Anda di halaman 1dari 3

PSBB: Berguna atau Sia-Sia?

Hampir setahun Covid-19 bermukim di Indonesia sejak kedatangannya dari Wuhan, Tiongkok
pada Februari 2020. Terlalu lamanya virus ini bermukim di Indonesia karena Covid-19 ( SARS-
CoV-2 ) ini sangat mudah menular akibat cara penularan dan daya tahan virus ini diluar tubuh
inangnya. Covid-19 menular melalui percikan cairan (droplets) yang berasal dari saluran
pernafasan dan mulut. Virus yang terkandung dalam droplets ini bisa menempel di benda mati
dalam jangka waktu yang lama, sekitar 7-10 hari. Jika kita menyentuh benda-benda tadi, maka
virus akan pindah kedalam tubuh kita secara langsung. Akibatnya, berbagai kegiatan yang
menimbulkan kerumunan dibatasi sementara waktu agar virus ini tak menyebar terlalu luas.

Untuk mengantisipasi hal ini pemerintah melakukan berbagai cara, salah satunya dengan
membatasi sektor-sektor kegiatan masyarakat yang menimbulkan kerumunan, seperti kegiatan
belajar-mengajar di sekolah, kegiatan perdagangan di pasar dan mal, konser seni, kegiatan-
kegiatan di perkantoran dan berbagai kegiatan lainnya. Langkah ini dinamakan dengan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Berbeda dengan lockdown yang dilakukan dibeberapa negara seperti Tiongkok, PSBB lebih
membatasi kegiatan masyarakat berdasarkan sektornya, bukan berdasarkan wilayah . PSBB
juga tak melakukan penghentian total seluruh kegiatan, tetapi hanya membatasi dan
mengurangi kegiatan-kegiatan masyarakat atau membuat kegiatan tadi menjadi berbasis online
yang lebih aman. PSBB sendiri pertama kali dimulai di Ibukota Jakarta pada tanggal 10 April
2020, dilanjutkan dengan beberapa daerah lain seperti Jawa Barat, Banten, Riau, Sulawesi
Selatan, Sumatera Barat dan berbagai daerah lainnya.

Dalam pelaksanaannya, PSBB menimbulkan berbagai polemik di berbagai daerah. Di satu sisi,
PSBB membantu pengurangan penularan covid-19 . Sekarang saja, sudah lebih dari 880 ribu
masyarakat yang terkena covid-19 dengan kasus meninggal sekitar 24 ribu. Jumlah
kesembuhan juga semakin menurun, dengan jumlah kesembuhan sekitar 630 ribu kasus.
Berarti kini ada sekitar 200 ribu masyarakat yang masih positif di Indonesia. Karena masih
banyaknya masyarakat yang mengidap covid-19, mau tak mau kita harus membatasi kegiatan
masyarakat terlebih dahulu agar penyebaran virus tak semakin meluas.

Jika PSBB tak dilakukan, maka jumlah masyarakat positif di Indonesia pasti akan makin
membanyak dan tak bisa dibendung. Jika dilihat dari beberapa daerah yang melakukan PSBB ,
maka PSBB lumayan efektif untuk menurunkan angka positif dan menaikkan angka
kesembuhan masyarakat. Misalnya bulan Oktober 2020, presentase kesembuhan pasien covid-
19 Indonesia meningkat, bahkan melebihi presentase kesembuhan pasien covid-19 dunia.
Presentase kesembuhan pasien covid-19 Indonesia adalah 81,3% sedangkan presentase
kesembuhan dunia adalah 73,49%. Presentase penambahan kasus aktif Indonesia juga lebih
rendah daripada kasus aktif dunia, sekitar 16,4%. Jauh lebih rendah dibanding presentase dunia
yang sekitar 23,84%. Data ini diambil setelah episentrum covid-19 Indonesia yaitu Jakarta dan
beberapa daerah lain melakukan PSBB selama beberapa minggu, yang berarti bahwa PSBB yang
dilaksanakan lumayan berhasil.

Tetapi, dampak positif ini dibarengi dengan dampak negatif di sektor-sektor lain, seperti
ekonomi, transportasi dan pendidikan. Untuk bidang pendidikan, kini seluruh kegiatan belajar-
mengajar tetap berjalan, tapi menggunakan sistem daring (online). Sistem belajar ini dibuat agar
para siswa tetap belajar walaupun sekolah terpaksa tutup untuk sementara. Pemerintah juga
memberikan subsidi kuota internet untuk kebutuhan para murid dan guru agar pembelajaran
daring ini tetap bisa berjalan. Sayangnya, sistem daring ini tetap belum bisa menggantikan
secara penuh kegiatan belajar secara luring (offline). Banyak siswa dan guru yang mengeluh
tentang sistem pembelajaran ini. Mulai dari kesulitannya siswa memahami pembelajaran,
sulitnya mencari tempat dengan jaringan bagus untuk pembelajaran tatap muka secara daring,
banyaknya kecurangan saat ujian daring dan berbagai permasalahan lain. Berbagai
permasalahan ini membuat kualitas pendidikan Indonesia semakin memburuk.

Di bidang ekonomi, adanya PSBB membuat kegiatan ekonomi menjadi terbatasi. Berbagai pusat
perbelanjaan, restoran dan yang lainnya menjadi tutup atau dibatasi pengunjungnya secara
signifikan. Masyarakat juga takut untuk bepergian keluar, sehingga tempat-tempat tadi menjadi
sepi pengunjung. Berbagai pabrik dan perusahaan terpaksa mem-PHK para karyawannya
karena kebijakan PSBB dimana setiap pabrik dan perusahaan harus mengurangi pekerjanya
atau mengharuskan beberapa pekerjanya bekerja di rumah. Akhirnya banyak juga pabrik yang
terpaksa gulung tikar. Tak sedikit juga UMKM yang bernasib sama dengan pabrik-pabrik tadi.
Akhirnya, tingkat perekonomian Indonesia pun menurun karena berbagai kebijakan ini.

Bidang transportasi pun terkena imbasnya. Kini, setiap transportasi hanya boleh berisi 50%
dari kapasitas transportasi tersebut. Armada transportasi umum pun banyak yang dikurangi.
Peraturan ini membuat berbagai moda transportasi umum semakin tercekik. Jika makin sedikit
penumpang yang masuk dalam sekali perjalanan maka keuntungan yang didapat pun semakin
sedikit, malahan beresiko mendapat rugi jika tetap harus menjalankan usahanya. Pemilik usaha
transportasi umum pun menjadi ragu untuk tetap menjalanka usaha transportasinya, hingga
banyak trasportasi umum yang sempat berhenti beroperasi. Hal ini membuat mobilitas
masyarakat menjadi terkendala.
Dari beberapa kerugian di tiga sektor diatas, masih tepatkah regulasi PSBB yang dilaksanakan
di Indonesia? Menurut penulis, regulasi ini masih tepat. Pemerintah bukanlah tidak memikirkan
dampak-dampak tadi, tetapi tidak ada pilihan. Jika seluruh sektor tetap dijalankan seperti
biasanya, maka penularan covid-19 akan membludak. Jika kita melakukan lockdown, Indonesia
bisa dipastikan tidak siap menghadapinya dan akan tumbang. Jadi, sebenarnya regulasi ini
adalah regulasi yang tepat dalam menghadapi covid-19. Sektor-sektor yang berkaitan dengan
orang banyak atau kerumunan tetap berjalan, tetapi dengan pembatasan dan pengawasan yang
ketat dari pemerintah. Semuanya demi menekan angka masyarakat positif covid-19.

Sebenarnya, yang salah dari regulasi ini bukanlah regulasi itu sendiri, tetapi kesalahan
pemerintah sebagai pelaksana dan masyarakat sebagai pihak yang diatur. Pemerintah belum
melaksanakan regulasi ini secara penuh sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
Pemerintah juga kurang mensosialisasi kebijakan ini kepada masyarakat sehingga mereka tak
bisa mengikuti regulasi ini secara baik karena tidak paham. Kita masyarakat juga salah dalam
hal ini. Masih banyak masyarakat yang tidak peduli dan sengaja tidak menaati regulasi ini,
sehingga tujuan PSBB menjadi tidak tercapai secara baik. Masyarakat seperti acuh tak acuh
terhadap PSBB dan pandemi ini, padahal pandemi covid-19 adalah keadaan gawat yang sangat
nyata.

Jadi, regulasi PSBB ini sudahlah tepat. Tinggal pemerintah dan kita bekerjasama melaksanakan
regulasi ini. Kita semua ingin kehidupan kita berjalan seperti biasa. Tetap bisa keluar rumah
tanpa takut, bisa bepergian tanpa terkekang, bisa belajar dan berkumpul dengan teman di
sekolah dan melakukan berbagai kegiatan normal lainnya. Tetapi, kini kegiatan itu belum bisa
dilakukan untuk sementara. Dan itulah gunanya PSBB ini, agar aktifitas kita bisa tetap berjalan
walau terbatas dan covid-19 berhenti menyebar di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai