Manajemen Konflik Dalam Keperawatan Kel 7 Bu Dian
Manajemen Konflik Dalam Keperawatan Kel 7 Bu Dian
OLEH KELOMPOK 7
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan limpahan karunia-Nya kepada kita semua sehingga pada hari ini kita
masih dapat membaca makalah ini, dan telah memberikan kesempatan kepada
penyusun untuk menyelesaikan tugas yang diberikan tepat pada waktunya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................i
Daftar Isi...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................4
2.1 Definisi Konflik....................................................................................4
2.2 Sejarah Terjadinya Konflik...................................................................5
2.3 Sumber Konflik....................................................................................6
2.4 Kategori Konflik...................................................................................7
2.5 Proses Konflik......................................................................................8
2.6 Penyelesaian Konfik.............................................................................9
2.7 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi..................................................13
BAB III PENUTUP..........................................................................................17
3.1 Kesimpulan...........................................................................................17
3.2 Saran.....................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
fenomena yang terjadi saat ini menyangkut perawat yaitu seringkali terjadi
ketidakseimbangan insentif atau reward antara kelompok dokter, perawat dan yang
setara dengan perawat, tenaga administrasi serta tingkatan manajer rumah sakit
perawat. Dengan menurunnya komitmen tersebut, maka kinerja perawat pun menjadi
menurun atau kurang. Perawat dalam menjalankan profesinya sangat rawan terhadap
stres, kondisi ini dipicu karena adanya tuntutan dari pihak organisasi dan interaksinya
dengan pekerjaan yang sering mendatangkan konflik atas apa yang dilakukan.
Beban kerja yang sering dilakukan oleh perawat (Nursalam, 2002) adalah
tempat tidur pasien, mendorong brankart dan yang bersifat mental yaitu kompleksitas
Houston (1998, dalam Nursalam, 2007), konflik sebagai masalah internal dan
eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau
keyakinan dari dua orang atau lebih. Konflik sering terjadi pada setiap tatanan
keperawatan.
1
Konflik terjadi dalam setiap hubungan, termasuk perawat di tempat kerja.
Prevalensi konflik di tempat kerja secara statistik menunjukkan bahwa 2460% waktu
dari manajemen dihabiskan terkait dengan konflik. Peran kepemimpinan dalam
konflik merupakan elemen penting. Kemampuan mereka akan mempengaruhi strategi
mereka dalam konflik dan meningkatkan staf untuk bekerja sama secara efektif
sehingga dapat terwujud pelayanan keperawatan yang bermutu.
Hasil survey awal Danur Azissah menunjukkan bahwa dari 9 orang perawat
terdapat 6 orang perawat yang mengalami stres kerja seperti mudah marah, tidak
dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak
mampu terlibat dan kesulitan dalam masalah tidur, serta ada dua orang yang sering
tidak masuk kerja. Di samping itu stress kerja perawat disebabkan konflik antara
perawat dan tenaga kesehatan lain maupun dengan pasien. Bentuk konflik yang sering
terjadi adalah masalah pembagian tugas dan insentif yang tidak jelas dan tidak
merata, sering tidak bertanggung jawab terhadap tugas serta menyalahkan rekan kerja
yang lain. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar (78,3%) responden
mengatakan manajemen konflik kurang baik. Dari 18 orang responden yang
mengatakan manajemen konflik kurang baik, ada 10 orang (55,6%) responden
mengalami stres kerja, sedangkan dari 5 orang responden yang mengatakan
manajemen konflik kurang baik, ada 1 orang (20%) responden mengalami stres kerja.
2
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui tentang manajemen konflik
2. Mengetahui sejarah terjadinya konflik
3. Mengetahui sumber konflik berasal
4. Mengetahui macam-macam kategori konflik
5. Mengetahui proses konflik terjad
6. Mengetahui penyelesaian dari konflik
7. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi dari manajemen konflik
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2.2 Sejarah Terjadinya Konflik
Sejarah terjadinya suatu konflik pada suatu organisasi dimulai seratus tahun
yang lalu, dimana konflik adalah suatu kejadian yang alamiah dan peristiwa yang
terjadi di organisasi. Pada awal abad ke 20, konflik diindikasikan sebagai suatu
kelemahan manajemen pada suatu organisasi yang harus dihindari (Nursalam, 2011).
Pada awal abad ke 19, ketika ketidakpuasan staf dan umpan balik dari atasan
tidak ada, maka konflik diterima secara pasif sebagai suatu kejadian yang normal
dalam organisasi. Oleh karena itu seorang manajer harus belajar bagaimana
menyelesaikan konflik tersebut daripada berusaha menghindarinya. Meskipun
konflik dalam sebuah organisasi merupakan suatu unsur penghambat staf dalam
melaksanakan tugasnya, tetapi diakui bahwa konflik dan kerjasama dapat terjadi
secara bersamaan (Nursalam, 2011).
Teori interaksi pada taguh 1970 mengemukan bahwa konflik merupakan
suatu hal yang penting dan secara aktif mengajak organisasi untuk menjadikian
konflik sebagai salah satu petumbuhan produksi. Teori ini menekankan bahwa
konflik dapat mengakibatkan pertumbuhan produksi sekaligus kehancuran
organisasi, keduanya tergantung bagaimana manajer mengelolanya (Nursalam,
2011).
Menurut Erwin (1992), konflik dapat berupa sesuatu yang kualitatif atau
kuantitatif. Meskipun konflik berakibat pada stress, tetapi dapat juga mmeningktakan
produksi dan kreativitas. Manajemen konflik yang konsrtruktif akan menghasilkan
lingkungan yang kondusif untuk didiskusikan sebagai suatu fenomena utama,
komunikasi yang terbuka melaui pengutaraan perasaan, dan tukar pikiran serta
tanggung jawab yang menguntungkan dalam menyelesaikan suatun perbedaan
(Nursalam, 2011).
5
2.3 Sumber Konflik
6
Pertikaian antar pribadi juga dapat memicu adanya konflik karena akan
muncul tidak adanya sinergi/kerjasama antara pribadi yang bertikai dan
mencari pembenaran pribadi masing-masing.
6. Perbedaan status
Perbedaan status juga termasuk pemicu munculnya konflik, karena adanya
yang merasa superioritas/diatas daripada yang lain.
7. Harapan yang tidak terwujud
Harapan yang tidak terwujud akan memicu konflik karena akan menjadi
halangan tersendiri bagi komunitas atau individu ketika adanya harapan yang
tidak terwujud dapat menurunkan self confidance/kepercayaan dirinya
menurun sehingga terjadi kesusahan dalam mempercayai diri maupun orang
lain
8. Perilaku menentang
Perilaku menentang dapat menimbulkan konflik yang menghasilkan perasaan
bersalah pada seseorang dimana perilaku itu ditunjukkan
Menurut Marquis dan Huston (1998), konflik dipandang secara vertikal dan
horisontal. Konflik vertikal terjadi antara atasan dan bawahan sedangkan konflik
horisontal terjadi antara staf dengan posisi dan kedududukan yang sama. Konflik
dapat dibedakan menjadi tiga yakni:
1. Konflik Intrapersonal
Adalah konflik yang terjadi pada individu itu sendiri. Keadaan ini merupakan
masalah internal untuk mengklarifikasi masalah nilai dan keinginan dari
konflik yang terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari
manifestasi peran. Misalnya, manajer mungkin merasa mempunyai konflik
intrapersonal dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas
terhadap pekerjaan, loyalitas kepada pasien.
7
2. Konflik Interpersonal
Adalah konflik yang terjadi antara dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan
dan keyakinan berbeda. Konflik ini seering terjadi karena seseorang dengan
konstan berinteraksi denagn orang lain sehingga ditemukan perbedaan-
perbedaan. Manajer sering mengalami konflik dengan teman sesama manajer,
atasan, dan bawahannya.
3. Konflik Antarkelompok (Intergroup)
Konflik yang terjadi antara dua atau lebih kelompok, departemen atau
organisasi. Sumber konflik ini adalah hamabtan dalam mencapai kekeusaan
dan otoritas (kualitas layanan), serta keterbatasan prasarana (Nursalam, 2011).
8
konflik. Setiap orang secara tidak sadar belajar menggunakan kompetisi,
kekuatan, dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik. Sementara itu,
penyelesaian konflik dalam suatu orgasnisasi memerlukan upaya dan strategi
sehingga dapat mencapai tujuan organisasi.
4. Resolusi Konflik
Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuasakan
semua orang terlibat didalamnya dengan prinsip win-win solution.Pendekatan
dalam resolusi konflik tergantung pada :
a. Konflik itu sendiri
b. Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya
c. Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
d. Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
e. Ketersediaan waktu dan tenaga.
5. Konflik aftermath
Konflik aftermath merupakan konflik yang terjadi akibat dari tidak
terselesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah
besar dan bisa menjadi penyebab dari konflik yang utama bila tidak segera
diatasi atau dikurangi. (Nursalam, 2011).
Konflik Laten
Konflik yg dialami
Penyelesaian /
manajemen konflik
Konflik Aftermath
9
2.6.1 Langkah-Langkah
10
2.6.2 Kunci Langkah dalam Manajemen Konflik
1. Set the tone: kendalikan diri dan jangan ada ancaman.
2. Get the feeling: beri kesempatan untuk mengekspresikan perasaan.
3. Get the fact: mendengarkan dan mengamati dengan saksama.
4. Ask for help: beri kesempatan karyawan untuk mencari solusi yang
terbaik dan gali konsekuensi dari keputusan yang akan dibuat.
5. Get a commitment: komitmen dan pengorbanan.
6. Follow up: tindak lanjuti secara konsisten
11
Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi
komponen emosional dalam konflik. Pada strategi ini, individu yang terlibat
dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan daripada perbedaan dengan
penuh kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bisa diterapakan pada
konflik yang ringan tetapi tidak dapat dipergunakian pada konflik yang besar,
misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi.
5. Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang
masalah yang dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak
menyelesaikan masalah. Strategi ini biasanya dipilih bila ketidaksepakatan
membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih besar daripada
menghindar, atau perlu orang ketiga dalam menyelesaiaknnya, atau jika
masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya.
6. Kolaborasi
Menurut Bowditch dan Buono (1994) strategi ini merupakan strategi win-win
solution. Dalam kolaborasi, kedua belah pihak yang terlibat menentukan
tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena
keduanyan yakin akan tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Strategi
kolaborasi tidak akan berjalan jika kompetisi insentif sebagai bagian dari
situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam
menyelesaikan masalah, dan tidak adanya kepercayaan dari kedua
kelompok/seseorang (Nursalam, 2011).
2.6.4 Asfek Positif
Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif
apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :
Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan
dan tanggung jawab mereka.
Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
12
Menumbuhkan semangat baru pada staf.
Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.
13
gangguan dan menggunakan humor yang segar. Dengan menggunakan
komunikasi interpersonal yang dianggap efektif, akan dapat memahami pesan
dengan benar, dan memberikan respon sesuai dengan yang diinginkan.
5. Kekuasaan yang dimiliki
Konflik merupakan permainan kekuasaan di antara kedua belah pihak yang
terlibat konflik. Jika pihak yang terlibat konflik merasa mempunyai kekuasaan
lebih besar dari lawan konfliknya, kemungkinan besar, ia tidak mau mengalah
dalam interaksi konflik.
6. Pengalaman menghadapi situasi konflik.
Proses interaksi konflik dan gaya manajemen konflik yang digunakan oleh
pihak-pihak yang terlibat konflik dipengaruhi oleh pengalaman mereka dalam
menghadapi konflik dan menggunakan gaya manajemen konflik tertentu.
7. Sumber yang dimiliki
Gaya manajemen konflik yang digunakan oleh pihak yang terlibat konflik
dipengaruhi oleh sumber-sumber yang dimilikinya. Sumbersumber tersebut
antara lain kekuasaan, pengetahuan, pengalaman, dan uang
8. Jenis kelamin
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin pihak yang terlibat
konflik mempunyai pengaruh terhadap gaya manajemen konflik yang
digunakannya.
9. Kecerdasan emosional
Banyak artikel dan penelitian yang berkesimpulan bahwa dalam
memanajemen konflik diperlukan kecerdasan emosional. Kecerdasan
emosional merupakan kemampuan seseorang mengatasi dan mengontrol
emosi dalam menghadapi konflik, menggunakan dan memanfaatkan emosi
untuk membantu pikiran
10. Kepribadian seseorang mempengaruhi gaya manajemen konfliknya.
Seseorang yang punya pribadi pemberani, garang, tidak sabar, dan berambisi
untuk menang cenderung memilih gaya kepemimpinan berkompetisi.
14
Sedangkan orang yang penakut dan pasif cenderung untuk menghindari
konflik.
11. Budaya organisasi sistem sosial
Budaya organisasi sistem sosial (organisasi tentara, tim olah raga, pondok
pesantren, dan biara) dengan norma perilaku yang berbeda menyebabkan para
anggotanya memiliki kecenderungan untuk memilih gaya manajemen konflik
yang berbeda. Dalam masyarakat barat, anak semenjak kecil diajarkan untuk
berkompetisi. Disisi lain, di masyarakat Indonesia, anak diajarkan untuk
berkompromi atau menghindari konflik.
12. Prosedur yang mengatur pengambilan keputusan jika terjadi konflik
Organisasi birokratis atau organisasi yang sudah mapan umumnya
mempunyai prosedur untuk menyelesaikan konflik. Dalam prosedur tersebut,
gaya manajemen konflik pimpinan dan anggota organisasi akan tercermin.
13. Situasi konflik dan posisi dalam konflik
Seseorang dengan kecenderungan gaya manajemen konflik berkompetisi akan
mengubah gaya manajemen konfliknya jika menghadapi situasi konflik yang
tidak mungkin ia menangkan. Oleh karena itu, situasi konflik sangat
mempengaruhi gaya manajemen konflik itu sendiri agar situasi konflik itu
dapat dimenangkan
14. Pengalaman menggunakan salah satu gaya manajemen konflik
Jika A terlibat konflik dengan B, C, dan D serta dapat memenangkan konflik
dengan menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi, ia memiliki
kecenderungan untuk menggunakan gaya tersebut bila terlibat konflik dengan
orang yang sama atau orang lain.
15. Keterampilan berkomunikasi
Keterampilan berkomunikasi seseorang akan memengaruhinya dalam memilih
gaya manajemen konflik. Seseorang yang kemampuan komunikasinya rendah
akan mengalami kesulitan jika menggunakan gaya manajemen konflik
kompetisi, kolaborasi, atau kompromi. Ketiga gaya manajemen konflik
15
tersebut memerlukan kemampuan komunikasi yang tinggi untuk berdebat dan
berinisiasi dengan lawan konflik.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
17
DAFTAR PUSTAKA
18