Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Prevalensi Lesi Mukosa Mulut


Lesi-lesi pada mukosa mulut merupakan suatu keadaan variasi normal atau
keadaan patologis pada rongga mulut. Lesi pada rongga mulut sering ditemukan
oleh dokter gigi saat melakukan pemeriksaan klinis. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar kelainan sistemik ataupun kelainan yang bersifat lokal dapat
bermanifestasi di dalam rongga mulut. Setiap lesi mempunyai perbedaan yang
khas antara satu dan yang lainnya misalnya dalam hal etiologi, karakteristik lesi,
faktor predisposisi dan tempat predileksi. Penelitian-penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya, terdapat perbedaan prevalensi lesi mukosa mulut antara
satu negara dan negara lainnya.3,5,7
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa prevalensi lesi mukosa mulut
pada 8061 subjek di Baghdad ditemukan stomatitis aphthosa recurrent (SAR)
(1,99%) lebih banyak daripada herpes labialis (0,93%), geographic tongue
(0,84%), denture stomatitis (0,36%), oral lichen planus (OLP) (0,19%), hairy
tongue (0,08%), oral leukoplakia (0,07%), median rhomboid glossitis (0,06%),
pseudomembranous (0,03%) dan acute necrotizing ulserative gingivitis (0,01%).9
Prevalensi lesi mukosa pada pasien perawatan gigi dan mulut di Saudi Arabia
ditemukan yang terbanyak yaitu fordyce granules (3,84%), leukoedema (3,4%),
traumatic lesion (ulser, erosi) (1,9%).10 Penelitian pada 1581 subjek berumur
diatas 30 tahun di Iran, lesi mukosa mulut yang banyak ditemukan yaitu fissure
tongue (4%), Fordyce granules (2,8%), geographic tongue (2,6%), pigmentasi
(2,5%), candidiasis (1,8%), smokers palate (1,6%), lingual varices (1,5%).5
Lesi yang banyak ditemukan di Eluru, Andhra Pradesh (India) yaitu dari 1489
lesi didapat 929 merupakan varian normal atau anomali perkembangan, 206 lesi
traumatik, 254 lesi karena tembakau, 22 lesi yang menular, 78 kondisi yang lain,2
sedangkan penelitian di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Dharwad,
Karnataka, India Selatan ditemukan oral leukoplakia (8,2%), oral submucous
Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
4
fibrosis (7,1%) dan lesi lainnya (1,7%) seperti oral candidiasis, median rhomboid
glossitis, stomatitis aphthosa recurrent, frictional keratosis dan oral lichen
planus.1 Adapun prevalensi lesi mukosa mulut di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Kuwait yang diteliti sejak bulan januari 2009-februari 2011,
ditemukan lesi putih (47,7%), lesi merah (4,4%), pigmentasi (20,0%), ulserasi
(3,7%), eksofitik (18,9%) dan lesi lainnya (5,3%).11
Survey epidemiologi oral mukosa yang dilakukan selama lima bulan pada
11707 subjek di Malaysia ditemukan 1131 (9,7%) adalah lesi pada mukosa
mulut, dengan 5 (0,04%) kanker rongga mulut, 165 (1,4%) kondisi prakanker
(leukoplakia, erythroplakia, submucous fibrosis dan lichen planus) dan 187
(1,6%) merupakan betel chewers mucosa.6 Selain itu, studi prevalensi lesi
mukosa mulut di Universitas Trisakti, Indonesia dari tahun 2004-2008 didapatkan
prevalensi lesi tertinggi yaitu stomatitis aphthosa recurrent (33,4%), sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari India, FUNASA (Brazilian
National Health Foundation) dan Brazilian Research Ethics Committee of the
Ministry of Health, lesi yang banyak ditemukan yaitu berupa fistula (6,2%), lesi
traumatik (4,4%) dan melanocytic nevi (2,6%).12,13 Kemudian penelitian lainnya
yang dilakukan pada 380 warga berkebangsaan India di Brazil didapatkan 132
kasus varian normal dengan lesi yang paling banyak ditemukan yaitu
ankyloglossia sebanyak 108 kasus, benign migratory glossitis (5 kasus) serta
torus mandibula dan oral candidiasis sebanyak 3 kasus.14
Selain itu, penelitian yang dilakukan beberapa saat yang lalu di berbagai
negara menunjukan hasil yang berbeda dalam tingkat terjadinya lesi mukosa
mulut seperti penelitian yang dilakukan di India Utara pada tahun 2013,
menunjukkan prevalensi lesi mukosa mulut secara keseluruhan yaitu 1736 (16,8
%) dengan lesi yang paling banyak ditemukan yaitu smokers palate (10.44%),
leukoplakia (2.83%), oral submucous fibrosis (1.97%), oral candidiasis (1.61%),
recurrent aphthous stomatitis (1.53%), oral lichen planus (0.8%) dan lesi lainnya
(0.78%).15 Penelitian lain yang dilakukan pada 6448 warga Swedia yang
memeriksakan gigi ke dokter gigi pada tahun 2004 dan 2006 ditemukan snuff
dipper’s lesion (4.8%), lichenoid lesion (2.4%) dan geographic tongue (2.2%).16

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
5
B. Etiologi Lesi Mukosa Mulut
Lesi pada rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak faktor dan bervariasi
penyebabnya antara satu dan lainnya. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya lesi pada mukosa mulut antara lain iritasi kronis (tambalan yang kasar,
radiks, karies gigi, permukaan gigi yang tajam dan permukaan protesa yang
kurang baik), kebersihan mulut yang buruk, kebiasaan merokok, menyirih,
mengunyah tembakau, mengkonsumsi minuman beralkohol, infeksi virus seperti
virus herpes simpleks, infeksi jamur seperti Candida albicans dan akibat alergi.
Adapun faktor sistemik yang dapat bermanifestasi di dalam rongga mulut seperti
penyakit HIV, diabetes melitus, penyakit yang berhubungan dengan sistem imun
dan variasi dari keadaan normal.17
Tempat predileksi lesi mukosa mulut pun berbeda-beda, pada penelitian yang
dilakukan oleh Department of Histopathology of Helping Hands Community
Hospital di Nepal menunjukkan tempat predileksi lesi mukosa mulut yaitu paling
banyak di bibir dengan 9 kasus (42,8 %), kemudian pada mukosa pipi sebanyak 5
kasus (23,8 %) berbeda dengan penelitian di rumah sakit Manipur, India
diperoleh hasil dari 119 lesi, tempat terjadinya lesi paling banyak di mukosa pipi
(26.9 %) dan lidah (26 %).18,19

C. Jenis Lesi Mukosa Mulut


1. Varian Normal
a. Geographic Tongue
Geographic tongue merupakan varian normal yang sering ditemukan.
Insidensi terjadinya diantara 2-4% populasi dan dapat terjadi pada semua
usia. Etiologinya tidak diketahui, kemungkinan ada faktor genetik yang
mendasari terjadinya lesi ini.8 Pendapat lain mengatakan stres, defisiensi
nutrisi dan faktor hormonal dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya lesi
tersebut.17 Gambaran klinis yang terlihat berupa lesi iregular pada dorsum
lidah berwarna merah yang dikelilingi tepi putih pucat atau kekuningan
membentuk peta. Lesi dapat berubah–ubah dari hari ke hari dan dapat
hilang timbul serta umumnya asimptomatik. Beberapa pasien akan
Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
6
mengeluh tidak nyaman ketika makan makanan asam seperti jeruk atau
makanan pedas dan minum minuman berkarbonat. Lesi dapat terlihat juga
di lateral lidah.20

b. Fissure Tongue (scrotal atau plicated tongue)


Fissure tongue yaitu lidah berfisur yang bersifat herediter dan terjadi pada
5% dari populasi. Namun, sering ditemukan pada pasien Down Syndrome
(bertubuh pendek, gangguan disabilitas, brakisefali, lidah berfisura, keilitis,
drooling, macroglossia)21 dan Melkersson-Rosenthal Syndrome (paralisis
wajah, lidah berfisura, pembengkakan pada bibir).17 Secara klinis, terlihat
celah atau fisura yang dalam atau beberapa lipatan pada dorsum lidah yang
meluas ke lateral lidah, asimptomatik, tetapi jika makanan dan bakteri
terjebak pada celah tersebut dapat menyebabkan glossitis. Lesi ini terlihat
jelas dengan bertambahnya usia dan sering disertai geographic tongue.
Kebersihan mulut perlu diperhatikan, jika debris dan mikroorganisme
terjebak pada celah dalam, lesi dapat mengalami peradangan. Banyak
pasien merasa khawatir dengan penampilan lidah seperti ini dan meminta
perawatan dokter. Penggunaan antiseptik secara topikal seperti obat kumur
klorheksidin glukonat atau obat kumur zinc sulfat dapat mengatasi rasa
ketidaknyamanan.20,22

c. Black Hairy Tongue atau Lingua Villosa Nigra


Merupakan pemanjangan papila filiformis yang abnormal, sehingga
permukaan dorsum lidah terlihat seperti berlapis rambut.17 Prevalensi
terjadinya lesi ini 8 % pada anak dan 60 % pada dewasa muda dengan
penggunaan obat-obatan tertentu dan sering terjadi pada laki-laki. Etiologi
pasti tidak diketahui, akan tetapi beberapa pendapat menyatakan lesi ini
lebih sering terjadi pada perokok. Terkadang, lidah yang kecoklatan dapat
diakibatkan oleh obat-obatan yang menyebabkan pertumbuhan berlebih
dari mikroorganisme seperti Candida sp. Adapun black hairy tongue sering

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
7
terlihat pada pasien dengan kebersihan mulut yang buruk, peminum alkohol
dan pengguna kokain, makan dan minum minuman berwarna, infeksi HIV
dan pasien yang menjalani radioterapi. Gambaran klinisnya terlihat lidah
berwarna coklat atau kehitaman pada dua pertiga anterior dan posterior
dorsum lidah, asimptomatik, dapat disertai bau mulut akibat akumulasi
Candida albicans dan Streptococcus viridans.22

d. White Sponge Nevus


Merupakan anomali perkembangan dominan autosomal. Gambaran klinis
lesi ini yaitu penebalan iregular berwarna putih, kasar, berlipat-lipat, dan
asimptomatik. Lesi tersebut dapat terjadi pada seluruh mukosa di dalam
mulut.20,23

e. Fordyce Spots
Etiologi Fordyce spots adalah kelenjar sebasea yang ektopik. Kelenjar
sebasea pada lesi ini mengandung lipid sama seperti yang ditemukan di
kulit, tetapi tidak memiliki folikel rambut. Merupakan lesi yang sering
ditemukan (80% dari populasi), biasanya lebih sering pada laki-laki dan
dapat terjadi pada semua umur terutama pada usia dewasa. Gambaran klinis
berupa papula yang menonjol, berwarna putih atau kekuningan berukuran
1-3 mm di mukosa bukal dan labial, terutama bagian komisura, daerah
sepanjang perbatasan vermilion, mukosa mulut bibir atas, daerah
retromolar dan bibir, asimptomatik. Gambarannya tidak jelas pada bayi,
muncul pada anak-anak setelah usia 3 tahun, meningkat selama masa
pubertas dan menetap saat dewasa. Lesi ini tidak memerlukan perawatan
hanya meyakinkan pasien bahwa keadaan ini bukan merupakan suatu
keganasan.20,22

f. Torus Palatinus dan Torus Mandibularis


1). Torus Palatinus

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
8
Merupakan kelainan perkembangan berupa massa tulang pada midline
palatum. Prevalensi terjadinya torus palatinus 20% pada populasi,
terutama pada ras Asia. Tidak bergejala kecuali karena ulserasi akibat
trauma. Gambaran klinisnya torus pada midline palatum, simetris pada
kedua sisi dengan ukuran yang bervariasi, berbentuk lobular, nodular atau
tidak beraturan. Perawatan torus harus di eksisi jika mengganggu proses
pembuatan gigi tiruan.22

2). Torus Mandibularis


Merupakan kelainan perkembangan berupa benjolan tulang di lingual
mandibula pada daerah premolar. Gambaran klinisnya berupa benjolan
keras, bilateral dengan mukosa bagian atasnya normal atau berwarna
kekuningan, asimptomatik dengan ukuran dan bentuk yang bervariasi.
Prevalensi terjadinya torus mandibularis 6% dari populasi, sering pada ras
Asia. Torus di eksisi jika mengganggu proses pembuatan gigi tiruan.22

g. Linea Alba Bukalis


Linea alba bukalis merupakan perubahan pada mukosa bukal yang
disebabkan karena iritasi kronis akibat kontak antara gigi geligi. Gambaran
klinis berupa garis putih pada mukosa bukal sepanjang garis oklusi dan
biasanya bilateral.24

h. Varises Sublingual
Merupakan lesi pada mukosa mulut berwarna biru keunguan, nodul atau
ridge, asimptomatik, melibatkan pembuluh darah bagian lingual atau
pembuluh darah pada permukaan ventral lidah dan dasar mulut. Lesi
terlihat pada lansia dan bersifat jinak.22

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
9
i. Leukoedema
Merupakan variasi normal yang ditandai dengan warna putih keabu-abuan,
berlipat-lipat, dengan daerah translusen pada mukosa bukal yang dapat
menghilang jika diregangkan.24 Sering terlihat pada mukosa mulut orang
dengan pigmentasi rasial dan dapat juga merupakan suatu perubahan
kebiasaan seperti penggunaan tembakau dan konsumsi alkohol yang
tinggi.20

j. Pigmentasi Fisiologis
Pigmentasi fisiologis diakibatkan produksi pigmen melanin yang multifokal
atau difus pada beberapa etnik tertentu, terutama keturunan Afrika dan
Asia, tetapi dapat terlihat juga pada keturunan Mediterania dan beberapa
orang kulit putih. Pigmentasi fisiologis terjadi pada semua ras, distribusinya
bervariasi tidak hanya antara satu ras dan ras lainnya tetapi juga antara satu
individu dan individu lainnya, dapat terjadi pada semua umur. Gambaran
klinisnya berupa pewarnaan coklat atau kehitaman pada gingiva bagian
labial dan mukosa palatal, biasanya simetris, dapat juga terlihat pada
dorsum lidah dan mukosa pipi.22

2. Pigmentasi Patologis
a. Amalgam Tattoo
Amalgam tattoo atau disebut juga localized argyosis sering ditemukan di
mukosa mulut dengan tingkat insidensi 8% dari populasi. Karakteristiknya
yaitu berupa debris dari restorasi (silver (Ag), merkuri (Hg), tin (Sn), zinc
(Zn) dan tembaga (Cu)) pada jaringan ikat subepitelial. Lesi ini dapat
terjadi saat kondensasi amalgam, saat membuang restorasi amalgam lama,
dan saat retrograde amalgam filling. Gambaran klinis berupa pigmentasi
kehitaman pada margin gingiva dan alveolar mukosa. 22

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
10
b. Bismuthism
Bismuthism terjadi karena obat-obatan yang mengandung bismuth (obat-
obat diare). Klinisnya terlihat bismuth line yaitu garis berwarna biru
kehitaman pada margin gingiva dan biasanya pasien mengeluhkan rasa
metal di dalam mulut. Gejala sistemik yang ditimbulkan yaitu gangguan
pencernaan, mual, diare berdarah dan jaundice.25

c. Mercurialism
Mercurialism atau disebut juga pink disease disebabkan oleh reaksi toksik
dari merkuri. Penyebabnya karena obat-obatan yang mengandung merkuri,
merkuri pada amalgam atau merkuri diuretik. Gambaran klinisnya gingiva
berwarna biru keabuan sampai kehitaman, ulserasi di daerah palatum dan
lidah, bibir terasa kering, bengkak dan terlihat pecah-pecah. Pasien sering
mengeluhkan rasa metal di dalam mulut.26 Gejala sistemik yang dapat
terjadi antara lain sakit perut, anoreksia, sakit kepala, insomnia, vertigo,
mulut terasa terbakar.17

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
11
Gambar 1. Varian normal dan pigmentasi patologis (amalgam tattoo)
a. Geographic tongue17, b. Fissure tongue17, c. Black hairy tongue17, d. White
sponge nevus22, e. Fordyce spots22, f. Torus22, g. Linea alba22, h. Varises
sublingual17, i. Leukoedema17, j. Pigmentasi fisiologis22, k. Pigmentasi
patologis (amalgam tattoo)22

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
12
3. Alergi
a. Stomatitis Medikamentosa
Merupakan reaksi akibat alergi tipe empat yang disebabkan oleh obat-
obatan tertentu seperti anti angina (nicorandil), antibiotik (metronidazole,
penicilin, eritromisin, tetrasiklin), anti kejang (clonazepam, hydantoins,
lamotrigine), anti depresan (imipramine, fluoxetine), anti hipertensi
(captopril, enalapril, propanolol), AINS atau anti inflamasi non steroid
(aspirin, ibuprofen, indometacin, naproxen), anti malaria (chloroquine),
anti retroviral (ritonavir, saquinavir, zidovudine) dan anti mitosis yang
digunakan pada saat kemoterapi (cisplatin, ciclosporin, doxorubicin,
methotrexate, vincristine). Obat-obatan tersebut menyebabkan erosi atau
ulkus pada rongga mulut. Diagnosa dapat ditegakkan dengan mengetahui
riwayat penggunaan obat dan uji kulit.22

b. Stomatitis Venenata
Merupakan stomatitis akibat reaksi alergi tipe empat yang disebabkan
karena kontak zat-zat yang terkandung di dalam kosmetik atau kontak
terhadap zat-zat kimia. Gambaran klinis berupa inflamasi pada bagian
labial atau seluruh mukosa mulut yang berkontak, edema, erosi kecil
dengan diameter 0,5 mm yang muncul dalam berbagai bentuk. 26

c. Erythema Multiforme
Erythema multiforme merupakan penyakit radang akut pada kulit dan atau
membran mukosa yang dtandai oleh makula berbentuk target, berwarna
merah dan ulser yang disebabkan hipersensitivitas terhadap obat, mikroba
atau alergen lainnya. Sebagian besar kasus merupakan hasil respon
imunologi terhadap pemberian obat, khususnya obat-obatan mengandung
sulfa (antibiotik atau agen hipoglikemik) atau barbiturat. Kasus lainnya
dipicu oleh radiasi dan infeksi virus herpes.17 Gambaran klinis di mukosa

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
13
mulut terlihat pseudomembran hemoragik pada bibir dan ulserasi mulut.
Biasanya terjadi sekitar 2 minggu.22

4. Penyebab Tidak Diketahui (unknown)


Stomatitis Aphthosa Recurrent (SAR)
SAR merupakan lesi yang terjadi pada 25 % populasi anak-anak dan
dewasa.21 Etiologinya tidak diketahui. Namun, terdapat beberapa faktor
predisposisi yang dapat mempengaruhi yaitu genetik, merokok, stres,
trauma, defisiensi zat besi dan asam folat, faktor endokrin, serta alergi
terhadap makanan tertentu.8 Selain beberapa faktor tersebut, dapat juga
disebabkan oleh gangguan saluran pencernaan bagian atas (erosi lambung
atau ulkus peptikum), penggunaan obat anti inflamasi non steroid untuk
pengobatan athritis (umumnya lesi banyak ditemukan pada orang tua).20
SAR dibagi menjadi tiga tipe yaitu SAR tipe minor, SAR tipe mayor dan
stomatitis herpetiform :8,17
a. SAR tipe minor
Merupakan stomatitis yang sering terjadi (80 %) pada umur 10-40 tahun.
Berupa ulkus kecil, dangkal, bulat atau ovoid berwarna kuning dan
dikelilingi daerah eritema dengan ukuran kurang dari 1 cm pada mukosa
tidak berkeratin seperti bibir, pipi, dasar mulut dan ventral lidah.
Penyembuhannya memerlukan waktu 7-10 hari, tidak meninggalkan
jaringan parut dan dapat berulang dalam waktu 1-4 bulan.
b. SAR tipe mayor
Ulkus berbentuk bulat atau ovoid dengan diameter lebih dari 1 cm, dapat
ditemukan di seluruh mukosa mulut termasuk mukosa berkeratin seperti
dorsum lidah dan palatum. Penyembuhannya 10-40 hari, meninggalkan
jaringan parut dan dapat berulang secara ekstrim.
c. Stomatitis herpetiform
Merupakan variasi SAR yang jarang ditemukan. Secara klinis, terlihat
multipel ulserasi putih keabu-abuan dengan ukuran kepala jarum yang
membesar dan akan menyatu. Ulser tersebut berdiameter 1-2 mm dan
Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
14
timbul dalam kelompok yang berjumlah 10 atau 100. 17 Terjadi pada
seluruh mukosa termasuk mukosa berkeratin. Penyembuhan dalam waktu
10 hari atau lebih, dan merupakan jenis SAR yang paling sering rekuren.

Gambar 2. Stomatitis Aphthosa Recurrent (SAR)


a. SAR tipe mayor22, b. SAR tipe minor22, c.Stomatitis herpetiform22

5. Trauma
a. Ulkus Traumatikus
Merupakan ulkus yang disebabkan oleh trauma fisik karena permukaan gigi
yang tajam, alat ortodonti, atau restorasi dental yang tajam. Gambaran
klinis berupa ulserasi berwarna putih kekuningan dan dikelilingi daerah
eritema yang iregular. Tempat predileksi pada mukosa pipi, mukosa bibir,
palatum dan tepi perifer lidah.27

b. Ulkus Dekubitalis
Merupakan ulkus kronis yang disebabkan oleh iritasi atau trauma yang
tajam. Disebabkan oleh akar gigi yang tajam, kedudukan gigi tiruan yang
tidak tepat, atau restorasi yang tajam. Gambaran klinisnya berupa ulkus
berbentuk bulat dengan dasar berwarna putih, biasanya ditemukan dekat
dengan penyebabnya.2

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
15
c. Thermal Burn
Merupakan lesi yang terjadi akibat perubahan suhu (terlalu dingin atau
terlalu panas). Tempat predileksinya pada seluruh bagian mukosa mulut
terutama palatum bagian anterior. 20

d. Chemical Burn
Chemical burn merupakan lesi yang diakibatkan karena aplikasi bahan
kimia pada mukosa mulut sehingga terjadi pengelupasan dan nekrosis
jaringan. Jika dilakukan scrapped akan terlihat permukaan ulserasi yang
disertai perdarahan. Biasanya dikaitkan dengan penempatan aspirin pada
mukosa mulut sewaktu pasien mengalami sakit gigi.20

e. Frictional Keratosis
Merupakan lesi putih akibat trauma kronis misalnya trauma dari gigi atau
dental appliances. Terdapat beberapa penyebab lesi ini antara lain abrasi
yang cukup lama akibat iritasi dari gigi yang tajam, geligi tiruan atau dental
appliances lainnya. Gambaran klinisnya berupa lesi berwarna putih dengan
permukaan yang kasar pada mukosa labial bawah, mukosa pipi dekat garis
oklusi, bilateral. Keadaan awal lesi ini terlihat seperti bercak pucat yang
translusen.8

6. Drug-induced
Mukositis
Mukositis atau disebut juga mucosal barrier injury merupakan lesi eritema
luas, sakit, yang muncul 3-15 hari pasca radioterapi atau kemoterapi.
Obat-obatan seperti cisplatin, etoposid, fluorouracil dan melphalan
mempengaruhi terbentuknya mukositis pada pasien dengan kemoterapi.
Mukositis lebih sering terjadi pada pasien dengan terapi kepala dan leher
dan terjadi lebih awal pada pasien dengan kemoterapi. 22

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
16
7. Hormonal
Burning Mouth Syndrome (BMS)
Burning mouth syndrome atau sindrom mulut terbakar atau disebut juga
oral dysesthesia, merupakan sensasi rasa terbakar pada mukosa mulut.
Penderitanya hampir semua adalah wanita postmenopause. Gejala yang
ditimbulkan terutama pada lidah namun dapat terjadi pada mukosa bukal.
Pasien dengan BMS sering mengeluhkan mulutnya terasa kering. Sebagian
besar kasus ini dapat di diagnosis dari riwayat sensasi rasa terbakar dan
mulut terasa kering, terutama jika merasakan adanya rasa logam. Etiologi
sensasi rasa terbakar pada mukosa mulut tidak diketahui. Pendapat lain
mengatakan karena pengaruh hormonal pada mukosa mulut yang
berhubungan dengan menopause pada penderita. Namun, pada pengamatan
dengan memberikan terapi hormon tidak terjadi perubahan dari sensasi rasa
terbakar yang dirasakan. Oleh karena itu, beberapa pendapat menyatakan
bahwa sensasi rasa terbakar di dalam mulut terjadi karena perubahan dari
saliva akan tetapi belum ada pemeriksaan lebih lanjut mengenai pendapat
ini.28

8. Autoimun
a. Oral Lichen Planus (OLP)
Merupakan penyakit autoimun mukokutaneus yang mempengaruhi lapisan
epitel skuamosa kulit, mukosa mulut dan genital. Prevalensinya antara 2-
4% dari populasi. Biasanya terjadi pada umur 30-65 tahun. Tidak ada dasar
imunogenetik terjadinya OLP, tetapi beberapa penelitian melaporkan
terdapat hubungan peningkatan HLA (Human Leukocyte Antigen) dengan
terjadinya lichen planus. Lesi ini harus dibedakan dengan ulserasi seperti
ulkus traumatikus atau stomatitis aftosa berulang. Terdapat 6 tipe klinis dari
oral lichen planus, yaitu :
1. Retikuler, garis putih atau striae yang saling berhubungan (pola
retikuler atau wickham striae)
2. Papular, papula berwarna putih
Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
17
3. Seperti plak
4. Atrofi, area atrofi berwarna merah yang merupakan tipe lichen planus
dengan salah satu penyebab deskuamatif gingivitis
5. Erosi atau ulserasi, erosi terus-menerus, ireguler, sangat sakit dengan
jaringan sekitar berwarna kekuningan
6. Tipe bula
OLP biasanya asimptomatik, tetapi menimbulkan rasa sakit bila terdapat
daerah atrofi atau erosi. Gambaran klinis berupa lesi putih, retikuler,
papular atau plak dengan area atrofi pada posterior mukosa pipi dan
bilateral. Terkadang, pada dorsum lidah berbentuk retikuler, papular atau
plak dengan area atrofi atau erosi. Deskuamatif gingivitis dapat terjadi pada
25% pasien dengan lichen planus tipe erosi.8
Lesi pada kulit biasanya gatal, ruam berwarna keunguan, makula-papular,
paling sering pada permukaan fleksor pergelangan tangan, tulang kering
dan daerah perut. Namun, pendapat lain mengatakan dapat mempengaruhi
kulit kepala yang menyebabkan rambut rontok (alopecia). Sebagian besar
pasien mengalami lichen planus di kulit dan mukosa mulut.20

b. Mucous Membran Pemphigoid


Mucous membran pemhigoid merupakan penyakit autoantibodi yang
menyerang protein pada membran basal sehingga menyebabkan kehilangan
perlekatan epitel jaringan ikat dan menimbulkan lesi lepuh. Terdapat
hubungan antara penggunaan obat-obatan tertentu seperti penicillamine
yang menyebabkan lesi pemfigoid pada rongga mulut. Lesi dapat bertahan
selama beberapa hari sebelum pecah dan meninggalkan ulserasi yang
membutuhkan waktu selama beberapa minggu untuk penyembuhannya.
Pemphigoid sering terjadi pada wanita yang berusia 50-70 tahun. Lesi
vesikel atau bula, kadang terlihat lesi yang melepuh disertai darah dan
deskumatif gingivitis. Terdapat jaringan parut yang tertinggal setelah

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
18
penyembuhan dan merupakan suatu komplikasi jika berada pada mata,
laring, esofagus atau genital.29

c. Pemphigus Vulgaris
Pemphigus merupakan penyakit autoimun pada kulit dan seringkali
menyebabkan terbentuknya bula besar (lepuh), erosi pada kulit dan
membran mukosa.17 Pemphigus vulgaris merupakan penyakit yang jarang
terjadi.21 Lesi tersebut disebabkan oleh kerusakan autoantibodi dari adhesi
protein (desmoglein) pada epitelium yang membentuk desmosom di
stratum spinosum. Kerusakan desmoglein menyebabkan akantolisis sel.
Lesi berkembang dengan cepat dan membentuk bula yang berair. Bula
mudah pecah, berdarah dan membentuk krusta. Jika diberikan tekanan
lateral yang ringan pada bula akan terbentuk lepuhan yang luas (Tanda
Nikolsky).17 Karakteristik pemphigus yaitu lesi berbentuk vesikel atau bula
berwarna putih yang meluas pada intraepitel, warna putih yang terlihat
merupakan hasil akumulasi cairan di dalam epitel yang dapat berubah
menjadi ulserasi dan fatal jika tidak diobati.21

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
19
Gambar 3. Penyakit Autoimun
a. Lichen planus tipe retikular17, b. Lichen planus tipe erosi17, c. Lichen
planus tipe atrofi17, d. Lichen planus tipe plak17, e. Lesi pemphigus22, f.
Mucous membran pemphigoid20.

9. Lesi karena Kebiasaan Buruk


a. Oral Submucous Fibrosis
Kondisi yang disebabkan karena hilangnya elastisitas mukosa akibat dari
perkembangan jaringan fibrosa pada submukosa, menyebabkan susah
membuka mulut. Pada lidah terjadi depapilasi dan terbatasnya pergerakan
lidah. Sensasi terbakar di mulut atau tenggorokan merupakan gejala awal.
Kondisi ini banyak ditemukan pada masyarakat Asia dengan kebiasaan
menyirih.20

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
20
b.Tobacco-related Keratosis
Merupakan lesi putih hiperkeratosis akibat mengunyah tembakau. Insidensi
terjadinya lesi ini jarang, biasanya pada orang dewasa dengan kebiasaan
mengunyah tembakau. Penyebab lesi ini karena mengunyah tembakau atau
meletakkan bubuk tembakau (oral snuff) pada daerah vestibulum sehingga
terjadi lesi putih, edema, dan hiperkeratosis. Oral snuff menyebabkan lesi
yang lebih parah daripada mengunyah tembakau, lesi dapat bertambah
parah selama beberapa tahun dan dapat berkembang menjadi karsinoma
verukosa. Gambaran klinis lesi berwarna putih pada sulkus bukal
berdekatan dengan tempat meletakkan bubuk tembakau tersebut, biasanya
disertai dengan resesi gingiva. Diagnosis ditegakkan dengan mengetahui
riwayat kebiasaan buruk dan biopsi untuk mengetahui kemungkinan terjadi
displasia sel. Hasil biopsi menunjukan adanya hiperkeratosis dan edema
intraepitel pada permukaan epitelium.22

c. Smokers Melanosis
Smokers melanosis terjadi pada 25-31% pengguna tembakau dengan
karakteristik berupa pigmentasi hitam kecoklatan pada attached gingiva
bagian labial, palatum, mukosa pipi dan bibir yang berkaitan dengan
merokok memakai pipa. Penyebabnya yaitu nikotin pada rokok (senyawa
polisiklik) yang menginduksi melanosit pada lapisan basal sel mukosa.
Nikotin secara langsung menstimulasi melanosit untuk memproduksi
melanosom yang menghasilkan pertambahan jumlah pigmen melanin.
Araki et al berpendapat polycyclic amines dapat menstimulasi melanosit
untuk memproduksi pigmen melanin yang bertujuan melindungi mukosa
dengan cara mengikat agen toksik rokok agar tidak menembus jaringan.30

d. Stomatitis Nikotina atau Smokers Keratosis


Stomatitis nikotina adalah respon mukosa mulut terhadap kebiasaan
merokok pipa dan cerutu dalam waktu lama. Biasanya ditemukan pada pria

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
21
paruh baya dan lansia, tempat predileksinya di palatum. Lesi ini terdiri dari
hiperkeratosis dan pembengkakan mukosa kelenjar minor. Gambaran klinis
terlihat penebalan putih pada mukosa palatum dengan pembengkakan kecil
berwarna merah pada bagian tengahnya.23

e. Betel Chewers Mucosa


Merupakan deskuamasi atau pengelupasan epitel pada mukosa mulut yang
disebabkan komposisi bahan-bahan atau efek traumatik waktu mengunyah
sirih. Gambaran klinis terlihat daerah kasar berwarna kuning atau coklat
kemerahan dan ditemukan pada daerah tempat meletakkan bahan untuk
menyirih yaitu pada mukosa pipi, unilateral ataupun bilateral. 23

f. Coated Tongue
Merupakan permukaan lidah dengan lapisan putih karena debris, sisa
makanan, mikroorganisme, pigmen dari makanan, minuman, rokok, dan
lain sebagainya. Kemungkinan terjadinya coated tongue meningkat dengan
penggunaan obat-obatan lokal maupun sistemik yang menyebabkan
perubahan mikroflora normal mulut. Gambaran klinis coated tongue berupa
lidah yang dilapisi lapisan putih terang pada permukaan dorsum lidah,
dapat dihilangkan tanpa meninggalkan daerah eritema.21

g. Cheek Biting (morsicatio buccarum)


Merupakan perubahan pada mukosa mulut karena kebiasaan menggigit pipi.
Biasanya terlihat pada anterior mukosa pipi dan jarang pada mukosa labial.
Lesi terlihat unilateral atau bilateral dan terjadi pada semua usia.17

h. Crenated Tongue (scalloped tongue)


Merupakan kelainan yang sering ditemukan dan ditandai dengan indentasi
pada lateral lidah. Lesi ini bersifat bilateral, tetapi dapat juga unilateral atau
terisolasi pada regio tertentu yaitu pada lidah yang berkontak erat dengan
Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
22
gigi geligi. Tekanan yang abnormal pada lidah menimbulkan cetakan
dengan pola khas berupa bentuk oval yang terdepresi, terkadang dikelilingi
tepi putih yang menonjol dan berkelok-kelok. Lesi ini dapat disebabkan
karena kondisi yang menimbulkan tekanan abnormal pada lidah seperti
gerakan lidah terhadap gigi geligi, menjulurkan lidah, menghisap lidah,
clenching, bruxism atau lidah yang membesar. Perawatan lesi ini yaitu
menghilangkan kebiasaan.17

10. Infeksi
a. Herpes Simpleks
Infeksi virus herpes simpleks (HSV) banyak ditemukan dan dapat terjadi di
rongga mulut (HSV tipe 1), genital atau anus (HSV tipe 2). Infeksi awal di
mulut yaitu primary herpetic stomatitis (gingivostomatitis). Semua infeksi
virus memiliki karakteristik yang sama yaitu laten dan dapat mengalami
reaktivasi. Herpetic stomatitis terjadi pada masa kanak-kanak antara 2-4
tahun, tetapi pada beberapa kasus dapat terjadi pada lansia. Lesi ini
memiliki periode inkubasi 4-7 hari. Gambaran klinis pada mukosa mulut
yaitu multipel vesikel luas yang awalnya berupa pin point, sakit, dapat
pecah menjadi suatu ulserasi dan tampak dikelilingi oleh gambaran halo
berwarna merah. Selain itu, lesi ini juga terjadi pada bibir atau kulit perioral
berupa erosi dangkal dan krusta perdarahan.17 Penampilan secara ekstra
oral berupa demam, malaise, drooling dan pembesaran kelenjar limfe. Diet
makanan lunak dan asupan cairan yang cukup sangat disarankan. Selain itu,
antipiretik atau analgesik seperti paracetamol dapat diberikan untuk
membantu mengurangi rasa sakit dan demam.22

b. Recurrent Herpes Labialis


Herpes berulang yang terjadi pada bibir karena reaktivasi virus herpes
simpleks, prevalensi terjadinya 5 % pada orang dewasa. Etiologinya karena
virus herpes simpleks yang mengalami reaktivasi menyebabkan herpes

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
23
labialis berulang pada bibir atas dan bawah. Faktor predisposisi yang
menyebabkan reaktivasi virus ini berupa demam, sinar matahari, trauma,
perubahan hormonal atau kondisi imunosupresi. Gambaran klinisnya
berupa vesikel kecil berkelompok, mengalami ulserasi, krusta dan sembuh
tanpa meninggalkan jaringan parut pada bibir. 17 Biasanya bibir terasa gatal
satu atau dua hari sebelum timbulnya lesi, diikuti timbulnya lesi makula,
papula, vesikel. Lesi bertambah parah dan semakin luas pada pasien dengan
kondisi imunosupresi. Terkadang, lesi ini menjadi superinfeksi dengan
Staphylococcus atau Streptococcus.22

c. Pseudomembranosis Kandidiasis Akut (oral thrush)


Oral thrush biasanya terjadi pada neonatus dan dewasa. Etiologinya karena
infeksi Candida albicans. Neonatus belum memiliki sistem imun, sehingga
dapat terjadi orofaringeal candidiasis. Beberapa faktor predisposisi yang
mempengaruhi yaitu perubahan ekologi flora normal karena antibiotik atau
xerostomia, penurunan sistem imun karena pengobatan imunosupresi atau
pada gangguan sistem imun (penyakit HIV/AIDS, leukimia, limfoma,
kanker dan diabetes). Gambaran klinis berupa plak putih kekuningan pada
mukosa pipi atau palatum, dapat diseset dan meninggalkan daerah eritema.
Pemeriksaan lebih lanjut dengan PAS (Periodic Acid Schiff) dan Pewarnaan
Gram menunjukan adanya hifa kandida.22

d. Atropik Kandidiasis Akut (Antibiotic sore mouth)


Lesi akibat penggunaan antibiotik spektrum luas terutama tetrasiklin atau
steroid topikal yang menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem flora
mulut antara Lactobacillus acidophilus dan Candida albicans. Gambaran
klinisnya yaitu bercak merah atrofik yang luas dan rasa terbakar pada
mukosa mulut. Pewarnaan Gram menunjukkan adanya hifa kandida.17

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
24
e. Kronik Hiperplastik Kandidiasis (candidal leukoplakia)
Candidal leukoplakia merupakan leukoplakia atau erythroplakia yang
berkaitan dengan kandidiasis. Penyebabnya yaitu Candida albicans yang
memproduksi nitrosamine dan menginduksi proliferasi epitel dan displasia
sel. Merokok, defisiensi vitamin dan keadaan imunosupresi juga dapat
menjadi faktor predisposisi terbentuknya lesi. Secara klinis, terlihat plak
putih seperti leukoplakia yang ketebalannya bervariasi dengan permukaan
yang kasar dan tidak beraturan atau nodul dengan eritematous (speckled
leukoplakia). Biasanya terjadi pada dorsum lidah dan mukosa pipi. Plak
putih ini tidak dapat diseset, yang membedakannya dengan leukoplakia
yaitu pada pewarnaan gram terlihat adanya hifa kandida.22

f. Chronic Atrophic Candidiasis (denture related stomatitis ; denture sore


mouth)
Merupakan eritema difus pada mukosa dibawah alat kedokteran gigi (gigi
tiruan dan plat ortodonti), prevalensi terjadinya 7% pada pasien diatas 30
tahun dan 35% pada pasien diatas 60 tahun dan lebih sering terjadi pada
wanita. Penyebabnya berkaitan dengan akumulasi plak (mikroorganisme
dan produknya) di antara alat dan palatum. Mikroorganisme yang berperan
adalah Candida albicans.
Secara klinis terlihat eritema yang menyebar di sekitar geligi tiruan.
Newton mengklasifikasikan lesi ini menjadi beberapa tipe, yaitu :
a. Localized simple inflammation atau hiperemi pin point
b. Eritematous atau generalized simple inflammation
Eritema difus sehingga mengenai bagian dari gigi tiruannya.
c. Granules type (inflammatory papillary hiperplasia)
Sering terjadi pada bagian tengah palatum durum dan ridge alveolar. 30

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
25
g. Angular Cheilitis
Inflamasi pada daerah komisura. Penyebabnya seringkali karena trauma
mekanik dan atau infeksi Candida albicans atau Staphylococcus, dapat
terjadi pada anak dengan kekurangan zat gizi seperti riboflavin, asam folat,
zat besi, malabsorpsi atau penderita Down Syndrome, diabetes dan infeksi
HIV. Secara klinis terlihat gambaran eritema atau fisur pada komisura atau
sudut bibir, kondisi ini biasanya terjadi bilateral pada kedua sudut mulut.22

h. Sifilis
Merupakan infeksi yang disebabkan Treponema pallidum. Terdapat 3
stadium infeksi sifilis, yaitu :
1). Primary sifilis (Chancre)
Merupakan infeksi sifilis yang terjadi pada bibir, lidah dan palatum dengan
gambaran klinis kecil, kasar, makula merah muda yang berubah menjadi
papula, pecah membentuk ulkus bulat, sakit dan dibatasi daerah indurasi.
Lesi sifilis chancre dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu 3-8
minggu.
2). Secondary sifilis (Mucous patches)
Lesi ulserasi yang asimptomatik, ruam disertai pembesaran kelenjar limfe.
Terjadi 6-8 minggu.
3). Tertiary sifilis (Gumma)
Berbentuk seperti granuloma yang terlokalisir dan bervariasi ukurannya
berupa pinhead (seperti kepala jarum pentul) sampai beberapa sentimeter.
Gumma pecah menjadi bisul yang menular.
Adapun sifilis kongenital yang dapat ditemukan di dalam rongga mulut
sebagai anomali gigi yaitu Hutchinson teeth.22

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
26
Gambar 4. Drug induced dan infeksi
a. Mukositis22, b. Gingivostomatitis herpetik primer17, c. Recurrent herpes
labialis22, d. Pseudomembranosis kandidiasis akut17, e. Kandidiasis
hiperplastik kronis17, f. Angular chelitis20, g. Kronik eritematous kandidiasis22

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
27
11. Manifestasi Penyakit Sistemik
a. Ulkus TBC
Merupakan ulkus yang ditemukan pada penderita tuberkulosis paru. Berupa
ulkus kronis yang biasanya terjadi pada dorsum lidah. Penyebabnya yaitu
Mycobacterium avium-intracellular.22

b. Manifestasi Oral HIV


1). Pseudomembranosis Kandidiasis (oral thrush)
Gambaran klinisnya yaitu plak putih pada permukaan mukosa yang dapat
diseset dan meninggalkan daerah eritema. Oral thrush dapat berulang atau
resisten terhadap perawatan pada pasien dengan imunokompromi.31
2). Eritematous Kandidiasis
Merupakan lesi akut atau kronis dengan gambaran plak atrofi yang terjadi
secara intermiten atau dalam waktu yang lama. Lesi seringkali di palatum
dan dorsum lidah. Pada kondisi ringan biasanya asimptomatik, sedangkan
pada kondisi moderat atau berat sering disertai keluhan rasa terbakar
dalam mulut.31
3). Angular Cheilitis
Infeksi yang disebabkan oleh Candida dan Staphylococcus aureus pada
sudut bibir, berupa fisur atau celah pada sudut mulut dan terasa sakit
waktu membuka mulut.31
4). Oral Hairy Leukoplakia
Oral hairy leukoplakia merupakan lesi putih dengan lipatan vertikal pada
lateral lidah yang dapat meluas ke ventral dan dorsum lidah. Biasanya
asimptomatik, namun pada beberapa kondisi pasien mengeluh rasa
terbakar didalam mulut.31
5). Sarkoma Kaposi
Sarkoma kaposi merupakan neoplasma yang sering ditemukan pada
penderita AIDS. Gambaran klinis berupa lesi merah atau keunguan,
berbentuk flat atau makula pada kulit dan mukosa mulut. Jika tidak
ditangani, lesi akan bertambah besar. Tempat predileksi sarkoma kaposi
Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
28
pada palatum dan gingiva. Pada stadium awal biasanya asimptomatik
tetapi terasa sakit jika ukurannya semakin membesar. Beberapa pasien
mengalami sarkoma kaposi berulang setelah pengobatan anti-HIV. 31

c. Manifestasi Oral Diabetes Melitus


1). Oral Candidiasis
Oral candidiasis yang disebabkan karena meningkatnya glukosa pada
kelenjar saliva sehingga menambah substrat pertumbuhan jamur (Candida
albicans). Selain itu, xerostomia juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya kandidiasis.32
2). Burning Mouth Syndrome
Merupakan sensasi rasa terbakar di dalam mulut. Penyebabnya yaitu
kurangnya sekresi saliva sehingga menyebabkan mulut menjadi kering
dan keluhan rasa panas seperti terbakar di dalam mulut.33

12. Praganas dan Keganasan


a. Oral Leukoplakia
Oral leukoplakia menurut WHO merupakan bercak putih atau plak pada
mukosa mulut yang tidak ditandai secara klinis maupun histologi sebagai
salah satu penyakit lainnya.34 Lesi ini tidak dapat diseset dan tidak
memiliki penyebab yang jelas (idiopatik) atau berhubungan dengan salah
satu faktor resiko terjadinya kanker mulut yaitu tembakau, alkohol dan
kebiasaan mengunyah sirih. Diperkirakan bahwa 2-6% lesi ini mengalami
perubahan menjadi keganasan selama periode 10 tahun. Dasar mulut atau
ventral lidah memiliki resiko lebih tinggi mengalami perubahan menjadi
keganasan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa 25% oral leukoplakia
berubah menjadi keganasan.

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
29
Gambaran klinis :
1). Homogenous leukoplakia
Merupakan plak putih, halus, terjadi pada seluruh mukosa mulut,
terutama pada mukosa pipi.
2). Non-homogenous leukoplakia
Bercak putih dan merah berbentuk nodul, verukosa atau speckled
dengan permukaan tidak teratur. Memiliki resiko tinggi berubah
menjadi keganasan. Speckled leukoplakia sering dikaitkan dengan
displasia berat bahkan mungkin merupakan awal dari kanker rongga
mulut. 20

b. Erythroplakia
Menurut WHO, erythroplakia merupakan plak merah pada mukosa mulut
yang tidak tidak dapat ditandai secara klinis maupun histologi sebagai
suatu kondisi lainnya.35 Tempat predileksi lesi ini pada mukosa bukal,
palatum lunak dan lateral lidah. Umumnya, erythroplakia memiliki potensi
berubah menjadi keganasan lebih tinggi daripada leukoplakia. Prevalensi
lesi ini jarang ditemukan dan biasanya pada pasien laki-laki yang berusia
lebih dari 60 tahun. Lesi ini diakibatkan karena kebiasaan mengunyah
tembakau, alkohol dan mengunyah sirih. Secara klinis, terlihat plak merah
pada palatum lunak, ventral lidah atau dasar mulut. Awalnya jika dipalpasi
lesi terasa lunak dan tidak mengalami indurasi sampai berubah menjadi
karsinoma. Saat biopsi, terlihat perubahan dari displasia ringan sampai
menjadi karsinoma sel skuamosa tingkat awal. Oleh karena itu, jika
ditemukan lesi tersebut harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan
instruksikan pasien untuk menghentikan kebiasaan mengunyah sirih,
tembakau dan alkohol.20,22

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
30
c. Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma sel skuamosa merupakan suatu keganasan dari epitel skuamosa
yang berlapis. Prevalensi terjadinya masih sangat tinggi yaitu merupakan
peringkat ke-8 dari kanker yang sering ditemukan di dunia. Perancis Utara,
Eropa Timur, Amerika Selatan, dan Asia Tenggara merupakan negara
dengan tingkat terjadi lesi ini cukup tinggi, terjadi pada usia dewasa muda
atau pada lansia. Penyebabnya bermacam-macam seperti kebiasaan
mengunyah sirih, alkohol, tembakau, radiasi atau kombinasi karena
kebiasaan merokok dan minum alkohol. Lesi-lesi yang berpotensi berubah
menjadi keganasan (lesi prakanker) yaitu erythroplakia, leukoplakia, oral
lichen planus, oral submucous fibrosis, tertiary sifilis, dan keadaan
imunosupresi. Lesi ini tidak bergejala pada stadium awal, sehingga pasien
tidak menyadarinya. Gambaran klinis berupa benjolan, ulserasi berwarna
putih maupun merah yang terjadi lebih dari 3 minggu. Karsinoma dapat
terjadi di batas daerah vermilion bibir (karsinoma bibir) atau pada posterior
lateral lidah (karsinoma intraoral). Prognosis baik jika di diagnosis pada
stadium awal dan belum bermetastasis, biasanya karsinoma bibir di deteksi
pada stadium awal. Oleh karena itu, pasien dengan karsinoma bibir lebih
dari 70% dapat bertahan hidup selama lima tahun, sedangkan karsinoma
intraoral sering terdeteksi jika sudah stadium lanjut karenanya hanya 30-
50% yang dapat bertahan hidup selama lima tahun.22

d. Melanoma
Merupakan tumor ganas melanosit yang jarang terjadi. Sebagian besar lesi
melanotik oral penyebabnya idiopatik. Penyebab sistemik dan beberapa
obat tertentu juga dapat mempengaruhi terbentuknya pigmentasi di dalam
mulut.20 Gambaran klinis berupa pewarnaan cokelat atau hitam pada
palatum berbentuk makula, nodular atau ulserasi dengan ukuran hingga
beberapa sentimeter. Metastasis melanoma ke kelenjar limfe regional,
paru-paru atau hati terjadi sangat cepat dan pada tahap yang relatif awal.8

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
31
Gambar 5. Lesi karena kebiasaan buruk, lesi praganas dan keganasan
a. Homogenous leukoplakia20, b. Speckled leukoplakia20, c. Stomatitis
nikotina17, d. Eritroplakia pada dasar mulut20, e. Karsinoma sel skuamosa20, f.
Melanoma17

Prevalensi Lesi Mukosa Mulut Warga Kecamatan Arso, Kabupaten Keerom, Jayapura, Papua
Ingrid Chynthia Goran
32

Anda mungkin juga menyukai