Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah melimpahkan

seluruh rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah

seminar studi pustaka tertulis yang berjudul “Daya saing usaha sapi perah dalam

peningkatan pendapatan peternak” Shalawat serta salam juga tak lupa kami

junjungkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai suri

tauladan bagi umatnya.

Makalah studi pustaka ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan pada

Mata Kuliah Seminar Studi Pustaka, dengan terselesaikannya makalah tertulis ini,

penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dosen Mata Kuliah Seminar Studi Pustaka Sosial Ekonomi yang telah

memberikan gambaran umum materi mengeni isi makalah ini.

2. Prof. Dr. Ir. Hastang, M.Si, IPU selaku pembimbing yang banyak

memberikan bantuan dan pengarahan dalam menyusun makalah ini.

3. Teman-teman angkatan 2018 Fakultas Peternakan yang selalu mengingatkan

dan membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa gagasan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh

karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan guna perbaikan makalah ini.

Semoga makalah tertulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan

bagi penulis pada khususnya.

Penulis

Fadilah Septi Aulia

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... ii

KATA PENGANTAR ............................................................................... iii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iv

ABSTRAK ................................................................................................ v

PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

PERMASALAHAN................................................................................... 4

PEMBAHASAN ....................................................................................... 6

Tinjauan Umum Sapi Perah .............................................................. 6


Daya Saing Usaha Sapi Perah ........................................................... 8
Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah .............................................. 11
Pengaruh Daya Saing terhadap Peningkatan Pendapatan ................. 13
KESIMPULAN .......................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 19

iv
ABSTRAK

Fadilah Septi Aulia. I011181513. Daya Saing Usaha Sapi Perah Dalam
Peningkatan Pendapatan (Dibimbing oleh Hastang)

Berkembangnya kegiatan usaha peternakan sapi perah dipedesaan, sangat


berpengaruh terhadap peningkatan perekonomian di masyarakat. Tentunya dapat
meningkatkan nilai ekonomi, pada peternak terutama bagi peternak yang
memelihara sapi perah. Usaha ternak sapi perah, dengan melalui pemberdayaan
peternak, dapat diharapkan produk susu sapi perah meningkat. Meningkatkan
produk susu sapi perah, setidaknya akan dapat mengurangi impor susu. Peternak
dapat ditingkatkan usahanya, melalui dukungan dan kebijaan Pemerintah pusat dan
daerah. Kebijakan Pemerintah dengan meningkatkan tarif impor pada produk susu
sapi perah akan berpengaruh positif terhadap daya saing usaha ternak sapi perah di
peternak. Usaha ternak sapi perah di peternak akan semakin meningkat nilai
keuntungan secara kompetitif dan keunggulan komparatif. Dukungan tersbeut baik
berupa dana, kredit dan pemberian bibit sapi perah produktif dan jantan unggul
Kata Kunci : Sapi Perah, Daya Saing ,Pendapatan Peternak.Peningkatan

v
PENDAHULUAN

Sub sektor peternakan merupakan salah satu kegiatan yang menjadi skala

prioritas pembangunan sektor ekonomi agar dapat memenuhi kebutuhan protein

hewani masyarakat. Salah satu hewan ternak yang memiliki potensi untuk

memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk utamanya

susu. Sapi perah merupakan ternak yang mempunyai kontribusi besar sebagai

penghasil susu untuk memenuhi kebutuhan susu dibanding jenis hewan ternak lain

seperti kambing, domba, dan kerbau. Permintaan susu meningkat seiring

meningkatnya populasi manusia, akan tetapi peningkatan permintaan susu ini tidak

dapat ditutupi oleh penawaran susu sapi itu sendiri (Krisna dan Manshur, 2006).

Peluang perkembangan usaha sapi perah masih terbuka luas untuk tumbuh

dan berkembang. Melihat kondisi ekologi, geografis dan kesuburan tanah beberapa

wilayah di Indonesia, maka sebenarnya peluang untuk mengembangkan industri

persusuan cukup baik. Selain itu, hasil produksi dari sapi perah yaitu susu

merupakan produk yang selalu dibutuhkan oleh masyarakat. Permintaan susu dari

waktu ke waktu semakin meningkat, hal ini terjadi karena jumlah penduduk yang

terus meningkat dan pendapatan masyarakat juga semakin meningkat.

Usaha ternak sapi perah merupakan salah satu usaha dibidang peternakan

yang memiliki peran strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

meningkat, peningkatan pendapatan penduduk, dan peningkatan perekonomian

nasional. Namun, usaha temak sapi perah rakyat di Indonesia sudah mulai

berorientasi ekonomi, namun produktivitasnya masih rendah. Rendahnya tingkat

produktivitas temak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta

1
pengetahuan dan keterampilan petani yang mencakup aspek reproduksi, pemberian

pakan, pengelolaan llasil pascapanen, penerapan sistem recording, pemerahan,

sanitasi dan pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan petani mengenai aspek

tataniaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh sebanding

dengan pemeliharaan (Kamiludin, 2012).

Susu berperan penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi

masyarakat Indonesia. Permintaan susu dari waktu ke waktu semakin meningkat,

hal ini terjadi karena jumlah penduduk yang terus meningkat dan pendapatan

masyarakat juga semakin meningkat. Industri peternakan susu dalam negeri belum

mampu bersaing dengan negara-negara produsen susu dunia baik dari segi

kuantitas, kualitas, maupun harga. Indonesia saat ini mengalami defisit produksi

susu 70% dalam memenuhi bahan baku Industri Pengolahan Susu (IPS), karena dari

kebutuhan sekitar 1,3 miliar liter, produksi susu nasional hanya sekitar 350 juta

liter. Saat ini sejumlah industri susu olahan di dalam negeri mengimpor kekurangan

kebutuhan susu cair tersebut untuk diolah menjadi susu bubuk, susu kental manis,

yoghurt, mentega, keju, permen, dan lain-lain

Daya saing adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau

antar daerah menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif

lebih tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan pasar (Mudrjad,

2007). Pada umumnya, daya saing industri sapi perah di Indonesia kalah dalam

aspek modal usaha dibandingkan dengan kapabilitas produksi negara eksportir

seperti Australia, New Zealand, Amerika Serikat dan negara Uni Eropa. 97%

pengusaha dalam negeri hanya beroperasi dengan tidak lebih dari sepuluh sapi

perah, sedangkan produsen skala besar dengan kepemilikan ternak lebih dari tujuh

2
ekor hanya tiga persen (Swastika et al. 2005). Hal tersebut mengindikasikan bahwa

mayoritas pengusaha sapi ternak tidak memiliki modal usaha yang besar. Modal

usaha yang kecil juga mengakibatkan kurang efisiennya usaha peternakan sapi

perah sehingga masih memiliki daya saing yang rendah sehingga perlu adanya

peningkatan skala usaha. Skala usaha yang kecil mengakibatkan peternak tidak

memiliki posisi tawar yang tinggi (Oktariani, 2014). Hal inilah yang mendasari

penulisan makalah ini yang berjudul Daya Saing Usaha Sapi Perah Dalam

Peningkatan Pendapatan Peternak

3
PERMASALAHAN

Usaha Sapi perah sangat berpeluang tinggi untuk dikembangkan, baik

secara usaha rakyat maupun secara swasta, Hasil produksi susu sapi perah dan

daging sapi masih banyak dibutuhkan untuk di konsumsi, selain kebutuhan protein,

hewani juga kegemaran minum susu. Upaya untuk memenuhi kebutuhan susu

nasional diperlukan produksi susu segar yang tinggi. Untuk mendapatkannya

diperlukan juga populasi sapi perah yang tinggi juga. Untuk meningkatkan populasi

sapi perah maka jumlah peternaknya juga harus meningkat. Peternakan sapi perah

di Indonesia secara produksi masih naik turun, buktinya pada tahun 2011 Indonesia

mampu memproduksi 822.768 ton susu sedangkan 2016 hanya memproduksi

sebesar 716.996 ton (Kementerian pertahanan pusat data Informasi.2017).

Seharusnya setiap tahun populasi sapi perah meningkat karena untuk menghasilkan

susu yang lebih banyak guna memenuhi kebutuhan susu di Indonesia.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan susu domestik, Indonesia melakukan

import susu dari produsen luar negeri. Seiring tahun, harga antara susu lokal selalu

ditemukan lebih mahal dari susu impor yang mana pada tahun 2016 susu impor

hanya dipatok Rp 3.100 per liter sedangkan untuk susu lokal Rp 4.600 per liter

(Novalius, 2016). Selain itu, penelitian terhadap korelasi harga susu domestik tidak

menunjukkan adanya keterkaitan langsung dengan perilaku impor susu di

masyarakat Indonesia. Tidak heran pada tahun 2013, angka ketergantungan impor

susu Indonesia genap mencapai 79% dari 3.194.824 ton kebutuhan susu domestik

yang hanya bisa dipenuhi sebesar 664.344 ton oleh produsen dalam negeri (Pratiwi

4
& Hakim, 2013). Dari hasil uraian tersebut, dapat diremuskan masalah yaitu

bagaimana daya saing usaha sapi perah dalam meningkatkan pendapatan peternak

5
PEMBAHASAN

Tinjauan Umum Sapi Perah


Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan

dibandingkan ternak lainnya. Sapi perah sangat efisien dalam mengubah makanan

ternak berupa konsentrat dan hijauan menjadi susu yang sangat bermanfaat bagi

kesehatan. Selain bermanfaat dan menyehatkan, susu sapi perah relatif mudah

untuk didapatkan. Sapi perah menghasilkan susu dengan keseimbangan nutrisi

sempurna yang tidak dapat digantikan bahan makanan lain (Kamiluddin, 2012).

Sapi perah yang ada di Indonesia merupakan sapi impor dan hasil

persilangan sapi impor dengan sapi lokal. Menurut Prihadi (1997), sapi perah di

Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga kelompok berdasarkan kemurnian

bangsanya :

1. Sapi Pure Breed

Termasuk jenis ini adalah sapi FH murni yang diimpor langsung dari

breeder, juga sapi kelahiran Indonesia yang induknya FH murni serta pejantannya

juga FH murni.

2. Sapi Cross Breed

Sapi ini merupakan persilangan antara sapi murni FH dengan sapi lokal dan

diketahui tingkat kemurniannya (berapa persen darah FH nya).

3. Sapi Non Discript

Sapi yang termasuk non discript adalah sapi-sapi yang jelas bukan sapi FH

murni, tetapi tidak diketahui dengan jelas tingkat kemurnian darah FH nya dan tidak

mempunyai ciri-ciri seperti FH.

6
Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah bangsa

Friesian Holstein (FH) dan keturunannya atau persilangannya yang dikenal dengan

Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Mardiningsih 2007). Sapi Peranakan Friesian

Holstein (PFH) mempunyai karakteristik yang berbeda dengan jenis sapi perah

lainnya yaitu :

1. Kulit berwarna belang-belang hitam dan putih

2. Ekor berwarna putih

3. Terdapat warna putih berbentuk segitiga di dahi

4. Kepalanya panjang, sempit dan lurus

5. Tanduk mengarah ke depan membengkok ke dalam

6. Mempunyai kemampuan menghasilkan air susu lebih banyak daripada

bangsa sapi perah lainnya yaitu mencapai 5982/liter/laktasi (Santosa et al., 2013).

Susu sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Susu dibutuhkan

oleh tubuh manusia sebagai zat pembangun terutama bagi anak pada masa

pertumbuhan. Susu tersusun dari air (87,90%) dan bahan kering (12,10%). Bahan

kering dalam susu mengandung lemak (3,45%) dan bahan kering tanpa lemak

(8,65%). Kandungan bahan kering tanpa lemak susu terdiri dari protein (3,20%),

laktosa (4,60%), dan vitamin, enzim dan gas (0,85%). Protein dalam susu terdiri

atas casein (2,70%) dan albumin (0,50%) (Laryska dan Nurhajati, 2013).

Susu merupakan salah satu sumber protein hewani dengan kandungan gizi

yang tinggi untuk kebutuhan manusia dan keberadaannya strategis untuk

menghasilkan SDM berkualitas untuk pembangunan nasional. Menurut Badan

Pusat Statistik (BPS), tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia tahun 2020 juga

masih berkisar 16,27 kg per kapita/tahun, masih lebih rendah dibandingkan dengan

7
negara tetangga, seperti Vietnam yang mencapai 20 kg/kapita/thn atau Malaysia

sekitar 50 kg/ kapita/tahun. Sedangkan kebutuhan susu di Indonesia saat ini

mencapai 4,3 juta ton per tahun dan kontribusi susu dalam negeri terhadap

kebutuhan susu nasional baru sekitar 22,7%, sisanya masih dipenuhi dari impor

(Ditjen Peternakan Dan Kesehatan Hewan,2020).

Suatu usaha peternakan sapi perah dapat menghasilkan beberapa produk,

selain susu segiar (fresh milk) sebagai produk utamanya. Produk-produk tersebut

adalah: (1) produkproduk olahan asal susu, (2) sapi perah bibit, (3) sapi pedaging,

(4) pupuk kompos, dan (5) biogas. Variansi komoditas susu segar yang biasa

diproduksi dalam industri usaha peternakan sapi perah juga memiliki banyak

inovasi produk. Produk-produk seperti susu homogen, susu skim, susu pasteurisasi,

susu steril, susu bubuk, susu kental, es krim, mentega, keju, krim, yogurt, hingga

kefir telah menjadi komoditas yang umum di pasar (Ketut dkk, 2015). Hal tersebut

menunjukkan betapa besarnya potensi yang ada dalam industri peternakan susu sapi

perah (Ketut dkk, 2015).

Daya Saing Usaha Sapi Perah


Daya saing adalah kemampuan suatu negara untuk menawarkan produk dan

layanan yang memenuhi standar kualitas, harga pasar dan nilai baik dalam negeri

maupun luar negeri serta mendapatkan keuntungan yang memadai sebagai

pengganti sumber daya yang digunakan dalam proses produksi mereka. Daya saing

juga diartikan sebagai konsep perbandingan kemampuan dan kinerja perusahaan,

sub-sektor atau negara untuk menjual dan memasok barang atau jasa yang diberikan

dalam pasar (Mudrajat, 2007). Menteri Pendidikan Nasional (2007)

mendefenisikan daya saing adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil yang lebih

8
baik, lebih cepat atau lebih bermakna. Kemampuan yang dimaksud adalah (1)

kemampuan memperkokoh pangsa pasarnya, (2) kemampuan menghubungkan

dengan lingkungannya, (3) kemampuan meningkatkan kinerja tanpa henti, (4)

kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan.

Ada banyak sekali faktor yang mempengaruhi daya saing perindustrian pada

umumnya. Dimulai dari faktor equilibrium pasar berupa jumlah produksi dan

jumlah permintaan produk; hingga aspek distribusi, periklanan, kualitas produk,

keuangan, penguasaan teknologi, popularitas merek sampai manajemen sumber

daya internal. Mengambil contoh perusahaan selaku mayoritas pelaku ekonomi

dalam skala yang besar, sebuah perusahaan dapat mencapai keunggulan daya saing

apabila relatif rendah (efisiensi) dan berbeda. Dan sebuah perusahaan dapat

memenangkan suatu keunggulan daya saing melalui konfigurasi yang lain

perubahan dari terpusat menjadi terbagi) atau koordinasi (dari tinggi sampai

rendah) atau keduanya (Rulyanti & Yulia, 2015).

Dalam konteks industri sapi perah di Indonesia, faktor-faktor pemicu yang

dapat mempengaruhi daya saing diklasifikasikan dalam bebebrapa kategori. Faktor-

faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi Controlled, Governed, Semi-

Controlled, dan Uncontrolled. Faktor yang dapat dikendalikan (Controlled) oleh

unit usaha, seperti strategi produk, teknologi, pelatihan, biaya penelitian dan

pengembangan. Kemudian faktor yang dapat dikendalikan oleh pemerintah

(governed), yaitu lingkungan bisnis (pajak, suku bunga, nilai tukar uang), kebijakan

perdagangan, kebijakan penelitian dan pengembangan, pendidikan, pelatihan dan

regulasi lainnya. Selanjutnya faktor semi terkendali, yaitu kebijakan harga input

dan kuantitas permintaan domestik dan impor. Sedangkan, faktor yang tidak dapat

9
dikendalikan, yaitu lingkungan alam. Jika pemerintah mampu memperbaiki faktor-

faktor pemicu tersebut, diharapkan komoditas susu lokal dapat berkembang sebagai

komoditas subsitusi susu impor (Wardhanii dan Agustina, 2015).

Daya saing industri di zaman modern ini selalu relevan dengan pemanfaatan

teknologi dalam proses produksinya. Hal yang sama pun berlaku dalam industri

sapi perah di Indonesia. Pemanfaatan teknologi seperti alat pemerah sapi otomatis

masih jarang digunakan oleh pengusaha lokal yang mayoritas masih beroperasi

dalam skala yang kecil. Hal tersebut berpengaruh langsung ke harga produksi

dimana pengusaha lokal masih memanfaatkan tenaga manusia yang tidak seefisien

mesin. Pola distribusi dan brand market dari pengusaha lokal yang masih memiliki

kesan kurang higenis memberikan dampak yang terasa bagi jumlah penjualan.

Selain itu, pengusaha luar negeri seperti di New Zealand, Australia, Amerika

Serikat dan beberapa negara Uni Eropa juga lebih memperhatikan kualitas hewan

ternak mereka melalui penjagaan pakan yang bermutu dan juga rekayasa genetik.

Daya saing produsen lokal dengan luar negeri juga bisa dicerminkan melalui

pengelolaan limbah peternakan yang lebih efektif. Pengusaha lokal masih belum

bisa mengelola limbah dengan efektif sehingga masih terjadi pencemaran dari feses,

urine dan infeksi penyakit yang tidak terkontrol (Rasnah dkk, 2016).

Menurut Supardi (2019), mengemukaka kondisi daya saing yang di

harapkan peternak sapi perah adalah kesejahteraan peternak meningkat, harga susu

membaik untuk tingkat peternak, peternak lebih meningkat populasi. Untuk

mewujudkannya harus dapat dukungan khusus kepada ternak yang juga mengolah

susu segar dengan berjiwa pengusaha. Selain itu, perlunya kebijakan dari

pemerintah serta lebih berpihak kepada peternak sapi perah agar produksi susu bisa

10
meningkat dan swasembada susu nasional dapat terpenuhi. Salah satu contoh

kecilnya adalah dengan penyediaan lahan untuk pakan. Selain dari pada itu,

peternak juga harus memiliki kemampuan dalam segi teknis beternak sapi perah

agar produksi susu meningkat. “Diantaranya dengan memberikan pakan yang

berkualitas, manajemen pemeliharaan harus lebih baik, perawatan umum

ditekankan, pola perkawinan dan kelahiran diatur agar susu yang dihasilkan terus

menerus, pemerahan dilakukan dengan baik supaya tidak timbul penyakit pada sapi

perah, handling susu, pengendalian hama, dan yang paling penting ialah sanitasi

lingkungan dan hygiene di peternakan. Apabila hal tersebut terpenuhi maka

peternak sapi perah di Indonesia dapat membantu swasembada susu dan

peningkatan populasi sapi perah.

Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah


Dalam kamus besar bahasa Indonesia pendapatan adalah hasil kerja (usaha

dan sebagainya). Pendapatan seseorang juga dapat didefenisikan sebagai

banyaknya penerimaan yang dinilai dengan satuan mata uang yang dapat dihasilkan

seseorang atau suatu bangsa dalam periode tertentu (Marbun, 2003). Pendapatan

(revenue) dapat diartikan sebagai total penerimaan yang diperoleh pada periode

tertentu. Pendapatan sampingan yang diperoleh secara langsung dapat digunakan

untuk menunjang atau menambah pendapatan pokok (Soekartawi, 2002).

Terdapat elemen-elemen pembentuk pendapatan, yaitu penerimaan dan

biaya. Penerimaan merupakan istilah lain dari pendapatan kotor yang belum

dikurangi biaya. Jadi ketika seorang pedagang berjualan, total harga jual dari semua

barang yang terjual merupakan jumlah penerimaan pedagang tersebut. Sedangkan

biaya adalah total pengeluaran yang diperuntukkan untuk memperoleh penjualan.

11
Usaha ternak sapi perah di Indonesia umumnya masih dilakukan secara tradisional

dengan skala usaha kecil. Selain itu, peternak belum berorientasi ekonomi sehingga

pengeluaran untuk biaya produksi tidak memperhitungkan. Padahal biaya sangat

mempengaruhi jumlah pendapatan yang akan diterima oleh peternak. Tinggi

rendahnya pendapatan usaha ternak sapi perah dipengaruhi oleh faktor-faktor

seperti jumlah kepemilikan sapi perah laktasi, harga jual ternak, jumlah produksi

susu, upah tenaga kerja, harga susu, dan harga pakan tambahan (Rasnah dkk, 2016).

Menggunakan data kebutuhan susu Pusat Data dan Informasi Kementerian

Pertahanan dan rumus pengakuan pendapatan dalam bentuk pencatatan keuangan

sederhana (CEPF, 2017); potensi pendapatan yang bisa diperoleh produsen susu

sapi perah domestik sebesar jumlah kebutuhan konsumsi susu di Indonesia yaitu

sebesar 3,2 juta ton dikalikan dengan harga susu domestik yaitu Rp 4.600. Total

potensi pendapatan yang bisa diperoleh peternak sapi perah untuk produksi susu

sendiri bisa mencapai 14 Trilyun Rupiah. Namun sangat disayangkan, produsen

lokal hanya mampu memproduksi sebesar 664 ribu ton atau hanya mencapai 3

Trilyun Rupiah.

Menurut Soekartawi (2003) bahwa kondisi usaha dapat diketahui dengan

mendiskripsikan seberapa besar tingkat penerimaan total dan biaya – biaya yang

dikeluarkan dengan rumus sebagai berikut:

P = Pr.T – B

= Pr.T - (BT + BTT)

Keterangan :

P = Pendapatan

12
Pr.T = Penerimaan Total

B = Biaya

BT = Biaya Tetap

BTT = Biaya Tidak Tetap

Menerapkan rumus penghitungan pendapatan sederhana tersebut, daya

saing usaha peternak susu perah akan meningkat linier dengan efisiensi kerja yang

direpresentasikan melalui biaya produksi. Ketika biaya bisa ditekan, dalam asumsi

penerimaan tetap maka pendapatan produsen susu perah akan ikut meningkat

dengan sendirinya.

Pengaruh Daya Saing terhadap Peningkatan Pendapatan Usaha Sapi Perah


Peningkatan berasal dari kata tingkat. Yang berarti lapis atau lapisan dari

sesuatu yang kemudian membentuk susunan. Tingkat juga dapat berarti pangkat,

taraf, dan kelas. Sedangkan peningkatan berarti kemajuan. Secara umum,

peningkatan merupakan upaya untuk menambah derajat, tingkat, dan kualitas

maupun kuantitas. Peningkatan juga dapat berarti penambahan keterampilan dan

kemampuan agar menjadi lebih baik. Selain itu, peningkatan juga berarti

pencapaian dalam proses, ukuran, sifat, hubungan dan sebagainya (Soekartawi,

2002).

Terdapat hubungan yang sangat dekat antara penerimaan, biaya dan

pendapatan. Dimana biaya dapat memberikan pengaruh yang sangat signifikan

terhadap pendapatan secara langsung. Sedangkan daya saing memiliki hubungan

yang sangat erat dengan penerimaan dan penjualan. Ketika daya saing usaha tinggi,

maka penerimaan pun akan meningkat. Salah satu indikator daya saing usaha yang

kuat adalah harga jual dari suatu produk yang berkualitas, jika harga jual bisa

13
ditekan rendah maka penjualan niscaya akan meningkat. Sehingga bisa dilihat

bahwa manajemen biaya dan penekanan harga jual yang rendah merupakan salah

satu faktor yang sangat penting untuk meningkatkan pendapatan bagi usaha

(Rasnah dkk, 2016).

Daya saing peternak sapi perah di Indonesia bila dibandingkan dengan

negara eksportir susu sapi perah seperti New Zealand dan Australia masih tergolong

tertinggal utamanya dalam aspek penguasaan teknologi. Penguasaan teknologi yang

mempengaruhi biaya produksi mampu membawa pengaruh yang cukup signifikan

terhadap pendapatan pengusaha itu sendiri. Jika biaya produksi bisa ditekan, maka

pendapatan bersih yang bisa diperoleh dari penerimaan total bisa meningkat.

Menggunakan logika silogisme dasar, hal tersebut menunjukkan bahwa korelasi

antara daya saing dengan pendapatan usaha itu berbanding lurus. Semakin tinggi

daya saing pengusaha, maka semakin tinggi pula pendapatan yang bisa mereka

peroleh (Rusdiana, 2018).

Teknologi mempunyai potensi untuk pengembangan usaha ternak dan

memiliki 3 makna kunci utama yaitu, perilaku peternak, kondisi dan hubungan

sosial dan kemapuan untuk berusaha. Dengan demikian Penerapan teknologi pada

usaha ternak sapi perah, dapat meningkatkan produktivitas ternak, daya saing usaha

dan juga menigkatkan pendapatan peternak (Ermawan, 2016). Pengetahuan petani

mengenai aspek tataniaga masih harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang

diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya. Keuntungan tersebut terjadi jika

peternak memiliki manajemen yang baik dalam meningkatakan skala usaha,

meningkatakan frekuensi pemerahan, memberikan pakan yang cukup dan

14
berkualitas. Peternak harus menekan biaya produksi sehingga mendapatkan

keuntungan maksimal dalam usaha ternak (Rusdiana dan Wahyuning, 2009).

Salah satu cara yang dianggap paling tepat dan memungkinkan dalam

meningkatkan kesejahteraan para peternak sapi perah dan keluarganya adalah

dengan meningkatkan pendapatan mereka melalui optimalisasi pendapatan usaha

pemeliharaan sapi perah mereka. Optimalisasi keuntungan ataupun pendapatan

dapat dipelajari dari dua sudut pandang (Kusnadi dan Juarini 2006). Pertama adalah

dengan mengoptimalisasi pendapatan melalui implementasi manajemen usaha

pemeliharaan sapi perah yang ekonomis. Dalam hal ini, peningkatan pendapatan

diharapkan akan mampu meningkatkan kesejahteraan para peternak dan

keluarganya, sehingga mereka berdaya untuk mengembangkan usaha sapi perah

mereka yang berdampak terhadap peningkatan produksi susu nasional (Rusdiana

dan sejati, 2018).

Faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan produksi susu

sapi perah, selain ternaknya yang harus produktif, juga perlu disertai dengan

peningkatan sumberdaya peternak, tersedianya modal usaha dan inovasi teknologi

tepat guna. Terkait dengan sumberdaya peternak dapat ditingkatkan melalui

bimbingan teknis atau penyuluhan, dengan tujuan agar peternak lebih terampil

dalam mengelola usahanya, sehingga teknologi budiaya sapi perah yang dikuasai

peternak akan meningkat. Selanjutnya dukungan ketersediaan pakan ternak yang

memadai dapat meningkatkan produktivitas sapi perah, melalui pemanfaatan Jenis

tanaman pakan ternak yang tumbuh disekitar lokasi peternakan. Dengan

meningkatnya keterampilan dan motivasi peternak dalam usaha peternakan sapi

15
perah , diharapkan produktivitas sapi perah meningkat dan pada akirnya pendapatan

peternak akan meningkat (Ermawan, 2016).

Peningkatan daya saing yang terjadi pada suatu komoditas akan

menimbulkan keuntungan komparatif terbesar dalam memproduksi komoditas ini

dan pendapatan akan meningkat seiring berjalannya waktu. Dan untuk bisa

menciptakan keuntungan komparatif dalam proses produksi, maka seluruh

komponen dan faktor produksi juga harus dioptimalisasi. Adapun faktor-faktor

produksi yang perlu ditingkatkan dalam menciptakan keuntungan tersebut dimulai

dari faktor penggunaan teknologi hingga penerapan strategi bisnis dalam

menjalankan usaha ternak sapi perah (Sabaruddin, 2014).

Daya saing usaha dalam konteks umum selain memperhitungkan faktor

internal berupa penguasaan teknologi, faktor eksternal dari luar lingkungan seperti

trend pasar dan juga intervensi pemerintah memiliki peranannya sendiri. Negara-

negara yang memiliki kebijakan dalam mengelola kondisi perekonomian mereka

juga mampu untuk mengubah kapabilitas daya saing usaha dalam negeri, contoh

kebijakan pemerintah untuk membuat kredit dengan bunga rendah kepada

pengusaha-pengusaha di bidang tertentu, pengusaha peternak susu sapi perah yang

berkesempatan mendapatkan bantuan kredit tersebut mampu mengaplikasikan

teknologi untuk menekan biaya serta mengekspansi skala usaha mereka sehingga

produksi susu perah dalam negeri juga ikut meningkat. Mengingat potensi

konsumsi susu sebesar 14 Trilyun Rupiah yang hanya diproduksi sendiri sebesar 3

Trilyun Rupiah dalam negeri, maka pendapatan pengusaha susu sapi perah akan

meningkat karena permintaan di pasar masih didominasi supply dari impor

(Rusdiana dan sejati, 2018).

16
KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan bahwa

terdapat korelasi antara daya saing usaha dalam konteks peternakan susu sapi

dengan peningkatan pendapatan pengusaha susu sapi perah itu sendiri. Pengaruh

daya saing usaha dalam peningkatan pendapatan tersebut berjalan linier. Semakin

besar daya saing usaha, maka pendapatan yang bisa diperoleh pengusaha juga ikut

meningkat. Ada banyak sekali faktor yang mampu mendorong daya saing usaha

susu sapi perah dan memicu peningkatan pendapatan. Salah satu faktor yang

berperan dominan dalam persaingan usaha tersebut adalah faktor controlled berupa

penguasaan teknologi. Melalui penguasaan teknologi produksi yang tinggi,

peternak bisa menekan biaya produksi dan mendapatkan peningkatan pendapatan

yang lebih. Potensi pasar yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia masih

didominasi oleh produk impor, masih ada keuntungan sebesar 11 Trilyun Rupiah

yang hilang dan diisi oleh produsen luar negeri. Adapun usaha yang dapat dilakukan

untuk meningkatkan daya saing usaha peternak susu sapi perah adalah faktor

governed dari Pemerintah Indonesia. Peran pemerintah masih diperlukan untuk

mendongkrak modal usaha peternak domestik agar bisa meningkatkan keuntungan

komparatif yang dimiliki pengusaha lokal. Bantuan tersebut bisa berupa bantuan

kredit untuk mengganti tenaga manusia yang relatif mahal dengan teknologi seperti

mesin perah otomatis.

17
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS). 2020. Produksi susu Di Indonesia. Badan Pusat
Statistik. Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta. Balai Pustaka
David, B. 2013. Competitiveness and Determinants of Cocoa Export from Ghana.
International Journal of Agricultural Policy and Research, 1(9), pp : 236-
254
Departemen Pendidikan Nasional, 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 41 Tahun 2007, tentang Standar Proses, Jakarta: Depdiknas.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Statistik Peternakan
dan Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan. Kementerian Pertanian. Jakarta.
Ernawan, M. Trijana, E dan Ghozali, R. 2016. Analisis Pendapatan Usaha
Peternakan Sapi Perah Laktasi. Studi Kasus di Desa Minggirsari Kecamatan
Kanigoro Kabupaten Blitar. Jurnal Aves, 10 (2)
Kamiludin, E. 2012. Analisi Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah Di Kawasan
Peternakan Sapi Perah Cibung Bulang Kabupaten Bogor. Bogor. Institut
Pertanian Bogor.
Kementerian Pertahanan. Pusat Data Informasi.2017. Produksi, konsumsi dan
impor susu Indonesia. Republik Indonesia.
Kuncoro, M. 2007. Ekonomika Industri Indonesia Menuju Negara Industri
2030.Yogyakarta
Kusnandi, U dan Juarini, E. 2007. Optimilasi Pendapatan Usaha Pemiliharaan Sapi
Perah Dalam Upaya Peningkatan Produksi Susu Nasional. Wartazoa 17- 21-
28
Lyriskah, N dan Nurhajati, T. 2013. Peningkatan Kadar Lemak Susu Sapi Perah
Dengan Pemberian Pakan Konsetrat Komersial Dibandinkan Dengan
Ampas Tahu. Department of Animal Husbandry Faculty of Veterinary
Medicine. Airlangga University. Surabaya.
Marbun,B., N. 2003. Kamus Manajemen Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.
Novalius, F. 2016. Penyebab Susu Sapi Lokal Kalah Saing dengan Impor. Okezone
News Media. https://economy.okezone.com/ read / 2016
/11/23/320/1549492/harga-mahal-penyebab-susu-sapi-lokal-kalah-saing-
dengan-impor.
Oktariani A, Daryanto, A dan Fahmi, I. 2016. The Competitiveness Of Dairy
Farmers Based Fresh Milk Marketing on Agro-Tourism. International
Journal of Animal Health and Livestock Production Research

18
Prihadi, S. 1997. Tata Laksana Dan produksi ternak Perah. Fakultas Peternakan.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Pratiwi, H dan Hakim, A. 2013. Perilaku Impor Susu Di Indonesia. Telaah Bisnis
Media.
Rasnah, B., H, Rasyid, T. dan Aminawar T. 2016. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Adopsi Teknologi Biogas pada Peternak Sapi Perah.
Fakultas Peternakan Universita Hasanuddin.
Rusdiana, S dan Soeharsono. 2018. Upaya Pencapaian Daya Saing Usaha Sapi
Perah Melalui Kebijakan Pemerintah dan Peningkatan Pendapatan
Peternak. 8 (1) : 11-51.
Rusdiana, S dan Sejati W. K. 2009. Upaya Pengembangan Agribisnis Sapi Perah
Dan Peningkatan Produksi Susu Melalui Pemberdayaan Koperasi Susu”.
Forum Penelitian Agro Ekonomi. Vol 1 :43-51
Sjahril, S., S. 2014. The Impact of Indonesia-China Trade Liberalisation on the
Welfare of Indonesian Society and on Export Competitiveness. Bulletin of
Indonesian Economic Studies, 50(2), pp : 292- 293.
Santosa, S. I., A. Setiadi dan R. Wulandari. 2013. Analisis Potensi Pengembangan
Usaha Peternakan Sapi Perah Dengan Menggunakan Paradigma Agribisnis
Di Kecamatan Musuk kabupaten Boyolali. Buletin Peternakan. Vol. 37
Swastika, D.K., M.O.A. Manikmas., B. Sayaka., K. Kariyasa. 2005. The Status and
Prospect of Feed Crops in Indonesia. ESCAP, United Nations.
Soekartawi, 2002. Faktor-Faktor Produksi. Jakarta. Salemba Empat
Suriasih K, Subagiana W dan Saribu D L. 2015. Ilmu Produksi Ternak. Fakultas
Peternakan Universitas Udayana.
Tim CEPF. 2017. Perangkat Panduan Pencatatan Keuangan Sederhana. Ecosystem
Partnership HR
Wardhani, R.,S dan Agustina Y. 2015. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi
Daya Saing Pada Sentra Industri Makanan Khas Bangka Di Kota
Pangkalpinang. Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung.

19
20

Anda mungkin juga menyukai