Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HUKUM MENDIRIKAN BANK ASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh


Dosen Pengampu : Ade Nandang S., Dr., M.Ag.
Hamdan Hambali, M.Ag.

Disusun oleh :
Tiana Nur Azizah Suparman 1192030154

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................. 1

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang ..................................................................................................... 2


2. Rumusan Masalah ................................................................................................ 3
3. Tujuan Pembahasan .............................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN

1. Sejarah Bank ASI ................................................................................................. 4


2. Pengertian Radla’ah .............................................................................................. 6
3. Hukum mendirikan Bank ASI ............................................................................... 8
4. Hukum Mahram Persusuan Via Bank ASI ............................................................ 15

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan .......................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 18

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik bagi bayi, karena
pengolahannya telah berjalan secara alami dalam tubuh si ibu. Sebelum anak lahir,
makanannya telah disiapkan lebih dahulu, sehingga begitu anak itu lahir, air susu ibu telah
siap untuk dimanfaatkan. Demikian kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya. Namun
demikian ada banyak kaum ibu pada saat ini yang tidak dapat memberikan ASI kepada
anaknya dengan berbagai alasan seperti ASI-nya tidak keluar, alasan kesehatan serta
karena waktunya tersita untuk bekerja, maka muncullah gagasan untuk mendirikan Bank
ASI untuk memenuhi kebutuhan ASI balita yang ibunya tidak bisa menyusui anaknya
secara langsung.
Islam memberikan jalan keluar apabila ada ibu yang karena satu dan lain hal tidak
bisa menyusui bayinya. Keadaan inilah yang terjadi pada diri Rasulullah Muhammad
shallallaahu 'alaihi wasallam. Beliau tidak hanya menyusu pada ibu kandungnya sendiri
melainkan disusukan pada ibu susu yaitu Tsuwaibah hamba sahaya Abu Lahab dan
Halimah al-Sa’diyah. Dari hubungan ini, antara ibu yang menyusui dan anak menjadi
mahram yaitu orang yang tidak boleh atau haram dinikahi selamanya. Kondisi ini berlaku
juga pada saudara sepersusuan yang pernah menyusu pada ibu yang sama baik anak
kandung ibu tersebut maupun bukan.
Disinilah keistimewaan Islam yang mempersaudarakan seseorang dengan orang
lainnya karena bermula dari sepersusuan. Ada kejelian di sini untuk menelusuri siapa saja
yang pernah menjadi anak susu dari seorang perempuan agar tidak salah menikahi
seseorang yang menjadi mahram karena sepersusuan.Ada kedekatan satu sama lain
meskipun mungkin tidak pernah bersua, tapi terpapar jelas nasab satu sama lain. Tidak ada
kerancuan dalam hal ini karena sungguh, Islam sangat menjaga hubungan nasab dan
persaudaraan karena sepersusuan.

2
Pada saat ini jika bayi tidak mendapatkan ASI dari ibu kandung karena sesuatu hal,
ASI dapat diperoleh melalui ASI Donor .“Sementara ASI donor digunakan untuk : bayi
prematur, bayi yang sakit (gagal ginjal kronik, penyakit metabolik, defisiensi IgA, alergi).
Untuk memudahkan menolong bayi tersebut maka didirikanlah Bank ASI.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya bank ASI?
2. Bagaimana konsep Radla’ah menurut hukum Islam?
3. Bagaimana hukum mendirikan bank ASI?
4. Bagaimana hubungan mahram persusuan via bank ASI?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya bank ASI
2. Untuk mengetahui konsep Radla’ah menurut hukum Islam
3. Untuk mengetahui hukum mendirikan bank ASI
4. Untuk mengetahui hubungan mahram persusuan via bank ASI

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Bank ASI


Bank ASI merupakan tempat penyimpanan dan penyalur ASI dari donor ASI yang
kemudian akan diberikan kepada ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI sendiri ke
bayinya. Ibu yang sehat dan memiliki kelebihan produksi ASI bisa menjadi pendonor ASI.
ASI biasanya disimpan di dalam plastik atau wadah, yang didinginkan dalam lemari es
agar tidak tercemar oleh bakteri. Kesulitan para ibu memberikan ASI untuk anaknya
menjadi salah satu pertimbangan mengapa bank ASI perlu didirikan, terutama di saat krisis
seperti pada saat bencana yang sering membuat ibu-ibu menyusui stres dan tidak bisa
memberikan ASI pada anaknya.
Istilah Bank ASI (Human Milk Bank) mengacu kepada sistem penyediaan ASI bagi
bayi yang prematur maupun tidak prematur yang ibunya tidak memiliki ASI cukup atau tidak
bisa menusui karena satu alasan. Bank ASI yang berjalan selama ini umumnya menerima ASI
donor, atau ASI yang dihibahkan oleh pemiliknya, yaitu ibu atau perempuan yang
kelebihan ASI.
Bank ASI ini awalnya berkembang di wilayah Amerika Utara, yaitu Amerika
Serikat, Meksiko, dan Kanada. AsosiASI Bank ASI telah berdiri pada tahun 1985 dengan
nama The Human Milk Bank- ing Association of North America (HMBANA). AsosiASI
tersebut dimaksudkan untuk menyediakan panduan profesional bagi pelaksanaan,
pendidikan, dan penelitian mengenai Bank ASI di Amerika Serikat, Kanada and
Meksiko. AsosASI merupakan kelompok penyedian layanan kesehatan yang berisifat
multidisipliner yang mempromosikan, menjaga, dan mendukung donor Bank ASI dan menjadi
perantara antara Bank-Bank ASI dengan lembaga pemerintah. Asosiasi tersebut memiliki
sekitar 11 anggota Bank ASI.
Keberadaan Asosiasi Bank ASI Amerika Utara tersebut merupakan bukti
bahwa bank ASI telah berkembang pada tahun 1980-an yang kemudian mengalami
perkembangan pesat pada tahun 1990-an. HMBANA kemudian membuat prosedur
penanganan donor ASI.

4
Prosedur yang dibuat oleh HMBANA antara lain untuk menjaga kualitas ASI dari
pendonor sampai ke tangan yang membutuhkan. Langkah-langkah tersebut adalah:
1. Identifikasi dan screening donor, termasuk sejarah rinci penyakit dan tes darah
2. Susu hibah dikirimkan kepada bank ASIdalam kondisi membeku
3. Susu kemudian dicairkan dan dicampurkan dengan sisi dari donor lainnya
4. Susu diseterilkan pada suhu suhu 62,5 ocelcius selama 30 menit
5. Bakteri yang bermanfaat dibiakkan untuk menjamin hASIl sterelisASI
6. Analisis kandungan susu, seperti lemak, karbohidrat, dan laktos
7. Susu yang steril dibekukan pada suhu 20o celcius.
8. Susu disalurkan dengan resep dokter.
9. Biaya yang dikenakan sesuai dengan biaya proses dan pengiriman. Pendonor tidak
memperoleh ganti uang.

Praktek screening dan tes darah rutin bagi pedonor juga dipraktekkan di Norwegia.
Pedonor setiap tiga bulan dites dari kemungkin- an terjangkit virus HIV, Hepatitis B dan C,
CMV, dan virus leukimia (HTLV) 1 dan 2. Bank ASI harus memiliki sistem untuk melacak arus
donor susu dari pedonor kepada penerima, namun Bank ASI merahasiakan identitas
pedonor dan penerima.

Praktek bank ASI saat ini terus mengalami perkembangan di berbagai negara.
Bank ASI yang awalnya muncul di Wina Austria pada tahun 1909 dan kemudian merambah ke
Jerman dan Boston Amerika sepuluh tahun kemudian, kini telah berkembang di ke berbagai
negara. Pada tahun 2009, tercatat bahwa bank ASI berkembang di 38 negara, dengan lebih
dari 300 bank ASI. Perkembangan bank ASI tersebut juga merambah ke negara-negara
berpenduduk muslim, meskipun praktek pemberian susu oleh perempuan bukan ibu telah
berjalan sejak lama di beberapa negara, termasuk di Kuwait. Namun pelaksanaan bank ASI
di negara berpenduduk muslim tidak lepas dari kontroversi, utamanya menyangkut dampak
dari pemberianASI terhadap hubungan antara pemberi dan penerima ASI dan istilah bank yang
digunakan untuk menyebut institusi yang mengumpulkan dan menyalurkan ASI tersebut.

5
Sejauh yang tercatat, ASI yang dikumpulkan dan disalurkan oleh bank ASI berasal dari
donor dengan akad hibah. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa bank ASI
beroperasi dengan sistem jual beli ketika kebutuhan terhadap bank ASI membesar dan
menjadi lahan bagi bisnis. Berbagai persoalan itulah menuntut jawaban dari kalangan muslim
agar praktis bank ASI tidak menimbulkan dampak moral dan hukum bagi umat Islam.

B. Pengertian Radla’ah
Berdasarkan pembacaan terhadap berbagai karya hukum Islam klasik, tampak
bahwa persoalan bank ASI belum ditemukan pembahasannya. Hal itu menunjukkan bahwa
persoalan bank ASI tidak diatur secara langsung oleh nash. Persoalan-persoalan yang
terkait dengan bank ASI dapat ditemukan dalam hukum-hukum lain. Persoalan-persoalan
tersebut adalah persoalan radla’ah.

Radla’ah, radha', irdha' penyusuan/menyusui (bahasa Arab, ‫ )رضاعة‬adalah


sampainya, masuknya air susu manusia (perempuan) selain ibu kandung ke dalam perut
seorang anak yang belum berusia dua tahun, atau 24 bulan. Secara etimologis, Radla’ah
adalah sebuah istilah bagi isapan susu, baik isapan susu manusia maupun susu binatang.
Penyusuan memeiliki konsekuensi hukum mahram antara anak dan perempuan yang
menyusui dan anak-anaknya di mana antara saudara sesusuan tidak boleh menikah begitu
juga dengan ibu susuannya. Seluruh madzhab sepakat tentang sahihnya hadits yang
berbunyi :

‫حيرم من الر ضا ع ما حيرم من النسب‬

Apa yang diharamkan karena susuan sama dengan apa yang diharamkan karena nasab.

Berdasarkan hadits ini, maka setiap wanita yang haram dikawini karena hubungan
nasab, haram pula dikawini karena hubungan persusuan. Yang haram karena nasab: Ibu,
anak perempuan, saudara perempuan, saudara perempuan, bibi dari aah, bibi dari ibu, anak
perempuan dari saudara laki-laki dan anak perempuan dari saudara perempuan.

6
Perempuan- perempuan diatas diterangkan dalam firman Allah:

ْ‫حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهََٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوََٰتُكُمْ وَعَمََّٰتُكُمْ وَخََٰلََٰتُكُمْ وَبَنَاتُ ٱلْأَخِ وَبَنَاتُ ٱلْأُخْتِ وَأُمَّهََٰتُكُمُ ٱلَٰتِىٓ أَرْضَعْنَكُم‬

ْ‫وَأَخَوََٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضََٰعَةِ وَأُمَّهََٰتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبََٰٓئِبُكُمُ ٱلَٰتِى فِى حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَٰتِى دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لم‬

ْ‫تَكُونُوآ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلََٰٓئِلُ أَبْنَآئِكُمُ ٱلذِينَ مِنْ أَصْلََٰبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوآ بَيْنَ ٱلْأُخْتَيْنِ إِلا مَا قَد‬

‫سَلَفَ ٓ إِنَّ ٱللهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا‬

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[281];


saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan;
saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu
isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah
kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-
isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua
perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Karena itu menurut ayat di atas, ibu- ibu susu sama dengan ibu kandung. Dan
diharamkan bagi laki- laki yang disusui, menikahi dengan ibu susunya dan dengan semua
perempuan yang haram dikawininya dari pihak ibu kandung. Jadi yang haram dikawininya
yaitu:
1. Ibu-susu, karena telah menyusui maka dianggap sebagai ibu
2. Ibu dari yang menyusui, sebab merupakan neneknya
3. Ibu dari bapak susunya, karena merupakan neneknya juga
4. Saudara perempuan dari ibu susunya, karena menjadi bibi
5. Saudara perempuan bapak susunya
6. Cucu perempuan ibu-susunya
7. Saudara perempuan sesusuan baik sebapak atau seibu atau sekandung.

7
Akan tetapi terdapat perbedaan pendapat tentang jumlah susuan yang
menyebabkan keharaman untuk dikawini, dan tentang syarat yang ada pada orang yang
disusui dan yang menyusui.
1. Imamiyah mensyaratkan bahwa air susu yang diberikan kepada anak susuan
haruslah dihasilkan dari hubungan yang sah. Jadi, kalau air susu itu mengalir
bukan disebabkan oleh nikah atau karena kehamilan akibat zina, maka air susu
tersebut tidak menyebabkan keharaman. Sementara itu, Hanafi, Syafi’i dan
Hambali berpendapat bahwa tidak ada perbedaan antara seorang gadis atau janda,
yang sudah kawin atau belum, sepanjang dia bisa mengalirkan air susu yang bisa
diminum oleh anak yang disusuinya.
2. Hanafi dan Maliki mengatakan bahwa sekali susuan saja dapat menyebabkan
hubungan kemahraman. Sedangkan Syafi’i berpendapat lima kali susuan. Hanbali,
diperoleh dari beberapa riwayat, yaitu lima, tiga, dan sekali susuan. Imamiyah
mensaratkan bahwa keharaman dianggap ada ketika sia anak yang disusui telah
menerima air susu dari wanita yang menyusuinya selama sehari semalam, dan
tidak diselingi oleh makanan lainnya.
3. Para Imam madzhab sepakat bahwa laki- laki yang mempunyai payudara, lalu
disusui oleh bayi, maka tidak menjadikan muhrim. Mereka juga sepakat tentang
haramnya menghirup susu ke hidung dan menuangkannya ke dalam
kerongkongan. Namun ada sebuah riwayat Hanbali yang mensaratkan susuan itu
langsung dari puting susu.

C. Hukum mendirikan Bank ASI


Bahwa di dalam kebolehan menjual ASI itu ada kemungkaran karena bisa
menimbulkan rusaknya pernikahan yang disebabkan kawinnya orang sesusuan dan hal
tersebut tidak dapat diketahui jika antara lelaki dan wanita meminum ASI yang dijual bank
ASI tersebut.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa menjual ASI tersebut membawa
manfaat bagi manusia yaitu tercukupinya gizi bagi bayi karena kita melihat bahwa banyak
bayi yang tidak memperoleh ASI yang cukup baik karena kesibukan sang ibu ataupun
karena penyakit yang diderita ibu tersebut.

8
Tetapi pendapat tersebut dapat ditolak karena kemudaratan yang ditimbulkan lebih
besar dari manfaatnya yaitu terjadinya percampuran nasab. Padahal Islam menganjurkan
kepada manusia untuk selalu menjaga nasabnya.
Kaidah ushul juga menyebutkan bahwa:

ِ‫دَفْعُ الضرَارِ اَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِح‬

Menolak kemadharatan lebih utama dari pada menarik kemaslahatan.


Ibnu Sayuti di dalam kitab Asybah Wa Nadhaair menyebutkan bahwa di dalam
kaidah disebutkan bahwa diantara prinsip dasar Islam adalah :

ِ‫اَلضرَارُ الَ يُزَالُ بِالضرَار‬

Kemudaratan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudaratan lagi.


Hal ini jelas, karena akan menambah masalah. Berhubungan dengan pembahasan
ini yaitu, ketiadaan ASI bagi seorang bayi adalah suatu kemudaratan, maka memberi bayi
dengan ASI yang dijual di bank ASI adalah kemudaratan pula. Maka apa yang tersisa dari
bertemunya kemudaratan kecuali kemudaratan.
Sebagian ulama kontemporer membolehkan pendirian bank ASI ini, diantara
mereka adalah Dr. Yusuf al-Qardhawi. Mereka beralasan:
a. Bahwa kata kata radha'(menyusui) di dalam bahasa Arab bermakna menghisap
puting payudara dan meminum ASI-nya. Maka oleh karena itu meminum ASI
bukan melalui menghisap payudara tidak disebut menyusui, maka efek dari
penyusuan model ini tidak membawa pengaruh apa-apa di dalam hukum nasab
nantinya.
b. Yang menimbulkan adanya saudara sesusu adalah sifat "keibuan", yang ditegaskan
Al-Qur'an itu tidak terbentuk semata-mata diambilkan air susunya, tetapi karena
menghisap teteknya dan selalu lekat padanya sehingga melahirkan kasih sayang si
ibu dan ketergantungan si anak. Dari keibuan ini maka muncullah persaudaraan
sepersusuan. Jadi, keibuan ini merupakan asal (pokok), sedangkan yang lain
mengikutinya.

9
c. Alasan yang dikemukakan oleh beberapa madzhab dimana mereka memberi
ketentuan berapa kali penyusuan terhadap seseorang sehingga antara bayi dan ibu
susu memilki ikatan yang diharamkan nikah, mereka mengatakan bahwa jika si
bayi hanya menyusu kurang dari lima kali susuan maka tidaklah membawa
pengaruh di dalam hubungan darah.

Selain pendapat diatas terdapat pula beberapa pendapat berdasarkan perbedaan


Madzhab, diantaranya :
1. Mendirikan bank ASI hukumnya boleh
Diantara alasan mereka bahwa bayi yang mengambil air susu dari bank ASI
tidak bisa menjadi mahram bagi perempuan yang mempunyai ASI tersebut, karena
susuan yang mengharamkan adalah jika dia menyusu langsung dengan cara
menghisap puting payudara perempuan yang mempunyai ASI, sebagaimana
seorang bayi yang menyusu ibunya. Sedangkan dalam bank ASI, sang bayi hanya
mengambil ASI yang sudah dikemas. Pendapat ini mengambil Madzhab Hanafi
mengenai : “ Ar-Radha’ah “ adalah isapan anak yang disusui terhadap susu
(payudara) wanita anak Adam pada waktu tertentu. Hal ini seperti Madzhab
Dhohiriyah yang berpendapat bahwa persusuan yang mengharamkan hanyalah
dengan cara seorang bayi menghisap puting payudara perempuan secara langsung.
Selain itu, maka tidak dianggap susuan yang mengharamkan,.bila tidak menghisap
langsung putingnya. Mereka berpegang kepada pengertian secara lahir dari kata

menyusui : ِ‫مِّنَ الرَّضَاعَة‬

2. Mendirikan Bank ASI hukumnya haram.


Pendapat pertama dianggap lemah , karena Lafadh “Ats Tsadyi“ (puting
payu dara) tidak dimaksudkan bahwa menyusui tersebut harus dengan cara manual
sebagaimana lazimnya seorang bayi menyusu dengan menghisap puting payudara
ibunya, tetapi maksudnya adalah umur ketika anak sedang menyusui.

10
Sebagaimana orang Arab sering mengatakan: fulan meninggal di puting
payudara, artinya meninggal waktu kecil, pada umur menyusu. Dari situ, bisa
dikatakan bahwa jika seorang bayi minum susu seorang perempuan dari botol,
maka bayi tersebut telah menjadi anak susuannya secara sah. (Ibnu al- Arabi,
Aridhatu al Ahwadzi : 5/ 97, Al Mubarkufuri, Tuhfatu al Ahwadzi, Beirut, Daar al
Kutub al Ilmiyah, 1990, cet ke – 1, Juz : 4/ 26
Sebagaimana Madzhab Maliki dan Syafi’i mempunyai pendapat yang
sama yaitu :
a. Madzab Maliki, ar-Radha’ adalah sampainya air susu perempuan pada perut
meskipun perempuan itu mati atau masih kecil, dengan menggunakan alat (untuk
memasukkan sesuatu ke dalam perut) atau melalui suntikan yang menjadi makanan.
b. Madzab Syafi’i mendefinisikan ar-Radha’ sebagai “Sampainya air susu wanita atau
apa yang dihasilkan dari air susu tersebut pada perut bayi atau otak/sum-sumnya
c. Dari pendapat-pendapat di atas, pendapat Maliki lebih mencakup dan menyeluruh
dibandingkan dengan definisi-definisi lainnya. Definisi madzab Maliki telah
memenuhi syarat yang jami’ (mencakup) dan mani’ (terbatas)
Sedangkan yang dimaksud dengan ‘masuk ke dalam perut’ sudah jelas di sini
yaitu masuk ke dalam perut anak yang disusukan. Sampainya air susu ke dalam perut
baik jumlahnya air susunya banyak atau sedikit atau bahkan sekadar mengisap (sedikit
sekali) maka termasuk ke dalam definisi ini.
Jika syarat ini terpenuhi maka haram menikahi anak tersebut dengan ibu yang
menyusukan atau saudara sepersusuan.
Diharamkannya Bank ASI ini akan menyebabkan tercampurnya nasab tidak
diketahui , karena susuan yang mengharamkan dalam pernikahan bisa terjadi dengan
sampainya susu ke perut bayi tersebut, walaupun tanpa harus dilakukan penyusuan
langsung, sebagaimana seorang ibu yang menyusui anaknya.
Terdapat di dalam firman Allah swt :

ِ‫وَأُمَّهَاتُكُمُ الالَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَة‬

Diharamkan atas kamu mengawini) Ibu-ibumu yang menyusui kamu dan


saudara perempuan sepersusuan. (Qs an Nisa’ : 23)

11
Terdapat pula didalam sebuah hadits :

‫فقال اهنا ال حتل ىل اهنا ابنة اخي من‬. ‫ أريد على ابنة محزة‬: ‫عن ابن عباس ان النيب ص‬

)‫ وحيرم من الرضاعة ما حيرم من النسب ( متفق عليه‬. ‫الرضاعة‬

Dari Ibnu Abbas : Bahwa nabi SAW. Diminta untuk menikahi anak Hamzah,
maka sabdanya : “Sesungguhnya ia tidk halal bagiku, karena itu anak bagi saudara
susuku. Karena haram dari penyusuan itu apa-apa yang diharamkan dengan nasab.”
Bank ASI hadir membuat rancu hubungan saudara sepersusuan .Sehingga
tidak diketahui saudara sepesusuan yang haram untuk dinikahi. Makna menyusui di
sini tidak sekadar aktifitas menyusu langsung seorang bayi pada puting payudara
seorang ibu. Menyusui di sini adalah masuknya air susu seorang ibu ke dalam perut
bayi meskipun caranya bermacam-macam misalnya saja dengan memakai alat tertentu.
Donor ASI melalui bank ASI, jelas-jelas akan merancukan hubungan mahram
atau persaudaraan karena sepersusuan. Pendonor hanya sekadar memasukkan
informasi dirinya sebatas nama dan hal-hal umum sebagaimana seseorang akan
mendonorkan darahnya. Tidak akan terlacak siapa saja bayi-bayi yang pernah
mengkonsumsi air susunya, sehingga tidak jelas bagi seseorang siapa bermahram
dengan siapa. Jangan sampai terjadi kelak di kemudian hari, seorang laki-laki menikah
dengan seorang perempuan yang ternyata pernah mengkonsumsi ASI dari wanita
pendonor ASI yang sama.
Bila ini terjadi maka kedua anak manusia ini telah melakukan keharaman
karena menikahi mahram yang terjadi karena ikatan saudara sepersusuan.

‫على جلب املصاحل درء املفاسد مقدم‬

Menghindari kerusakan-kerusakan itu harus didahulukan dari pada


mengambil kemaslahatan.

12
Diantara madharat-madharat yang akan ditimbulkan dari pendirian Bank ASI
adalah :
a. Terjadinya percampuran nasab, jika distribusi ASI tersebut ,tidak diatur secara
ketat.
b. ASI yang disimpan dalam Bank, berpotensi untuk terkena virus dan bakteri yang
berbahaya, bahkan kualitas ASI bisa menurun drastis, sehingga kelebihan-
kelebihan yang dimiliki ASI yang disimpan ini semakin berkurang, jika
dibandingkan dengan ASI yang langsung dihisap bayi dari ibunya.
c. Dikhawatirkan ibu-ibu yang berada dalam taraf kemiskinan, ketika melihat peluang
penjualan ASI kepada Bank dengan harga tinggi, mereka akan berlomba-lomba
untuk menjual ASI-nya dan sebagi gantinya mereka memberikan susu formula
untuk anak mereka.
d. Ibu-ibu yang sibuk beraktivitas dan mempunyai kelebihan harta, akan semakin
malas menyusui anak-anak mereka, karena bisa membeli ASI dari Bank dengan
harga berapapun.
Majma’ al Fiqh al Islami OKI dalam Muktamar yang diselenggarakan di Jeddah
pada tanggal 1-6 Rabi’u at Tsani 1406 H/ 22-28 Desember 1985 M memutuskan bahwa
pendirian Bank ASI di negara-negara Islam tidak dibolehkan, dan seorang bayi muslim
tidak boleh mengambil ASI dari Bank ASI tersebut..

3. Pendirian Bank ASI dibolehkan dengan beberapa syarat :


a. Setiap ASI yang dikumpulkan di Bank ASI, harus disimpan di tempat khusus
dengan menulis nama pemiliknya dan dipisahkan dari air ASI yang lain.
b. Setiap bayi yang mengambil ASI tersebut harus ditulis juga dan harus
diberitahukan kepada pemilik ASI tersebut, supaya jelas nasabnya.Dengan
demikian, percampuran nasab yang dikhawatirkan oleh para ulama yang
melarang bisa dihindari.
c. Secara medis ibu pendonor harus sehat, yang paling penting suami dan isteri
ikhlas menyumbangkan ASI untuk anak orang lain.
d. Donor ASI itu dilakukan sepanjang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup
dan kemaslahatan manusia.

13
e. Pencatatan donor ASI harus benar dan jelas indentitasnya , kedua keluarga
harus dipertemukan serta diberikan sertifikat. Karena 5 kali meminum susu
dari ibu menyebabkan menjadi mahramnya si anak dengan keluarga si ibu
susu. Artinya anak mereka tidak boleh menikah. Masalah menyusu langsung
dan tidak langsung, itu hanya masalah teknik mengeluarkan susu saja,
hukumnya sama.

“Jika sudah 5 kali meminum susu maka jatuh hukum mahram kepada
keduanya,”
Madzhab Syafi’i dan Hambali mengatakan bahwa susuan yang mengharamkan
adalah jika telah melewati 5 kali susuan secara terpisah. Hal ini berdasarkan hadits
Aisyah ra, bahwasanya beliau berkata :

ٍ‫مَعْلُومَاتٍ فَتُوُفِّيَ انَ فِيمَا أُنْزِلَ مِنْ الْقُرْآنِ عَشْرُ رَضَعَاتٍ مَعْلُومَاتٍ يُحَرِّمْنَ ثُمَّ نُسِخْنَ بِخَمْس‬

ِ‫رَسُولُ اللهِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ وَهُنَّ فِيمَا يُقْرَأُ مِنْ الْقُرْآن‬

Dahulu dalam Al Qur`an susuan yang dapat menyebabkan menjadi mahram


ialah sepuluh kali penyusuan, kemudian hal itu dinasakh (dihapus) dengan lima kali
penyusuan saja. Lalu Rasulullah saw wafat, dan ayat-ayat Al Qur`an mASIh tetap di
baca seperti itu. ( HR Muslim )

14
D. Hukum Mahram Persusuan Via Bank ASI
Donor ASI adalah aktivitas yang berpotensi mengakibatkan status keharaman
nikah atau mahram karena persusuan. Pasalnya, asupan susu untuk bayi dari bank ASI
setara dengan asupan susu untuk bayi langsung dari puting ibu susu atau salah seorang
perempuan.
Sebagaimana keterangan I’anatut Thalibin berikut ini:

‫قوله وصول اخل) سواء كان مبصّ الثدي أم بغريه كما إذا حلب منها ثم صبّ يف فم الرضيع وقوله لنب أي ولو‬

‫خميضا ومثل الزبد واجلنب واإلقط والقشطة ألن ما ذكر يف حكم اللنب‬

Kata syarah ‘Sampainya...’ sama saja sampainya susu itu (ke rongga anak) dengan jalan
mengisap puting atau dengan jalan lainnya sebagaimana apabila diperah dari susu itu
lalu dituang ke mulut bayi tersebut. Kata syarah ‘susu,’ bermakna susu sekalipun sudah
diangkat rumnya, dan seperti juga rum, susu beku, keju, dan kulit susu. Semua yang
tersebut itu masih dalam hukum susu. (Lihat Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I’anatut
Thalibin, [Mesir: Daru Ihyai Kutubil Arabiyah Isa Al-Babi Al-Halabi, tanpa catatan tahun],
jilid III, halaman 286).
Masalah bank ASI ini pernah diangkat oleh para kiai dalam Muktamar Ke-25 NU
di Surabaya pada 20-25 Desember 1971 M. Deskripsi masalah yang muncul ketika itu
adalah pengumpulan air susu oleh sebuah rumah sakit dari beberapa kaum ibu (benar-benar
susu mereka) untuk dikirimkan kepada bayi-bayi yang dirawat dalam rumah sakit tersebut.
Para kiai saat itu menyimpulkan bahwa pengumpulan susu oleh rumah sakit dari
kaum ibu yang diberikan kepada bayi-bayi yang dirawat dalam rumah sakit tersebut bisa
menjadikan mahram radha’ dengan sejumlah syarat:
1. Perempuan yang diambil air susunya itu masih dalam keadaan hidup, dan (kira-
kira) berusia sembilan tahun Qamariyah.
2. Bayi yang diberi air susu itu belum mencapai umur dua tahun.
3. Pengambilan dan pemberian air susu tersebut sekurang-kurangnya lima kali.
4. Air susu itu harus dari perempuan yang tertentu.
5. Semua syarat yang tersebut di atas harus benar-benar yakin (nyata).

15
Para kiai NU pada muktamar tersebut mengutip Kitab I’anatut Thalibin berikut ini:

ً‫ثُمَّ أَنَّ ظَاهِرَ الْعِبَارَةِ أَنهُ يَكْفِيْ وُصُوْلُ اللبَنِ الْجَوْفَ خَمْسَ مَرَّاتٍ ولَوِ انْفَصَلَ اللبَنُ مِنَ الثدْيِ دَفْعَة وَاحِدَة‬

‫ولَيْسَ كَذَلِكَ بَلْ الَ بُدَّ مِنْ انْفِصَالِ اللبَنِ خَمْسًا وَوُصُوْلِهِ الْجَوْفَ خَمْسًا‬

Lalu makna lahiriah teks Fathul Mu’in menyatakan (persusuan yang menjadikan
hubungan mahram) itu cukup dengan sampainya air susu perempuan yang menyusui ke
dalam perut anak yang disusui lima kali tahapan, meskipun air susu tersebut keluar dari
payudara sekali tahapan (saja). Dan yang benar bukan seperti itu. Namun air susu itu
harus keluar dari tetek lima kali tahapan dan sampai ke perut anak yang disusui lima kali
tahapan pula. (Lihat Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I’anatut Thalibin, [Mesir: At-
Tijariyatul Kubra, tanpa catatan tahun], jilid III, halaman 287).
Persoalan ini juga pernah diangkat oleh guru kami Alm KHM M Syafi'i Hadzami
pada 1973, (Lihat KHM Syafi’i Hadzami, Taudhihul Adillah: Seratus Masalah Agama
[Kudus: Menara Kudus, 1982], juz II, halaman 78).
Menurutnya, setiap tahapan penyusuan tidak mensyaratkan banyak tetes
atau hingga kenyang. Setetes dalam satu tahapan sekalipun sudah dihitung sebagai satu
kali tahapan penyusuan.
Sebagaimana keterangan Syekh Zainuddin Al-Malibari berikut ini:

‫الرضاع احملرم وصول لنب آدمية بلغت سن حيض ولو قطرة أو خمتلطا بغريه وإن قل جوف رضيع مل يبلغ حولني‬

‫يقينا مخس مرات يقينا عرفا‬

Persusuan yang mengharamkan nikah adalah sampainya susu putri Adam yang
sudah mencapai usia haidh, meski hanya setetes atau bercampur dengan lainnya, meski
sedikit, ke rongga bayi yang belum mencapai usia dua tahun secara yakin, sebanyak lima
kali dengan yakin secara uruf,” (Lihat Syekh Zainuddin Al-Malibari, Fathul Muin pada
Hamisy I’anatut Thalibin, [Mesir: Daru Ihyai Kutubil Arabiyah Isa Al-Babi Al-Halabi,
tanpa catatan tahun], jilid III, halaman 286).

16
Dari berbagai keterangan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa asupan susu bayi
dari bank ASI yang memenuhi syarat berdampak pada haram pernikahan karena
persusuan. Keharaman ini tidak berlaku hanya antara ibu relawan dan bayi penerima
donor ASI, tetapi juga saudara susu dan lain sebagainya seperti haram pada nasab.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Bank ASI merupakan tempat penyimpanan dan penyalur ASI dari donor ASI yang
kemudian akan diberikan kepada ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI sendiri pada
bayinya. Pada saat ini jika bayi tidak mendapatkan ASI dari ibu kandung karena sesuatu
hal, ASI dapat diperoleh melalui ASI Donor .“Sementara ASI donor digunakan untuk :
bayi prematur, bayi yang sakit (gagal ginjal kronik, penyakit metabolik, defisiensi IgA,
alergi). Untuk memudahkan menolong bayi tersebut maka didirikanlah Bank ASI.
Bahwa di dalam kebolehan menjual ASI itu ada kemungkaran karena bisa
menimbulkan rusaknya pernikahan yang disebabkan kawinnya orang sesusuan dan hal
tersebut tidak dapat diketahui jika antara lelaki dan wanita meminum ASI yang dijual bank
ASI tersebut. Donor ASI berpotensi mengakibatkan status keharaman nikah atau mahram
karena persusuan. Pasalnya, asupan susu untuk bayi dari bank ASI setara dengan asupan
susu untuk bayi langsung dari puting ibu susu atau salah seorang perempuan.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa menjual ASI tersebut membawa manfaat
bagi manusia yaitu tercukupinya gizi bagi bayi karena kita melihat bahwa banyak bayi
yang tidak memperoleh ASI yang cukup baik karena kesibukan sang ibu ataupun karena
penyakit yang diderita ibu tersebut.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://islam.nu.or.id/post/read/86646/status-hubungan-mahram-persusuan-via-bank-asi

https://www.academia.edu/8858886/Makalah_bank_asi_dan_bank_sperma

https://www.academia.edu/11064027/HUKUM_BANK_ASI_DAN_DONOR_DARAH

https://text-id.123dok.com/document/zkx7j6ey-bnak-asi-bank-sperma-status-anak-zina-da.html

18

Anda mungkin juga menyukai