Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN TUTORIAL

Modul 1
Gigi sulung vs Gigi permanen
BLOK ILMU KEDOKTERAN GIGI DASAR 1 (IKGD 1)

KELOMPOK 3

Andi Nabila Abdi Patu


J011201056

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Dunia kesehatan mengharuskan bagai pelaku yang memberikan jasa dan


layanan untuk lebih mengetahui mengenai ilmu-ilmu dengan sangat rinci
mengenai bidangnya sehingga pelayanan diberikan mampu memberikan
kepuasan dan hasil yang baik pada pasiennya. Untuk hal itu, Dokter Gigi pun
perlu mengetahui, mempelajari, dan mendalami bidangnya. Kasus akan
keluhan sakit gigi dan gigi ngilu sangat banyak terjadi di Indonesia. Kasus-
kasus yang ada memiliki banyak etiologi. Salah satunya kasus yang sering
terjadi di Indonesia, gigi yang patah yang hampir terjadi di semua kalangan
baik dari orang dewasa dan anak-anak. Selain itu, etiologi dari kasus ini salah
satunya ialah Kecelakaan Lalu Lintas yang di negara berkembang merupakan
suatu hal yang cukup sering terjadi. Kasus ini bisa mempengaruhi jaringan
keras dan lunak di dalam rongga mulut dan bisa berakibat fatal jika tidak
diberikan tindak lanjut dalam kasus yang tergolong sudah cukup parah.

1.2. Scenario

Seorang (anak perempuan) bernama Lusi berusia 4 tahun datang bersama


ibunya ke RSGM untuk memeriksakan giginya yang patah karena kecelakaan
lalu lintas yang mereka alami minggu lalu. Pada pemeriksaan klinis, tampak
gigi anterior anak tersebut (patah sepertiga mahkota). Hal yang sama dialami
oleh ibunya, yang juga mengalami patah sepertiga mahkota pada gigi
anteriornya. Lusi mengeluh gigi tersebut sakit, ibunya hanya merasa ngilu.

1.3. Kata kunci

1. Pemeriksaan Klinis
2. Gigi anterior anak
3. Sepertiga mahkota
4. Ngilu
5. Sakit
6. Gigi anterior dewasa
7. Anak berusia 4 tahun.
8. Fraktur/ Patah.

1.4. Rumusan masalah

1. Apa-apa saja struktur jaringan gigi pada gigi sulung dan apa saja
struktur gigi yang bermasalah akibat ⅓ mahkota yang patah?
2. Apa saja yang termasuk gigi anterior ?.
3. Apa nama nomenklatur dari Gigi anterior pada gigi sulung dan gigi
permanen?
4. Apa yang dimaksud dengan Pemeriksaan Klinis?.
5. Apa bedanya gigi anterior anak dan gigi anterior dewasa dalam aspek
morfologinya?.
6. Mengapa anak berusia 4 tahun merasa sakit dan ibunya merasa ngilu?.
7. Apa yang dimaksud dengan gigi?.
8. Bagaimana tahapan pertumbuhan gigi pada anak dan dewasa?.
9. Apa perbedaan pada rongga pulpa dan saluran akar pada gigi sulung
dan permanen?.
BAB II

BATASAN TOPIK

2.1. Tujuan pembelajaran

1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dan nomenklatur Gigi


anterior.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan morfologi gigi sulung
anterior dan permanen anterior.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang periode pertumbuhan gigi.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan struktur jaringan gigi.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan morfologi rongga pulpa gigi
anterior sulung dan permanen.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan mengapa gigi anterior pada anak-
anak bisa sakit dan gigi anterior pada orang dewasa bisa ngilu pada
saat fraktur. (Berdasarkan anatomi Gigi).
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Definisi dan nomenklatur FDI gigi anterior

3.1.1. Definisi

Gigi adalah struktur paling keras dalam rongga mulut yang


memeliki banyak manfaat, seperti mengunyah, mengucapkan sesuatu
dengan baik dan benar, dan estetika dari seseorang.1 Gigi anterior
merupakan gigi-gigi yang paling berpengaruh dalam estetika wajah
seseorang dan kehadiran yang harmoni sering dikaitkan dengan
perspektif estetika yang lebih besar. Hal ini dikarenakan lokasinya
yang berada paling depan dan nampak saat tertawa dan bicara. Gigi
anterior terdiri dari Incisivus central, incisivus lateral, caninus.2

3.1.2. Nomenklatur

Geligi adalah gigi geligi yang ada dalam mulut seluruhnya.


Manusia mempunyai dua geligi selama hidupnya yaitu selama masa
anak-anak, yang disebut geligi sulung (geligi primer) dan selama masa
dewasa hingga akhir masa dewasa, disebut sebagai geligi permanen
(geligi sekunder).
Dalam membuat dan mengisi rekam dental yang akurat adalah
tugas yang penting pada praktik gigi. Untuk melakukannya dengan
cepat perlu mengadopsi suatu tipe dari sistem kode atau penomoran
gigi. Jika tidak, gigi yang tersusun satu set harus ditulis seperti “
restorasi amalgam mesio-oklusodistal molar kedua kanan atas dengan
perluasan bukal”. Namun, dengan sistem penomoran gigi
(nomenklatur), penulisan jenis dan letak gigi dapat disederhanakan.

Nomenklatur FDI dari gigi permanen, yaitu:3

1. Insisivus sentralis/incisivus central

Nomenklaturnya ialah 11 untuk rahang atas kanan, 21


untuk rahang atas kiri, 31 untuk rahang bawah kiri, dan 41
untuk rahang bawah kanan.

2. Insisivus lateralis/incisivus lateral

Nomenklaturnya ialah 12 untuk rahang atas kanan, 22


untuk rahang atas kiri, 32 untuk rahang bawah kiri, dan 42
untuk rahang bawah kanan.

3. Kaninus/caninus

Nomenklaturnya ialah 13 untuk rahang atas kanan, 23


untuk rahang atas kiri, 33 untuk rahang bawah kiri, dan 43
untuk rahang bawah kanan.

Nomenklatur FDI dari gigi decidui, yaitu:4

1. Insisivus sentralis/incisivus central

Nomenklaturnya ialah 51 untuk rahang atas kanan, 61


untuk rahang atas kiri, 71 untuk rahang bawah kiri, dan 81
untuk rahang bawah kanan.
2. Insisivus lateralis/incisivus lateral

Nomenklaturnya ialah 52 untuk rahang atas kanan, 62


untuk rahang atas kiri, 72 untuk rahang bawah kiri, dan 82
untuk rahang bawah kanan.

3. Kaninus/caninus

Nomenklaturnya ialah 53 untuk rahang atas kanan, 63


untuk rahang atas kiri, 73 untuk rahang bawah kiri, dan 83
untuk rahang bawah kanan.

Nomenklatur Zygmondy dan palmer dari gigi


permanen, yaitu:6,19.

1. Insisivus sentralis/incisivus central

Nomenklaturnya ialah 1 untuk rahang atas kanan, 1


untuk rahang atas kiri, 1 untuk rahang bawah kiri, dan 1
untuk rahang bawah kanan.

2. Insisivus lateralis/incisivus lateral

Nomenklaturnya ialah 2 untuk rahang atas kanan,


2untuk rahang atas kiri, 2 untuk rahang bawah kiri, dan 2II
untuk rahang bawah kanan.

3. Kaninus/caninus

Nomenklaturnya ialah 3 untuk rahang atas kanan, 3


untuk rahang atas kiri, 3 untuk rahang bawah kiri, dan 3
untuk rahang bawah kanan.
.
Nomenklatur Zygmondy dari gigi decidui, yaitu:19

1. Insisivus sentralis/incisivus central

Nomenklaturnya ialah I untuk rahang atas kanan, I untuk


rahang atas kiri, I untuk rahang bawah kiri, dan I untuk
rahang bawah kanan.

2. Insisivus lateralis/incisivus lateral

Nomenklaturnya ialah II untuk rahang atas kanan, II


untuk rahang atas kiri, II untuk rahang bawah kiri, dan II
untuk rahang bawah kanan.

3. Kaninus/caninus

Nomenklaturnya ialah III untuk rahang atas kanan, III


untuk rahang atas kiri, III untuk rahang bawah kiri, dan III
untuk rahang bawah kanan.

Nomenklatur Palmer dari gigi decidui, yaitu:6

1. Insisivus sentralis/incisivus central

Nomenklaturnya ialah A untuk rahang atas kanan, A


untuk rahang atas kiri, A untuk rahang bawah kiri, dan A
untuk rahang bawah kanan.

2. Insisivus lateralis/incisivus lateral

Nomenklaturnya ialah B untuk rahang atas kanan, B


untuk rahang atas kiri, B untuk rahang bawah kiri, dan B
untuk rahang bawah kanan.

3. Kaninus/caninus

Nomenklaturnya ialah C untuk rahang atas kanan, C


untuk rahang atas kiri, C untuk rahang bawah kiri, dan C
untuk rahang bawah kanan.

Nomenklatur ADA dari gigi decidui, yaitu:6


1. Insisivus sentralis/incisivus central

Nomenklaturnya ialah E untuk rahang atas kanan, F


untuk rahang atas kiri, O untuk rahang bawah kiri, dan P
untuk rahang bawah kanan.

2. Insisivus lateralis/incisivus lateral

Nomenklaturnya ialah D untuk rahang atas kanan, G


untuk rahang atas kiri, N untuk rahang bawah kiri, dan Q
untuk rahang bawah kanan.

3. Kaninus/caninus

Nomenklaturnya ialah C untuk rahang atas kanan, H


untuk rahang atas kiri, M untuk rahang bawah kiri, dan R
untuk rahang bawah kanan.

Nomenklatur ADA dari gigi permanen, yaitu:6

1. Insisivus sentralis/incisivus central

Nomenklaturnya ialah 8 untuk rahang atas kanan, 9


untuk rahang atas kiri, 24 untuk rahang bawah kiri, dan 25
untuk rahang bawah kanan.

2. Insisivus lateralis/incisivus lateral

Nomenklaturnya ialah 7 untuk rahang atas kanan, 10


untuk rahang atas kiri, 23 untuk rahang bawah kiri, dan 26
untuk rahang bawah kanan.

3. Kaninus/caninus

Nomenklaturnya ialah 6 untuk rahang atas kanan, 11


untuk rahang atas kiri, 22 untuk rahang bawah kiri, dan 27
untuk rahang bawah kanan.

3.1. Perbedaan morfologi gigi permanen dan desidui

Tampakkan dari gigi desidui lebih putih dibandingkan gigi


permanen. Hal ini dikarenakan warna emailnya yang lebih putih dan
lebih mudah. Selain itu, gigi decidui berukuran lebih kecil
dibandingkan gigi permanen. Tidak hanya itu, gigi decidui memiliki
lokasi yang cukup renggang untuk memberikan space untuk tumbuhnya
gigi tetap atau permanen nantinya.5

A B
Gambar 1-2. A. Gigi decidui, aspek fasial. B. Gigi permanen, aspek fasial.14

Labial geligi decidui anterior lebih bulat, cingulumnya menonjol,


tetapi cusp geligi decidui posterior lebih runcing. Gigi decidui memiliki
ridge servical labial dan cingulum yang lebih menonjol dibandingkan
gigi permanen. Selain itu, Gigi decidui memiliki akar yang lebih pendek
dibandingkan gigi permanen (Tampak jelas bila gigi anterior yang
menjadi perbandinganya). Email pada gigi decidui kurang kuat dan
mudah erosi dan abrasi. Gigi decidui memiliki bentuk yang lebih
persisten dan lebih sedikit/jarang terjadi anomali.6
A B
Gambar 3-4. A. Gigi decidui. B. Gigi permanen.

Tampakkan gigi decidui menggunakan Scanning Electron


Microscopy (SEM) menunjukkan permukaan email yang halus dan
hanya sedikit area tidak beraturannya serta tidak tampak struktur linear.
Tampakkan gigi permanen menggunakan Scanning Electron
Microscopy (SEM) menunjukkan permukaan email yang tidak mulus
sempurna, ada alur dan ketidakteraturan dalam variabel kedalaman dan
lebar.7

A B
Gambar 5-6. A. Gambar SEM (X 1000) gigi primer menunjukkan permukaan
enamel yang mulus dan sedikit area tidak beraturannya. B. Gigi permanen
menunjukkan permukaan enamel yang tidak mulus, 7

Perbandingan tampakan gigi decidui dan permanen menggunakan


Compound Light Microscopy. Gigi permanen ditemukan tubulus dentin
dengan kelengkungan seperti S, tetapi gigi decidui kebanyakan hasil
penelitiannya tidak menunjukkan kurva S. Selain itu, Tidak terlihat
dentin interglobular di gigi decidui dan Garis pertumbuhan inkremental
dentin tidak dapat diidentifikasi dengan jelas seperti gigi permanen.8

A B
Gambar 7-8. A. Gigi permanen dengan tubulus dentin seperti kurva berbenuk S.
B. Gigi decidui tubulus dentin-nya memiliki alur lurus. 8

A B
Gambar 9-10. A. Gigi decisuinya tidak tampak interglobular dentinnya. B. Gigi
permanen tampak interglobular dentinnya dengan jelas. 8

3.2. Periode pertumbuhan


3.2.1. Embriologi

1. Tahap inisiasi ( Bup stage )


Tahap permulaan kuntup gigi ( bud) dari jaringan epitel
mulut. Tahap terbentuknya lamina dental yang merupakan
jaringan epitel yang mengalami penebalan ditempat gigi
akan muncul nantinya. 9,10

Gambar 11. Bud stage. 1. Proliferasi epitel oral, 2. Dental lamina,


Ridge gigi permanen, 4. Organ enamel, 5. Mesenkim jaw ( jaw
mesenchyme), 6. Cavitas oral 9

2. Tahap proliferasi ( Cup stage )


Tahap pembiakan/proliferasi sel-sel menjadi organ
enamel dan perluasan dari organ enamel. Sel-sel yang
mengalami prolifersai akan mengalami pembesaran dan
membentuk seperti topi / cap (Lapisan sel mesenkim
(memadat) membentuk dentin papila kemudian membentuk
dentin dan pulpa. Jaringan mesenkim di bawah dentin
papilla memadat dan, fibrosa menjadi sementum).
Gambar 12. Cup stage. 1. Dental papilla , 2. Dental sac, 3. Inner dental
epithelium, 4. Outer dental epithelium, 5. Mesenkim jaw ( jaw
mesenchyme), 6. Dental Lamina, 8. Ridge gigi permanen ( Permanent
teeth ridge), 9. Reticulum stellata. 9

3. Tahap histodeferensiasi ( Bell stage )


Tahapan spesialisasi dari sel-sel, yang mengalami
perubahan histologist dalam susunannya (sel-sel epitel
bagian dalam dari organ enamel menjadi ameloblast yang
kemudian nantinya menjadi email, sel-sel perifer dari organ
dentin pulpa menjadi odontoblast yang kemudian nantinya
menjadi dentin). Dalam artian lain, Jaringan epitel
merangsang jaringan mesoderm, dan jaringan mesoderm
mendorong lagi jaringan epitel selama perkembangan tahap
ini, maka perubahan sel ini menghasilkan epitelium enamel
bagian luar, retikulum stelata, epithelium bagian dalam yang
pecah menjadi stratum intermediat dan ameloblas. 9,10
Gambar 13. Bell stage. 1. Outer dental epithelium, 2. Inner dental
epithelium, 3. Reticulum stellata, 4. Dental sac, 5. Dental papilla jaw
mesenchyme, 6. Ridge gigi permanen ( Permanent teeth ridge), 7.
Squamos epitel berlapis dan tidak terkeratinasi. 9

4. Tahap morfodifferensiasi (Late bell stage)


Tahapan yang susunan dari sel-sel pembentuk sepanjang
dentino enamel dan dentino cemental junction akan
dating/muncul, yang akan memberi garis luar dari bentuk
dan ukuran korona dan akar yang akan dating. Dalam artian
lain, dengan berlanjutnya proliferasi dan difrensiasi benih
gigi, organ enamel akan terlihat berbentuk seperti sebuah
bel yang menyelubungi papila dental. Dalam hal ini
ameloblas, odontoblas dan sementoblas mengendapkan
enamel, dentin dan sementum serta memberikan bentuk dan
ukuran yang khas pada gigi. 9,10
Gambar 14. Late bell stage. 1. Reticulum stellata, 2. Inner dental
epithelium, 3. Enamel, 4. Dentin, 5. Predentin, 6. Lapisan odontoblas 7.
Dental papilla, 8. Ameloblast. 9

5. Erupsi intraoseus

a. Tahap aposisi
Tahap pengendapan dari matriks enamel dan dentin
dalam lapisan tambahan serta sementum. Pertumbuhan
aposisi ditandai oleh pengendapan yang teratur dari
bahan ekstraselular yang mempunyai kemampuan
sendiri untuk pertumbuhan selanjutnya. 9,10
b. Tahap kalsifikasi
Tahap pengeseran dan juga pengendapan dari
matriks oleh pengendapan garam-garam kalsium.
Kalsifikasi dimulai didalam matriks yang sebelumnya
telah mengalami deposisi dengan jalan presipitasi dari
bagian ke bagian lainnya dengan penambahan lapis demi
lapis. 9,10
Gambar 15. 1. Erupsi intraoseus. 9

3.2.2. Periode Erupsi

Erupsi merupakan tahap Pergerakan gigi ke dalam rongga mulut.9


Adapun 3 proses erupsi, yaitu :
1. Tahap Pre Erupsi
Pada tahap ini pergerakan gigi berada pada tahap persiapan
erupsi. Pada tahap ini terjadi proses pertumbuhan dan
perkembangan benih gigi di dalam tulang alveolar sebelum
terbentuknya akar gigi. Selama tahap ini gigi tumbuh pada
berbagai arah untuk mempertahankan posisinya di dalam rahang
yang juga berkembang. Ini dapat terjadi dengan pertumbuhan
yang eksentrik dan pergerakan seluruh benih gigi (bodily
movement). Bodily movement adalah suatu pergeseran
keseluruhan benih gigi, dimana hal ini akan mengakibatkan
terjadinya resorbsi tulang pada arah gigi itu bergerak dan
pembentukan tulang pada tempat sebelumnya.11
2. Tahap prefungsional
Tahap ini dimulai dengan inisiasi pembentukan akar gigi
dan akan berakhir ketika gigi mulai mencapai kontak oklusal.
Ada 5 kejadian utama selama tahap ini, yaitu:
a. Tahap sekretoris dari amelogenesis telah lengkap, tepat
sebelum pembentukan akar dimulai.
b. Tahap intraoseus terjadi ketika pembentukan akar dimulai
sebagai hasil dari proliferasi epitel pelindung akar dan
jaringan mesenkim dari papila dan folikel gigi.
c. Tahap supraoseus dimulai ketika bagian oklusal gigi yang
sedang bererupsi bergerak melalui bagian bawah tulang dan
jaringan ikat dari mukosa mulut.
d. Ujung mahkota melewati rongga mulut dengan cara
merusak pusat lapisan ganda sel epitel. Terobosan ini
kemudian dipenuhi oleh ujung mahkota.
e. Gigi yang sedang erupsi kemudian bergerak ke oklusal pada
jarak yang maksimal dan terlihat paparan secara berangsur-
angsur dari munculnya mahkota klinis. 11

3. Tahap fungsional
Pada tahap ini mahkota gigi telah tumbuh maksimal dan
telah terjadi penyesuaian kontak maksimal dengan gigi yang
berada pada rahang yang berlawanan. Gigi telah bererupsi
sempurna dan dapat berfungsi secara normal. Erupsi
fungsional gigi sangat bervariasi setiap individu. 11

Rentang waktu erupsi gigi, yaitu :


1. Gigi decidui
a. Incisivus central rahang atas memiliki masa erupsi 8-12
bulan dan memasuki proses shed untuk proses pembaruan (
proses menjadi gigi permanen) sekitaran 6-7 tahun.
b. Incisivus lateral rahang atas memiliki masa erupsi 9-13
bulan dan memasuki proses shed untuk proses pembaruan (
proses menjadi gigi permanen) sekitaran 7-8 tahun.
c. Caninus rahang atas memiliki masa erupsi 6-22 bulan dan
memasuki proses shed untuk proses pembaruan (proses
menjadi gigi permanen) sekitaran 10-12 tahun.
d. Incisivus central rahang bawah memiliki masa erupsi 6-10
bulan dan memasuki proses shed untuk proses pembaruan (
proses menjadi gigi permanen) sekitaran 6-7 tahun.
e. Incisivus lateral rahang atas memiliki masa erupsi 10-16
bulan dan memasuki proses shed untuk proses pembaruan (
proses menjadi gigi permanen) sekitaran 7-8 tahun.
f. Caninus rahang atas memiliki masa erupsi 7-23 bulan dan
memasuki proses shed untuk proses pembaruan ( proses
menjadi gigi permanen) sekitaran 9-12 tahun. 12
2. Gigi permanen
a. Incisivus central rahang atas memiliki masa erupsi 7-8
tahun.
b. Incisivus lateral rahang atas memiliki masa erupsi 8-9
tahun.
c. Caninus rahang atas memiliki masa erupsi 11-12 tahun.
d. Incisivus central rahang bawah memiliki masa erupsi 6-7
tahun.
e. Incisivus lateral rahang atas memiliki masa erupsi 7-8
tahun.
f. Caninus rahang atas memiliki masa erupsi 9-10 tahun.12

Dalam sumber lain, Rentang waktu erupsi gigi


Gambar 16. Kronologi pertumbuhan gigi decidui 14

Gambar 17. Kronologi pertumbuhan gigi permanen14

3.3. Struktur gigi

3.3.1. Struktur Jaringan Gigi

Jaringan gigi terdiri dari beberapa jaringan pembentuk. Secara


garis besar, jaringan pembentuk gigi ada tiga, yaitu email, dentin dan
pulpa. 9

1. Email
Jaringan email merupakan jaringan yang paling luar
berwana putih yang menutupi mahkota gigi dan merupakan
jaringan terkeras dari tubuh manusia. Komposisi email terdiri
dari jaringan anorganik 96%, organik 1% dan sisanya adalah
air. Komposisi inilah yang menyebabkan email sangat kuat.
Sesuai dengan bahan penyusun dan letaknya email berfungsi
untuk melindungi gigi dari rangsangan luar seperti panas,
dingin, asam dan manis. Matriks email dihasilkan oleh sel
ameloblast. 9

2. Dentin
Dentin merupakan jaringan lapisan kedua dari struktur gigi
dan merupakan komponen terbesar dari gigi. Dentin terletak
dibawah lapisan email dan berwarna kuning serta jauh lebih
lunak dari email. Komposisinya terdiri dari hidroksi apatit 80%,
dan zat antar sel organik 20% terutama terdiri atas serat-serat
kolagen dan glikosaminoglikans yang disentetis oleh sel yang
disebut sel odontoblast. Dentin merupakan sebagai atap dari
pulpa atau untuk melindungi pulpa. 9

3. Pulpa
Pulpa adalah kavitas yang terdapat pada bagian dalam gigi
yang berisi saraf dan pasokan darah ke gigi yang terbagi
menjadi kamar pulpa (dibagian koronal) dan saluran akar
(didalam akar). 9

3.3.2. Struktur penyangga gigi

Gigi dapat tertanam kuat di dalam mulut karena didukung oleh


jaringan penyokong atau jaringan penyangga gigi. Jaringan penyangga
gigi ada beberapa macam berdasarkan bentuk dan fungsinya yaitu
gingiva, sementum, ligamen periodontal, tulang alveolar. 9
1. Ginggiva
Gingiva atau dapat disebut juga gusi adalah jaringan yang
melapisi dan melekat erat pada leher gigi dan tulang alveolar
dan merupakan jaringan terluar yang tampak dalam rongga
mulut yang berwarna merah muda. Berdasarkan letaknya
gingiva terdiri dari :
a) Gingiva bebas merupakan pita jaringan serkuler yang
terletak mengelilingi leher gigi
b) Gingiva cekat merupakan gingiva yang melekat erat pada
tulang alveolar.
c) Gingiva interdental merupakan gingiva yang yang mengisi
ruang interproksimal antara dua gigi yang berdekatan.
d) Gingiva puncak merupakan gingiva yang terletak paling
e) atas atau puncak
f) Sulkus gingiva (krevis gingiva) merupakan parit kecil yang
terletak diaantara leher gigi dan gingiva bebes yang dibatasi
oleh epitel tidak berkeratin. Didalamya berisi cairan
krevikuler, debris, bakteri, sel-sel epitel dan lainlain
g) Dasar sulkus gingiva merupakan garis lengkung yang
melekat pada gigi dan merupakan batas sulkus gingiva
dengan email.9

2. Sementum
Sementum adalah jaringan keras yang meliputi akar gigi.
Komposisi sementum yaitu; material anorganik (serat kolagen)
65%, air 35% selebihnya zat organic (hidro apatid). 9

3. Ligamen periodontal
Ligamen periodontal adalah jaringan yang membungkus akar
gigi dan menghubungkan akar gigi ke tulang laveolar. Jaringan
periodontal terdiri dari serat-serat periodontal yang tersusun atas
kelompok-kelompok serat kolagen, pembuluh darah dan saraf. 9

4. Tulang alveolar
Tulang alveolar merupakan bagian dari tulang rahang yang
mengelilingi akar gigi. Tulang ini membentuk suatu lubang
tempat gigi tertanam. Ketebalan dan ketinggian tulang alveolar
tergantung dengan ada tidaknya gig yang disangga. Fungsi
tulang alveolar adalah sebagai penyangga gigi. 9

A B
Gambar 18-19. A. Struktur jaringan gigi dan penyangga gigi tampak sagittal pada
gigi porterior. B. Struktur jaringan gigi dan penyangga gigi tampak sagittal pada gigi
anterior. 9

3.4. Morfologi rongga pulpa gigi

3.4.1. Perbedaan morfologi rongga pulpa permanen dan decidui

Jaringan pulp adalah jaringan ikat lunak yang ditemukan di bagian


tengah gigi dan seluruhnya dikelilingi oleh dentin. Jaringan pulpa
terdapat di di mahkota gigi dan akar gigi. Outline terbesar dari rongga
pulp Yaitu ialah berdasarkan kontur terbesar gigi terutama sesaat
setelah erupsi. Rongga pulpa yang terdapat di mahkota gigi lebih lebar
dan disebut kamar pulpa atau pulp chamber. Rongga pulpa di akar
memiliki diameter yang lebih sempit dan disebut sebagai saluran akar.
Tanduk pulpa lokasinya berada di sekitaran lebih di 1/3 incisal atau
oklusal mahkota yang berbentuk seperti tanduk dan merupakan
cerminan dari banyak cusp atau lobus di incisal atau oklusal gigi.
Foramen apical adalah batas apical rongga pulp di mana pasokan
nutrisi dan gugup masuk dan keluar.13

TABEL 1. Perbedaan Morfologi Rongga Pulpa Permanen Dan Decidui 13,14.


Gigi Decidui Gigi Permanen
Volume Relative lebih besar Lebih kecil
Rongga Pulpa dikarenakan lapisan
email dan dentinnya
masih tipis.6

Kamar Pulpa Kamar pulpanya Kamar pulpanya


lebih lebar dan lebih lebih kecil
ke incisal atau (mengecil)
oklusal mahkota. dikarenakan deposisi
gigi dan jika
dibandingkan dengan
gigi decidui,
lokasinya lebih ke
arah servical.
Tanduk pulpa Tanduk pulpanya Tanduk pulpanya
lebih tinggi, runcing, lebih kecil dan lebih
dan lebih mendekati jauh dari permukaan
permukaan incisal oklusal dan incisal.
atau oklusal gigi.

Saluran akar Saluran akarnya Saluran akarnya


seperti pita, yang memiliki Batasan
mengikuti jalur yang yang jelas dan
tipis, berliku-liku, kurang bercabang
dan biasanya dan percabangannya.
bercabang.

Kanal aksesori Floor atau dasar kamar Tidak banyak kanal


pulpa lebih keropos aksesori di lantai
dan berpori dan kamar pulpa.
memiliki agak lebih
banyak kanal aksesori
yang misalnya di molar
yang kanal aksesorinya
mengarah ke area
furkasi antar radikuler.

Foramen apical Foramen apikalnya Foramen apikalnya


lebih lebar dan yang lebih runcing
sedikit mengerut atau Sempit dan
mengerut.

Outline pulpa Outline pulpanya Outline pulpanya


mengikuti DEJ mengikuti DEJ
(dentinoenamel (dentinoenamel
junction) yang lebih junction) yang
dekat . kurang dekat .
Supplai darah Memiliki suplai darah Memiliki suplai darah
yang melimpah dan yang lebih sedikit. (
menunjukkan tanggap akibat foramen
peradangan. Oleh apikalnya yang sempit
karena itu, gigi ini ), diikuti dengan
miskin/jarang kebutuhan untuk
lokalisasi infeksi. penyembuhan gigi.
Oleh karena itu, sering
lokalisasi infeksi atau
lokalisasi infeksinya
baik
Saraf Persarafan kurang Sangat dipersarafi.
padat. Serat saraf Saraf serat berakhir
berhenti dengan di luar pra dentin.
ujung saraf bebas.

3.4.2. Morfologi rongga pulpa gigi permanen anterior

1. Incisivus rahang atas


Sentral incisivus rata rata memiliki 3 tanduk pulpa
sedangkan incisivus kateral hanya dua.

a) Secara mesiodistal, tampakan rongga pulpanya seperti


trapezoidal, lebih lebar dari labiolingual, mengikuti outline
gigi secara general.
b) Secara labiolingual, tampakan triangular, dengan ujung
yang runcing di dekat bagian incisal edge, dan terlebar di
bagian cingulumnya.
Rongga pulpa dari incisivus sentral lebih besar
dibandingkan incisivus lateral yang juga mamelonnya tidak
setampak/nyata seperti incisivus sentral. 15

2. Caninus rahang atas


Hampir serupa dengan gigi incisivus
a) Secara mesiodistal, tampakan rongga pulpanya lancip,
begitu pula saluran akarnya ke apical dan kamar pulpanya
dengan tanduk pulpa yang bersesuaian dengan cuspnya.
b) Secara labiolingual, saluran akar yang lebar dan memiliki
tanduk pulpa yang lancip. 15

3. Incisivus rahang bawah


Hampir serupa dengan gigi incisivus rahang atas, pulpa
outlinenya lebih lebar labiolingual, sekitaran 70-90% incisivus
mandibular memiliki saru akar dan juga satu kanal/saluran akar.
Secara mesiodistal, tampakan kamar pulpanya runcing. 15

4. Caninus rahang bawah


Jaringan pulp adalah jaringan ikat lunak yang ditemukan di
bagian tengah gigi dan seluruhnya dikelilingi oleh dentin. Jaringan
pulpa terdapat di di mahkota gigi dan akar gigi. Outline terbesar
dari rongga pulp aitu ialah berdasarkan. 15

3.4.3. Morfologi rongga pulpa gigi decidui

Serupa dengan gigi permanen, tetapi rongga pulpa pada gigi


decidui lebih besar dan di gigi anterior tanduk pulpanya akan
menyesuaikan dengan incisalnya serta tidak terdapat atau jarang
terjadi penyempitan canal atau saluran ke akar. 15
3.4.4. Perubahan pada rongga pulpa seiring umur bertambah

Seiring bertambahnya umur, akan diperlukan pembentukan dentin


sekunder. Pulpa ialah jaringan yang berfungsi untuk membentuk
dentin sekunder yang masih dianggap kurang atau kecil secara umum
atau secara specific di daerah stimulasi (reparative). Maka dari itu
seiring waktu maka pulpa akan semakin mengecil. 15

3.5. Alasan gigi sakit setelah faktur dan gigi ngilu setelah fraktur.

Pulpa seperti halnya jaringan ikat lain, akan berubah sesuai dengan
perjalanan usianya.16 Enam perubahan normal yang terjadi pada jaringan pulpa
seiring pertambahan usia yaitu; penurunan ukuran dan volume pulpa,
peningkatan jumlah serat kolagen, penurunan jumlah odontoblas, penurunan
jumlah dan kualitas saraf dan menurunnya vaskularisasi dan penurunan
selularitas hampir secara keseluruhan.Pembentukan dentin yang terjadi seiring
dengan bertambahnya usia, secara bertahap akan mengurangi ukuran kamar
pulpa. Selain itu, muncul beberapa perubahan regresif pada pulpa yang
berhubungan dengan proses penuaan. Ada penurunan secara bertahap dalam
selularitas seiring dengan peningkatan jumlah dan ketebalan serat kolagen,
terutama pada pulpa didaerah akar gigi. Penurunan ukuran pulpa dianggap
berkaitan dengan pengurangan jumlah saraf dan pembuluh darah.17
Gambar 20-. A. Gambaran radiografi kondisi pulpa pada usia muda B. Gambaran
radiografi kondisi pulpa usia lanjut.16

3.5.1. Perubahan Pulpa Secara Morfologik

Perubahan morfologik paling nyata dalam proses penuaan


kronologik adalah berkurangnya secara cepat volume elemen seluler
dalam kamar pulpa. Hal ini terjadi akibat deposisi dentin
(dentinogenesis sekunder dan tersier) secara berkelanjutan dan adanya
pembentukan batu pulpa. Terbentuknya batu pulpa akan lebih
memperkecil lagi ruangan di kamar pulpa dan membatasi akses ke
foramen apikalis. Volume pulpa juga dapat mengecil secara tidak
proporsional akibat deposisi dentin irreguler (dentin reparatif) sebagai
respon atas cederanya odontoblas. Proses penuaan juga
mengakibatkan berkurangnya jumlah sel pulpa. Antara usia 20-70
tahun, kepadatan sel menurun sekitar 50%.17 Pengurangan sel
mengenai semua sel, dari odontoblas yang sangat terdiferensiasi
sampai ke sel cadangan yang tidak terdiferensiasi.17 Pengurangan
ukuran kamar pulpa yang disebabkan oleh sekresi matriks dentin
terus-menerus oleh odontoblas. Bila bertambah tua, sel fibroblas
menjadi lebih bulat, dengan nuklei bulat dan prosesus sitoplasmik
pendek. Perubahan bentuk disebabkan oleh pengurangan aktivitas sel
karena bertambah tua.18 Maka dari itu, sangat jelas perubahan pulpa
anak-anak dengan dewasa yang perlu diketahui oleh orang-orang
untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

3.5.2. Perubahan pulpa secara fisiologik

Proses penuaan kompleks pulpa-dentin mengakibatkan turunnya


permeabilitas dentin akibat mengecilnya diameter tubulus dengan
cepat (sklerosis dentin) dan akibat berkurangnya patensi tubulus
(pembentukan dead tract). Hal ini menyediakan perlindungan lebih
baik bagi pulpa dan dapat memperkecil efek cedera dari kondisi
seperti karies, atrisi dan penyakit periodontium.17

3.5.3. Alasan anak merasakan sakit dan ibu merasa ngilu di giginya

Proses penuaan kompleks pulpa-dentin menyediakan perlindungan


lebih baik bagi pulpa dan dapat memperkecil efek cedera dari kondisi
seperti karies, atrisi dan penyakit periodontium.17 Maka dari itu saat
fraktur pun ibu hanya merasakan ngilu. Berbeda dengan anak yang
memiliki volume rongga pulpa yang lebih besar dan mendekati
13,14
permukaan incisal/oklusal gigi dan dentin yang tipis sehingga
sangat rentang terjadi fraktur dengan pulpanya juga ikut terpotong dan
terbuka atau nyaris. Hal ini tentunya akan memberikan sensor yang
berbeda dengan ibunya sebagai orang dewasa dengan gigi
permanennya.
DAFTAR PUSTAKA

1 Fachrian S, Novita CF, Sunnati. Distribusi Frekuensi Faktor Penyebab


Ekstraksi Gigi Pasien Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh Periode Mei - Juli 2016. Journal Caninus Denstistry 2016; 1(4): p. 32.

2 Abduo J. Morphological Symmetry of Maxillary Anterior Teeth before and


after Prosthodontic Planning: Comparison between Conventional and
Digital Diagnostic Wax-Ups. Med Princ Pract 2016; 25; p. 276-8.

3 Firdaus M. Lebar Mesiodistal Gigi Permanen Rahang Atas Dan Rahang


Bawah Pada Mahasiswa Malaysia Di Fkg Usu. [Skripsi]. Sumatera Utara:
Universitas Sumatera Utara; 2010. [Internet]. Avalaible from :
https://123dok.com/document/dy4g51ry-lebar-mesiodistal-permanen-rahang-
rahang-bawah-mahasiswa-malaysia.html diakses pada 23 Februarii 2021.

4 Anggriani LD. Morfologi Gigi Desidui. [Online] repository.umy.ac.id


[Internet]. Avalaible from :
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/10048/Morfologi%2
0Gigi%20Desidui.pdf?sequence=1&isAllowed=y. diakses pada 23 Februarii
2021.

5 Maulani C, Enterprise J. Kiat Merawat Gigi Anak. [Online] Jakarta: PT Elex


Media Komputindo, p.2. Available from :
https://books.google.co.id/books?id=gWZNE2bTxaYC&pg=PA2&dq=perbe
daan+gigi+desidui&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjp3fnxof7uAhXVX3wKH
TtEDhAQ6AEwAXoECAEQAg#v=onepage&q=perbedaan%20gigi%20desi
dui&f=false

6 Scheid RC, Weiss G. Woelfel’s Dental Anatomy. 8th. Philadelphia :


Lippincott Williams & Wilkins; 2012. p. 173-4.

7 Lucchese A, Storti E. Morphological characteristics of primary enamel


surfaces versus permanent enamel surfaces: SEM digital analysis. Eur J
Paediatr Dent. 2011; 12(3): p. 179-83.

8 Mokshi R. Jain, Gheena. S. Dentin Comparison in Primary and Permanent


Molars under Compound Light Microscopy: A Study. Research J. Pharm. and
Tech. 2015; 8(10): p. 1372

9 Astuti LA, Anatomi dan Embriologi Gigi. Gowa: Agma; 2018. p. 9-14.

10 Harshanur IW. Anatomigigi. Jakarta: EGC; 2012. p. 221-34, p. 133-5.


11 Kurniasih I. Permasalahan-Permasalahan yang Menyertai Erupsi Gigi.
Mutiara Medika. 8(1); p. 53-4.

12 Anggraini LD, Utomo RB, Sunarno, Pramono D. Premature Loss dan


Perkembangan Rahang. Insisiva Dental Journal: Majalah Kedokteran Gigi
Insisiva. 2018: 7 (2); p. 54.

13 Scheid RC, Weiss G. Woelfel’s Dental Anatomy. 9th. Philadelphia :


Lippincott Williams & Wilkins; 2017.

14 Rashmi GS. Textbook of Dental Anatomy, Physiology and Occlusion.


Philadelphia. Jaypee Brothers Medical Publishers (P) LTD. 2014

15 Awan CA. Variation Of Pulp Cavities In Permanent And Deciduous Teeth.


Researchgate. 2020; p. 2-7. [Internet]. Available from :
https://www.researchgate.net/publication/342883064_VARIATION_OF_PU
LP_CAVITIES_IN_PERMANENT_AND_DECIDUOUS_TEETH

16 Tarigan AP. Proses penuaan dari aspek kedokteran gigi. Medan: USU Press,
2015: 81-2.

17 Torneck CD, Torabinejad M. Biologi jaringan pulpa gigi dan jaringan


periradiculer. Dalam buku: Prinsip dan praktik ilmu endodonsia. Walton RE,
Torabinejad M. Alih bahasa. Sumawinata N. 3 rd ed.,Jakarta: EGC, 2008: 4,
11- 7, 21-3.

18 Nehemia B. Prakiraan usia berdasarkan metode TCI dan studi analisis


histologis ruang pulpa pada usia 9-21 tahun. Tesis. Jakarta: Program Studi
Magister Ilmu Kedokteran Gigi Dasar FKG UI, 2012: 1-3, 13-5.

19 Nelson SJ, Ash MM. Wheeler’s Dental Anatomy, Physiology and Occlusion,
9th. St Louis ; Elsevier Saunders; 2010.p. 3-4.

Anda mungkin juga menyukai