Anda di halaman 1dari 21

MANAJEMEN KONFLIK DALAM KEPERAWATAN

OLEH KELOMPOK 7

1. Egya Elisa 7. Risdayanti


2. Lasma Rona 8. Samuel Panjaitan
3. Jesiska Sirait 9. Susanti
4. Nur Latifah Pratiwi 10. Simelda
5. Nurul Ayu Kartika 11. Tiurince
6. Ramianti 12. Vivi Susanti

Dosen Mata Kuliah : Dian Anggriyanti S.Kep,Ns,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN FISIOTERAPI
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA
LUBUK PAKAM TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan limpahan karunia-Nya kepada kita semua sehingga pada hari ini kita
masih dapat membaca makalah ini, dan telah memberikan kesempatan kepada
penyusun untuk menyelesaikan tugas yang diberikan tepat pada waktunya.

Selama menyusun makalah ini pasti ada hambatan dan kesalahan


dikarenakan sedikitnya pengetahuan penyusun terhadap materi yang diangkat, karena
campur tangan dari beberapa pihak akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah
ini, yang berjudul “Manajemen Konflik Dalam Keperawatan” maka dari itu dengan
kerendahan hati penyusun ucapakan banyak terima kasih

Penyusun hanyalah manusia biasa yang pastinya memiliki segala


kekurangan karena kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, maka dari itu
kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan makalah ini sangat penyusun
harapkan, semoga makalah ini berguna bagi pembaca dan berguna bagi generasi yang
akan datang, terimakasih.

Lubuk Pakam, 18 Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................i
Daftar Isi...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................4
2.1 Definisi Konflik....................................................................................4
2.2 Sejarah Terjadinya Konflik...................................................................5
2.3 Sumber Konflik....................................................................................6
2.4 Kategori Konflik...................................................................................7
2.5 Proses Konflik......................................................................................8
2.6 Penyelesaian Konfik.............................................................................9
2.7 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi..................................................13
BAB III PENUTUP..........................................................................................17
3.1 Kesimpulan...........................................................................................17
3.2 Saran.....................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) di Makassar,

fenomena yang terjadi saat ini menyangkut perawat yaitu seringkali terjadi

ketidakseimbangan insentif atau reward antara kelompok dokter, perawat dan yang

setara dengan perawat, tenaga administrasi serta tingkatan manajer rumah sakit

sehingga menyebabkan terjadinya konflik. Konflik yang berkepanjangan

menyebabkan menurunnya komitmen karyawan terhadap organisasi, khususnya

perawat. Dengan menurunnya komitmen tersebut, maka kinerja perawat pun menjadi

menurun atau kurang. Perawat dalam menjalankan profesinya sangat rawan terhadap

stres, kondisi ini dipicu karena adanya tuntutan dari pihak organisasi dan interaksinya

dengan pekerjaan yang sering mendatangkan konflik atas apa yang dilakukan.

Beban kerja yang sering dilakukan oleh perawat (Nursalam, 2002) adalah

bersifat fisik seperti mengangkat pasien, mendorong peralatan kesehatan, merapikan

tempat tidur pasien, mendorong brankart dan yang bersifat mental yaitu kompleksitas

pekerjaan misalnya keterampilan, tanggung jawab terhadap kesembuhan, mengurus

keluarga serta harus menjalinkomunikasi dengan pasien. Menurut Marquis dan

Houston (1998, dalam Nursalam, 2007), konflik sebagai masalah internal dan

eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau

keyakinan dari dua orang atau lebih. Konflik sering terjadi pada setiap tatanan

keperawatan.

1
Konflik terjadi dalam setiap hubungan, termasuk perawat di tempat kerja.
Prevalensi konflik di tempat kerja secara statistik menunjukkan bahwa 2460% waktu
dari manajemen dihabiskan terkait dengan konflik. Peran kepemimpinan dalam
konflik merupakan elemen penting. Kemampuan mereka akan mempengaruhi strategi
mereka dalam konflik dan meningkatkan staf untuk bekerja sama secara efektif
sehingga dapat terwujud pelayanan keperawatan yang bermutu.
Hasil survey awal Danur Azissah menunjukkan bahwa dari 9 orang perawat
terdapat 6 orang perawat yang mengalami stres kerja seperti mudah marah, tidak
dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak
mampu terlibat dan kesulitan dalam masalah tidur, serta ada dua orang yang sering
tidak masuk kerja. Di samping itu stress kerja perawat disebabkan konflik antara
perawat dan tenaga kesehatan lain maupun dengan pasien. Bentuk konflik yang sering
terjadi adalah masalah pembagian tugas dan insentif yang tidak jelas dan tidak
merata, sering tidak bertanggung jawab terhadap tugas serta menyalahkan rekan kerja
yang lain. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar (78,3%) responden
mengatakan manajemen konflik kurang baik. Dari 18 orang responden yang
mengatakan manajemen konflik kurang baik, ada 10 orang (55,6%) responden
mengalami stres kerja, sedangkan dari 5 orang responden yang mengatakan
manajemen konflik kurang baik, ada 1 orang (20%) responden mengalami stres kerja.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan manajemen konflik?
2. Bagaimana sejarah terjadinya konflik?
3. Apa saja sumber konflik berasal?
4. Apa saja macam – macam kategori konflik ?
5. Bagaimana proses konflik terjadi?
6. Bagaimana penyelesaian dari konflik?
7. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi dari manajemen konflik?

2
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui tentang manajemen konflik
2. Mengetahui sejarah terjadinya konflik
3. Mengetahui sumber konflik berasal
4. Mengetahui macam-macam kategori konflik
5. Mengetahui proses konflik terjad
6. Mengetahui penyelesaian dari konflik
7. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi dari manajemen konflik

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Konflik

Menurut Marquis dan Hutson (1998) mendefenisikan konflik sebagai


masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat,
nilai-nilai atau keyakinan dari dua orang atau lebih (Nursalam, 2011).
Menurut Littlefield (1995) mengatakan bahwa konflik dapat dikategorikan
sebagai suatu kejadian atau proses. Sebagai suatu kejadian, konflik terjadi akibat
ketidak setujuan antara dua orang atau organisasi yang merasa kepentingannya
terancam. Sebagai proses, konflik dimanifestasikan sebagai suatu rangkaian tindakan
yang dilakukan dua orang atau kelompok, dimana setiap orang atau kelompok
berusaha menghalangi atau mencegah kepuasan dari pihak lawan. Sumber konflik
dalam sebuah organisasi dapat ditemukan pada kekuasaan, komunikasi, tujuan
seseorang dan organisasi, ketersediaan sarana, perilaku kompetisi dan kepribadian,
serta peran yang membingungkan (Nursalam, 2011).
Sebagai manajer keperawatan, konflik sering terjadi pada setiap tatanan
asuhan keperawatan. Oleh karena itu, manajer harus mempunyai dua asumsi dasar
tentang konflik. Asumsi dasar yang pertama adalah konflik merupakan hal yang tidak
dapat dihindari dalam suatu organisasi. Asumsi yang kedua adalah jika konflik dapat
dikelola dengan baik, maka dapat menghasilkan suatu penyelesaian yang kreatif dan
berkualitas, sehingga berdampak terhadap peningkatan dan pengembangan produksi.
Di sini, peran manajer sangatpenting dalam mengelola konflik. Manajer berusaha
menggunakan konflik yang konstruktif dalam menciptakan lingkungan yang
produktif.. Jika konflik mengarah ke suatu yang menghambat, maka manajer harus
mengidentifikasi sejak awal dan secara aktif melakukan intervensi supaya tidak
berefek pada produktivitas dan motivasi kerja.

4
2.2 Sejarah Terjadinya Konflik

Sejarah terjadinya suatu konflik pada suatu organisasi dimulai seratus tahun
yang lalu, dimana konflik adalah suatu kejadian yang alamiah dan peristiwa yang
terjadi di organisasi. Pada awal abad ke 20, konflik diindikasikan sebagai suatu
kelemahan manajemen pada suatu organisasi yang harus dihindari (Nursalam, 2011).
Pada awal abad ke 19, ketika ketidakpuasan staf dan umpan balik dari atasan
tidak ada, maka konflik diterima secara pasif sebagai suatu kejadian yang normal
dalam organisasi. Oleh karena itu seorang manajer harus belajar bagaimana
menyelesaikan konflik tersebut daripada berusaha menghindarinya. Meskipun
konflik dalam sebuah organisasi merupakan suatu unsur penghambat staf dalam
melaksanakan tugasnya, tetapi diakui bahwa konflik dan kerjasama dapat terjadi
secara bersamaan (Nursalam, 2011).
Teori interaksi pada taguh 1970 mengemukan bahwa konflik merupakan
suatu hal yang penting dan secara aktif mengajak organisasi untuk menjadikian
konflik sebagai salah satu petumbuhan produksi. Teori ini menekankan bahwa
konflik dapat mengakibatkan pertumbuhan produksi sekaligus kehancuran
organisasi, keduanya tergantung bagaimana manajer mengelolanya (Nursalam,
2011).
Menurut Erwin (1992), konflik dapat berupa sesuatu yang kualitatif atau
kuantitatif. Meskipun konflik berakibat pada stress, tetapi dapat juga mmeningktakan
produksi dan kreativitas. Manajemen konflik yang konsrtruktif akan menghasilkan
lingkungan yang kondusif untuk didiskusikan sebagai suatu fenomena utama,
komunikasi yang terbuka melaui pengutaraan perasaan, dan tukar pikiran serta
tanggung jawab yang menguntungkan dalam menyelesaikan suatun perbedaan
(Nursalam, 2011).

5
2.3 Sumber Konflik

Beberapa sumber konflik dalam organisasi dapat disebabkan oleh beberapa


hal berikut:
1. Keterbatasan sumber daya
2. Perbedaan tujuan
3. Ketidakjelasan peran
4. Hubungan dalam pekerjaan
5. Perbedaan antar individu
6. Masalah organisasi
7. Masalah dalam komunikasi. (Nursalam. 2011).

Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab sebagai berikut:


1. Batasan pekerjaan yang tidak jelas
Pendeskripsian batasan pekerjaan yang tidak jelas dapat memicu munculnya
konflik dikarenakan adanya orang/individu yang tidak tahu pekerjaanya dan
dapat mengganggu tugas dan wewenang dari orang lain.
2. Hambatan komunikasi
Konflik juga dapat terjadi jika komunikasi dalam suatu komunitas tidak
berjalan lancar, kondisi yang seperti ini akan menimbulkan
misunderstanding/kesalahpahaman.
3. Tekanan waktu Tekanan waktu juga dapat memicu adanya konflik, jika dalam
suatu komunitas tidak dapat memanage waktu dengan baik dan
menggunakannya secara efektif dalam mencapai target yang ditentukan.
4. Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal, juga dapat memicu
konflik dikarenakan adanya standar, peraturan dan kebijakan yang tidak dapat
diwujudkan.
5. Pertikaian antar pribadi

6
Pertikaian antar pribadi juga dapat memicu adanya konflik karena akan
muncul tidak adanya sinergi/kerjasama antara pribadi yang bertikai dan
mencari pembenaran pribadi masing-masing.
6. Perbedaan status
Perbedaan status juga termasuk pemicu munculnya konflik, karena adanya
yang merasa superioritas/diatas daripada yang lain.
7. Harapan yang tidak terwujud
Harapan yang tidak terwujud akan memicu konflik karena akan menjadi
halangan tersendiri bagi komunitas atau individu ketika adanya harapan yang
tidak terwujud dapat menurunkan self confidance/kepercayaan dirinya
menurun sehingga terjadi kesusahan dalam mempercayai diri maupun orang
lain
8. Perilaku menentang
Perilaku menentang dapat menimbulkan konflik yang menghasilkan perasaan
bersalah pada seseorang dimana perilaku itu ditunjukkan

2.4 Kategori Konflik

Menurut Marquis dan Huston (1998), konflik dipandang secara vertikal dan
horisontal. Konflik vertikal terjadi antara atasan dan bawahan sedangkan konflik
horisontal terjadi antara staf dengan posisi dan kedududukan yang sama. Konflik
dapat dibedakan menjadi tiga yakni:
1. Konflik Intrapersonal
Adalah konflik yang terjadi pada individu itu sendiri. Keadaan ini merupakan
masalah internal untuk mengklarifikasi masalah nilai dan keinginan dari
konflik yang terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari
manifestasi peran. Misalnya, manajer mungkin merasa mempunyai konflik
intrapersonal dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas
terhadap pekerjaan, loyalitas kepada pasien.

7
2. Konflik Interpersonal
Adalah konflik yang terjadi antara dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan
dan keyakinan berbeda. Konflik ini seering terjadi karena seseorang dengan
konstan berinteraksi denagn orang lain sehingga ditemukan perbedaan-
perbedaan. Manajer sering mengalami konflik dengan teman sesama manajer,
atasan, dan bawahannya.
3. Konflik Antarkelompok (Intergroup)
Konflik yang terjadi antara dua atau lebih kelompok, departemen atau
organisasi. Sumber konflik ini adalah hamabtan dalam mencapai kekeusaan
dan otoritas (kualitas layanan), serta keterbatasan prasarana (Nursalam, 2011).

2.5 Proses Konflik

Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan, yakni :


1. Konflik Laten
Tahapan konflik yang terjadi terus-menerus (Laten) dalam suatu organisasi.
Misalnya, kondisi tentang keterbatasan staf dan perubahan yang cepat.
Kondisi tersebut memicu terhadap ketidakstabilan organisasi dan kualitas
produksi, meskipun konflik yang ada terkadang tidak nampak secara nyata
atau tidak pernah terjadi
2. Konflik yang Dirasakan (Felt Conflict)
Konflik yang terjadi karena adanya sesuatu yang dirasakan sebagai ancama,
ketakutan, tidak percaya dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik
affectiveness. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan
tidak merasakn konflik tersebut sebagai suatu masalah/ancaman terhadap
keberadaannya.
3. Konflik yang Tampak/Sengaja Dimunculkan
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya. Tindakan yang
dilakukan mungkin menghindar, kompetisi, debat, atau mencari penyelesaian

8
konflik. Setiap orang secara tidak sadar belajar menggunakan kompetisi,
kekuatan, dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik. Sementara itu,
penyelesaian konflik dalam suatu orgasnisasi memerlukan upaya dan strategi
sehingga dapat mencapai tujuan organisasi.
4. Resolusi Konflik
Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuasakan
semua orang terlibat didalamnya dengan prinsip win-win solution.Pendekatan
dalam resolusi konflik tergantung pada :
a. Konflik itu sendiri
b. Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya
c. Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
d. Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
e. Ketersediaan waktu dan tenaga.
5. Konflik aftermath
Konflik aftermath merupakan konflik yang terjadi akibat dari tidak
terselesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah
besar dan bisa menjadi penyebab dari konflik yang utama bila tidak segera
diatasi atau dikurangi. (Nursalam, 2011).

2.6 Penyelesaian Konflik

Konflik Laten

Konflik Yg dirasakan Konflik Yg tampak

Konflik yg dialami

Penyelesaian /
manajemen konflik

Konflik Aftermath

9
2.6.1 Langkah-Langkah

Menurut Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan suatu


konflik meliputi pengkajian, identifikasi, dan intervensi.
1. Pengkajian
a. Analisis situasi
Identifikasi jenis konflik untuk menetukan waktu yang diperlukan, setelah
dilakukan pengumpulan fakta dan memvalidasi semua perkiraan melalui
pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang telibat dan peran
masing-masing. Tentukan jika situasinya dapat diubah.
b. Analisis dan mematikan isu yang berkembang
Jelaskan masalah dan prioritaskan fenomena yang terjadi. Tentukan
masalah utama yang memerlukan suatu penyelesaian yang dimulai dari
masalah tersebut. Hindari penyelesaian malasah dalam satu waktu.
c. Menyusun tujuan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai (Nursalam, 2011).
2. Identifikasi
a. Mengelola perasaan
Hindari respons emosional: marah, sebab setiap orang mempunyai resp-on
yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi, dan tindakan (Nursalam, 2011).
3. Intervensi
a. Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaiakan dengan mudah atau
baik. Selanjutnya identifikasi hasil yang positif yanga akan terjadi.
b. Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik. Penyelesaian konflik
memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode yang paling
sesuai untuk menyeleksi konflik yang terjadi (Nursalam, 2011).

10
2.6.2 Kunci Langkah dalam Manajemen Konflik
1. Set the tone: kendalikan diri dan jangan ada ancaman.
2. Get the feeling: beri kesempatan untuk mengekspresikan perasaan.
3. Get the fact: mendengarkan dan mengamati dengan saksama.
4. Ask for help: beri kesempatan karyawan untuk mencari solusi yang
terbaik dan gali konsekuensi dari keputusan yang akan dibuat.
5. Get a commitment: komitmen dan pengorbanan.
6. Follow up: tindak lanjuti secara konsisten

2.6.3 Strategi dalam Penyelesaian Konflik


1. Kompromi atau negosiasi
Suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua pihak yang terlibat saling
menyadari dan sepakat pada keinginan bersama. Strategi ini biasa disebut
dengan lose-lose situation. Kedua belah pihak yang terlibat saling menyerah
dan menyepakati hal yang telah dibuat. Didalam manajemen keperawatan,
strategi ini biasa digunakan oleh middle dan top manajer keperawatan.
2. Kompetisi
Strategi ini dapat diartikan sebagai win-lose situation. Penyelesaian ini
menekankan hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa
mempertimbangkan kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan,
putus asa, dan keinginan untuk perbaikan dimasa mendatang.
3. Akomodasi
Istilah lain yang sering digunakan adalah cooperative situation. Konflik ini
berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi iniseseoarng berusaha
mengakomodasi permasalahan, dan member kesempatan pada orang lain
untuk menang. Pada strategi ini, masalah utama yang terjadi sebenarnya tidak
terselesaikan. Strategi ini biasanya digunakan dalam dunia politik untukl
merebut kekuasaan dengan berbagai konsekuensinya.
4. Smoothing

11
Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi
komponen emosional dalam konflik. Pada strategi ini, individu yang terlibat
dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan daripada perbedaan dengan
penuh kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bisa diterapakan pada
konflik yang ringan tetapi tidak dapat dipergunakian pada konflik yang besar,
misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi.
5. Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang
masalah yang dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak
menyelesaikan masalah. Strategi ini biasanya dipilih bila ketidaksepakatan
membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih besar daripada
menghindar, atau perlu orang ketiga dalam menyelesaiaknnya, atau jika
masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya.
6. Kolaborasi
Menurut Bowditch dan Buono (1994) strategi ini merupakan strategi win-win
solution. Dalam kolaborasi, kedua belah pihak yang terlibat menentukan
tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena
keduanyan yakin akan tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Strategi
kolaborasi tidak akan berjalan jika kompetisi insentif sebagai bagian dari
situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam
menyelesaikan masalah, dan tidak adanya kepercayaan dari kedua
kelompok/seseorang (Nursalam, 2011).
2.6.4 Asfek Positif
Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif
apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :
 Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan
dan tanggung jawab mereka.
 Memberikan saluran baru untuk komunikasi.

12
 Menumbuhkan semangat baru pada staf.
 Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
 Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.

2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya manajemen konflik antara lain:


1. Asumsi mengenai konflik
Asumsi seseorang mengenai konflik akan mempengaruhi pola perilakunya
dalam menghadapi situasi konflik. Ketika seseorang telah memiliki asumsi
pandangan tentang konflik maka ia akan berfikir bagaimana caranya
mengatasi konflik tersebut.
2. Persepsi mengenai penyebab konflik
Persepsi seseorang mengenai penyebab konflik akan memengaruhi gaya
manajemen konfliknya. Persepsi seseorang yang menganggap penyebab
konflik menentukan kehidupan atau harga dirinya akan berupaya untuk
berkompetisi dan memenangkan konflik. Sebaliknya, jika orang menganggap
penyebab konflik tidak penting bagi kehidupan dan harga dirinya, ia akan
menggunakan pola perilaku menghindar dalam menghadapi konflik.
3. Ekspektasi atas reaksi lawan konfliknya
Seseorang yang menyadari bahwa ia menghadapi konflik akan menyusun
strategi dan taktik untuk menghadapi lawan konfliknya. Karena dengan
menyusun strategi dan taktik merupakan suatu unsur penting dalam
manajemen konflik, yang pada intinya untuk mencapai tujuan yang diinginkan
adalah konflik terselesaikan.
4. Pola komunikasi dalam interaksi konflik
Konflik merupakan proses interaksi komunikasi diantara pihak-pihak yang
terlibat konflik. Jika proses komunikasi berjalan dengan baik, pesan kedua
belah pihak akan saling dimengerti dan diterima secara persuasif, tanpa

13
gangguan dan menggunakan humor yang segar. Dengan menggunakan
komunikasi interpersonal yang dianggap efektif, akan dapat memahami pesan
dengan benar, dan memberikan respon sesuai dengan yang diinginkan.
5. Kekuasaan yang dimiliki
Konflik merupakan permainan kekuasaan di antara kedua belah pihak yang
terlibat konflik. Jika pihak yang terlibat konflik merasa mempunyai kekuasaan
lebih besar dari lawan konfliknya, kemungkinan besar, ia tidak mau mengalah
dalam interaksi konflik.
6. Pengalaman menghadapi situasi konflik.
Proses interaksi konflik dan gaya manajemen konflik yang digunakan oleh
pihak-pihak yang terlibat konflik dipengaruhi oleh pengalaman mereka dalam
menghadapi konflik dan menggunakan gaya manajemen konflik tertentu.
7. Sumber yang dimiliki
Gaya manajemen konflik yang digunakan oleh pihak yang terlibat konflik
dipengaruhi oleh sumber-sumber yang dimilikinya. Sumbersumber tersebut
antara lain kekuasaan, pengetahuan, pengalaman, dan uang
8. Jenis kelamin
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin pihak yang terlibat
konflik mempunyai pengaruh terhadap gaya manajemen konflik yang
digunakannya.
9. Kecerdasan emosional
Banyak artikel dan penelitian yang berkesimpulan bahwa dalam
memanajemen konflik diperlukan kecerdasan emosional. Kecerdasan
emosional merupakan kemampuan seseorang mengatasi dan mengontrol
emosi dalam menghadapi konflik, menggunakan dan memanfaatkan emosi
untuk membantu pikiran
10. Kepribadian seseorang mempengaruhi gaya manajemen konfliknya.
Seseorang yang punya pribadi pemberani, garang, tidak sabar, dan berambisi
untuk menang cenderung memilih gaya kepemimpinan berkompetisi.

14
Sedangkan orang yang penakut dan pasif cenderung untuk menghindari
konflik.
11. Budaya organisasi sistem sosial
Budaya organisasi sistem sosial (organisasi tentara, tim olah raga, pondok
pesantren, dan biara) dengan norma perilaku yang berbeda menyebabkan para
anggotanya memiliki kecenderungan untuk memilih gaya manajemen konflik
yang berbeda. Dalam masyarakat barat, anak semenjak kecil diajarkan untuk
berkompetisi. Disisi lain, di masyarakat Indonesia, anak diajarkan untuk
berkompromi atau menghindari konflik.
12. Prosedur yang mengatur pengambilan keputusan jika terjadi konflik
Organisasi birokratis atau organisasi yang sudah mapan umumnya
mempunyai prosedur untuk menyelesaikan konflik. Dalam prosedur tersebut,
gaya manajemen konflik pimpinan dan anggota organisasi akan tercermin.
13. Situasi konflik dan posisi dalam konflik
Seseorang dengan kecenderungan gaya manajemen konflik berkompetisi akan
mengubah gaya manajemen konfliknya jika menghadapi situasi konflik yang
tidak mungkin ia menangkan. Oleh karena itu, situasi konflik sangat
mempengaruhi gaya manajemen konflik itu sendiri agar situasi konflik itu
dapat dimenangkan
14. Pengalaman menggunakan salah satu gaya manajemen konflik
Jika A terlibat konflik dengan B, C, dan D serta dapat memenangkan konflik
dengan menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi, ia memiliki
kecenderungan untuk menggunakan gaya tersebut bila terlibat konflik dengan
orang yang sama atau orang lain.
15. Keterampilan berkomunikasi
Keterampilan berkomunikasi seseorang akan memengaruhinya dalam memilih
gaya manajemen konflik. Seseorang yang kemampuan komunikasinya rendah
akan mengalami kesulitan jika menggunakan gaya manajemen konflik
kompetisi, kolaborasi, atau kompromi. Ketiga gaya manajemen konflik

15
tersebut memerlukan kemampuan komunikasi yang tinggi untuk berdebat dan
berinisiasi dengan lawan konflik.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:


1. Konflik adalah suatu masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai
akibat dari perbedaan pendapat, nilai-nilai atau keyakinan dari dua orang atau
lebih.
2. Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab sebagai berikut: batasan
pekerjaan yang tidak jelas, hambatan komunikasi, tekanan waktu, standar,
peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal, pertikaian antar pribadi,
perbedaan status, harapan yang tidak terwujud .
3. Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan: disiplin, pertimbangan
pengalaman dalam tahapan kehidupan, komunikasi dan mendengarkan secara
aktif.
4. Strategi dalam penyelesaian konflik:
a. Menghindar
b. Mengakomodasi
c. Kompetisi
d. Kompromi atau Negosiasi
3.2 Saran
Diharapkan setelah memahami mampu memahami tentang manajemen
konflik sehingga dapat menerapkannya bila terjadi konflik di organisasi. Mahasiswa
keperawatan hendaknya lebih semangat membaca dan memahami tentang
manajemen konflik sehingga kelak menjadi seorang tenaga perawat yang profesional
kita dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan profesi kita semaksimal
mungkin dalam tugas.

17
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan


Professional Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika
www.kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/4eMANAJEMEN
%20KONFLIK(revJan’03).doc, diakses pada tanggal 28 April 2017
Wirawan. 2010. Konflik & Manajemen Konflik : Teori, Aplikasi, & Penelitian .
Jakarta: Salemba Humanika

18

Anda mungkin juga menyukai