Anda di halaman 1dari 5

SASTRA INDONESIA YANG SEMAKIN MELEMAH DI ERA SEKARANG

TERUTAMA DI KALANGAN REMAJA

oleh
Alpiani Br Tarigan

alpianitarigan2804@gmail.com

Prodi Pendidikan Bahasa Sastra Dan Indonesia, Fakultas Bahasa Dan Seni, Universitas
Negeri Medan
Jl. William Iskandar Ps. V, Kenangan Baru, Kec. Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang,
Sumatera Utara 20221

Abstrak
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengkaji sastra indonesia yang semakin melemah di era
globalisasi terutama di kalangan remaja . Adapun hal yang melatar belakangi artikel ini adalah
kemajuan jaman yang semakin hari semakin berkembang , membaca buku semakin dilupakan.
Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan cara
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati. Tulisan ini akan menunjukkan sebuah tantangan yang
terjadi di jaman sekarang dimana di dalamnya karya sastra Indonesia justru remaja-remaja yang
cenderung lebih senang membaca buku atau novel yang tidak memerlukan banyak pemahaman.
Atau biasa disebut 'Roman Picisan' , alih-alih melestarikan nilai sakral yang dimilikinya. Yang
terjadi pada generasi milenial sebagai dampak dari globalisasi.
Kata kunci : sastra indonesia, globalisasi, remaja

Abstract
The writing of this article aims to examine Indonesian literature which has become increasingly
weak in the era of globalization, especially among adolescents. As for the background of this
article is the progress of the times that are increasingly developing, reading books is
increasingly being forgotten. This research method uses qualitative methods. Qualitative
method is a research method that produces descriptive data in the form of written or spoken
words from people and observable behavior. This paper will show a challenge that occurs in
today's world where Indonesian literary works are actually teenagers who tend to prefer reading
books or novels that do not require much understanding. Or so-called 'Roman Picisan', instead
of preserving the sacred value it has. What happened to the millennial generation as a result of
globalization.
Keywords: Indonesian literature, globalization, youth

Pendahuluan
Era sekarang atau jaman sekarang Jika mendengar kata globalisasi,
tampaknya sudah tidak asing lagi di telinga, globalisasi merupakan proses
penyatuan dalam segala aspek yang terjadi akibat pertukaran informasi,
pikiran, dan lain. Dalam proses terjadinya globalisasi dapat memberikan
dampak, diantaranya politik, ekonomi, sosial dan budaya. Datangnya globalisasi
tidak dapat ditolak, hampir semua hal dapat dengan mudah masuk ke dalam
bangsa Indonesia melalui teknologi, hal ini menyebabkan seakan-akan seluruh dunia
tidak ada batasannya.
Membahas mengenai generasi milenial sangat erat hubungannya
dengan globalisasi, karena generasi milenial identik dengan teknologi dan media
sosial, dimana hal ini dimanfaatkan oleh generasi ini untuk mendapatkan segala
informasiyang diinginkan. Dengan terbukanya kebebasan mencipta, kita menyaksikan
membanjirnya tulisan-tulisan dalam berbagai media massa, juga yang terbit dalam
bentuk buku. Lembaga penerbitan buku juga tumbuh menjamur di mana-mana. Tetapi
apakah dengan demikian kesusasteraan kita mengalami kemanjuan atau perkembangan
yang berarti?
Ternyata tidak demikian. Kebebasan memang penting, bahkan cenderung
menentukan.Tetapi ternyata kebebasan mencipta saja tidak cukup. Untuk menciptakan
karya yang bernilai juga memerlukan kedalaman dan keluasan wawasan, selain daya
kreativitas yang tinggi. Kebanyakan penulis jaman sekarang lebih memilih menulis
cerita yang mudah saja. Mudah ditulis, mudah menghasilkan uang. Nyatanya, 'Roman
Picisan' tidak dapat mengalahkan sastra klasik yang ditulis dengan pikiran matang dan
membutuhkan pemikiran yang lebih mendalam dibandingkan kebanyakan roman jaman
sekarang.

Metode
Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan
serangkaian penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode kualitatif merupakan cara penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati.
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berfokus pada pemahaman
fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Pada metode ini, menggunakan perspektif dari
partisipan sebgai gambaran yang diutamakan dalam memperoleh hasil penelitian Metode
penelitian yang saya lakukan yaitu melalui buku dan internet sebagai referensi dalam artikel ini
yang berjudul “Sastra Indonesia Yang Semakin Melemah Di Era Sekarang Terutama Di
Kalangan Remaja”.

Hasil Dan Pembahasan


1. Tantangan sastra di era globalisasi
Globalisasi merupakan proses penyatuan dalam segala aspek yang terjadi
akibat pertukaran informasi, pikiran, dan lain. Dalam proses terjadinya globalisasi
dapat memberikan dampak, diantaranya politik, ekonomi, sosial dan budaya. Datangnya
globalisasi tidak dapat ditolak, hampir semua hal dapat dengan mudah masuk ke dalam
bangsa Indonesia melalui teknologi, hal ini menyebabkan seakan-akan seluruh dunia tidak
ada batasannya. Datangnya globalisasi tidak dapat ditolak, hampir semua hal dapat dengan
mudah masuk ke dalam bangsa Indonesia melalui teknologi, hal ini menyebabkan seakan-
akan seluruh dunia tidak ada batasannya.
Membahas mengenai generasi milenial sangat erat hubungannya dengan
globalisasi, karena generasi milenial identik dengan teknologi dan media sosial, dimana hal
ini dimanfaatkan oleh generasi ini untuk mendapatkan segala informasiyang diinginkan.
Dengan terbukanya kebebasan mencipta, kita menyaksikan membanjirnya tulisan-tulisan dalam
berbagai media massa, juga yang terbit dalam bentuk buku.
Perekembangan era digital telah menggeser tradisi dan sastra lisan yang berkembang
dalam masyarakat. Sastra lisan yang merukapan awal dari kesusastraan dan sebuah tradisi
semakin menghilang dan terabaikan tergantikan dengan perangkat-perangkat teknologi yang
lebih modern. Padahal sastra lisan banyak memberikan ajaran, nilai moral, pendidikan, kearifan
lokal dan kebersamaan. Mau tidak mau, sastra lisan harus disesuaikan dengan keadaan yang ada
sekarang, sesuai dengan era digital yang telah berkembang pesat. Tantangan era digital
menuntut adanya upaya perlindungan, penyelamatan, perekaman dan digitalisasi sastra lisan.
Digitalisasi sastra lisan adalah salah satu cara yang dapat dilakukan.
Globalisasi dan konsumerisme yang telah menjadi begitu penting untuk disebut
ekonomi modern dan cara hidup modern. Tradisi lisan berada dalam risiko kepunahan dan cara
terbaik untuk melestarikan dan mempromosikan tradisi lisan menggunakan teknologi digital dan
memasukkan mereka dalam kurikulum sekolah pada skala yang lebih luas dari pada yang
dilakukan sekarang.
Satu hal yang penting adalah tantangan dalam perubahan sastra lisan ditengah era
digital ini. Dalam perubahan itu sangat mungkin ada genre yang tidak mampu mengikuti
perubahan lalu pudar dan punah. Tantangan ini memberikan peluang mengenai pentingnya
keberlangsungan sastra lisan dalam era digital.

2. Mengenai Sastra Indonesia yang Semakin Melemah


Kini sastra sudah mulai terlupakan. Terutama di kalangan remaja. Sastra seperti sudah
kehilangan tempat terhormatnya di Indonesia. Tentu saja, masih banyak yang mencintai sastra
sepenuhnya, namun tidak sebanding dengan remaja-remaja yang cenderung lebih senang
membaca buku atau novel yang tidak memerlukan banyak pemahaman. Atau biasa disebut
'Roman Picisan'. Biasanya 'Roman Picisan' ini bercerita sederhana dan hampir selalu
berhubungan dengan percintaan dua remaja dan akhirnya hampir selalu berbahagia.
Kebanyakan penulis jaman sekarang lebih memilih menulis cerita yang mudah saja.
Mudah ditulis, mudah menghasilkan uang. Nyatanya, 'Roman Picisan' tidak dapat mengalahkan
sastra klasik yang ditulis dengan pikiran matang dan membutuhkan pemikiran yang lebih
mendalam dibandingkan kebanyakan roman jaman sekarang.
Salah satu contoh sebuah novel indah dan diakui di seluruh dunia yang berjudul 'Bumi
Manusia' karya Pramoedya Ananta Toer. Cerita yang disuguhkan secara menarik, karakter yang
mudah disukai dari Minke, Annelies hingga Nyai Ontosoroh. Semua memiliki karakter yang
memiliki 'tugas' berbeda-beda dalam cerita ini. Annelies yang manis, Minke yang cerdas dan
bersifat keras serta Nyai Ontosoroh yang misterius dan memiliki kemampuan melebihi Nyai-
Nyai lainnya.
Novel ini sendiri sudah diterjemahkan ke lebih dari 30 bahasa Atau karya pendahulunya
seperti Siti Nurbaya. Ditulis untuk menentang adat-istiadat dengan sangat eksplisit oleh Marah
Roesli. Lalu, dengan segala kelebihan yang dimiliki karya-karya klasik tersebut, mengapa justru
karya sastra klasik Indonesia semakin melemah?
Jawabannya terletak pada kemajuan jaman yang semakin hari semakin berkembang,
membaca buku semakin dilupakan. Semua orang, bukan dari Indonesia saja, menginginkan
yang serba-instan. Tentu, kemajuan jaman sangat membantu manusia dalam bidang teknologi
maupun ilmu sains. Namun, tak ada hal apapun yang sempurna.
Pemikiran remaja jaman sekarang tentu berbeda dengan remaja sepuluh atau dua puluh
tahun yang lalu. Orang tidak lagi ingin membaca buku. Tipis maupun tebal. Pengetahuan
atau novel. Di mata kebanyakan orang semua sama saja. Sebagai generasi penerus
bangsa harus mempertahankan sastra maupun budaya membaca buku.

3. Apakah sastra mampu bertahan pada era globalisasi ini?


Pertumbuhan informasi yang pesat menuntut semua orang untuk menggunakan
teknologi canggih, termasuk para sastrawan. Sebab, karya sastra yang tidak mampu
mengikuti arus zaman, perlahan-lahan bakal ditinggal penikmatnya. Melalui
perkembangan zaman yang sudah serba digital, penyair mesti menyikapi perubahan
lewat cara-cara kreatif. Salah satunya membuat karya sastra lintas media. Kaum remaja
sekarang lebih akrab dengan visual, dengan gambar sehingga menikmati karya sastra
dengan cara yang baru.
Penyair harus mempunyai cara baru untuk menampilkan karya sastra, seperti
puisi yang diterjemahkan dengan musik, video klip maupin lukisan. Selain itu karya
sastra juga harus mampu menjauhkan informasi yang tidak jelas dicerna oleh publik.
Namun ditengah kecanggihan teknologi bisa lebih memudahkan sastrawan
menyampaikan karyanya kepada generasi milenial yang terbiasa dengan Smartphone
dengan alih kreasi dan media.
Karya sastra seperti puisi,cerpen, novel, karya-karya kontempelasi bertugas
untuk mendekatkan tentang makna kehidupan. Melalui alih kreasi karya sastra, generasi
muda menjadi lebih dekat dengan teks-teks sastra yang sebelumnya berbentuk tulisan
dan boleh saja dilakukan. Alih kreasi dan alih media sastra lintas media menjadi penting
agar bisa diakses dan dipahami oleh orang banyak dengan berbagai kalangan.
Para kreator memiliki kebebasan memaknai dan menafsirkan karya sastra
melalui medium audio visual. Karena tantangannya adalah kepada pembaca, atau pun
kaum remaja untuk lebih kritis lagi. Sebab sebuah karya sastra memiliki nilai multi text
dan multi dimensi, sehingga sah-sah saja jika karya sastra dialihkan medianya, tinggal
kaum remaja dan masyarakat yang menilainya.

Penutup
Simpulan
kemajuan jaman yang semakin hari semakin berkembang , membaca buku semakin
dilupakan. Membahas mengenai generasi milenial sangat erat hubungannya dengan
globalisasi, karena generasi milenial identik dengan teknologi dan media sosial, dimana hal
ini dimanfaatkan oleh generasi ini untuk mendapatkan segala informasiyang diinginkan.
Dengan terbukanya kebebasan mencipta, kita menyaksikan membanjirnya tulisan-tulisan dalam
berbagai media massa, juga yang terbit dalam bentuk buku. Satu hal yang penting adalah
tantangan dalam perubahan sastra lisan ditengah era digital ini. Dalam perubahan itu sangat
mungkin ada genre yang tidak mampu mengikuti perubahan lalu pudar dan punah. Tantangan
ini memberikan peluang mengenai pentingnya keberlangsungan sastra lisan dalam era digital.

Saran
Sebagai generasi penerus bangsa harus mempertahankan sastra maupun budaya
membaca baik melalui digital maupun buku. Karena banyak yang tidak bisa dicari di Internet,
bisa ditemukan di buku. Marilah membaca, untuk masa depan yang lebih cerah

Daftar pustaka

Achadiati. (2008). Beraksara dalam Kelisanan. Metodologi Sastra Lisan. Jakarta:


Penerbit Asosiasi Tradisi Lisan. Hlm. 201-217.
Amir, Adriyetti. (2013). Sastra Lisan Indonesia. Yogyakarta: Andi
https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/bdh/pages/view/PEDOMAN
http:/rayakultura.net.kelemahan-karyakarya-masa-kiniii
http:/semnas.unikama.ac.id/ks2b/arsip/2017/berkas/9

Anda mungkin juga menyukai