Untuk menyelamatkan usahanya, Mbak Tutut minta bantuan Hary Tanoe untuk merestrukturisasi utang-utang TPI. Klausul itu tertuang dalam perjanjian yang ditandatangani oleh Mbak Tutut (pemlik maoritas TPI) dan Hary Tanoesoedibyo (melalui PT Berkah Karya Bersama). Inti Perjanjiannya adalah Hary Tanoe berjanji akan melunasi semua hutang Mbak Tutut sesuai dengan yang ada di dalam lampiran. Jika dapat menyelesaikan perjanjian maka berhak melakukan subkripsi terhadap saham baru yang akan dikeluarkan TPI dengan harga dan jumlah yang disepakati oleh para pemegang saham lama untuk kepemilikan saham 75% TPI. 3 Juni 2003 Pemegang Saham mayoritas Siti Hardiyanti Rukmana memberikan surat kuasa kepada Harry Tanoesoedibjo. 21 Juni 2003 Berbekar surat kuasa mbak Tutut, Hary Tanoe menggelar RUPS dan mengganti jajaran Direksi TPI. 2004 Mbak Tutut meminta kembali pengelolaan TPI karena Hary Tanoe tidak menyelesaikan semua kewajiban yang dijanjikan. Bahkan Hary Tanoe menggunakan dana internal TPI dan pernah mengusulkan untuk menjual tanah milik TPI untuk melunasi pinjaman TPI namun tidak dipenuhi Hary Tanoe. 16 Maret 2005 Mbak Tutut menabut surat kuasa dan mengirim surat pembatalan atas perjanjian, Mbak Tutut juga bersedia mengganti semua biaya yang telah dikeluarkan oleh Hary Tanoe dalam rangka melaksanakan kewajibannya. 17 Maret 2005 Pemegang saham mayoritas TPI Mbak Tutut bersama seluruh pemegang saham yang sah menyelenggarakan RUPSLB untuk mengganti seluruh pngurus TPI yang dientuk Hary Tanoe, namun pendaftaran hasil RUPSLB tanggal 17 Maret 2005 ditolak oleh Sisminbakum denganalasan yang tidak masuk akal. (Belakangan diketahui penolakan dilakukan oleh PT SRD perusahaan milik Hary Tanoe yang mengelola instalasi Sisminbakum). 18 Maret 2005 Meskipun bukan pemilik sah dan kuasanya sudah dicabut, namun Hary Tanoe mengadakan RUPSLB. Dalam rapat tersebut Hary Tanoe menghilangkan hak saham Mbak Tutut sebesar 75% dan berhasil didaftarkan karena PT SRD perusahaan milik Hary Tanoe yang mengelolainstalasi Sisminbakum 2003 – 2010 Selama tujuh tahun Mbak Tutut meunutut keadilan dan meminta perlindungan hukum kepada Kenkumham, Kejaksaan, Bapepam, bahkan Bareskrim Mabes Polri. Namun adanya Mafia Hukum telah sukses dan berhasil melindungi Hary Tanoe. Awal Tahun 2010 Mbak Tutut mengadu kecurangan RUPSLB ke Kenkumham Patrialis Akbar. Kemudian Menteri membentuk tim khusus untuk menyelelidiki keabsahan penyelenggaraan RUPS Hary Tanoe. Belakangan tim mengeluarkan rekomendasi bahwa RUPSLB yang digelar Hary Tanoe pada 18 Maret 2005 tidak sah dan penuh kejanggalan. 8 Juni 2010 Melalui Surat Keputusan Dirjen AHU.2.AH.0304-11A. Kenkumham Patrialis Akbar cabut Surat Keputusan Kenkumham No. C-07564.HT.01.04.TH.2005 tertanggal 21 Maret 2005. Imbas dari pencabutan itu adalah surat pengesahan Akta RULBPS TPI yang digelar Hary Tanoe dan tercatat No 16 tanggal 18 Maret 2005 menjadi batal demi hukum. 8 Juni 2010 Melalui Surat Keputusan Dirjen AHU Kemenkumham kepada Plh Deputi Menteri Sekretaris Negara Sidang Pengawaan tentang adanya satu tindakan yang dilakukan oleh Hary Tanoesoedibjo menggunakan fasilitas negara dengan tidak melalui proses persetujuan pejabat yang memiliki kewenangan. Hal ini merupakan tindakan criminal. Mahkamah Agung mengabulkan kasasi yang dialukan Siti Hardiyanti Rukmana terkait sengketa kepemilikan stasiun televisi TPI yang kini sudah berganti nama menjadi MNC TV membuat saham-saham grup MNC yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) berada di Zona merah. Kabiro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur menjelaskan MA telah memutus Perkara No. 862 K/Pdt/2013 dengan Pemohon Kasasi Ny. Siti Hardiyanti Rukmana dkk melawan Termohon Kasasi PT. Berkah Karya Bersama dkk. Majelis hakim yang terdiri dari hakim Soltoni Mohdally, Takdir Rakhmadi, I Made Tara telah memutuskan perkara tersebut pada tanggal 2 Oktober 2013 dengan Amar putusan yang berbunyi : Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi. Membatalkan putusan PT. Jakarta No. 629/Pdt/2011 yang membatalkan putusan PN. No. 10/pdt/2010. Mengadili sendiri : mengabulkan gugatan penggugat (pemohon kasasi) untuk sebagian Menyatakan para tergugat (termohon kasasi) telah melakukan Perbuatan Relawan Hukum Menyatakan sah dan sesuai hukum keputusan RUPS yang tertuang dalam akta “Ini petikan singkatnya, selebihnya masih dalam proses minutasi, setelah selesai akan dipublish di direktori putusan dan salinan resmi kepada para pihak,” kata Ridwan dalam penjelasan lewat pesan teks ke liputan6.com, Kamis (10/10/2013). AWAL MULA KASUS Kasus pengambil alihan TPI sendiri bermula ketika Indosat membeli obligasi convertible yang dikeluarkan TPI masing-masing senilai Rp 10 miliar atau totalnya Rp 150 miliar pada 15 oktober 1997 dimana akan jatuh tempo pada oktober 2002. Lalu Harry membeli obligasi tersebut yang dalam perjanjiannya bisa ditukar dengan saham TPI. Pihak Harry kala itu di atas angin karena bisa memiliki saham TPI jika pihak Tutut tak bisa membayar utang obligasinya. Dalam hitung- hitungan waktu itu, nilai obligasi tersebut setara dengan 75% saham TPI. Harry pun sudah menjalankan rencana akuisisi TPI sejak tahun 2003 namun perjalanannya sangat kompleks karena pihak Tutut tak ingin ada pengambil alihan saham. Sampai akhirnya digelar RUPSLB TPI pada 18 Maret 2005 yang tanpa persetujuan Tutut mengubah kepemilikan saham. Sampai akhirnya digelar RUPSLB TPI pada 18 Maret 2005 yang tanpa persetujuan Tutut mengubah kepemilikan saham. Setelah ada keputusan ini, bisakah Tutut kembali memiliki TPI? Sepertinya memang tidak mudah karena TPI sendiri sudah berganti nama menjadi MNC TV. Kedua pihak nampaknya akan saling adu strategi untuk mempertahankan haknya dalam TPI yang kini sudah jadi MNC TV itu. PENYELESAIAN / PERMASALAHAN Untuk perselisihan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), sebenarnya sudah diserahkan ke BANI untuk dicari penyelesaiannya. Malahan, dua pihak yaitu Siti Hardijanti Rukmana alias mbak Tutut, dan PT Berkah Karya Bersama sudah menandatangani investment agreement pada tahun 2005. BANI adalah suatu badan yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia untuk penegakan hokum dalam penyelesaian sengketa atau beda pendapat . Arbitrase berasal dari bahasa latin arbitrare yang artinya kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu dengan bijaksana di luar pengadilan.Hukum arbitrase di Indonesia tak bisa dilepaskan dari sejarah arbitrase negeri Belanda. Saat pendudukan Belanda di Indonesia, arbitrase dibentuk untuk menyelesaikan perselisihan di bidang ekspor hasil bumi Indonesia, soal kebakaran dan soal asuransi kecelakaan. Arbitrase di Indonesia berkembang pada tahun 1977 dengan dibentuknya BANI.Sampai kini, BANI telah mengadakan kerjasama dengan Badan Arbitrase lokal di negara-negara sepeti Jepang, Belanda, Korea, Australia , Philipina dan Hong Kong. Kerjasama arbitrase negara- negara itu bersifat mengikat. Ruang lingkup arbitrase mencakup sektor perdagangan , industri dan keuangan. Bidang- bidang yang ditangani antara lain bidang korporasi, asuransi, lembaga keuangan, pabrikasi, hak kekayaan intelektual, lisensi waralaba dll. Bila satu kasus sudah ditangani Badan Arbitrase, maka pengadilan sudah tidak punya wewenang untuk mengadili sengketa para pihat terkait. Keputusan Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan kembali (PK) atas sengketa kepemilikan saham Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) akhirnya banyak mendapat sorotan. Tak hanya sorotan tetapi juga protes. Karena MA dianggap terlalu tergesa dalam mengambil keputusan. Diamping itu, banyak pihak menuding bahwa dalam menangani proses ini MA tidak menghormati proses hukum yang sedang berlangsung di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Dalam sengketa kepemilikan saham TPI antara PT Berkah Karya Bersama (BKB) dan Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut Soeharto) sebenarnya masih dalam tahap penanganan BANI. Hotman Paris Hutapea sebagai kuasa hukum TPI pada tahun 2010 pernah mengemukakan tentang hal itu. Lebih jauh lagi dia mengemukakan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili. Menurut Hotman Paris, isi perjanjian tersebut menyebutkan setiap perselisihan menyangkut pengalihan 75 persen saham TPI yang berwenang mengadili adalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Surat tersebut ditandatangani oleh Tutut. Sehingga, jika MA berani memutuskan kasus TPI dan mengabaikan proses kasus itu di BANI, sama saja mencoreng hukum di Indonesia . Namun, MA lewat nomor perkara 238 PK/PDT/2014 memutuskan menolak PK yang diajukan sebelumnya oleh PT Berkah. Padahal, penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah disepakati para pihak yang bersengketa. Ini yang kemudian dipertanyakan oleh kuasa hukum PT Berkah Karya Bersama, Andi Simangunsong. MeruJuk pada ketentuan bahwa pengadilan tidak lagi berwenang mengadili kasus yang sedang ditangani BANI, Andi menilai bahwa putusan MA untuk kasus TPI adalah bentuk kemunduran hukum. Sebenarnya Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang menjadi dasar PK MA tidak dapat dibenarkan. Menurut pakar hukum Brans Hendra winata, MA yang memutus perkara tersebut melanggar UU Abitrase. Dia mencurigai ketidak pahaman tiga hakim agung tersebut atau ada pengaruh lain, seperti uang. Keputusan tersebut berdampak ke hal lain dan bisa berakibat fatal. Antara lain mengakibatkan Indonesia akan dikenal sebagai negara yang tidak ramah terhadap investasi, karena tidak mengindahkan Arbitrase lokal dan Internasional.
KESIMPULAN DAN SARAN
Sesuai aturan perundang-undangan pengadilan tidak berwenang mengadili perkara sengketa antara PT Berkah Karya Bersama dengan pihak Siti Hardiyanti Rukmana dalam kasus kepemilikan TPI. Dalam kontrak telah disepakati penyelesaian sengketa dilakukan oleh lembaga arbitrase. Dengan kata lain, kewenangan penyelesaian hanya boleh dilakukan Badan Administrasi Nasional Indonesia (BANI). Apabila menyangkut sengketa kontrak atau sengketa perjanjian, maka harus melihat klausul dalam kontraknya terlebih dahulu. Apabila telah diatur dan disepakati permasalahan atau sengketa diselesaikan pada forum arbitrase, maka sengketa ini tak bisa diambil alih oleh Mahkamah Agung (MA). Namun, sebaliknya apabila sengketa disepakati dengan diselesaikan melalui pengadilan negeri, tentu apabila terjadi sengketa yang berwenang menangani dan memutus sengketa adalah pengadilan negeri hingga MA. Kompetensi absolut yang disebut - sebut sebagai kewenangan yang menyebabkan eksepsi PT Berkah Karya Bersama ditolak, merupakan badan peradilan yang berwenang untk mengadili suatu perkara dan dalam kasus ini tergantung bagaimana pengaturan klausul penyelesaian sengketa di dalam kontrak untuk menentukan siapa yang berwenang mengadili perkara tersebut.
Analisis Kasus Sengketa Saham Kepemilikan PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) antara PT. Berkah Karya Bersama Versus Ny. Siti Hardiyanti Rukmana dkk dikaitkan dengan Iklim Investasi di Indonesia