OLEH :
KELOMPOK 1
Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik. Dalam
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih, kami juga mengakui bahwa dalam
proses penulisan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara
penulisannya. Namun demikian kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki. Dan oleh karenanya, saya dengan rendah hati dan dengan
tangan terbuka menerima masukan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan
dan penyempurnaan makalah ini dikemudian hari. Akhirnya kami sangat berharap,
makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca. Dan dapat memberikan
kontribusi yang positif serta bermakna dalam proses pembelajaran.
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar IsI
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Bab II Pembahasan
2.1 Perkembangan Sapi Perah di Indonesia
2.2 Peternakan Sapi Perah dan Industri Persusuan di Indonesia
2.3 Peran Organisasi Persusuan Dalam Mendukung Industri Persusuan di
Indonesia
2.4 Dampak Pasar Bebas Terhadap Industri Persusuan Nasional
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dapat dipastikan bahwa sapi perah asli dari Indonesia tidak ada. Keberadaan
sapi perah di Indonesia diawali sejak zaman penjajahan Belanda. Untuk kepentingan
pemenuhan kebutuhan susu bagi orang-orang Eropa, maka didatangkan sejumlah
sapi perah dari negeri Belanda. Disamping itu, orang arab, Pakistan dan India, yang
bekerja di perkebunan Pemerintah Hindia Belanda juga mendatangkan sapi Zebu dari
di negerinya. Permulaan abad ke 17, merupakan periode cikal bakal adanya
peternakan sapi perah di Indonesia.
Pemuliaan sapi perah di Indonesia telah dimulai sejak kontrolir Van Andel
yang bertugas di Kawedanan Tengger, Pasuruan (1891 – 1892) atas anjuran Drh.
Bosma mendatangkan sapi pejantan FH dari negeri Belanda. Disamping itu juga di
impor sapi-sapi pejantan Shorthorn, Aryrshire dan Jersey dari Australia. Sapi-sapi
pejantan impor tersebut dikawinkan/disilangkan dengan sapi-sapi lokal (Jawa,
Madura) dan ini merupakan landasan dari sapi Grati. Sedangkan kontrolir Schipper
yang didampingi Drh.Penning mengadakan “grading up” sapi-sapi lokal dengan
menggunakan sapi-sapi FH sebanyak 7 ekor dari negeri Belanda, dan bersamaan
waktu itu dilakukan pengebirian sapi-sapi lokal di daerah Salatiga, Bogolali dan
sekitarnya.
Atas anjuran para Dokter Hewan dan beberapa pegawai pamong praja,
pemerintah Belanda pada akhir abad ke 19 mulai mengusahakan sapi perah bibit
untuk diternakkan oleh rakyat di daerah-daerah pegunungan. Dengan demikian maka
mulailah memelihara sapi-sapi perah di daerah-daerah sekitar pegunungan Tengger,
Pasuruan, Malang, Salatiga, bandung dan Jakarta. Tetapi sayangnya bibit sapi-sapi
perah yang diternakan rakyat tersebut diatas tidak dapat berlangsung dengan lancer.
Pada permulaan abad ke 20 telah terdapat perusahaan sapi perah dipinggiran
kota-kota besar di Jawa dan Sumatera, Kebanyakan perusahaan adalah milik bangsa
Eropah, Cina, India dan Arab. Hanya sebagian kecil milik penduduk asli. Bangsa
sapi perah yang ada ialah Fries Holland, Jersey, Ayrshire, Dairy Shorthorn
dan Hissar. Kemudian ternyata yang terus berkembang adalah Fries Holland. Bangsa
sapi Hissar masih terus diternakkan didaerah Sumatera bagian Utara dan
Daerah Istemewa Aceh. Tahun 1978 merupakan awal pencerahan bagi
berkembangnya industri persusuan di Indonesia dimana koperasi persusuan
dapat memainkan peranan yang lebih besar.
Indonesia merupakan negara sedang berkembang yang memiliki karakteristik
laju pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dibarengi dengan laju pertumbuhan
yang pesat. Peningkatan jumlah penduduk saat ini memberikan dampak yang besar
terhadap peningkatan permintaan (demand) produk pangan masyarakat. Selain itu,
perkembangan masyarakat saat ini lebih ke arah yang lebih maju baik dari segi
pendapatan maupun tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya nilai gizi
pangan. Hal ini membuat masyarakat cenderung lebih meningkatkan konsumsi
pangan yang mengandung gizi tinggi. Salah satu produk pangan yang terus
mengalami peningkatan permintaan setiap tahunnya adalah susu. Peningkatan
tersebut ditandai dengan meningkatnya konsumsi susu per kapita dari tahun ke tahun,
mulai dari 5,79 kg/kapita pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 6,8 kg/kapita pada
tahun 2005 (Ditjen Bina Produksi Peternakan, 2009).
Tantangan yang dihadapi Indonesia terutama dalam bidang industri persusuan
yakni dengan diberlakukannya Perjanjian Kesepakatan Bersama Tentang Tarif dan
Perdagangan (GATT = General Agreement on Tariffs and Trade) pada tahun 2005,
dimana dengan adanya kesepakatan umum ini Indonesia harus lebih giat dalam usaha
peternakan sapi perah karena dari kesekepakatan ini muncul dampak baik itu positip
maupun negatif.
Setelah mengikuti kuliah pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan mampu:
menceritakan sejarah perkembangan sapi perah di Indonesia, menjelaskan hubungan
antara peternakan sapi perah dan industri persusuan di Indonesia, mendeskripsikan
peran Organisasi Persusuan dalam mendukung Industri Persusuan di Indonesia dan
dapat mendeskripsikan dampak pasar bebas (GATT) terhadap Industri Persusuan
Nasional.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan Perkembangan Sapi Perah Di Indonesia
2. Peternakan Sapi Perah dan Industri Persusuan Di Indonesia
3. Peran Organisasi Persusuan dalam Mendukung Industri Persusuan Di
Indonesia
4. Dampak Pasar Bebas Terhadap Industri Persusuan Nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Sapi Perah Di Indonesia
Secara umum, peternakan sapi perah di Indonesia telah dimulai sejak abad
ke-19 yaitu dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, dan Milking
shorthorn dari Australia. Pada permulaan abad ke-20 dilanjutkan dengan mengimpor
sapi-sapi Fries-Holland (FH) dari Belanda. Sapi perah yang dewasa ini dipelihara di
Indonesia pada umumnya adalah sapi FH yang memiliki produksi susu
tertinggi dibandingkan sapi jenis lainnya, tahun 1925 mulailah timbul perusahaan
sapi perah rakyat dengan jumlah kepemilikan ternak 10 ekor. Dalam
perkembangannya pada tahun 1940 jumlah perusahaan orang kampung menjadi 140
dengan populasi 1.800 ekor sapi perah dan produksi kurang lebih 8.000 liter per hari.
Pada tahun 1939 dilakukan import sapi pejantan muda FH dari negeri
Belanda sebanyak 22 ekor dan langsung dibawa ke Grati (Pasuruan). Keadaan ini
menunjukkan bahwa sapi Grati (Pasururan) adalah peranakan Friessian Holstein
(PFH) yang berderajat tinggi. Sangat disayangkan pada pembentukan sapi Grati
tersebut di atas tidak diikuti dengan seleksi, sehingga produksi susunya masih rendah
yaitu 2.482 liter/laktasi. Data dari tahun 1953 sampai 1965 ada kenaikan yang
melonjak, diduga sebagai akibat peningkatan rehabilitasi, terutama disekitar tahun
1958 dalam rangka Rencana Kesejahteraan Istimewa (RK I). Pada sekitar tahun 1957
telah diimport sapi perah Red Danish (warnanya seperti sapi Madura) yang
kemudian disilangkan dengan sapi Madura, hasilnya tidak memuaskan dan sisa
peranakkan Red Danish sekarang masing terdapat di pulau Madura. Pada tahun 1965
didatangkan FH Murni dari Belanda oleh PN. Perhewani sebanyak 1.000 ekor.
Salah satu kesukaran dalam memperoleh angka stastik sapi perah di
Indonesia ialah karena umumnya jarang dipisahkan dari angka umum populasi sapi.
Dari data populasi sapi perah yang berhasil dikumpulkan adalah seperti pada Tabel
3.1. Pengembangan sapi perah di Indonesia tertuang dalam kebijaksanaan
operasional peternakan dalam Repelita II (1974 – 1978) di muat dalam Program “
PengembanganUsaha Sapi Perah ” ( PUSP), namun realisasinya baru dilaksanakan
pada tahun terakhir Pelita II yang terdiri dari paket kebijaksanaan teknis dan paket
kebijaksanaan ekonomis.
Paket kebijaksanaan teknis terdiri: (a) perbaikan mutu genetik (melalui IB
atau impor bibit unggul), (b) perbaikan makanan ternak, (c) pengawasan kesehatan,
(d) pengawasan hygiene, (e) penyuluhan. Sedang kebijaksanaan ekonominya adalah:
(a) penyediaan kredit (KIK, KMKP), (b) bantuan teknis luar negeri (TA), (c)
intergrasi dengan industri pengolahan susu dan, (d) perbaikan tempat penampungan
dan pengembangan perkoperasian susu
2004 364.062
11
12 2005 361.351
13 2006 369.008
14 2007 377.771
15 2011 590.000
16 2013 470.000
17 2015 518.649
18 2017 544.791
19 2019 561.061
20 2020 26.749
21 2021 578.579
BAB lll
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia tidak memiliki sapi perah asli, keberadaan sapi perah di Indonesia diawali
sejak zaman penjajahan Belanda. Perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia
mulai dirintis sejak Pelita III (1979 – 1983).
Peternakan sapi perah di Indonesia dibedakan menjadi: 1). Usaha Peternakan
Sapi Perah Rakyat, dengan sasaran utama adalah: a) menjawab aspek pemerataan
kepemilikan ternak; b) perluasan lapangan kerja dan lapangan berusaha; c)
peningkatan pendapatan peternak, peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah
pedesaan. 2). Perusahaan peternakan Sapi Perah, lokasi disekitar kota, memiliki ijin
usaha, pemilikan sapi sekurang-kurangnya 10 ekor sapi dewasa (laktasi dan kering).
Badan Koordinasi Koperasi Susu Indonesia (BKKSI) terbentuk berdasarkan
lokakarya pada 19-21 Juli 1978 di Jakarta yang dihadiri 14 koperasi primer
persusuan.Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) terbentuk sebagai satu-
satunya koperasi sekunder persusuan tingkat nasional menggantikan BKKSI.
Diberlakukannya Perjanjian Kesepakatan Umum Tentang Tarif dan Perdagangan
(GATT = General Agreement on Tariffs and Trade) pada tahun 2005 merupakan
tantangan yang dihadapi Indonesia.
B. Saran
Berdasarkan penyusunan makalah kami dari kelompok 1 menyarankan bahwa untuk
pemberiaan produksi susu sapi, seiring dengan peningkatan aspek teknis, aspek
ekonomi juga harus ditingkatkan, apabila penerapan aspek teknis dan performans
produksi bisa berjalan dengan baik maka penerimaan juga dapat peningkat.sebab itu
salah satu peningkatan yang baik dalam menambah pendapatan berupa meningkatkan
manajemen pemeliharaan.
DAFTAR PUSTAKA
Holland, Norman. 1986. The Dynamics Of Litera Rey Response. New York: State
University Press.
Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 751/kpts/Um/10/1982 tentang Pembinaan
dan Pengembangan Usaha Peningkatan Produksi Dalam Negeri, usaha tani sapi pera.
Presiden No. 4 tahun 1998 yang membuat kebijakan tentang susu impor.