Anda di halaman 1dari 3

A.

Pengertian Bank Asi


Bank ASI merupakan tempat penyimpanan dan penyalur ASI dari donor ASI yang
kemudian akan diberikan kepada ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI sendiri ke
bayinya. Ibu yang sehat dan memiliki kelebihan produksi ASI bisa menjadi pendonor
ASI. ASI biasanya disimpan di dalam plastik atau wadah, yang didinginkan dalam lemari
es agar tidak tercemar oleh bakteri. Kesulitan para ibu memberikan ASI untuk anaknya
menjadi salah satu pertimbangan mengapa bank ASI perlu didirikan, terutama di saat
krisis seperti pada saat bencana yang sering membuat ibu-ibu menyusui stres dan tidak
bisa memberikan ASI pada anaknya.1
Fungsi Bank ASI meliputi beberapa hal yaitu: Mengumpulkan ASI dengan cara
donor atau membeli; Mengambil ASI dari para ibu di rumah mereka atau para ibu datang
sendiri ke bank ASI; Mengikuti prosedur yang benar dalam pengumpulan ASI; Menguji
kelayakan ASI agar benar-benar bersih dari penyakit; Sterilasi ASI sebelum
penyimpanan; Menyimpan ASI dengan berbagai cara yang beragam; Memenuhi
kebutuhan ASI bagi orang yang membutuhkan baik dengan cara donor atau harus
membeli; Memeriksa kembali setelah dibekukan; dan Perawatan ASI yang dibekukan
dengan dipanaskan kemudian di-pasteurisasi.2
Di Belanda, pelaksanaan bank asi ini dilakukan dengan mengumpulkan asi dari
para ibu yang rela mendonorkan asinya, memerahnya dan menyimpan dalam freezer
setiap dua pekan sekali. Para petugas yang ditugaskan oleh negara mengambil ke rumah
para ibu dan dengan mobil pendingin tentu dengan menggunakan listrik yang tidak boleh
padam. Semua petugas dan alat serta tempat harus steril dan asi harus telah melalui proses
pasteurisasi terlebih dahulu. Inilah yang menjadikan ulama berbeda pendapat. 3

B. Pandangan Hukum Islam terhadap Bank ASI


Air Susu Ibu (ASI) adalah bagian yang mengalir dari anggota tubuh manusia, dan tidak
diragukan lagi itu merupakan karunia Allah bagi manusia dimana dengan adanya ASI tersebut
seorang bayi dapat memperoleh gizi. ASI tersebut merupakan sesuatu hal yang urgen di dalam
kehidupan bayi. Karena pentingnya ASI tersebut untuk pertumbuhan maka sebagian orang
memenuhi kebutuhan tersebut dengan membeli ASI pada orang lain. Jual beli ASI manusia itu
sendiri di dalam fiqih Islam merupakan cabang hukum yang para ulama berbeda pendapat di
dalamnya. Ada dua pendapat ulama tentang hal tersebut. 4 Pertama, tidak boleh menjualnya. Ini
merupakan pendapat ulama madzhab Hanafi kecuali Abu Yusuf, salah satu pendapat yang lemah
pada madzhab Syafi’i dan merupakan pendapat sebagian ulama Hanbali. Kedua, pendapat yang
mengatakan dibolehkan jual beli ASI manusia. Ini merupakan pendapat Abu Yusuf, Maliki dan

1
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah: Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini (Jakarta: Kalam Mulia,
cetakan ke-5, 2003), hlm. 120.
2
Farida Nurun Nazah, “Implikasi Bank Asi Terhadap Ketentuan Hukum Radha’ah Sebagai Wujud Dinamika
Islam di Indonesia,” 2009, hlm. 9.
3
Wida Azzahida, Menyusui dan Menyapih dalam Islam (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2015), hlm. 92.
4
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm.
165.
Syafi’i, Khirqi dari madzhab Hanbali, Ibnu Hamid, dikuatkan juga oleh Ibnu Qudamah dan juga
madzhab Ibnu Hazm.5

Menurut Ibn Rusyd, sebab timbulnya perselisihan pendapat ulama di dalam hal tersebut
adalah pada boleh tidaknya menjual ASI manusia yang telah diperah. Karena proses
pengambilan ASI tersebut melalui perahan. Imam Malik dan Imam Syafi’i membolehkannya,
sedangkan Abu Hanifah tidak membolehkannya. Alasan mereka yang membolehkannya adalah
karena ASI itu halal untuk diminum maka boleh menjualnya seperti susu sapi dan sejenisnya.
Sedangkan Abu Hanifah memandang bahwa hukum asal dari ASI itu sendiri adalah haram karena
dia disamakan seperti daging manusia. 6 Maka karena daging manusia tidak boleh memakannya
maka tidak boleh menjualnya, adapun ASI itu dihalalkan karena dharurah bagi bayi, sebagaimana
qawaid fiqih :
ُ ْ‫ضر ُْو َرةُ ُت ِب ْي ُح ْال َمح‬
ِ ‫ظ ْو َرا‬
‫ت‬ َّ ‫اَل‬

Darurat itu bisa membolehkan yang dilarang.

Dalam pembolehan menjual ASI itu ada kemungkaran karena bisa menimbulkan
rusaknya pernikahan yang disebabkan kawinnya orang sesusuan (radhla’ah) dan hal tersebut
tidak dapat diketahui jika antara lelaki dan wanita meminum ASI yang dijual bank ASI tersebut. 7
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa menjual ASI tersebut membawa manfaat bagi
manusia yaitu tercukupinya gizi bagi bayi karena kita melihat bahwa banyak bayi yang tidak
memperoleh ASI yang cukup baik karena kesibukan sang ibu ataupun karena penyakit yang
diderita ibu tersebut. Tetapi pendapat tersebut dapat ditolak karena kemudaratan yang
ditimbulkan lebih besar dari manfaatnya yaitu terjadinya percampuran nasab. Padahal Islam
menganjurkan kepada manusia untuk selalu menjaga nasabnya. Kaidah ushul juga menyebutkan
bahwa :

َ ‫ب ْال َم‬
‫صال ِِح‬ ِ ‫ار اَ ْولَى مِنْ َج ْل‬
ِ ‫دَ ْف ُع الض ََّر‬
Menolak kemadharatan lebih utama dari pada menarik kemaslahatan.

Ibnu Sayuti di dalam kitab Asybah Wa Nadhaair menyebutkan bahwa di dalam kaidah
disebutkan bahwa diantara prinsip dasar Islam adalah :

ِ ‫اَلض ََّرا ُر الَ ي َُزا ُل ِبالض ََّر‬


‫ار‬

Kemudaratan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudaratan lagi.

Hal ini jelas, karena akan menambah masalah. Kaitannya dengan pembahasan kita
yaitu, ketiadaan ASI bagi seorang bayi adalah suatu kemudaratan, maka memberi bayi dengan
ASI yang dijual di bank ASI adalah kemudaratan pula. Maka apa yang tersisa dari bertemunya
kemudaratan kecuali kemudaratan.

Namun, sebagian ulama kontemporer membolehkan pendirian bank ASI ini, diantara
mereka adalah Dr. Yusuf al-Qardhawi. Mereka beralasan :

5
Abdul Qadim Zallum, Beberapa Problem Kontemporer dalam Pandangan Islam: Kloning, Transplatasi Organ,
Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2003), hlm. 234.
6
Zallum, hlm. 245.
7
Zuhdi, Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam, hlm. 312.
1. Bahwa kata kata radha’(menyusui) di dalam bahasa Arab bermakna menghisap puting
payudara dan meminum ASI-nya. Maka oleh karena itu meminum ASI bukan melalui
menghisap payudara tidak disebut menyusui, maka efek dari penyusuan model ini tidak
membawa pengaruh apa-apa di dalam hukum nasab nantinya.
2. Yang menimbulkan adanya saudara sesusu adalah sifat “keibuan”, yang ditegaskan Al-
Qur’an itu tidak terbentuk semata-mata diambilkan air susunya, tetapi karena
menghisap teteknya dan selalu lekat padanya sehingga melahirkan kasih sayang si ibu
dan ketergantungan si anak. Dari keibuan ini maka muncullah persaudaraan
sepersusuan. Jadi, keibuan ini merupakan asal (pokok), sedangkan yang lain
mengikutinya.
3. Alasan yang dikemukakan oleh beberapa madzhab dimana mereka memberi ketentuan
berapa kali penyusuan terhadap seseorang sehingga antara bayi dan ibu susu memilki
ikatan yang diharamkan nikah, mereka mengatakan bahwa jika si bayi hanya menyusu
kurang dari lima kali susuan maka tidaklah membawa pengaruh di dalam hubungan
darah.

Anda mungkin juga menyukai