Anda di halaman 1dari 8

Lapisan epitel mukosa mulut merupakan garis pertama dari sistem kekebalan melawan invasi

mikroorganisme dan agen karsinogenik. Sebagian besar lesi yang memengaruhi lapisan epitel
mukosa mulut bersifat jinak dan tidak memiliki komplikasi yang serius(Sabah). Lesi rongga
mulut ditandai dengan perubahan jaringan, terkait dengan perubahan sitologis dan histologis.
Mereka dapat ditentukan oleh proses traumatis, infektif, imun, berpotensi neoplastik, dan
neoplastik (jinak atau ganas) yang mempengaruhi mukosa mulut dengan tampilan klinis, waktu
onset, dan intensitas yang berbeda. Secara umum, dokter gigi menujukkan lesi mulut dengan
mencatat perubahan ukuran, morfologi permukaan, dan / atau warna area mukosa mulut
dibandingkan dengan mukosa sehat di sekitarnya(Fedora). Diagnosis lesi mukosa rongga mulut
dan varian normal mukosa rongga mulut merupakan aspek penting dalam praktik kedokteran
gigi, dimana rongga mulut telah dipandang sebagai suatu cermin dari kesehatan umum seseorang.
Mukosa rongga mulut yang menutupi bagian dalam mulut merupakan suatu struktur kompleks
yang telah disesuaikan dengan fungsi dan letak anatominya(Sara). Beberapa kondisi mulut
meskipun ciri fisiknya berbeda tidak abnormal tetapi dianggap normal. Berdasarkan teori
Cowson, kondisi tersebut bersifat pseudo-patologis dan tidak dianggap sebagai kelainan
patologis. Kondisi normal dari lesi patologis perlu dibedakan karena variasi normal tidak
memerlukan intervensi medis. (Aru).
Rongga mulut dianggap sebagai cermin kesehatan secara umum. Lesi rongga mulut tersering
pada rongga mulut tampak pada lapisan epitel mukosa rongga mulut, secara klinis terdapat
infeksi kandida, infeksi virus, ulserasi rongga mulut, lesi berpigmen, dan mukosil merupakan
keluhan yang paling banyak diderita pasien di klinik gigi. Pemeriksaan klinis, diagnosis, dan
perawatan lesi tersebut mungkin sulit bagi praktisi gigi dan mungkin salah diagnosis dengan
kondisi lain yang dianggap variasi normal(Sabah), misalnya seperti fissured tongue, geographic
tongue, median rhomboid glossitis and oral mucosal lesions Fordyce’s spots and leukedema
secara klasik dianggap sebagai lesi perkembangan dan kondisi normal. Lesi ini mungkin muncul
saat lahir atau menjadi terlihat di kemudian hari. Lesi mukosa dapat ditemukan selama
pemeriksaan gigi rutin dan bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin dan / atau ras.
Mayoritas penyakit mulut terbatas pada jaringan mulut, tetapi banyak kondisi sistemik yang
mendasari dapat bermanifestasi dengan tanda dan gejala di dalam rongga mulut. (Ambi)
Selain karies gigi dan penyakit periodontal, lesi mukosa mulut merupakan masalah penting
lain yang penting bagi kesehatan masyarakat. Prevalensi lesi mukosa mulut merupakan parameter
penting dalam mengevaluasi kesehatan mulut dari setiap populasi. Namun untuk kanker mulut
dan kondisi mulut yang berpotensi ganas, literatur epidemiologi tentang lesi mukosa mulut dan
varian normalnya belum terlalu banyak ditemukan. Sementara diagnosis berbagai macam lesi
mukosa yang terjadi di rongga mulut merupakan bagian penting dari praktik kedokteran gigi,
literatur epidemiologi tentang kondisi mukosa mulut pada anak-anak, orang dewasa dan orang tua
masih terbatas jika dibandingkan dengan karies gigi dan penyakit periodontal (Aru).
Pada penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini pada orang dewasa diamana memiliki
populasi berisiko tinggi untuk lesi tertentu yang diperhatikan. Pada anak-anak sekolah berusia 12-
15 tahun yang tinggal di Lucknow. Sebanyak 154 lesi mukosa mulut dan varian normal
didiagnosis pada 925 anak; dengan prevalensi Linea alba adalah lesi mukosa mulut yang paling
umum diikuti oleh pigmentasi fisiologis, cheilitis sudut, aphthae oral rekuren dan Fordyce’s
granules, gingivostomatitis herpes akut, leukodema dan geographic tongue.
Prevalensi lesi mukosa mulut dan varian normal diamati menjadi 16,4% pada pria dan 16,9%
pada wanita, sehingga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik. Hal ini
sesuai dengan Sanjay dkk, 2016 yang menjelaskan bahwa menggigit pipi jauh lebih sering terjadi
pada wanita dibandingkan pria. Jadi kondisi Linea Alba lebih mungkin berkembang pada wanita
karena perilaku menggigit pipi. Tiga belas persen laki-laki muda secara terbatas studi memiliki
kondisi tersebut, dan kemungkinan besar bahwa persentase wanita yang memiliki linea Alba
cukup banyak lebih tinggi dari persentase itu(Sanjay). Prevalensi lesi mukosa rongga mulut
ditemukan signifikan secara statistik pada orang dengan kebiasaan oral yang merugikan lebih
cenderung memiliki lesi mukosa mulut dibandingkan rekan mereka yang tidak memiliki bad
habbit dan pada orang dengan kebiasaan merokok. Sehingga kebutuhan untuk meningkatkan
kesadaran tentang mukosa mulut dan mencegah kebiasaan oral yang merusak sangat
diperlukan(Aru). Hal ini sesuai dengan Sara dkk, yang menyebutkan bahwa Linea Alba dengan
frekuensi 33/6% memiliki frekuensi tertinggi di antara variasi normal. Beberapa penelitian telah
dilakukan pada variasi normal mukosa mulut di berbagai Negara (Sara).
Linea Alba (Garis Putih) Seperti namanya, ini mengacu pada garis putih horizontal umum
yang timbul bergigi di kedua sisi dalam mukosa bukal sepanjang bidang oklusal yang memanjang
dari sudut mulut menuju gigi molar dan diarahkan ke raphe pterigomandibular. Penyebab paling
umum munculnya hiperkeratosis jenis ini adalah kemungkinan besar terkait dengan tekanan,
iritasi terus menerus, trauma gesekan, kebiasaan para fungsional (trauma menghisap dan
mengepal). Oleh karena itu, tampilan klinis pada Linea Alba ditununjukkan pada diagnosis akhir.
Tidak membutuhkan terapi dan dengan menghilangkan faktor etiologi, pemulihan spontan dapat
diharapkan (Sara). Linea alba buccalis merupakan variasi normal pada mukosa bukal yang
muncul sebagai garis putih yang dimulai dari sudut mulut dan meluas ke posterior setinggi
bidang oklusal. Garis putih ini mungkin menghilang secara spontan pada beberapa orang
(Ambika). Setelah mendiagnosis linea Alba, dokter gigi atau ahli patologi mulut kemungkinan
besar akan menyarankan pasien untuk menghilangkan iritan atau iritan yang menyebabkan
kondisi tersebut. Contohnya termasuk penghentian kebiasaan, seperti menggigit pipi dan
kebersihan mulut yang agresif, atau penyesuaian elemen ortodontik, termasuk gigi yang tidak
rata, gigi palsu, dan peralatan lainnya. Pasien bahkan mungkin melakukan konseling untuk
membantu mengelola kebiasaan yang menyebabkan atau memperburuk linea Alba. Dokter gigi
atau ahli patologi mulut mungkin akan menjadwalkan janji tindak lanjut untuk menentukan
apakah kondisinya membaik atau tidak (Sanj).
Anak-anak memiliki pigmentasi fisiologis normal pada lidah dan mukosa bukal. Pigmentasi
rongga mulut memiliki korelasi positif yang signifikan dengan usia. Ini mungkin benar karena
beberapa faktor seperti merokok, hormon yang diinduksi dan pigmentasi terkait obat cenderung
meningkat seiring bertambahnya usia. Studi oleh Mumcu, et al.4 (2005) pada anak-anak Turki
menemukan bahwa pigmentasi melanin yang berlebihan (6,9%) adalah lesi mukosa mulut yang
paling umum. Erica Amir, dkk. 17 (1991) melakukan penelitian untuk menyelidiki prevalensi
pigmentasi fisiologis pada anak-anak Yahudi Israel dari asal etnis yang berbeda. Sebanyak 1.300
anak usia 6-10 tahun diperiksa. Pigmentasi fisiologis ditemukan pada 13,5% populasi yang
diteliti. Anak-anak asal Timur menunjukkan prevalensi pigmentasi yang lebih tinggi secara
signifikan dibandingkan dengan kelompok Ashkenazi dan Sephardic. Karena pigmentasi melanin
dapat ditingkatkan dengan stimulasi mekanis dan kimiawi (merokok), penelitian ini dapat
berfungsi sebagai dasar untuk penyelidikan pigmentasi melanin pada berbagai kelompok etnis.
Makula melanotik di mulut setara dengan bintik-bintik atau bercak berpigmen coklat pada kulit.
Pada anak-anak kemungkinan besar berasal dari ras, dalam hal ini dapat disebut pigmentasi ras
atau pigmentasi fisiologis, dan tidak diperlukan pengobatan(Ambika). Selain itu pigmentasi
dapat ditemukan pada lansia, perbedaan ini diduga karena kebiasaan dari lansia di panti jompo
yang memiliki kebiasaan merokok cukup tinggi yang dapat menyebabkan persentase pigmentasi
jauh lebih tinggi (Ayu).
Leukoedema juga merupakan perubahan mukosa umum yang mewakili variasi kondisi
normal daripada perubahan patologis yang sebenarnya. Ini adalah situasi rongga mulut yang jinak
dan umum dalam bentuk plak umum berwarna putih di mukosa bukal yang lebih sering terjadi
pada orang kulit hitam daripada kulit putih. Telah dilaporkan pada hingga 90% orang dewasa
kulit hitam dan hingga 50% remaja kulit hitam. Penyebab utamanya tidak diketahui tetapi faktor-
faktor seperti merokok dan alkohol. Ini asimtomatik dan tidak melibatkan segala bentuk
transformasi ganas. Secara umum, gambaran klinis disajikan sebagai kondisi abu-abu susu difus,
yang dapat dilihat pada mukosa bukal. Leukoedema diduga hanya terjadi pada populasi orang
dewasa sampai Martin dan Crump menemukan lesi ini pada anak-anak dan remaja. Lokasi yang
paling umum dari leukoedema adalah mukosa bukal secara bilateral, dan jarang terlihat pada
mukosa labial, langit-langit lunak, dasar mulut dan daerah tenggorokan (Ambi). Ini tidak
dianggap sebagai lesi, tetapi variasi dari anatomi normal mukosa mulut karena imbibisi intra dan
ekstraseluler. Leukoedema sering pada posisi bilateral, tidak dapat dikikis dan secara khas
menghilang jika pipi diregangkan hanya untuk muncul kembali setelah mukosa dilepaskan
(fenomena diascopic); permukaan leukoedema disertai dengan beberapa lipatan mukosa. Untuk
mendiagnosis leukoedema, mukosa bukal diregangkan dan warna putih susu memudar (uji
regangan). ini membuatnya dapat dibedakan dengan baik dari leukoplakia atau morsicatio
buccarum. Leukoedema tidak membutuhkan perawatan apa pun, tetapi beberapa penelitian
menunjukkan bahwa mengonsumsi asam Retinoat atau kerokan dapat menghilangkan kondisi
sementara, tetapi dapat kambuh setelah menghentikan obat yang disebutkan (Fedo). Meskipun
beberapa penelitian tidak memberikan predileksi gender, penelitian lain melaporkan proporsi
yang lebih tinggi di antara pria. Penebalan epitel mikroskopis dengan akumulasi cairan di sel
epitel mukosa bukal (edema intraseluler) dapat terjadi. (Sara)
Suku-suku di Indonesia sebagian besar termasuk ke dalam subras Deutro Melayu.
Istilah ras biasanya didefinisikan dalam literatur ilmiah untuk menunjukan perbedaan biologis
antar kelompok yang dianggap secara biogeografik memiliki keturunan yang berbeda dan ras
akan membentuk variasi berdasarkan perbedaan dalam hal warna kulit, bentuk organ, penampilan
fisik, dan kebiasaan. Ras dapat menunjukan karakteristik fisik, salah satu karakteristik fisik yang
dapat dilihat adalah lidah.M Lidah yang juga dikenal sebagai lingua atau glossal, adalah organ
berotot yang terletak di dasar mulut di mana ia membantu dalam mengunyah, menelan, berbicara,
organ sensoris dan sebagainya (Mee). Permukaan lidah dapat dibagi menjadi permukaan dorsal,
ventral, dan lateral.Lidah manusia merupakan bagian penting dari tubuh dengan anatomi yang
kompleks. Gambaran atau klasifikasi lidah ditentukan dengan melihat karakteristiknya karena
karakteristik sangat diperlukan untuk informasi yang penting dalam identifikasi manusia. Variasi
lidah dapat diamati berdasarkan bentuk lidah dan tekstur permukaannya dengan melihat fisura.
Adanya variasi fisura pada lidah ini merupakan suartu variasi normal yang sering ditemukan pada
permukaan lidah. Kondisi ini terbatas pada 2/3 anterior permukaan lidah yang berasal dari
jaringan ektoderma. Prevalensi adanya fisura di lidah adalah 10-20% dari banyaknya populasi.
Prevalensi tersebut berbeda dengan yang ditemukan pada penelitian ini, yaitu 45,83% dari sampel
yang diambil memiliki fisura pada lidah. A Prevalensi fissure tongue di seluruh dunia bervariasi
menurut lokasi geografis dan telah dilaporkan bervariasi dari 1,49-23%. Yarom, Cantony dan
Gorsky (2004) mempelajari prevalensi fissure tongue, geografis tongue dan median rhomboid
glositis antara orang dewasa Israel dari asal etnis yang berbeda dan mereka menemukan
prevalensi Fisurre Tongue adalah 30,5%(Ambi). Etiologi adanya fisura pada lidah belum
diketahui namun hal ini dihubungkan dengan riwayat keluarga Perbedaan sifat populasi yang
diambil, yaitu terdapat perbedaan asal keturunan, kemungkinan dapat menyebabkan perbedaan
hasil penelitian-penelitian sebelumnya dengan penelitian ini (Denta).
Kondisi lain yang ditemukan pada lidah adalah geographic tongue (Migrant Glossitis,
Migrant Erythema) berupa daerah atrofi berwarna merah dikelilingi tepi putih yang sedikit
meninggi (Nana). Lidah geografis mengacu pada kondisi dengan berbagai istilah seperti glositis
jinak bermigrasi, annulus migrans, ruam yang tersebar, dan eritema migrans. Ini adalah kondisi
jinak yang biasanya diamati pada mukosa dorsal lidah (jarang pada daerah mukosa mulut
lainnya). Hal ini dilaporkan pada 1-3% populasi sehat tanpa perbedaan antara wanita dan pria.
Semua usia terpengaruh, tapi geographic tongue yang merupakan kondisi peradangan umum dan
jinak dimana melibatkan mukosa lidah sering dimulai pada masa kanak-kanak. Etiopatogenesis
masih belum diketahui sepenuhnya. Hipersensitivitas terhadap makanan atau zat lain telah
dihipotesiskan tetapi tidak pernah dibuktikan secara pasti. Diabetes, psoriasis, dan perubahan
hormonal digambarkan mungkin terkait dengan kondisi ini. Menurut beberapa penelitian
geographic tongue lebih umum pada wanita (rasio 2: 1) namun, beberapa penelitian lain tidak
menunjukkan kecenderungan gender. Manifestasi klinis geographic tongue sangat bervariasi dan
disajikan sebagai konfigurasi geografis yang cenderung berpindah. Gambaran klinis dapat berupa
makula eritematosa tidak beraturan dengan batas keratotik yang meninggi berwarna putih atau
kuning atau daerah bercak merah yang dihasilkan dari papilla filiform yang hilang terletak pada
permukaan dorsal lidah. Pasien mencari pengobatan karena penampilan lidah yang tidak biasa
dan kepekaan terhadap makanan pedas, asin, panas, dan konsumsi minuman beralkohol. Etiologi
pastinya tidak diketahui namun beberapa faktor pencetusnya adalah sebagai berikut: atopi, stres,
dan perubahan hormonal. Beberapa penelitian telah melaporkan korelasi antara geographic
tongue dan berbagai jenis psoriasis, diabetes mellitus, sindrom Reiter, sindrom Down, kehamilan,
faktor psikologis, riwayat keluarga lidah pecah-pecah, dan penggunaan obat-obatan tertentu
(lithium karbonat, kontrasepsi oral). Alergi dianggap sebagai faktor etiologi utama pada
geographic tongue; faktor lain termasuk asma, eksim, demam, peningkatan serum IgE dan
penyakit atopik; namun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menetapkan poin ini. Situasi ini
jarang bergejala tetapi terkadang sensasi terbakar yang disebabkan oleh makan asin, pedas,
makanan dan konsumsi minuman beralkohol dilaporkan. Pengobatan simtomatik dari kondisi ini
melibatkan penggunaan obat kumur anestesi, steroid (gel betametason), antihistamin dan
suplemen seng. Obat-obatan ini mengarah pada beberapa perbaikan tetapi waktu pastinya tidak
jelas. (Sara). Aspek pseudolion ini dapat salah didiagnosis sebagai kandidiasis eritematosa,
eritema multiforme, lichen planus erosif atrofik, dan penyakit vesikulosus-bulosa. Psoriasis,
alergi dan atopi, diabetes, hipertensi, penggunaan tembakau, dan faktor psikologis dilaporkan
berhubungan dengan geographic tongue. Dalam kasus sensasi terbakar dan / atau nyeri yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien, steroid topikal dapat diresepkan. (Fedora).
Bentuk atau bentuk lidah dalam organisme apa pun berkorelasi dengan fungsi lidah. Kondisi
fisiologis seperti crenated tongue (crena-notch latin), disebut juga lingua indentata, pie crust
tongue, scalloped or crenulated tongue, kondisi tersebut merupakan gambaran bentuk lidah
dimana lekukan terjadi secara lateral akibat kompresi pada gigi yang berdekatan. Crenated tongue
terkait dengan tekanan kronis yang terkait dengan tekanan otot lidah di atas permukaan lingual
gigi yang meninggalkan pinggiran bergigi di tempatnya. Ini mungkin terlihat di tepi lateral dan
ujung lidah dan terutama terkait dengan penyakit makroglossia seperti akromegali. Tidak perlu
intervensi. Berbagai istilah crenated tongue menandakan suatu kondisi klinis, fisiologis normal
dari lidah yang bukan merupakan penyakit dalam bentuk apapun, tetapi hasil dari kombinasi
faktor-faktor yaitu ukuran lidah, status gigi yang ada dan tekanan yang diberikan pada lidah di
sekitar gigi. Lidah yang membesar, atau makroglossia dapat berkembang atau dapat disebabkan
oleh kondisi sistemik seperti hipotiroidisme, sarkoidosis, amiloidosis, dll. Dalam kasus seperti
itu, diagnosis dicapai dengan riwayat yang mendasari dan gambaran klinis yang bervariasi dari
lidah(Khur,Sara).
Secara alami, lidah dilapisi dengan sel-sel epitel mati tetapi akan dikeluarkan dari lidah
dengan membersihkan lidah dan gesekan antara makanan dan lidah. Gagal melakukannya, sebuah
plak tipis tetap berada di permukaan dorsal lidah dan ini akan menjadi tempat bagi bakteri
anaerob untuk mendegradasi substrat organik dan menyebabkan bau busuk. Coated tongue
biasanya tampak putih tetapi mungkin tampak berbeda karena makanan kromogenik. Misalnya,
mereka bisa berwarna cokelat atau kuning. Sebagian besar, lapisan terkonsentrasi pada sisi
posterior lidah (Mee). Coated tongue adalah suatu keadaan dimana permukaan lidah terlihat
berwarna putih atau berwarna lain yang merupakan tumpukan dari debris, sisa-sisa makanan dan
mikroorganisme yang terdapat pada permukaan dorsal lidah (Ayu). Tertutupnya bagian dorsum
lidah oleh suatu lapisan yang berwarna putih kekuningan/kecoklatan yang mengandung
debris/sisa makanan, ataupun mikroorganisme/ flora normal mulut yang didukung oleh kebiasaan
mengkonsumsi makanan lunak (karena telah mengalami kehilangan gigi), dipengaruhi pula oleh
perubahan fisiologis rongga mulut, seperti berkurangnya produksi saliva ataupun akibat konsumsi
obat-obatan yang secara tidak langsung berpengaruh pada produksi saliva dan ekosistem rongga
mulut. Pada pasien yang mengalami Diabetes Mellitus (DM) berdampak pada keluhan serostomia
atau mulut kering juga ditemukan dan berpengaruh pada t erbentuknya coated tongue. DM
mempengaruhi terjadinya perubahan kelenjar saliva parotid, dan terjadinya atrofi a sinar. Laju
aliran saliva juga mengalami penurunan pada pasien DM, sehingga self cleasing dalam rongga
mulut juga berkurang dan dapat mengakibatkan terjadinya coated tongue dan gigi karies.
Aktivitas lidah yang juga mengalami penurunan pada usia lanjut juga mempengaruhi proses
deskuamasi lidah sehingga lidah mudah mengalami coated. Kebiasaan merokok pada dua subjek
penelitian juga mempengaruhi munculnya kondisi coated tongue, seperti hasil studi Gonul dkk.
Menyebutkan bahwa prevalensi coated tongue sebesar 64% sebagai lesi mulut yang ditemukan
pada kelompok perokok sehingga dapat diketahui bahwa Efek merokok berpengaruh pada
munculnya lesi coated tongue (Nana).
Berbeda dengan CT , Hairy tongue adalah patologi jinak yang didapat. Secara klinis, ditandai
dengan tonjolan mirip rambut, yang disebabkan oleh adanya papila filiform memanjang dan
hipertrofi. Biasanya terjadi pada dua pertiga anterior papila sirkumvalik pada permukaan lidah
punggung. Dengan demikian, panjang normal dari filiform papilla adalah 1 mm dan, di lidah
berbulu, melebihi 3 mm. Pertumbuhan ini disebabkan oleh penurunan deskuamasi sel,
mengurangi debridemen dan mengarah ke akumulasi lapisan keratin. Warna lidah di daerah itu
bisa: tidak berpigmen, putih, cokelat, kebiruan, kekuningan, hijau, coklat atau hitam, yang
terakhir, bila ada, berasal dari denominasi lidah berbulu hitam. Jadi, pada lidah berbulu, warna
akan ditentukan oleh faktor ekstrinsik yang melekat pada permukaan lingual, seperti: tembakau,
kopi, teh hitam, obat-obatan atau mikroorganisme kromogenik yang menghasilkan porfirin.
Umumnya, asimtomatik membawa, bagaimanapun, perhatian estetika. Namun demikian, pasien
mungkin melaporkan mual, rasa logam, dysgeusia, sensasi mulut terbakar, dan halitosis (Sér).
White hairy tongue ditandai dengan hipertrofi papila filiform yang ditandai pada permukaan
dorsal lidah. Patogenesis mungkin terkait dengan produksi keratin yang berlebihan oleh epitel
lidah. Faktor etiologi lain yang mungkin termasuk merokok berlebihan, kebersihan mulut yang
buruk, dan disbiosis mikroflora mulut. Kondisi ini sering diamati setelah terapi antibiotik
berkepanjangan. Lapisan tebal keratin dan papila filiform menutupi lidah, memberikan aspek
keputihan dan kering. Jika ada, warna hitam disebabkan oleh produksi pigmen bakteri atau, pada
perokok, pengendapan turunan nikotinik. Beberapa pasien mengeluhkan sensasi menggelitik pada
langit-langit lunak atau ketakutan karena penampilannya yang tidak menyenangkan. Ini dapat
mempengaruhi infeksi mikotik. Penampilan pseudolion bisa disalahartikan sebagai kandidiasis.
Berguna untuk merekomendasikan suspensi merokok, kebersihan mulut yang akurat, dan sikat
lingual untuk memfasilitasi pembuangan kotoran dan keratin berlebih (Fedora).
Kondisi mukosa lainnya yang ditemukan yaitu berupa fordyce granule, yaitu kondisi akibat
kelainan perkembangan yang ditandai oleh koleksi heterotrofik kelenjar sebasea pada berbagai
lokasi dalam rongga mulut, seperti pada penelitian ini yang ditemukan pada dua subjek, laki dan
wanita. Jumlah lesi ini meningkat secara cepat sesuai pernambahan usia (Nana). Kelenjar sebasea
ektopik, kelenjar sebasea subepitelial hetropik mengeluarkan sekresi sebasea mereka ke dalam
rongga mulut melalui duktus kecil yang biasanya terlihat di mukosa bukal dan lebih jarang terjadi
di daerah retromolar dan di bibir, langit-langit dan gusi. Kondisi ini mungkin bilateral. Secara
klinis hanya berupa butiran oval 1-2 mm (seukuran kepala peniti) dengan semburat putih atau
kuning yang terkadang bersinggungan dan membentuk plak dengan diameter mencapai beberapa
sentimeter. Jumlah dan ukuran bertambah setelah pubertas karena perubahan hormonal; itu
asimtomatik dan ditemukan selama pemeriksaan rutin, tidak berfungsi dan tidak memerlukan
pengobatan. Butiran Fordyce pada batas vermillion bibir atas mungkin memerlukan eksisi untuk
alasan estetika. Kelenjar sebasea ektopik atau koristoma (jaringan abnormal pada tempatnya)
pada mukosa mulut pertama kali dilaporkan pada tahun 1896 oleh Fordyce. Biasanya, kelenjar
sebaceous ada di kulit yang berhubungan dengan folikel rambut. Secara klinis, struktur
makulopapular dengan warna putih-kuning, sedikit meninggi dan berbentuk entitas asimtomatik
dengan ukuran diameter satu sampai dua milimeter. Penelitian telah menunjukkan bahwa
kelainan ini tidak memiliki kecenderungan jenis kelamin dan ras dan tidak terkait dengan
merokok, dan penyakit aterosklerosis. Namun, beberapa penelitian lain mempertimbangkan
kemungkinan orientasi kecenderungan gender untuk kelainan ini. (Sara). Butiran bilateral kecil
berwarna kuning "dust like" yang tersebar di mukosa mulut biasanya diamati pada sekitar 80%
individu. Mereka adalah kelenjar sebasea ektopik tanpa signifikansi patologis. Tepi bibir, mukosa
vestibular, dan area retromolar adalah tempat oral yang paling banyak terkena. Butiran Fordyce
tidak memberikan gejala apapun, kecuali sensasi mukus yang kasar. Mereka sering disalahartikan
sebagai infeksi jamur atau papula lichen planus. Tidak diperlukan perawatan. Menariknya,
hubungan antara sindrom Lynch (sindrom karsinoma kolorektal non-poliposik) dan butiran
Fordyce tampaknya ada, dapat dijelaskan dengan aktivasi jalur yang bertanggung jawab baik
untuk perkembangan neoplasia dan aktivasi kelenjar sebaceous. Pengamatan hati-hati terhadap
butiran Fordyce, terutama yang terletak di gingiva bawah dan mukosa vestibular, mungkin dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi keluarga yang berpotensi terkena sindrom karsinoma kolorektal
non-poliposik. (Fedora).
Tori ("menonjol" atau "benjolan" dalam bahasa Latin) adalah eksostosis yang dibentuk oleh
tulang kortikal yang padat dan sejumlah sumsum tulang yang ditutupi dengan mukosa
vaskularisasi yang buruk. Mereka sering bilateral dan umumnya ditemukan pada aspek lingual
dari kaninus atau regio premolar di mandibula (torus mandibularis) dan regio mid-palatine dari
rahang atas (torus palatinus). Kadang-kadang, mereka juga dapat terjadi pada permukaan bukal
atau proses alveolar tulang rahang di lokasi soliter atau menyebar secara luas secara bilateral.
Mereka tidak bergejala dan memiliki pertumbuhan berlebih tulang jinak yang tumbuh perlahan
yang jarang menjadi predisposisi masalah bagi pasien(Poo) .Torus merupakan kondisi tulang
jinak yang berkembang secara umum di rongga mulut. Torus dapat muncul sebagai massa
berbentuk kubah yang dapat bervariasi bahkan untuk entitas lobular besar. Torus umumnya
muncul sebagai massa soliter di garis tengah palatum durum, biasanya dikenal sebagai palatine
torus. Faktor etiologi termasuk genetika (yang paling umum) dan kebiasaan para-fungsional.
Torus seringkali asimtomatik dan muncul pada masa kanak-kanak. Itu tumbuh perlahan dan
mungkin muncul sebagai respons terhadap kekuatan oklusal yang berhenti tumbuh secara
otomatis (19); mungkin juga tumbuh begitu besar sehingga menyebabkan masalah dengan bicara
dan makan atau mengganggu peralatan. Pasien pertama kali mengetahui tentang penyakit ini
ketika lapisan mukosa terluka. Sebagian besar penelitian tidak mempertimbangkan
kecenderungan jenis kelamin dalam munculnya penyakit ini, sementara penelitian lain telah
melaporkan prevalensi yang lebih tinggi di antara wanita. Karena jinak, tidak memerlukan
perawatan kecuali mengganggu perawatan prostetik, makan atau berbicara (Sara). Palatal tori
sebagian besar asimtomatik, itulah sebabnya mereka biasanya luput dari perhatian, dan ditandai
dengan penemuan yang tidak disengaja selama pemeriksaan rutin oleh praktisi atau oleh pasien
itu sendiri. Diagnosis torus palatal bersifat klinis, tetapi pemeriksaan radiografik dan patologis
terkadang berguna. Mereka terjadi sebagai median dan tumor palatal keras simetris yang terletak
di sepanjang punggungan longitudinal dari palatum durum. Bentuknya bisa datar, nodular,
fusiform, atau lobular. Bentuk datar adalah yang paling umum dengan distribusi simetris dan
tampilan halus. Mereka paling sering ditutupi dengan mukosa yang tampak normal, tipis, dan
hipovaskuler, yang menginduksi kepekaan selama trauma, seringkali menyebabkan ulserasi atau
pembengkakan. Palatal tori adalah tumor tulang rahang atas jinak yang paling sering asimtomatik
dan tidak memerlukan penanganan khusus. Namun, manajemen bedah mungkin diperlukan jika
terjadi ketidakstabilan prostetik atau operasi pra-prostetik. Kehadiran palatal tori dapat
mengganggu kualitas rehabilitasi prostetik lepasan atau bahkan membuatnya tidak mungkin
dengan menghilangkan area pendukung fundamental untuk stabilitas dan keberlanjutan prostetik.
(Jordan)
Perkembangan embriogenetik dari jaringan mulut dan wajah cukup kompleks, dan, dalam
banyak kasus hal ini bertanggung jawab atas variasi sederhana dalam anatomi rongga mulut
normal yang sehat. Variasi ini dapat disalah artikan sebagai patologi dan menjadi penyebab
kekhawatiran individu yang merujuk ke dokter gigi mereka. Dokter gigi harus meyakinkan pasien
mereka tentang jinak absolut dari pseudolion yang diamati dengan menghindari prosedur
diagnostik pembedahan (Fedora). Prevalensi lesi oral meningkat dengan bertambahnya usia dan
lebih umum pada individu perokok. Kanker mulut jarang terjadi namun lesi yang meragukan
tidak boleh diabaikan (Sabah). Perubahan fisiologis yang terjadi pada orang yang berusia lanjut
juga terjadi dalam rongga mulut, termasuk bagian mukosa mulut mengalami pengurangan fungsi
sehingga memudahkan untuk mengalami lesi mulut. Kondisi tubuh orang lanjut usia juga sering
terkait dengan penyakit atau gangguan sistemik yang secara langsung maupun tidak langsung
berkaitan dengan berkurangnyausaha dalam menjaga kebersihan mulut. Efek dari obat-obatan
yang dikonsumsi terkait kondisi sistemik yang juga dapat menimbulkan lesi mulut. Gangguan
yang terjadi mungkin tidak menimbulkan kematian tetapi berpengaruh pada kualitas hidup
(Nana)

Anda mungkin juga menyukai