yang mempunyai kompetensi dan
kemampuan dalam bidangnya.
11. Pemerintah berperan dalam mempromosikan dan memajukan sektor pariwisata
yang ada di dalam negeri serta meningkatkan standar dan kualitas hotel dan
restoran dalam negeri.
12. Mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung bagi sektor lain yang akan
menyerap pertumbuhan tenaga kerja Indonesia. Sarana pendukung seperti jalan,
pelabuhan, listrik adalah sarana utama yang dapat mempercepat pertumbuhan
sektor ini.
13. Pemerintah berperan dalam mempromosikan sektor-sektor yang ada di dalam
negeri agar konsumen lebih memilih usaha di dalam negeri.
14. Menciptakan bibit-bibit unggul dalam inovasi-inovasi terbaru di sektor
perdagagan, hotel dan restoran.
15. Meningkatkan kerjasama terhadap negara lain yang berpengalaman di sektor
perdagangan, hotel dan restoran serta mengadakan pelatihan untuk meningkatkan
kualitas dan kemampuan di sektor tersebut.
7
V. KEBIJAKAN BAGI SEKTOR PERDAGANGAN, HOTEL DAN
RESTORAN
8
(ii) Tarif sedang antara 5% – 20%. Tarif ini dikenakan untuk barang
setengah jadi dan barang-barang lain yang belum cukup diproduksi di
dalam negeri.
(iii) Tarif tinggi di atas 20%. Tarif ini dikenakan untuk barang-barang
mewah dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam
negeri dan bukan barang kebutuhan pokok.
b. Kebijakan Nontariff Barrier, yakni berbagai kebijakan perdagangan selain
bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi sehingga mengurangi potensi
manfaat perdadangan internasional. Secara garis besar NTB dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
(i) Pembatasan Spesifik (Specific Limitation)
Pembatasan spesifik terdiri dari larangan impor secara mutlak,
pembatasan impor atau kuota sistem, peraturan atau ketentuan teknis
untuk impor produk tertentu, peraturan kesehatan/karantina, peraturan
pertahanan dan keamanan negara, peraturan kebudayaan, perizinan
impor/ impor licences serta embago.
(ii) Peraturan Bea Cukai (Custom Administration Rules)
Peraturan bea cukai terdiri dari tata laksana impor tertentu (produce),
penetapan harga pabean (custom value) penetapan forex rate (kurs
valas) dan pengawasan devisa (forex control), consulat formalities,
packaging/labeling regulation, dokumentation needed, quality and
testing standard, pungutan administrasi (fees) serta tarif classification.
(iii) Campur Tangan Pemerintahan (Government Participation)
Campur tangan pemerintah terdiri dari kebijakan pengadaan
pemerintahan, subsidi dan insentif ekspor, conterrvailing duties,
domestic assistance programs dan trade diverting.
2. Kuota
Kuota adalah suatu pembatasan atau jumlah barang yang dapat diimpor
oleh suatu negara dari semua negara atau dari negara-negara tertentu dalam
jangka waktu yang ditentukan. Kuota terdiri dari:
a. Absolute Quota
Absolute quota mengizinkan pemasukan komoditas tertentu dalam jumlah
yang ditetapkan selama jangka waktu tertentu.
b. Tariff Rate Quota
Tariff rate quota mengizinkan pemasukan barang dalam jumlah tertentu ke
suatu negara dengan tarif yang diturunkan selama jangka waktu tertentu.
Tujuan dari penetapan kuota ekspor adalah, sebagai berikut:
(i) Mencegah barang-barang penting berada di tangan negara lain
(ii) Untuk menjamin tersedianya barang-barang di dalam negeri dalam
proporsi yang cukup
9
(iii) Untuk mengadakan pengawasan produksi serta pengendalian harga guna
mencapai stabilitas harga di dalam negeri
Menurut ketentuan WTO (World Trade Organization), sistem kuota ini hanya
dapat digunakan dalam hal berikut:
(i) Untuk melindungi hasil pertanian
(ii) Untuk menjaga keseimbangan balance of payment (neraca pembayaran
internasional)
(iii) Untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional.
Kuota biasanya berperan menjadi jalan tengah. Artinya, bila pemerintah
Negara tidak melakukan pelarangan impor suatu barang, tetapi tidak juga ingin
menggunakan tarif karena dikhawatirkan bisa menaikkan harga dalam negeri,
maka kuota adalah cara yang ditetapkan untuk membatasi jumlah maksimum
yang bisa diimpor.
3. Larangan Ekspor
Dalam perdagangan internasional, larangan ekspor tidak banyak
diterapkan. Sebenarnya larangan ekspor lebih kepada kemauan pemerintah suatu
negara untuk melarang sama sekali ekspor komoditas tertentu seperti rotan baku,
kayu gergajian dan minyak sawit. Larangan ekspor merupakan kebijakan
pemerintah suatu negara melarang total semua ekspor komoditas tertentu.
Tujuannya adalah agar industri berkembang, membuka kesempatan kerja baru,
dan memberantas penyelundupan.
4. Larangan Impor
Larangan impor adalah kebijakan perdagangan internasional yang
melarang secara mutlak impor komoditas tertentu. Misalnya, larangan impor
karet mentah atau larangan impor pakaian bekas.
5. Subsidi
Subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan perlindungan atau
bantun kepda industri (pengusaha) dalam negeri dalam bentuk modal, bisa
berupa mesin-mesin, peralatan, keahlian, keringanan pajak, pengembalian pajak,
fasilitas kredit dan subsidi harga yang bertujuan menambah produksi dalam
negeri, mempertahankan jumlah konsumsi di dalam negeri, serta menjual produk
dengan harga yang lebih murah daripada produk impor.
Menurut Boediono, kebijakan subsidi tidak merugikan konsumen seperti
kebijakan lainnya di bidang perdagangan internasional. Setelah diberikan subsidi,
besarnya konsumsi masyarakat dan harga pun tidak mengalami kenaikan.
Produsen dalam negeri juga tetap bisa menambah keuntungan karena bisa
menjual lebih banyak meskipun harganya tetap. Dengan demikian, kebijakan
subsidi lebih baik daripada kebijakan lainnya karena alasan sebagai berikut:
a. Subsidi diberikan secara terbuka, sehingga msyrakat bisa menilai manfaat atau
kerugiannya.
10
b. Subsidi tersebut dibiayai dengan cara yang lebih adil karena tidak terjadi
distribusi pendapatan dari konsumen kepada produsen. Artinya, konsumen
tidak dikenakan kenaikan harga konsumsi yang berkurang, tetapi konsumen
tetap membayar dengan harga semula dan jumlah konsumsinya tidak
berkurang.
6. Premi
Premi adalah penambahan dana (dalam bentuk uang) kepada produsen
yang berhasil mencapai target produksi (prestasi) yang ditentukan oleh
pemerintah. Dengan adanya premi dan subsidi kepada produsen dalam negeri
maka:
a. Hal jual barang lebih murah lebih terjangkau oleh masyarakat menyebabkan
permintaan bertambah banyak.
b. Hasil produksi meningkat
c. Menjaga kelangsungan hidup (kontinuitas) perusahaan
7. Diskriminasi Harga
Diskriminasi harga ialah penetapan harga jual yang berbeda pada dua
pasar atau lebih yang sama. Tujuannya adalah untuk mengadakan pengawasan
terhadap harga jual dan harga beli sehinga dpat diketahui elastisitas permintaan.
Selain itu, juga untuk memaksimalkan keuntungan. Penyebab suatu negara
melakukan diskriminasi harga adalah sebagai berikut.
a. Sifat barang yang dijual dapat memungkinkan dilakukan diskriminasi harga.
b. Barang tidak dapat dipindahkan dari suatu pasar ke pasar lain.
c. Sifat permintaan dan elastisitas permintaan di masing-masing pasar harus
berbeda.
d. Produsen dapat mengeksploitasi beberapa sikap tidak rasional konsumen,
misalnya perbedaan kemasan, ukuran dan warna.
8. Dumping
Dumping adalah suatu kebijakan diskriminasi harga secara internasional
(international price discrimination) yang dilakukan dengan menjual suatu
komoditas di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan yang
dibayar konsumen di dalam negeri. Ada tiga tipe dumping, yaitu sebagai berikut:
a. Persistent dumping, yaitu kecenderungan monopoli yang berkelanjutan dari
suatu perusahaan di pasar domestik untuk memperoleh profit maksimum
dengan menetapkan harga yang lebih tinggi di dalam negeri daripada di luar
negeri.
b. Predatory dumping, yaitu tindakan perusahaan untuk menjual barangnya di
luar negeri dengan harga yang lebih murah untuk sementara sehingga dapat
menggusur atau mengalahkan perusahaan lain dari persaingan bisnis. Setelah
dapat monopoli pasar, harga kembali dinaikkan untuk mendapat profit
maksimum.
11
c. Sporadic dumping, yaitu tindakan perusahaan dalam menjual produknya di
luar negeri dengan harga yang lebih murah secara sporadic dibandingkan
harga di dalam negeri karena adanya surplus produksi di dalam negeri.
Tujuan kebijakan ini adalah:
(i) Untuk menguasai pasar luar negeri
(ii) Untuk menghabiskan barang-barang produk lama
B. KEBIJAKAN DI BIDANG IMPOR
Berikut ini merupakan beberapa kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah
berkenaan bidang impor. Kebijakan tersebut antara lain menyangkut:
1. Tarif
Tarif yang dikenakan terhadap barang impor bisa menjadi sumber pemasukan
negara. Pemberlakukan tarif yang tinggi terhadap barang impor bertujuan pula
untuk melindungi produksi dalam jenis yang menghasilkan jenis barang yang
sama. Selain itu, agar para pengusaha dalam negeri tidak mengalami
kebangkrutan. Kebijakan ini merupakan perlindungan yang diberikan pemerintah
terhadap hasil produksi dalam negeri. Pengenaan tarif barang impor
menyebabkan harga jual barang impor mengalami kenaikan. Di lain pihak ini
akan memacu produksi barang dalam negeri karena akan mendorong konsumen
untuk membeli hasil produksi dalam negeri yang harganya jauh lebih murah
sehingga akan meningkatkan produksi nasional.
2. Subsidi
Pemberian subsidi dari pemerintah bertujuan untuk melindungi para produsen
dalam negeri agar harga-harga barang hasil produksinya dapat bersaing dengan
harga impor karena pada umumnya harga barang impor jauh lebih murah
daripada harga produksinya dalam negeri.
3. Kuota
Kebijakan pemerintah dalam membatasi jumlah barang impor untuk periode
tertentu. Bila jumlah barang yang diimpor sudah mencapat target, maka impor
untuk barang tersebut dihentikan. Selanjutnya, akan diberikan izin impor lagi
untuk periode berikutnya.
4. Larangan Impor
Pemberlakukan larangan impor dikarenakan alasan tertentu, misalnya demi
keamanan karena berbahaya bagi masyarakat, alasan kesehatan, dan
penghematan devisa. Mungkin pula untuk membalas perlakukan negara yang
telah lebih dahulu melarang impor ke negaranya secara berlebihan.
5. Diskriminasi Harga
Diskriminasi harga atau price discrimination yaitu kebijakan pemerintah dalam
menentukan harga barang-barang impor yang sama kepada pembeli yang
berbeda-beda (UKM, Koperasi, dan perusahaan-perusahaan besar) dengan harga
yang lainnya.
C. KEBIJAKAN DI BIDANG EKSPOR
12
Kebijakan di bidang ekspor akan memberikan peluang kepada para pengusaha
dalam negeri atas hasil produksinya laku di pasaran dunia. Dalam hal ini pemerintah
memberlakukan hal-hal berikut :
1. Subsidi
Pemerintah akan memberikan subsidi terhadap para pengusaha yang melakukan
ekspor untuk barang produksinya. Hal ini dapat berupa kemudahan ekspor,
penghapusan bea ekspor, dan bantuan untuk berproduksi sehingga barang-barang
tersebut tidak sehat.
2. Dumping
Dengan menetapkan harga jual barang di dalam negeri jauh lebih mahal daripada
harga jual di luar negeri. Adapun tujuannya adalah untuk memperluas pasar
ekspor. Cara dumping ini dilarang karena dapat menimbulkan persaingan yang
tidak sehat.
3. Perdagangan Bebas
Politik perdagangan bebas akan memacu persaingan yang dapat merangsang
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dengan menambah jumlah investasi,
menarik modal asing dan tenaga ahli, serta meningkatkan laba dan tingkat
tabungan masyarakat.
4. Larangan Ekspor
Untuk melindungi pelestarian hutan, mencegah illegal loging, dan melindungi
produsen furniture dalam negeri, pemerintah melarang ekspor kayu gelondongan.
Dengan demikian industri-industri alat-alat rumah tangga dan industri-industri
lainnya yang membutuhkan kayu tidak mengalami kekurangan bahan baku.
5. Premi
Sebaliknya perusahaan yang memproduksi dan mengekspor barang-barang siap
pakai (final goods) dengan menggunakan bahan dasar kayu diberi premi.
Misalnya fasilitas kemudahan ekspor karena usaha mereka meningkatkan
perolehan devisa dan mengurangi pengangguran.
13
BAB III
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki peran yang cukup signifikan
dalam perekonomian Indonesia. Selain berperan sebagai salah satu kontributor PDB di
Indonesia, sektor ini juga memiliki sejumlah peran penting, mulai dari sebagai sumber
mata pencaharian dan sumber lapangan kerja baru bagi masyarakat, sebagai sarana
peningkatan kerjasama dengan negara/warga asing, sebagai penambah pendapatan
nasional, hingga sebagai sarana pencetakan bibit unggul dan inovasi terbarukan di bidang
tersebut. Pada tahun 2013-2014, PDB sektor perdagangan, hotel dan jasa mengalami
peningkatan, dibuktikan dengan adanya perubahan nilai dari sebesar 501.040,6 miliar
rupiah pada 2013 menjadi sebesar 524.309,5 miliar rupiah pada 2014. Bagaimanapun,
persentase sektor ini terhadap PDB Indonesia mengalami penurunan, dibuktikan yakni
dari sebesar 5,89% pada 2013 menjadi hanya sebesar 4,64% pada 2014.
Pada periode 2013-2014, berdasarkan data BPS diperoleh bahwa sub-sektor
dengan potensi tertinggi merupakan sub-sektor hotel dengan pertumbuhan mencapai
8,15%, sedangkan sub-sektor dengan potensi terendah merupakan sub-sektor
perdagangan dengan pertumbuhan hanya sebesar 4,42%. Banyak langkah yang dapat
dilakukan oleh kita sebagai warga negara untuk meningkatkan kinerja sektor
perdagangan, hotel dan restoran, mulai dari turut mendukung pemerintah dalam
memberlakukan regulasi dan mempromosikan perdagangan, jasa, dan pariwisata,
melakukan sosialisasi mengenai pentingnya sektor ini beserta seluruh bidang usaha di
dalamnya, hingga turut mendukung merawat sarana dan prasarana serta mengonsumsi
bidang usaha domestik pada sektor ini. Selain itu pemerintah juga dapat mengambil
berbagai kebijakan terkait dengan sektor ini, mulai dari kebijakan yang menyangkut
perdagangan internasional, hingga ekspor-impor.
14
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2015. [Seri 2000] PDB Triwulanan Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah), 2000-2014.
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1206. Diperbaharui pada 18 Februari
2015, diakses pada 1 April 2017, pukul 15:35 WIB.
15