OLEH:
SITI MARYAM
1803511019
A
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERTAS UDAYANA
2020
Daftar Isi
HALAMAN SAMPUL ................................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. PETERNAKAN INDONESIA ........................................................ 1
BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................... 5
A. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 5
BAB III PEMBAHASAN............................................................................ 7
1.2 PERKEMBANGAN SAPI DI INDONESIA .................................. 7
BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 21
A.KESIMPULAN ............................................................................ 21
B.SARAN ......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 22
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. PETERNAKAN DI INDONESIA
Perkembangan peternakan sapi di Indonesia secara umum masih sangat
memprihatinkan. Sebagian besar produksi sapi diIndonesia hampir seluruhnya
diperoleh dari peternakan rakyat, sisanya dari impor.
PolapemeliharaanternakdiIndonesiaakantetap
didominasiolehusahapeternakanberskalakecildengan karakteristik sebagai
berikut:
1. Rata-rata kepemilikan ternak rendah
2. Ternak digunakan sebagai tabungan hidup
3. Ternak dipelihara dalam pemukiman padat penduduk dan dikandangkan di
belakang rumah
4. Terbatas lahan pemeliharaan sehingga pakan harus
dicaridikawasanyangseringkalijauhdarirumah
5. Usahabeternakdilakukansecaraturuntemurun
1
ditumbuhkan untuk memenuhi kebutuhan orang Belanda di Indonesia.
Pada mulanya usaha sapi perah diusahakan oleh warga non pribumi dan
diperkirakan baru tahun 1925 berdiri perusahaan sapi perah pertama
(Prawirokusuma, 1979 dalam Subandriyo dan Ardiarto, 2009). Sampai
dengan tahun 1980an, perkembangan peternakan sapi perah dirasakan
masih cukup lambat karena usaha ini masih bersifat sampingan oleh para
peternak.
Berbagaikebijakantersebutdiatastelahdinilaiberhasildenganindikato
r:(1)
populasisapiperahmeningkatdari94.000ekormenjadi325.000ekor,denganju
mlah impor 125.000 ekor, (2) produksi susu meningkat dari 25.000 ton
menjadi 382.000
ton,(3)rasioimporsusudibandingproduksidalamnegerimenurundari20:1men
jadi
2
2:1,(4)jumlahkoperasisusumeningkatdari11menjadi201buah,dan(5)IPSyan
g semulamasih berupa repackifigZUZUrecOmbifiemenjadi
industrififiiZHedprOduct.
Pada tahun 1988 BUSEP dihapus, dan sejak itu peternak sapi
perah menghadapi banyak tantangan. Hal ini tercermin hingga 2007
kontribusi susu dalam negeri hanya 25 persen dengan produk nasional 1,2
jt liter/hari, setelah kenaikan produksi susu yang cepat pada periode
1979-1984 (Soehadji, 2009). Sejak 1998, posisi tawar peternak terhadap
IPS sangat lemah, apalagi dalam menghadapi persaingan global. Selain
itu, peningkatan populasi sapi perah ditunjang oleh permintaan produk
olahan susu yang semakin meningkat dari masyarakat. Di samping itu,
pemerintah mencoba melalukan proteksi terhadap peternak rakyat dengan
mengharuskan Industri Pengolahan Susu (IPS) untuk menyerap susu dari
peternak.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
Sejak jaman dahulu manusia telah menggunakan susu sebagai
bahan pangan. Manusia mengambil susu dari hewan yang memiliki
kelenjar susu, seperti sapi, kuda dan domba. Masyarakat Indonesia
sendiri baru mengenal susu sapi dari para penjajah Hindia Belanda
pada abad ke 18. Tidak mengherankan apabila konsumsi susu sapi
masyarakat Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-
negara lain.
5
sebesar 17,9% dari total konsumsi susu nasional, sisanya sebesar
82,1% merupakan konsumsi susu bubuk (Tawaf et.al., 2009). Sejalan
dengan perkembangan teknologi, jenis susu yang dikonsumsi
masyarakat menjadi semakin beragam.
6
BAB III
PEMBAHASAN
1.2 PERKEMBANGAN SAPI PERAH DI INDONESIA
Sejak jaman dahulu manusia telah menggunakan susu sebagai
bahan pangan. Manusia mengambil susu dari hewan yang memiliki
kelenjar susu, seperti sapi, kuda dan domba. Masyarakat Indonesia
sendiri baru mengenal susu sapi dari para penjajah Hindia Belanda
pada abad ke 18. Tidak mengherankan apabila konsumsi susu sapi
masyarakat Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-
negara lain.
8
Tabel komsumsi produk turunan susu Per Kapita di Indonesia, 2009-2012.
2009 2010 2011 2012 2013
1 Susu Murni (Liter) 0,10 0,10 0,16 0,16 0,10
2 Susu Cair Pabrik (250 ml) 0,83 0,94 1,15 1,46 1,46
3 Susu Kental Manis (397 gr) 3,02 3,34 3,29 2,71 3,02
4 Susu Bubuk (Kg) 0,73 0,78 0,73 0,37 0,73
5 Susu Bubuk Bayi (400 gr) 1,20 1,20 1,36 1,41 1,41
6 Keju (Ons) 0,05 0,05 0,10 0,10 0,05
7 Hasil Lain dari Susu (Ons) 0,31 0,37 0,37 0,42 0,21
Sumber: FAOSTAT, data diolah
9
kenaikan produksi susu yang cepat pada periode 1979- 1984, sampai
dengan tahun 2007 dengan produk nasional 1,2 juta liter/hari kontribusi
susu dalam negeri hanya 25% darikebutuhan.
Komparasi antara nilai ekspor dan impor susu dan produk turunan
Indonesia diperlihatkan pada Gambar 6. Nilai importasi Indonesia atas
produk susu dan turunannya yang terus meningkat akan menguras devisa
negara. Nilai impor susu dan produk turunannya sempat turun pada tahun
2009 sehingga mencapai 946,4 juta US$. Pada tahun-tahun berikutnya
impor kembali naik. Pada tahun 2011 nilai impor mencapai 1.838 juta
10
US$ dan sementara ekspor hanya mencapai 123,5 juta US$. Dengan
demikian nilai devisa Indonesia yang terkuras untuk susu dan produk
turunanya mencapai 1.714,6 juta US$.
Harga susu hasil usaha sapi perah merupakan daya tarik bagi
peternak untuk meningkatkan usahanya. Hal ini misalnya disampaikan
oleh Kusmaningsih et.al., (2008) bahwa terdapat indikasi meningkatnya
gairah masyarakat Jawa Tengah untuk bangkit kembali melakukan
budidaya sapi perah sebagai dampak kenaikan harga susu internasional.
Dikemukakan oleh Kusmaningsih et.al., (2008) bahwa dari tahun 2002
hingga2003populasisapiperahdiJawaTengahberkurangdrastis(berkurangse
kitar 800 ekor), dan kemudian sampai tahun 2006 meningkat lamban atau
cenderung stagnan.
13
a. PELUANG PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI
PERAH DI INDONESIA
Beberapa pertimbangan yang diyakini mendukung sangat
besarnya peluang pengembangan sapi perah di Indonesia dengan
beberapa peluang antara lain:
1. Industri pengolahan susu (IPS) Tumbuh dan
Berkembang
14
(menjual anak sapinya), serta menghasilkan energi untuk
memasak/penerangan dari pembuatan biogas berbahan baku
kotoran ternak.
d. Alat penerangan
i. Dipping cup
k. Gelas ukur
l. Cooling unit
17
m. Mesin pasteurisasi, mesin pendingin, dan mesin pengepak
p. Saringan
2. Alat, mesin, dan kesehatan ternak pada usaha sapi perah skala
perusahaan, pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau
pemerintah daerah kabupaten/kota umumnya terdiri dari:
d. Alat penerangan
i. Dipping cup
k. Gelas ukur
l. Cooling unit
p. Saringan
q. Laboratorium
18
r. Tempat penyimpanan dan penanganan susu
Usahaternak sapi perah di Indonesia sebagian besar masih relatif kecil, yaitu 1-3
ekor per peternak. Hal ini jelas bahwa usaha peternakan sapi perah dengan skala
kecil tidak akan ekonomis, karena pendapatan yang diperoleh hanya cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari. Meskipun ada pula peternak yang
mempunyai skala usaha sedang (4-6 ekor) danskala usaha besar (>7 ekor), tetapi
jumlahnya masih relatif sedikit. Keanekaragaman skala usaha dipengaruhi oleh
perbedaan kondisisosialekonomi seperti : tingkat teknologi, kemampuan
permodalan, ketersediaan tenaga kerja, dan luas lahan yang dikuasai.
f. Tenaga Kerja
Sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang
terdiri dari kepala keluarga, istri dan anak-anak petani. Tenaga kerja yang
berasal dari keluarga petani merupakan sumbangan keluarga terhadap produksi
pertanian atau peternakan yang secara keseluruhan tidak pernah dibayar dengan
uang (Muryarto, 1989). Penggunaan tenaga kerja keluarga merupakan upaya
untuk memanfaatkan tenaga kerja dalam keluarga secara maksimal, karena dapat
19
menentukan basarnya pendapatan keluarga dalam usahaternak. Hal tersebut
dapat dipahami karena tenaga kerja luar keluarga merupakan tenaga kerja yang
harus dibayar. Penggunaan tenaga kerja keluarga akan mengurangi biaya
produksi yang harus dibayar berupa upah tenaga kerja, sehingga akan menambah
pendapatan bagi keluarga peternak. Akan tetapi untuk peternakan yang dalam
skala modern sudah memiliki tenaga kerja yang profesional yang bersala dari
luar negeri. Hal ini disebabkan SDM yang ada didalam negeri masih dalam taraf
relatih rendah.
20
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sejarah pengembangan peternakan sapi perah di Indonesia telah
dimulai lebih dari satu abad yang lalu, yang merupakan tahap introduksi
pada jaman penjajahan Belanda. Peternakan sapi perah di Indonesia oleh
warga pribumi diawali oleh para pekerja perusahaan sapi perah milik
Belanda, sebagai usaha rumah tangga. Dalam perkembangannya, usaha
peternakan sapi rakyat didukung oleh importasi sapi perah dalam bentuk
hidup dan mani beku untuk meningkatkan produksi maupun meningkatkan
mutu genetik, membangun kelembagaan sapi perah dalam bentuk koperasi
dan non koperasi, serta dukungan kebijakan pemerintah misalnya
kebijakan ekualisasi berdasar SKB 3 Menteri (Menteri Perdagangan dan
Koperasi, Menteri Perindustrian, dan Menteri Pertanian) dimana impor
bahan baku susu dipersyaratkan dengan bukti serap (BUSEP) susu segar
produksi dalam negeri. Untuk mendukung SKB, telah diterbitkan INPRES
2 tahun 1985 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan
PersusuanNasional.
Sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang
terdiri dari kepala keluarga, istri dan anak-anak petani. Akan tetapi untuk
peternakan yang dalam skala modern sudah memiliki tenaga kerja yang
profesional yang bersala dari luar negeri. Hal ini disebabkan SDM yang ada
didalam negeri masih dalam taraf relatih rendah. Alat yang digunakan masih
dalam taraf yang masih kurang. Permasalahan juga banyak yang harus
diselesaikan.
B. SARAN
21
DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, A. 1983. Manajemen produksi Perencanaan Sistem Produksi. Edisi
ke-3.BPFE. Yogyakarta.
Arikunto, S. 1998. Prosedur penelitian. PT Rineka Cipta. Jakarta
Atmadilaga, D. 1975. Kedudukan Usaha Ternak Tradisional Dan
Perusahaan Dalam Sistem Pemabngunan. Biro Research dan Afiliasi
Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung.
Direktorat Jendral P2HP, 2011. Keragaan Database Kinerja Pengolahan &
Pemasaran Hasil Pertanian. Bekerjasama dengan PT Swastika Perdana.
Direktorat Ternak Budidaya Ruminansia, 2010
Epetanipet.go.id/blog/pengembangan-usaha-sapi-perah-di-
Indonesia-1598
Firman, A., 2007. Manajemen Agribisnis Sapi Perah: Suatu Telaah Pustaka.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.
Firman, A dan R. Tawaf. 2008. Manajemen Agribisnis Peternakan : Teori
dan Contoh Kasus. Universitas Padjadjaran. Press.
Kusmaningsih, Susilowati, dan Dwiyanto, K. 2008. Prospek Dan
Pengembangan Usaha Sapi Perah Di Jawa Tengah Menyongsong MDG’s
2015. Prosiding Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju
Bebas-2020, Hlm:404-412. Puslitbang. Bogor
Murti. T. W, Purnomo dan S. Usmiati, 2009. Pasca Panen dan Pengolahan
Susu. Profil Usaha Sapi Peternakan Perah Indonesia. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor.
Subandriyo dan Ardianto. 2009. Sejarah Perkembangan Peternakan Sapi
Perah Dalam Profil Usaha Peternakan Sapi Perah Di Indonesia Oleh
Santosa, Dkk. LIPI Press. Bogor.
22