Anda di halaman 1dari 17

Bank ASI dalam Perspektif Hukum Islam

A. Pendahuluan

Bank ASI dalam Perspektif Hukum I slam. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan
yang terbaik bagi bayi, karena pengolahannya telah berjalan secara alami dalam tubuh si ibu.
Sebelum anak lahir, makanannya telah disiapkan lebih dahulu, sehingga begitu anak itu lahir, air
susu ibu telah siap untuk dimanfaatkan. Demikian kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya.
Namun demikian ada banyak kaum ibu pada saat ini yang tidak dapat memberikan ASI kepada
anaknya dengan berbagai alasan seperti ASI-nya tidak keluar, alasan kesehatan serta karena
waktunya tersita untuk bekerja, maka muncullah gagasan untuk mendirikan Bank ASI untuk
memenuhi kebutuhan ASI balita yang ibunya tidak bisa menyusui anaknya secara langsung.
Gagasan untuk mendirikan bank ASI ini sebenarnya telah berkembang di Eropa kira-kira
lima puluh tahun yang lalu. Gagasan itu muncul setelah adanya bank darah. Mereka
melakukannya dengan mengumpulkan ASI dari wanita dan membelinya kemudian ASI tersebut
dicampur di dalam satu tempat untuk menunggu orang yang membeli ASI tersebut dari mereka.
Permasalahan ini cukup menarik untuk dikaji melalui hukum Islam. Pentingnya melakukan
kajian tersebut, karena sebagaimana yang diketahui bahwa dalam Islam ada istilah yang disebut
sebagai saudara sesusu. Apakah bank ASI ini juga mengakibatkan terjadinya saudara sesusuan,
semuanya akan diketahui melalaui kajian berikut.

B. Pembahasan

1. Pengertian Bank ASI

Bank ASI merupakan tempat penyimpanan dan penyalur ASI dari donor ASI yang
kemudian akan diberikan kepada ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI sendiri ke bayinya.
Ibu yang sehat dan memiliki kelebihan produksi ASI bisa menjadi pendonor ASI. ASI biasanya
disimpan di dalam plastik atau wadah, yang didinginkan dalam lemari es agar tidak tercemar
oleh bakteri. Kesulitan para ibu memberikan ASI untuk anaknya menjadi salah satu
pertimbangan mengapa bank ASI perlu didirikan, terutama di saat krisis seperti pada saat
bencana yang sering membuat ibu-ibu menyusui stres dan tidak bisa memberikan ASI pada
anaknya.[1]
Semua ibu donor diskrining dengan hati-hati. Ibu donor harus memenuhi syarat, yaitu
non-perokok, tidak minum obat dan alkohol, dalam kesehatan yang baik dan memiliki kelebihan
ASI. Selain itu, ibu donor harus memiliki tes darah negatif untuk Hepatitis B dan C, HIV 1 dan
2, serta HTLV 1 dan 2, memiliki kekebalan terhadap rubella dan sifilis negatif. Juga tidak
memiliki riwayat penyakit TBC aktif, herpes atau kondisi kesehatan kronis lain seperti multiple
sclerosis atau riwayat kanker. Berapa lama ASI dapat bertahan sesuai dengan suhu
ruangannya[2]:
a. Suhu 19-25 derajat celsius ASI dapat tahan 4-8 jam.
b. Suhu 0-4 derajat celsius ASI tahan 1-2 hari
c. Suhu dalam freezer khusus bisa tahan 3-4 bulan[3]


2. Kaitan Bank ASI dengan radla'ah

a. Pengertian ar-Radha'ah

Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan ar -radha' atau susuan. Menurut
Hanafiyah bahwa ar-Radha' adalah seorang bayi yang menghisap puting payudara seorang
perempuan pada waktu tertentu. Sedangkan Malikiyah mengatakan bahwa ar-Radha' adalah
masuknya susu manusia ke dalam tubuh yang berfungsi sebagai gizi. As-Syafi'iyah mengatakan
ar-Radha' adalah sampainya susu seorang perempuan ke dalam perut seorang bayi. Al-Hanabilah
mengatakan ar-Radha' adalah seorang bayi di bawah dua tahun yang menghisap puting payudara
perempuan yang muncul akibat kehamilan, atau meminum susu tersebut atau sejenisnya.[4]

b. Batasan Umur

Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan batasan umur ketika orang menyusui
yang bisa menyebabkan kemahraman.[5] Mayoritas ulama mengatakan bahwa batasannya adalah
jika seorang bayi berumur dua tahun ke bawah. Dalilnya adalah firman Allah swt:[6]
4).4O^-4 =}uONC O}-Eu
u-.OEO u-Ug`~E W ;}Eg E1-4O p
E+NC O4N=O- _ O>4N4 g1O7OO^-
N. O}_~^ejO O}g4OOg4
NOuO^) _ -^U> R^4^ )
E_EcN _ O._> E4).4
E-g.4O) 4 1O7O4` +O- jg.4O)
_ O>4N4 g[jO-4O^- NuVg` ElgO up)
-E1-4O =g }4N -4O> 4gu+g)`
ON4=>4 E EEE4N_ EjgOU4N up)4
<>14O p W-EONuO4O
7Eu E EE4LN_ 7^OU4 -O)
+;^UEc .E` 7+^O>-47 ^OuO^)
W-OE>-4 -.- W-EOU;N-4 Ep
-.- Eg 4pOU4u> OO4 ^g@@
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian
kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang
ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa
atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada
Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. 2 [al -
Baqarah] : 233)[7]


Hadist Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:



"Sesungguhnya persusuan (yang menjadikan seseorang mahram) terjadi karena lapar" (HR
Bukhari dan Muslim)[8]

c. Jumlah Susuan

Madzhab Syafi'i dan Hanbali mengatakan bahwa susuan yang mengharamkan adalah jika
telah melewati 5 kali susuan secara terpisah. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah ra, bahwasanya
beliau berkata:[9]


"Dahulu dalam Al Qur`an susuan yang dapat menyebabkan menjadi mahram ialah sepuluh kali
penyusuan, kemudian hal itu dinasakh (dihapus) dengan lima kali penyusuan saja. Lalu
Rasulullah saw wafat, dan ayat-ayat Al Qur`an masih tetap di baca seperti itu." (HR Muslim)

Kapan seorang bayi menyusui dan dianggap sebagai satu susuan? Yaitu jika dia
menyusui, setelah kenyang dia melepas susuan tersebut menurut kemauannya. Jika dia menyusu
lagi setelah satu atau dua jam, maka terhitung dua kali susuan dan seterusnya sampai lima kali
menyusu. Kalau si bayi berhenti untuk bernafas, atau menoleh kemudian menyusu lagi, maka hal
itu dihitung satu kali susuan saja. (Sidiq Hassan Khan, Raudhatu an Nadiyah, 2/174)[10]

d. Cara Menyusu

Para ulama berbeda pendapat tentang tata cara menyusu yang bisa mengharamkan.
Mayoritas ulama mengatakan bahwa yang penting adalah sampainya air susu tersebut ke dalam
perut bayi, sehingga membentuk daging dan tulang, baik dengan cara menghisap puting
payudara dari perempuan langsung, ataupun dengan cara as-su'uth (memasukkan susu ke lubang
hidungnya), atau dengan cara al-wujur (menuangkannya langsung ke tenggorakannya), atau
dengan cara yang lain.[11] Sebagaimana Riwayat Abu Daud dan Daar Kuthny dari Ibnu Mas'ud
bahwasannya Rasulullah Saw. Bersabda,


Tidak ada penyusuan kecuali yang membesarkan tulang dan menumbuhkan daging. (HR. Abu
Dawud).

3. Hukum Jual Beli Asi

Air Susu Ibu (ASI) adalah bagian yang mengalir dari anggota tubuh manusia, dan tidak
diragukan lagi itu merupakan karunia Allah bagi manusia dimana dengan adanya ASI tersebut
seorang bayi dapat memperoleh gizi. ASI tersebut merupakan sesuatu hal yang urgen di dalam
kehidupan bayi[12]. Karena pentingnya ASI tersebut untuk pertumbuhan maka sebagian orang
memenuhi kebutuhan tersebut dengan membeli ASI pada orang lain. Jual beli ASI manusia itu
sendiri di dalam fiqih Islam merupakan cabang hukum yang para ulama berbeda pendapat di
dalamnya. Ada dua pendapat ulama tentang hal tersebut.[13]
Pertama, tidak boleh menjualnya. Ini merupakan pendapat ulama madzhab Hanafi
kecuali Abu Yusuf, salah satu pendapat yang lemah pada madzhab Syafi'i dan merupakan
pendapat sebagian ulama Hanbali. Kedua, pendapat yang mengatakan dibolehkan jual beli ASI
manusia. Ini merupakan pendapat Abu Yusuf (pada susu seorang budak), Maliki dan Syafi'i,

Khirqi dari madzhab Hanbali, Ibnu Hamid, dikuatkan juga oleh Ibnu Qudamah dan juga
madzhab Ibnu Hazm.[14]

4. Sebab Timbulnya I khtilaf (Perbedaan)

Menurut Ibn Rusyd, sebab timbulnya perselisihan pendapat ulama di dalam hal tersebut
adalah pada boleh tidaknya menjual ASI manusia yang telah diperah. Karena proses
pengambilan ASI tersebut melalui perahan.[15] Imam Malik dan Imam Syafi'i membolehkannya,
sedangkan Abu Hanifah tidak membolehkannya. Alasan mereka yang membolehkannya adalah
karena ASI itu halal untuk diminum maka boleh menjualnya seperti susu sapi dan sejenisnya.
Sedangkan Abu Hanifah memandang bahwa hukum asal dari ASI itu sendiri adalah haram
karena dia disamakan seperti daging manusia.[16] Maka karena daging manusia tidak boleh
memakannya maka tidak boleh menjualnya, adapun ASI itu dihalalkan karena dharurah bagi
bayi, sebagaimana qawaid fiqih :


Darurat itu bisa membolehkan yang dilarang.


5. Hukum Mendirikan Bank ASI.

Bahwa di dalam pembolehan menjual ASI itu ada kemungkaran karena bisa
menimbulkan rusaknya pernikahan yang disebabkan kawinnya orang sesusuan dan hal tersebut
tidak dapat diketahui jika antara lelaki dan wanita meminum ASI yang dijual bank ASI
tersebut.[17] Namun, ada juga yang berpendapat bahwa menjual ASI tersebut membawa manfaat
bagi manusia yaitu tercukupinya gizi bagi bayi karena kita melihat bahwa banyak bayi yang
tidak memperoleh ASI yang cukup baik karena kesibukan sang ibu ataupun karena penyakit
yang diderita ibu tersebut. Tetapi pendapat tersebut dapat ditolak karena kemudaratan yang
ditimbulkan lebih besar dari manfaatnya yaitu terjadinya percampuran nasab. Padahal Islam
menganjurkan kepada manusia untuk selalu menjaga nasabnya. Kaidah ushul juga menyebutkan
bahwa :[18]


Menolak kemadharatan lebih utama dari pada menarik kemaslahatan.

Ibnu Sayuti di dalam kitab Asybah Wa Nadhaair menyebutkan bahwa di dalam kaidah
disebutkan bahwa diantara prinsip dasar Islam adalah :


Kemudaratan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudaratan lagi.

Hal ini jelas, karena akan menambah masalah. Kaitannya dengan pembahasan kita yaitu,
ketiadaan ASI bagi seorang bayi adalah suatu kemudaratan, maka memberi bayi dengan ASI
yang dijual di bank ASI adalah kemudaratan pula. Maka apa yang tersisa dari bertemunya
kemudaratan kecuali kemudaratan.[19] Karena Fiqih bukanlah pelajaran fisika dimana bila
bertemu dua kutub yang sama akan menghasilkan hasil yang berbeda. Maka penulis sependapat
bahwa hendaknya kita melihat mana yang lebih besar manfaatnya daripada kerusakannya.

6. Sebagian Ulama Kontemporer Membolehkan Bank ASI.


Sebagian ulama kontemporer membolehkan pendirian bank ASI ini, diantara mereka
adalah Dr. Yusuf al-Qardhawi. Mereka beralasan :[20]
a. Bahwa kata kata radha'(menyusui) di dalam bahasa Arab bermakna menghisap puting payudara
dan meminum ASI-nya. Maka oleh karena itu meminum ASI bukan melalui menghisap payudara
tidak disebut menyusui, maka efek dari penyusuan model ini tidak membawa pengaruh apa-apa
di dalam hukum nasab nantinya.
b. Yang menimbulkan adanya saudara sesusu adalah sifat "keibuan", yang ditegaskan Al-Qur'an itu
tidak terbentuk semata-mata diambilkan air susunya, tetapi karena menghisap teteknya dan selalu
lekat padanya sehingga melahirkan kasih sayang si ibu dan ketergantungan si anak. Dari keibuan
ini maka muncullah persaudaraan sepersusuan. Jadi, keibuan ini merupakan asal (pokok),
sedangkan yang lain mengikutinya.[21]
c. Alasan yang dikemukakan oleh beberapa madzhab dimana mereka memberi ketentuan berapa
kali penyusuan terhadap seseorang sehingga antara bayi dan ibu susu memilki ikatan yang
diharamkan nikah, mereka mengatakan bahwa jika si bayi hanya menyusu kurang dari lima kali
susuan maka tidaklah membawa pengaruh di dalam hubungan darah.[22]
Setelah memperhatikan berbagai pendapat yang disampaikan oleh para ulama, penulis
tampaknya cenderung kepada yang membolehkan keberadaan Bank ASI dengan alasan
sebagaimana yang disebutkan.

C. Penutup

Perbedaan pandangan ulama terhadap beberapa masalah penyusuan mengakibatkan
mereka berbeda pendapat di dalam menyikapi munculnya Bank Asi sebagaimana berikut :
Pendapat Pertama menyatakan bahwa mendirikan bank ASI hukumnya boleh. Salah satu
alasannya: Bayi tidak bisa menjadi mahram bagi ibu yang disimpan ASI-nya di bank ASI.
Karena susuan yang mengharamkan adalah jika dia menyusu langsung. Sedangkan dalam kasus
ini, sang bayi hanya mengambil ASI yang sudah dikemas. Pendapat Kedua menyatakan
hukumnya haram. Menimbang dampak buruknya menyebabkan tercampurnya nasab. Dan
mengikuti pendapat jumhur yang tidak membedakan antara menyusu langsung atau lewat alat.
Pendapat Ketiga menyatakan bahwa pendirian Bank ASI dibolehkan jika telah memenuhi
beberapa syarat yang sangat ketat, diantaranya: setiap ASI yang dikumpulkan di Bank ASI, harus
disimpan di tempat khusus dengan meregistrasi nama pemiliknya dan dipisahkan dari ASI-ASI
yang lain. Setiap bayi yang mengkonsumsi ASI tersebut harus dicatat detail dan diberitahukan
kepada pemilik ASI, supaya jelas nasabnya. Dengan demikian, percampuran nasab yang
dikhawatirkan oleh para ulama yang melarang bisa dihindari.




Ditulis Oleh : Yakin Soleh NIM 100 211 0333 (Mahasiswa Jurusan Syariah, Prodi Ahwal Asy-
Syakhshiyyah, STAIN Palangka Raya, Dipresentasikan dalam diskusi kelas pada semester genap
tahun 2012) dan diedit kembali oleh Abdul Helim.

Read more: http://www.abdulhelim.com/2012/05/status-hukum-bank-asi-dan-bank-
sperma.html#ixzz2rO7P8cpm


[1] Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah: Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, Cet. V, Jakarta:
Kalam Mulia, 2003, h. 120.
[2] Ibid., h. 120.
[3] Ibid.
[4]

Cholil, Uman, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, Cet. 2, Surabaya: Ampel
Suci, 1994, h. 267.
[5] Ibid., h. 268-270
[6]

Ibid.
[7] Ibid.
[8]

Abdurrahman, Al Baghdadi, Emansipasi Adakah Dalam Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1998, h. 75.
[9] Ibid.
[10] Ibid.,h. 79.
[11] Masjfuk, Zuhdi, Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam, Cet. XI, Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2000, h. 157.
[12] Ibid., h. 165.
[13] Ibid.
[14]Abdul Qadim, Zallum, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning,
Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2003, h. 234.
[15] Ibid.
[16] Ibid., h. 245.
[17] Masjfuk, Zallum, Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam,.... h. 312.
[18] Ibid., h. 320.
[19] Ibid.
[20] Cholil, Uman, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern...., h. 311.
[21] Ibid., h. 314.
[22] Ibid.






BANK ASI
MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Disusun Oleh:
Khasan Fauzi
2021111067

STAIN PEKALONGAN
2013

PENDAHULUAN

Allah telah memberi rezeki kepada bayi berupa susu bayi yang berasal dari ibunya. Susu
ibu mengandung 1,6 % Albuminoidal, 0,4 % lemak, 3,8 % gula, garam, dan beberapa vitamin.
Kandungan tersebut hanya terdapat pada susu ibu, dan tidak terdapat pada yang lainnya. Nabi
SAW bersabda, Tidak ada susu bagi bayi yang lebih baik dibandingkan dengan susu ibu.
Pemerintah juga sering memberikan himbauan mengenai pemberian ASI pada bayi, yang
ditujukan agar tumbuh kembang bayi bisa berjalan optimal serta dapat tumbuh sehat dan normal.
Kebutuhan akan air susu ibu (ASI) telah disadari banyak kalangan. Dengan tumbuhnya
kesadaran ini menyebabkan munculnya masalah baru, yakni bagi kalangan ibu yang kesulitan
bahkan tidak bisa memberikan air susunya (ASI) pada bayinya, sehingga muncul ide untuk
mendirikan bank ASI.
Para pendonor ASI baik itu dengan upah ataupun tidak memberikan suplai ASI kepada
bank ASI, kemudian ASI tersebut didistribusikan untuk mereka yang membutuhkan. Tidak ada
catatan pasti sejak kapan ide pendirian bank ASI itu muncul dan mulai dikembangkan. Dan juga


tidak ada hukum yang pasti mengenai Bank ASI, apakah diperbolehkan atau tidak. Untuk itu,
dalam makalah ini akan membahas tentang bank ASI menurut perspektif hukum Islam.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bank ASI

Bank ASI merupakan wadah atau tempat untuk menyimpan dan menyalurkan ASI dari
pendonor ASI, yang kemudian akan diberikan kepada ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI
sendiri kepada bayinya. Ibu yang sehat dan memiliki kelebihan produksi ASI bisa menjadi
pendonor ASI. ASI biasanya disimpan di dalam plastik atau wadah, yang didinginkan dalam
lemari es agar tidak tercemar oleh bakteri. Kesulitan para ibu memberikan ASI untuk anaknya
menjadi salah satu pertimbangan mengapa bank ASI perlu didirikan, terutama di saat krisis
seperti pada saat bencana yang sering membuat ibu-ibu menyusui stres dan tidak bisa
memberikan ASI pada anaknya.
Semua ibu pendonor diseleksi dengan hati-hati. Ibu donor harus memenuhi syarat, yaitu
non-perokok, tidak minum obat dan alkohol, dalam kesehatan yang baik dan memiliki kelebihan
ASI. Selain itu, ibu donor harus memiliki tes darah negatif untuk Hepatitis B dan C, HIV 1 dan
2, serta HTLV 1 dan 2, memiliki kekebalan terhadap rubella dan sifilis negatif. Juga tidak
memiliki riwayat penyakit TBC aktif, herpes atau kondisi kesehatan kronis lain seperti multiple
sclerosis atau riwayat kanker.i[1] Berdasarkan hadits-hadits, seseorang seharusnya menghindari
untuk memilih seorang ibu susu yang bisu, gila, pelaku kejahatan, bermata lemah, Yahudi,
Kristen, Majusi, atau peminum alcohol untuk menyusui bayinya. Hal ini disebabkan kondisi
(kejiwaan) mereka dapat ditransfer ke bayi melalui susu.i[2]

B. Hukum Mengenai Bank ASI

Seorang bayi boleh saja menyusu kepada wanita lain, bila air susu ibunya tidak memadai,
atau karena suatu hal, ibu kandung bayi tidak dapat menyusuinya. Status ibu yang menyusukan
seorang bayi, sama dengan ibu kandung sendiri, tidak boleh kawin dengan wanita itu, dan anak-


anaknya. Dalam hukum islam disebut sebagai saudara sepersusuan. Gambaran yang
dikemukakan jelas bahwa siapa wanita yang menyusukan dan siapa pula bayi yang disusukan itu
hukumnya jelas yaitu sama dengan mahram. Sekarang yang menjadi perrsoalan ialah, air susu
yang disimpan pada Bank ASI, maka air susu itu sama saja seperti darah yang disumbangkan
untuk kemaslahatan umat. Sebagaimana darah boleh diterima dari siapa saja dan boleh diberikan
kepada yang memerlukannya, maka air susupun demikian juga hukumnya.
Bedanya ialah darah najis, sedangkan air susu bukan najis. Oleh sebab itu, darah baru
dapat dipergunakan dalam keadaan darurat atau terpaksa. Namun timbul lagi pertanyaan
bagaimana hubungan antara donor ASI dengan bayi yang menerimanya? Apakah sama dengan
ar-Radhaah atau saudara sepersusuan?
Menurut Ali Hasan, agak sukar menentukan atau mengetahui donor asli itu, sebagaimana
donor darah. Dengan demikian, baik ibu susuan, maupun anak susuan, tidak saling
mengenal. Hal ini berarti, masalah pemanfaatan air susu dari Bank ASI, tidak dapat disamakan
dengan ar-Radhaah. Pemanfaatan air susu dari Bank ASI adalah dalam keadaan terpaksa (bukan
karena haram). Sebab, selagi ibu si bayi itu masih mungkin menyusukan anak itu, maka itulah
sebenarnya yang terbaik. Hubungan psikologis antara si bayi dan ibunya terjalin juga dengan
mesra pada saat menyusukan bayi itu. Si bayi merasa disayangi dan si ibu pun merasakan bahwa
air susunya akan menjadi darah daging anak itu. Berbeda, kalau air susu yang diminum anaknya
itu berasal dari orang lain. Pertumbuhan dan perkembangan anak itu, dibantu oleh pihak lain,
sebagaimana air susu sapi yang kita kenal selama ini, dan makanan yang khusus dibuat
(diproduksi) untuk bayi.i[3]

1. Memperhatikan
Perbedaan pendapat mengenai Bank ASI
a. Pendapat Pertama
menyatakan bahwa mendirikan bank ASI hukumnya boleh. Di antara alasan mereka
sebagai berikut: Bayi yang mengambil air susu dari bank ASI tidak bisa menjadi mahram bagi
perempuan yang mempunyai ASI tersebut, karena susuan yang mengharamkan adalah jika dia
menyusu langsung dengan cara menghisap puting payudara perempuan yang mempunyai ASI,


sebagaimana seorang bayi yang menyusu ibunya. Sedangkan dalam bank ASI, sang bayi hanya
mengambil ASI yang sudah dikemas.
Ulama besar semacam Prof.Dr. Yusuf Al-Qardhawi menyatakan bahwa dia tidak
menjumpai alasan untuk melarang diadakannya Bank ASI. Asalkan bertujuan untuk
mewujudkan mashlahat syariyah yang kuat dan untuk memenuhi keperluan yang wajib
dipenuhi.
Beliau cenderung mengatakan bahwa bank ASI bertujuan baik dan mulia, didukung oleh
Islam untuk memberikan pertolongan kepada semua yang lemah, apa pun sebab kelemahannya.
Lebih-lebih bila yang bersangkutan adalah bayi yang baru dilahirkan yang tidak mempunyai
daya dan kekuatan.
Beliau juga mengatakan bahwa para wanita yang menyumbangkan sebagian air susunya
untuk makanan golongan anak-anak lemah ini akan mendapatkan pahala dari Allah SWT, dan
terpuji di sisi manusia. Bahkan sebenarnya wanita itu boleh menjual air susunya, bukan sekadar
menyumbangkannya. Sebab di masa Nabi (Muhammad) s.a.w., para wanita yang menyusui bayi
melakukannya karena faktor mata pencaharian. Sehingga hukumnya memang diperbolehkan
untuk menjual air susu.
Bahkan Al-Qardhawi memandang bahwa institusi yang bergerak dalam bidang
pengumpulan air susu itu yang mensterilkan serta memeliharanya agar dapat dinikmati oleh
bayi-bayi atau anak-anak patut mendapatkan ucapan terima kasih dan mudah-mudahan
memperoleh pahala.
Selain Al-Qaradhawi, yang menghalalkan bank ASI adalah Al-Ustadz Asy-Syeikh
Ahmad Ash-Shirbasi, ulama besar Al-Azhar Mesir. Beliau menyatakan bahwa hubungan
mahram yang diakibatkan karena penyusuan itu harus melibatkan saksi dua orang laki-laki. Atau
satu orang laki-laki dan dua orang saksi wanita sebagai ganti dari satu saksi laki-laki.
Bila tidak ada saksi atas penyusuan tersebut, maka penyusuan itu tidak mengakibatkan
hubungan kemahraman antara ibu yang menyusui dengan anak bayi tersebut.
b. Pendapat Kedua
menyatakan bahwa mendirikan Bank ASI hukumnya haram. Alasan mereka bahwa Bank
ASI ini akan menyebabkan tercampurnya nasab, karena susuan yang mengharamkan bisa terjadi


dengan sampainya susu ke perut bayi tersebut, walaupun tanpa harus dilakukan penyusuan
langsung, sebagaimana seorang ibu yang menyusui anaknya.
Di antara ulama kontemporer yang tidak membenarkan adanya Bank ASI adalah Prof. Dr.
Wahbah Az-Zuhayli. Dalam kitab Fatawa Muashirah, beliau menyebutkan bahwa mewujudkan
institusi bank susu tidak dibolehkan dari segi syariah.
Demikian juga dengan Majma al-Fiqih al-Islamiy melalui Badan Muktamar Islam yang
diadakan di Jeddah pada tanggal 2228 Desember 1985 M./1016 Rabiul Akhir 1406 H..
Lembaga ini dalam keputusannya (qarar) menentang keberadaan bank air susu ibu di seluruh
negara Islam serta mengharamkan pengambilan susu dari bank tersebut.
c. Pendapat Ketiga
menyatakan bahwa pendirian Bank ASI dibolehkan jika telah memenuhi beberapa syarat
yang sangat ketat, di antaranya : setiap ASI yang dikumpulkan di Bank ASI, harus disimpan di
tempat khusus dengan menulis nama pemiliknya dan dipisahkan dari ASI-ASI yang lain. Setiap
bayi yang mengambil ASI tersebut harus ditulis juga dan harus diberitahukan kepada pemilik
ASI tersebut, supaya jelas nasabnya. Dengan demikian, percampuran nasab yang dikhawatirkan
oleh para ulama yang melarang bisa dihindari.
Prof.DR. Ali Mustafa Yaqub, MA., salah seorang Ketua MUI Pusat menjelaskan bahwa
tidak ada salahnya mendirikan Bank ASI dan Donor ASI sepanjang itu dibutuhkan untuk
kelangsungan hidup anak manusia. Hanya saja Islam mengatur, jika si ibu bayi tidak dapat
mengeluarkan air susu atau dalam situasi lain ibu si bayi meninggal maka si bayi harus dicarikan
ibu susu. Tidak ada aturan main dalam Islam dalam situasi tersebut mencarikan susu sapi sebagai
pengganti, kendatipun zaman nabi memang tidak ada susu formula tapi susu kambing dan sapi
sudah ada, . ini berarti bahwa mendirikan Bank ASI dan donor ASI boleh-boleh saja karena
memang Islam tidak mentoleransi susu yang lain selain susu Ibu sebagai susu pengganti dari
susu ibu kandungnya.
Hanya saja pencatatannya harus benar dan kedua keluarga harus dipertemukan serta
diberikan sertifikat. Karena 5 kali meminum susu dari ibu menyebabkan menjadi mahramnya si
anak dengan keluarga si ibu susu. Artinya anak mereka tidak boleh menikah.


Menurut Prof. Ali, masalah menyusu langsung atau tidak langsung, itu hanya masalah
teknik mengeluarkan susu saja, hukumnya sama. Jika sudah 5 kali meminum susu maka jatuh
hukum mahram kepada keduanya.
Terjadinya perbedaan pandangan ulama mengenai hal tersebut di atas disebabkan adanya
perbedaan dalam memahami tentang apa itu radhaah, berapa batasan umur, bagaimana cara
menyusui dan berapa kali susuan:
a) Pengertian ar-Radha
Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan ar -radha. Menurut Hanafiyah
bahwa ar-Radha adalah seorang bayi yang menghisap puting payudara seorang perempuan pada
waktu tertentu. Sedangkan Malikiyah mengatakan bahwa ar radha adalah masuknya susu
manusia ke dalam tubuh yang berfungsi sebagai gizi. As Syafiiyah mengatakan ar-radha adalah
sampainya susu seorang perempuan ke dalam perut seorang bayi. Al Hanabilah mengatakan ar-
radha adalah seorang bayi di bawah dua tahun yang menghisap puting payudara perempuan
yang muncul akibat kehamilan, atau meminum susu tersebut atau sejenisnya.
b) Batasan Umur
Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan batasan umur ketika orang menyusui
yang bisa menyebabkan kemahraman. Mayoritas ulama mengatakan bahwa batasannya adalah
jika seorang bayi berumur dua tahun ke bawah. Dalilnya adalah firman Allah swt:

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. (QS. Al Baqarah: 233)
Hadist Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

Hanyasanya persusuan (yang menjadikan seseorang mahram) terjadi karena lapar(HR


Bukhari dan Muslim).
c) Jumlah Susuan
Madzhab Syafii dan Hanbali mengatakan bahwa susuan yang mengharamkan adalah jika
telah melewati 5 kali susuan secara terpisah. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah ra berikut ini:

.
Dahulu dalam Al Qur`an susuan yang dapat menyebabkan menjadi mahram ialah sepuluh kali
penyusuan, kemudian hal itu dinasakh (dihapus) dengan lima kali penyusuan saja. Lalu
Rasulullah saw wafat, dan ayat-ayat Al Qur`an masih tetap di baca seperti itu. (HR Muslim)
d) Cara Menyusu
Mayoritas ulama mengatakan bahwa yang penting adalah sampainya air susu tersebut ke
dalam perut bayi, sehingga membentuk daging dan tulang, baik dengan cara menghisap puting
payudara dari perempuan langsung, ataupun dengan cara as suuth (memasukkan susu
ke lubang hidungnya), atau dengan cara /al- wujur (menuangkannya langsung ke
tenggorakannya), atau dengan cara yang lain.i[4]

2. Mengingat

Perdebatan dari segi dalili[5]

Setidaknya ada dua syarat penyusuan yang diperdebatkan. Pertama, apakah disyaratkan
terjadinya penghisapan atas puting susu ibu? Kedua, apakah harus ada saksi penyusuan?

a. Haruskah Lewat Menghisap Puting Susu ?

Kalangan yang membolehkan bank susu mengatakan bahwa bayi yang diberi minum air
susu dari bank susu, tidak akan menjadi mahram bagi para wanita yang air susunya ada di bank
itu. Sebab kalau sekedar hanya minum air susu, tidak terjadi penyusuan. Sebab yang namanya
penyusuan harus lewat penghisapan puting susu ibu.


Mereka berdalil dengan fatwa Ibnu Hazm, di mana beliau mengatakan bahwa sifat
penyusuan haruslah dengan cara menghisap puting susu wanita yang menyusui dengan
mulutnya.
Dalam fatwanya, Ibnu Hazm mengatakan bahwa bayi yang diberi minum susu seorang
wanita dengan menggunakan botol atau dituangkan ke dalam mulutnya lantas ditelannya, atau
dimakan bersama roti atau dicampur dengan makanan lain, dituangkan ke dalam mulut, hidung,
atau telinganya, atau dengan suntikan, maka yang demikian itu sama sekali tidak mengakibatkan
kemahraman.
Dalilnya adalah firman Allah SWT:

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan;


saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-
saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui
kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang
dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur
dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam
perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS An-Nisa':23).



Menurut Ibnu Hazm, proses memasukkan puting susu wanita di dalam mulut bayi harus
terjadi sebagai syarat dari penyusuan.
Sedangkan bagi mereka yang mengharamkan bank susu, tidak ada kriteria menyusu harus
dengan proses bayi menghisap puting susu. Justru yang menjadi kriteria adalah meminumnya,
bukan cara meminumnya.
Dalil yang mereka kemukakan juga tidak kalah kuatnya, yaitu hadits yang menyebutkan
bahwa kemahraman itu terjadi ketika bayi merasa kenyang.


Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Perhatikan saudara laki-laki
kalian, karena saudara persusuan itu akibat kenyangnya menyusu. (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Aisyah ra dia menceritakan : Diantara ayat-ayat yang diturunkan dalam Al-quran
adalah sepuluh kali penyusuan yang dimaklumi mengharamkan ( orang yang menyusui dan
disusui menikah ), kemudian dinash ( di hapuskan ) dengan lima kali penyusuan yang
dimaklumi, lalu Rasulullah saw wafat, sedang ayat tersebut masih tetap dibacakan sebagai
ketetapan Al-Quran ( HR. Muslim dan Ibnu Majah)

b. Haruskah Ada Saksi ?

Hal lain yang menyebabkan perbedaan pendapat adalah masalah saksi. Sebagian ulama
mengatakan bahwa untuk terjadinya persusuan yang mengakibatkan kemahraman, maka harus
ada saksi. Seperti pendapat Ash-Sharabshi, ulama Azhar. Namun ulama lainnya mengatakan
tidak perlu ada saksi. Cukup keterangan dari wanita yang menyusui saja.
Bagi kalangan yang mewajibkan ada saksi, hubungan mahram yang diakibatkan karena
penyusuan itu harus melibatkan saksi dua orang laki-laki. Atau satu orang laki-laki dan dua
orang saksi wanita sebagai ganti dari satu saksi laki-laki.


Bila tidak ada saksi atas penyusuan tersebut, maka penyusuan itu tidak mengakibatkan
hubungan kemahraman antara ibu yang menyusui dengan anak bayi tersebut.Sehingga tidak
perlu ada yang dikhawatirkan dari bank susu ibu. Karena susu yang diminum oleh para bayi
menjadi tidak jelas susu siapa dari ibu yang mana. Dan ketidak-jelasan itu malah membuat tidak
akan terjadi hubungan kemahraman.
Dalilnya adalah bahwa sesuatu yang bersifat syak (tidak jelas, ragu-ragu, tidak ada saksi),
maka tidak mungkin ditetapkan di atasnya suatu hukum. Pendeknya, bila tidak ada saksinya,
maka tidak akan mengakibatkan kemahraman.
Sedangkan menurut ulama lainnnya, tidak perlu ada saksi dalam masalah penyusuan.
Yang penting cukuplah wanita yang menyusui bayi mengatakannya. Maka siapa pun bayi yang
minum susu dari bank susu, maka bayi itu menjadi mahram buat semua wanita yang
menyumbangkan air susunya. Dan ini akan mengacaukan hubungan kemahraman dalam tingkat
yang sangat luas. Dari pada kacau balau, maka mereka memfatwakan bahwa bank air susu
menjadi haram.
3. Memutuskan
Dengan memohon rahmat serta hidayah dari Allah SWT, memutuskan bahwa pendirian
Bank ASI dibolehkan. Tetapi jika telah memenuhi beberapa syarat yang sangat ketat,
diantaranya: setiap ASI yang dikumpulkan di Bank ASI, harus disimpan di tempat khusus
dengan meregistrasi nama pemiliknya dan dipisahkan dari ASI-ASI yang lain. Setiap bayi yang
mengkonsumsi ASI tersebut harus dicatat detail dan diberitahukan kepada pemilik ASI, supaya
jelas nasabnya. Dengan demikian, percampuran nasab yang dikhawatirkan oleh para ulama yang
melarang bisa dihindari.
4. Rekomendasi
Pemberian ASI ke bayi dengan ASI yang berasal dari bank ASI sebisa mungkin untuk
dihindari, karena menolak mudharat itu lebih diutamakan dari pada mengambil kemaslahatan.
Untuk menghindari percampuran nasab yang akan menyebabkan masalah baru yang lebih
komplek. Tetapi jika dalam keadaan terpaksa dan mendesak sesekali boleh menggunakan jasa
bank ASI.
Jika telah memenuhi syarat yang telah dijelaskan di atas, maka boleh saja menggunakan
ASI dari bank ASI.


C.Penutup
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bank ASI muncul karena tumbuhnya
kesadaran di kalangan masyarakat akan pentingnya ASI bagi tumbuh kembang bayi, serta
banyaknya kaum ibu yang tidak bisa memberikan ASInya secara normal pada bayinya. Bank
ASI merupakan tempat penampungan ASI yang kemudian ditistribusikan kepada kalangan-
kalangan yang membutuhkan ASI untuk bayinya. Pemanfaatan air susu dari Bank ASI, adalah
dalam keaadan terpaksa. Sebab, selagi ibu si bayi itu masih mungkin menyusukan anaknya,
maka itulah yang terbaik.
DAFTAR PUSTAKA

Ansarian, Husayn. 2002. Membangun Keluarga yang Dicintai Allah: bimbingan lengkap sejak pra-
nikah hingga mendidik anak, Terj. Ali bin Yahya. Jakarta: Pustaka Zahra.
Mahjuddin. 2003. Masailul Fiqhiyah: Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, Cet.
V. Jakarta: Kalam Mulia.
Family, Nigara. http://ilmu-ikhlas.blogspot.com/2010/07/bank-air-susu-ibu-asi-dalam-pandangan.html
http://perbandinganmadzhabfiqh.wordpress.com/2011/05/13/bank-asi-dalam-perspektif-fikih-
hukum-islam/
Zuhdidh. http://zuhdidh.blogspot.com/2011/12/hukum-bank-asi.html

Anda mungkin juga menyukai