Peranan Etika Akademik Di Perguruan Ting
Peranan Etika Akademik Di Perguruan Ting
Abstract:
College world is the world of science. Science explored and developed in
college. Therefore tri dharma college is something that should always be the
foundation as its main task. In the development of science in the universities
should be guided by academic ethics. A campus residents must hold fast to the
principle that, so there is no mortgage scientific principles, such as honesty,
objectivity, rationality, open, and cling to scientific values.
Abstrak:
Dunia perguruan tinggi adalah dunia ilmiah. Ilmu digali dan
dikembangkan di perguruan tinggi. Oleh karena itu tri dharma perguruan tinggi
adalah sesuatu yang senantiasa harus menjadi landasan sebagai tugas pokoknya.
Di dalam pengembangan keilmuan di perguruan tinggi harus berpedoman kepada
etika akademik. Seorang warga kampus harus berpegang teguh dengan prinsip
itu, sehingga tidak terjadi penggadaian prinsip-prinsip ilmiah, diantaranya seperti
kejujuran, obyektivitas, rasionalitas, terbuka, dan berpegang teguh kepada nilai-
nilai ilmiah.
Kata Kunci: Etika Akademik, Perguruan Tinggi, Obyektivitas, Rasionalitas.
PENDAHULUAN
Kita hidup di era globalisasi, dunia kesejagatan, dimana batas-batas
wilayah dalam makna kultur semakin menipis bahkan cenderung akan hilang.
Gaya hidup mengglobal itu telah menjadi milik manusia secara bersama-sama
pula. Di dalam kehidupan yang seperti itu maka tidak bisa dihindari akan terjadi
saling pengaruh di antara budaya manusia. Sudah menjadi hukum alam apabila
terjadi persaingan maka budaya yang kuatlah akan menang, sedangkan budaya
yang lemah akan kalah dan mengikut kepada budaya yang kuat itu. Budaya yang
kuat itu tidak pula lepas dari pengaruh atau power dari kekuatan peradaban bangsa
JURNAL AL – IRSYAD 59
Vol. V, No. 1, Januari – Juni 2015
ISSN: 2088 – 8341
yang menang tersebut. Karena itu terdapat signifikan bahwa budaya yang kuat itu
berasal pula dari negara-negar yang kuat baik dalam arti politik, ekonomi, ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Budaya kesejagatan umat manusia kelihatannya semakin cenderung
kepada budaya material, individual dan hedonis. Budaya-budaya tersebut, masuk
menembus ke dalam kehidupan manusia yang tidak boleh tidak akan mem-
pengaruhi pola hidup dan perilaku masyarakatnya. Budaya material itu ber-
implikasi kepada budaya konsumeris, yang akibatnya kebutuhan hidup semakin
meningkat, banyak hal-hal yang pada dasarnya tidak begitu diperlukannya, tetapi
justru dikonsumsinya.
Dampak dari materialis adalah meningkatnya kebutuhan di luar kebutuhan
utama manusia. Manusia mesti berupaya dengan berbagai cara untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, yang terkadang di dalam pemenuhan kebutuhan ini manusia
tidak mempertimbangkan apakah itu bersumber dari yang halal atau tidak.
Dampak individualis, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya
pemuasan ego manusia, meninggalkan atau setidaknya kekurangan perhatian
manusia terhadap manusia lainnya. Kemiskinan dan kebodohan yang melanda
umat manusia di dunia sekarang begitu juga di Indonesia, menimbulkan per-
tanyaan kita, siapakah yang bertanggung jawab untuk melepaskan mereka dari
kemelut tersebut?. Starategi memerangi kemiskinan dan kebodohan tidak
mungkin dituntaskan tanpa diatur disusun strategi yang tepat. Pemberian “ikan “
dalam hal ini tidak terlalu banyak manfaatnya, karena itu perlu pemberian
“pancing“. Untuk itu diperlukan manusia–manusia yang memiliki kepedulian
sosial yang tinggi. Pertanyaannya apakah kemiskinan yang melanda dunia dan
Indonesia erat kaitannya dengan kekurang pedulian sebagian masyarakat yang
memiliki wewenang dan kemampuan di lapangan ini untuk memiliki kepedulian
kepada orang lain.
Kecenderungan hedonisme, merebak di penjuru dunia juga adalah gejala
bahwa keinginan untuk mencapai kenikmatan hidup meningkat. Gejala
merebaknya di masyarakat terutama generasi muda yang terlibat dalam narkoba
adalah bukti nyata tentang itu, di samping meningkatnya penyimpangan seksual
di kalangan masyarakat.
Selain dari faktor ekstern yang disebutkan di atas, faktor intern pun tidak
kalah pentingnya untuk diketahui agar dapat dicarikan solusinya. Sudah sejak
lama sebagian masyarakat kita diserang oleh penyakit lemahnya komitmen
pribadi untuk menegakkan disiplin dan peraturan pada dirinya. Kelemahan itu
berdampak kepada munculnya perilaku-perilaku tidak terpuji yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari etik itu sendiri.
60 JURNAL AL – IRSYAD
Vol. V, No. 1, Januari – Juni 2015
Haidar Putra Daulay & Nurgaya Pasa : Peranan Etika Akademik di …
JURNAL AL – IRSYAD
61
Vol. V, No. 1, Januari – Juni 2015
ISSN: 2088 – 8341
62 JURNAL AL – IRSYAD
Vol. V, No. 1, Januari – Juni 2015
Haidar Putra Daulay & Nurgaya Pasa : Peranan Etika Akademik di …
JURNAL AL – IRSYAD
63
Vol. V, No. 1, Januari – Juni 2015
ISSN: 2088 – 8341
Keenam, seorang ilmuan harus memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu ber-
kehendak untuk mengembangkan ilmu untuk kemajuan ilmu dan untuk kebaha-
gian manusia , lebih khusus yntuk pembangunan bangsa dan negara (Tem Dosen
Filsafat Ilmu UGM , l996 : l2 )
Beberapa hal di atas adalah prinsip-prinsip dasar yang dipegangi oleh
setiap insan akademik dan prinsip-prinsip itu harus menjadi acuannya dalam ber-
tindak. Penyimpangan dari hal tersebut harus disadarinya bisa berdampak amat
luas di masyarakat. Misalnya bila ada seorang akademisi menyimpulkan sebuah
hasil penelitian yang disengaja direkayasa tidak berdasasarkan kepada apa yang
sesungguhnya, tentu dampaknya amat besar kepada masyarakat luas.
METODE ILMIAH
Apa yang dimaksud dengan metode ilmiah atau metode keilmuan itu?.
Metode ilmiah adalah pengetahuan yang diproses menurut kaedah-kedah dan
syarat-syarat ilmiah. Landasan pokok dari kaedah ilmiah itu adalah prosedur
pengungkapan kebenaran yang berdasarkan rational dan empiris.
Lahirnya metode ilmiah ini adalah untuk mendamaikan dua metode
sebelumnya yang masing-masing menyatakan bahwa metodenyalah yang paling
benar. Pertama metode rational. Menurut metode ini kebenaran itu adalah ber-
dasar kepada kebenaran akal (ratio). Akal sebagai kunci dari pembuka kebenaran.
Akan tetapi setelah dianalisa metode ini terdapat kelemahannya, yakni kebenaran
yang dimunculkan bisa bersifat slopsisme, yaitu pengetahuaan yang benar
menurut anggapan kita masing-masing, Kenapa demikian ? sebab tidak ada yang
akan menjadi hakim terhadap sesuatu yang dikemukakan seseorang secara
rational. Selanjutnya berkembang pula aliran emperisme. Aliran ini berpendapat
bahwa kebenaran haruslah berdasar atas pengalaman langsung yang dialami
manusia. Aliran ini pun tidak luput dari kelemahan. Sebab gejala yang terdapat
dalam pengalaman kita baru mempunyai arti kalau kita memberikan tafsir ter-
hadap gejala tersebut. (Suriasumantri, l981: 11).
Oleh karena kedua aliran tersebut (rationalisme dan emperisme) mem-
punyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, maka timbul pemikiran untuk
menggabungkan kedua aliran tersebut, itulah yang dinamakan metode keilmuan
atau metode ilmiah. Pendekatan rationalisme yang bersifat deduktif harus dileng-
kapi dengan pendekatan emperisme yang bersifat induktif. Pendekatan ilmiah ber-
tolak dari permasalahan kemudian landasan teori yang diajukan hingga melahir-
kan hipotesis, dan selanjutnya hipotesis itu diuji kebenarannya atau ketidak
benarannya secara emperis dan dari situ diambil kesimpulan.
Langkah-langkah yang diambil dalam penelitian ilmiah ini adalah :
1. Perumusan masalah.
2. Penyusunan kerangka berpikir.
64 JURNAL AL – IRSYAD
Vol. V, No. 1, Januari – Juni 2015
Haidar Putra Daulay & Nurgaya Pasa : Peranan Etika Akademik di …
3. Pengajuan hipotesis.
4. Pengujian hipotesis.
5. Penarikan kesimpulan. (Lubis, l994 : 22)
Di sini akan terjadi siklus logico, hipotetico dan verifikasi. Pada tahap
pengajuan logika dan hipotesis seseorang berada pada kawasan berpikir deduktif
(rasional), dan apabila telah masuk kekawasan verifikasi seseorang berada pada
kawasan induktif (emperik). Setelah hasil-hasil temuan lapangan di peroleh maka
hasil temuan lapangan itu dianalisa dan dalam menganalisa itu tentu meng-
gunakan rasio.
KESIMPULAN
Setelah diuraikan kedua variabel di atas yaitu etika akademik dan sikap
ilmiah, maka kita melihat pada dasarnya yang dibangun oleh etika akademiki itu
adalah juga sikap ilmiah. Sikap ilmiah pada dasarnya bertolak dari kekonsis-
tensian untuk melaksanakan kaedah-kaedah ilmiah. Dan hakikat dari sikap ilmiah
adalah menjaga keobyektifan ilmu itu sendiri tentang apa yang dilahirkan oleh
prosedur ilmiah itu. Sedangkan etika akademik itu juga adalah menjaga agar
setiap ilmuan berjalan pada etik yang senantiasa menjaga keobyektifan ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Deperateman Pendidikan dan kebudayaan, l983/l984, Materi Dasar Pendidikan
Program Akta Menagajar V, Jakarta.
Daulay, Haidar Putra, 2004, Dinamika Pendidikan Islam, Bandung: Cita Pustaka
Media.
Lubis, Solly,M, 1994, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju.
Suriasumantri, 1985, Ilmu dalam Prespektif, Jakarta: Gramedia.
----------------, l985, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantara Populer, Jakarta: Sinar
Harapan.
Santoso, Heru, 2000, Landasan Etis Bagi Perkembangan Teknologi, Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Team Dosen, l996, Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Yogjakarta: Liberty.
Zubair, Achmad Charis, l995, Kuliah Etika, Jakarta: Grafindo Persada.
JURNAL AL – IRSYAD
65
Vol. V, No. 1, Januari – Juni 2015