Anda di halaman 1dari 3

5.

KELEBIHAN

Cover buku adalah bagian yang penting dari sebuah buku novel, karena
merupakan yang pertama kali pembaca lihat. Novel “Ranai Rena” ini menyajikan
cover buku yang menarik dan artistik. Pemilihan warna cover yang manis
menambah kesan romantis dari novel ini. Ilustrasi gambarnya pun cukup memberi
gambaran yang jelas mengenai kisah yang diceritakan dalam novel ini.

Cara penulis yang membagi cerita di dalam novel ini menjadi beberapa
chapter membuat pembaca yang membaca novel “Ranai Rena” ini tidak cepat
bosan sebab setiap chapter menyajikan pokok permasalahan yang berbeda-beda
namun masih terhubung dengan chapter sebelumnya dan saling melengkapi.
Setiap chapter juga tidak terlalu panjang sehingga tidak akan membuat penat
pembaca. Pemilihan judul untuk setiap chapter juga menarik. Hal yang menarik
dari novel “Ranai Rena” ini salah satunya juga pemakaian bahasa oleh penulis
yang indah dan sarat makna. Banyaknya pemakaian kalimat yang bermakna
konotatif di dalam novel “Ranai Rena” ini membuat kesan romantis serta puitis
semakin terasa dan pembaca juga tidak akan bosan karena pemakaian kalimat-
kalimat bermakna konotatif itu akan membuat pembaca untuk mengartikan sendiri
apa yang sebenarnya dimaksud oleh penulis.

Pemilihan kata-kata dalam novel “Ranai Rena” juga mudah dipahami dan
sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar, walaupun beberapa
kata ada yang mungkin berasal dari bahasa daerah dan sulit dipahami namun
penulis tidak lupa menjelaskan makna kata tersebut di dalam ceritanya misalnya
saja kata bernala-nala, disana penulis menjelaskan maksud dari kata bernala-nala.

Untuk penokohan, novel “Ranai Rena” ini memiliki tokoh-tokoh yang


kompleks, dalam artian tokoh-tokoh di novel ini memiliki karakter yang beragam.
Beberapa karakter memiliki sifat yang jenaka, sehingga cukup menghibur,
sedangkan beberapa tokoh pria ada yang memiliki sifat romantis sehingga
membuat pembaca juga hanyut dalam keromantisan. Tokoh-tokoh dalam novel
“Ranai Rena” ini memiliki latar belakang keluarga dengan masalah yang beragam
yang sesuai dengan masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Hal itu mampu
menarik simpati pembaca untuk semakin menyelami karakter tokoh yang dibaca.

Permasalahan yang diangkat penulis dalam novel “Ranai Rena” ini juga
tidak terlalu berat untuk dicerna pembaca remaja. Masalah yang diangkat penulis
dalam setiap chapter tidak jauh dari kehidupan remaja SMA dan mahasiswa.
Konten cerita yang diceritakan juga bukanlah konten yang terlalu dewasa
sehingga cocok untuk pembaca remaja. Di dalam novel “Ranai Rena” ini, penulis
juga pandai mengontrol alur. Penulis memadukan antara alur maju dan mundur
untuk semakin memperjelas kisah di dalam novel ini. Di satu waktu, penulis
memakai alur mundur untuk menjelaskan kisah yang terselip atau belum terkuak
kebenarannya. Lalu beralih kembali ke alur masa sekarang.

Satu lagi yang menonjol dalam novel “Ranai Rena” ini yang patut untuk
diapresiasi yaitu bagaimana penulis juga menyelipkan kearifan budaya lokal
Banyuwangi dalam novel ini. Misalnya saja Tari Gandrung, makanan-makanan
khas dan makanan jalanan Banyuwangi, serta tempat-tempat wisata yang dapat
dikunjungi di Banyuwangi. Pembaca diajak keluar sejenak dari permasalahan
cerita untuk menikmati kearifan budaya lokal Banyuwangi. Tidak hanya itu, di
dalam novel ini penulis juga banyak menyelipkan nilai budi pekerti dan sopan
santun terhadap orang yang lebih tua, misalnya saja disaat tokoh Rena berkunjung
ke rumah tokoh Radit, bagaimana perilaku Rena di depan ibu Radit saat itu. Tidak
kalah pentingnya lagi, adalah nilai ibadah yang selalu penulis sisipkan dalam
tingkah laku tokoh novel “Ranai Rena” ini misalnya saja seperti kebiasaan sholat
dhuha, sholat malam seperti sholat istikharah, dan sholat tepat waktu.

Penulis juga membubuhkan sedikit pengetahuan ilmiah di dalam novel ini.


Misalnya saja tentang masalah psikologis seperti berkepribadian ganda yang
dialami tokoh Arsyad, penyakit HIV/AIDS yang diderita tokoh Nadia, dan
kelainan CP ( Cerebral Palsy ) yang dialami tokoh Randy. Secara tidak langsung
penulis juga mengajak pembaca untuk peduli terhadap masalah kesehatan.

Dari segi pesan moral, banyak sekali pesan yang bisa pembaca petik dalam
novel “Ranai Rena” ini, apalagi untuk kalangan remaja yang menginjak masa
SMA. Tidak lain tidak bukan adalah masalah romansa. Cinta dan pasangan hidup
memang penting. Namun, alangkah baiknya bagi kita untuk membahagiakan
orang tua dahulu, mengejar mimpi kita terlebih dahulu. Semuanya sudah ada yang
mengatur, yakni Allah SWT. Kalau memang jodoh, apapun rintangannya pasti
akan dipertemukan kembali. Jangan pernah putus asa dalam menjalani hidup ini.
Walaupun kita melakukan kekhilafan dan dosa, semasih kita bernafas masih ada
kesempatan untuk bertaubat dan menjalani hidup yang lebih baik. Yang terpenting
adalah jangan pernah melupakan Allah SWT.

Di dalam novel ini juga tersirat pesan untuk hati-hati dalam memilih
pergaulan. Jangan sampai kita terjerumus dalam barang haram hanya karena ingin
melarikan diri dari masalah hidup. Jangan gegabah dalam mengambil keputusan,
sebaiknya kita meminta petunjuk kepada Allah SWT melalui shalat istikharah
untuk mencari jalan keluar permasalahan kita.
6. KEKURANGAN

Tidak banyak kekurangan dalam novel “Ranai Rena” ini. Salah satunya
adalah ketika berganti sudut pandang, misalnya dari tokoh “Aku” atau si Rena ke
sudut pandang tokoh lain misalnya tokoh Hendra. Penggunaan kata gantinya
masih sama yaitu “Aku”, namun tidak ada tanda kalau berganti sudut pandang ke
tokoh lain. Jadi, ketika pembaca membacanya sedikit kebingungan “Apakah ini
masih sudut pandang Rena ? Tapi kok ceritanya berbeda ? Oh ternyata ini sudut
pandang si Hendra”. Butuh beberapa waktu bagi beberapa pembaca untuk
menyadari kalau itu sudah bukan sudut pandang Rena lagi. Hal ini terkadang
membuat bingung pembaca memahami jalan ceritanya, karena bertabrakan
dengan kisah tokoh pendukungnya.

Kemudian untuk judul, sedikit kurang menarik. Mungkin karena tidak


semua orang mengerti maksud dari kata “Ranai Rena”, beberapa orang tidak bisa
langsung mengartikan maknanya apa, sehingga beberapa harus mencari arti
katanya dahulu. Walaupun katanya indah, namun orang sulit mengartikan
maknanya apa. Akhirnya beberapa orang mungkin menjadi tidak tertarik.

Di dalam novel “Ranai Rena” ini juga tidak disertakan kata pengantar.
Padahal kata pengantar ibarat sebuah pintu yang akan mengantarkan pembaca
apakah ia akan tertarik untuk membaca novel atau tidak. Hal inilah yang membuat
penulis harus bisa menulis kata pengantar semenarik mungkin.

Sinopsis dalam novel ini indah, namun kurang menarik. Sinopsisnya


kurang mewakili isi cerita keseluruhan. Setidaknya ada gambaran sedikit tentang
kisah di dalamnya. Mungkin sebaiknya sinopsisnya bahasanya sedikit mudah
dipahami dan dicerna, jadi pembaca bisa tahu sekilas kisah di dalam novel itu.

Anda mungkin juga menyukai