Luzio dan Lemke (2013) menyatakan bahwa terdapat faktor yang relevan yang
membantu untuk memahami green consumer behaviour ini, diantaranya adalah:
a. Reasons to buy green products
Merupakan alasan untuk membeli produk hijau. Konsumen hijau mengkonsumsi produk
bukan hanya untuk alasan terbuat dari bahan alami tetapi juga meliputi perhatian
mengenai masalah lingkungan.
b. Pricing
Harga dan penghematan biaya merupakan hal yang terkait erat dengan proses
konsumsi. Misalnya, ketika sebuah barang masuk dalam kategori mewah seperti mobil
maka konsumen akan menempatkan lingkungan sebagai faktor yang tidak terlalu
penting karena sudah membayar mahal, tetapi ketika sebuah barang masuk dalam
kategori murah maka konsumen lebih bersedia membayar dengan alasan lingkungan.
c. Perceived product confidence
Kepercayaan terhadap green product bahwa informasi mengenai manfaat yang
dirasakan adalah benar dan tidak semata-mata merupakan green washing atau
sekedar praktek bisnis semata.
d. Willingness to compromise
Kesediaan konsumen untuk membayar harga premium dan menerima produk dengan
tingkat yang lebih rendah dari kinerja atau penampilan demi lingkungan.
e. Product characteristics
Karakter dari green product yang mempengaruhi keputusan konsumen dan membuat
konsumen menentukan alternatif dalam memilih produk.
f. Knowledge
Pengetahuan mengenai lingkungan mempengaruhi perilaku konsumen hijau. Misalnya,
konsumen hijau dapat menggunakan pengetahuan lingkungan mereka untuk tidak
melakukan pembelian green product karena mereka mengetahui bahwa produk
tersebut tidaklah sesuai dengan iklannya.
g. Consideration of alternatives
Konsumen mempertimbangkan alternatif mengenai produk hijau dan produk yang tidak
hijau, dimana perusahaan sengaja menggunakan nama produk hijau agar laku padahal
produk tersebut tidak hijau.
h. Product’s point of purchase
Titik pembelian produk dimana konsumen mencari dan membeli produk hijau di tempat
yang mereka rasa nyaman dan memiliki nilai tambah, lebih tepatnya yaitu pemilihan
alternatif untuk tempat membeli green product.
i. Use and disposal
Penggunaan produk dan pembuangan produk dimana green consumer memiliki
pengetahuan tentang bagaimana menggunakan produk hijau, dengan teknologi apa
produk hijau dibuat, dan tentang bagaimana desain produk bisa membuat konsumen
tertarik. Dengan demikian, produk hijau tersebut bisa memenuhi kebutuhan didalam
penggunaan dan pembuangan untuk green consumer.
use of organic product, made with processes that provide energy saving, then by
the action of recycling, in fact a green consumer is "one who purchase products
and services perceived to have a positive (or less negative) influence on the
environment […]"[13]
We can find a green consumer behavior when an individual acts ethically, motivated not
only by his/her personal needs, but also by the respect and preservation of the welfare
of entire society, because a green consumer takes into account the environmental
consequences (costs and benefits) of his/her private consumption. Green consumers
are expected to be more conscientious in their use of assets, for example by using their
goods without wasting resources. However the Eurobarometer's survey of consumers’
behavior (2013) showed that consumers seem not to be fully conscious of the
importance to adopt a set of new behaviors, that are more environmental-friendly. In this
report it is possible to find that even though a very high proportion of citizens buy green
products (80%), more than a half are classified as occasional maintenance (54%), and
only a quarter are regular buyer of green products (26%). This fact implies that most of
people do not behave like green consumer continuously, probably because of a lot of
social and economic constraints, such as the fact that green products are much more
expensive than non-green ones, and also because it is not always so easy to find
organic and biological goods for each category, and because the green-retailers are not
so widespread. Some researchers find that personal values are influential determinants
of consumption and that pro-environmental behavior might serve as a signal of
personality dimension. Considering the time-horizon in the acquisition of green
behavior, we can distinguish two types of consumers:
1. prevention-type consumers, that feel a moral duty towards a greener lifestyle
2. promotion-type, that are more focused on their aspirations and their dreams and
don't strongly feel the pressure to quickly adjust their behavior in the direction of
becoming more environmental-friendly.[14]
Another research find the effect of gender and social identity on green consumption:
"female declared higher levels of sustainable consumption compared with male
participants; however when social identity is salient, male increased their sustainable
consumption intentions to the same level as female.[15] In this research are identified two
kind of people, that have more:
1. self-transcendent values, like woman, that are more willing to engage in
sustainable consumption
2. self-enhanced values, like men, that are less interested in green behavior
The fact is that sustainable consumption is, for men, a way to reinforce their social
image, showing to others that they care about environment, instead for women is
intrinsically important. The evidence is that green consumers are mainly female, aged
between 30 and 44 years old, well educated, in a household with a high annual income.
[16]
PENDAHULUAN
Pertumbuhan populasi penduduk yang cenderung meningkat menyebabkan permintaan
akan produk-produk yang dapat memenuhi kebutuhan manusia pun Green Marketing
Dan Green Consumer Behavior Di Indonesia: Sebuah Studi Literatur 89 terus
meningkat. Tetapi, meningkatnya permintaan produk tersebut tidak sejalan dengan
ketersediaan bahan baku, seperti ketersediaan minyak bumi untuk bahan bakar atau
ketersediaan hutan untuk memenuhi kebutuhan kayu. Masalah lain pun timbul seperti
masalah kerusakan lingkungan dikarenakan limbah industri, limbah konsumsi,
kebakaran hutan, dan masalah lingkungan lainnya. Hal tersebut menimbulkan
kekhawatiran dalam benak konsumen dan menyebabkan pola konsumsi yang
cenderung berubah. Mayoritas konsumen telah menyadari bahwasanya pola konsumsi
mereka dapat menimbulkan dampak langsung terhadap banyak sekali masalah
lingkungan. Sehingga mereka menerapkan kesadaran tersebut pada pola konsumsi
mereka dengan mempertimbangkan isu lingkungan dalam berbelanja, seperti
memperhatikan apakah kemasan suatu produk dapat didaur ulang atau tidak (M.
Laroche et al., 2001). Situasi tersebut merupakan tantangan bagi pemasar untuk dapat
memenuhi permintaan yang terus meningkat dengan tetap bertanggung jawab secara
sosial dan bertanggung jawab secara lingkungan, yakni tetap menjaga
keberlangsungan atau kelestarian lingkungan (environmental sustainability) (Istantia,
Kumadi, & Hidayat, 2016; Nair & Maram, 2015). Beberapa produsen pun mengganti
strategi produksi dengan menggunakan bahan baku produksi yang aman bagi
lingkungan dan menimbulkan fenomena baru dalam dunia pemasaran yang disebut
green marketing atau pemasaran yang ramah lingkungan (Agustin, Kumadji, & Yulianto,
2015). Green marketing mengacu kepada pemasaran holistik dimana aktivitas
pemasaran memanfaatkan sumber daya yang terbatas (Anika, 2014), diterapkan
perusahaan dan akan memberikan dorongan kepada konsumen yang selektif dalam
pembelian produk sehingga produk yang dihasilkan perusahaan yang menerapkan
konsep tersebut akan lebih banyak dicari dan disukai oleh konsumen (Agustin et al.,
2015). Di Indonesia, kesadaran terhadap lingkungan semakin meningkat, dapat dilihat
dari tumbuhnya gerakan seperti hari bumi (earth day), pergi bekerja menggunakan
sepeda (bike to work), hari bebas kendaraan (car free day) dan beberapa gerakan yang
mendukung kegiatan pelestarian lingkungan maupun gerakan gaya hidup lebih sehat.
Dengan didukung oleh pendidikan terhadap lingkungan yang semakin membaik, serta
meningkatnya daya beli, Indonesia dapat menjadi pasar potensial bagi pemasar yang
ingin menerapkan konsep green marketing. Tetapi, walaupun Indonesia seperti juga
beberapa negara Asia lainnya memiliki potensi, informasi mengenai perilaku konsumen
hijau (green consumer behavior) masih relatif sedikit dibandingkan dengan di negara-
negara maju yang sudah lebih dulu memulai gerakan peduli lingkungan (Lee, 2014).
Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini hendak mengumpulkan informasi dari
beberapa literatur untuk membahas green consumer behavior khususnya di Indonesia
dan praktik green marketing yang sesuai dengan perilaku yang khas dari Indonesia,
diantaranya: Bagaimana perkembangan Green Consumer Behavior di Asia, khususnya
di Indonesia dan strategi Green Marketing apa saja yang sudah dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan konsumen hijau (green consumer) di Asia, khususnya di
Indonesia? Informasi tersebut ditujukan untuk mengetahui perkembangan Green
Consumer Behavior di Asia, khususnya di Indonesia berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya dan untuk mengetahui strategi-strategi pemasaran hijau (green
marketing) yang telah dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen hijau
(green consumer) di Asia, khususnya di Indonesia. Informasi tersebut merupakan
sumbangan informasi untuk mahasiswa jurusan manajemen pemasaran mengenai
perkembangan konsep pemasaran yang berbasis lingkungan (green marketing) serta
informasi mengenai perubahan perilaku konsumen yang sudah mulai peduli atas
dampak pola konsumsi terhadap lingkungan (green consumer behavior) di Asia,
khususnya di Indonesia sehingga dapat memberikan bahan pertimbangan untuk
menentukan strategi pemasaran di kemudian hari yang tidak hanya menguntungkan
secara bisnis tetapi juga mendukung keberlangsungan lingkungan (environmental
sustainability).
Keberlangsungan Lingkungan (Environmental sustainability)
John Morelli dari Rochester Institute of Technology, mendefinisikan bahwa
“environmental sustainability could be defined as a condition of balance, resilience, and
interconnectedness that allows human society to satisfy its needs while neither
exceeding the capacity of its supporting ecosystems to continue to regenerate the
services necessary to meet those needs nor by our actions diminishing biological
diversity” (Morelli, 2011). Artinya, keberlangsungan lingkungan adalah kondisi
keseimbangan, ketahanan, dan keterkaitan yang memberikan keleluasaan pada
manusia untuk memenuhi kebutuhan mereka tanpa melebihi kapasitas ekosistem
pendukung agar dapat terus memenuhi kebutuhannya tanpa memusnahkan keragaman
hayati. Proses pemenuhan kebutuhan manusia tersebut tidak terlepas dari aktivitas
belanja atau beli membeli. Dan produsen yang menyadari akan keberlangsungan akan
berusaha untuk memenuhi kebutuhan individu (konsumen) untuk waktu yang lama. Hal
ini berarti mendesain dan memasarkan produk yang dapat digunakan oleh konsumen
secara universal di seluruh dunia tanpa membahayakan baik konsumen maupun
lingkungan (sustainable marketing) (Nandini, 2016). Pride dan Ferrell (1993) dalam
(Nandini, 2016) mengungkapkan bahwa sustainable marketing juga dikenal sebagai
environmental marketing atau green marketing, dan artikel ini akan menggunakan
istilah green marketing yang mengacu pada aktivitas pemasaran yang tidak
membahayakan lingkungan atau secara luas menjaga keberlangsungan lingkungan
(environmental sustainability).
Pemasaran Hijau (Green Marketing)
American Marketing Assosiation (AMA) mendefinisikan bahwa “green marketing is the
marketing of products that are presumed to be environmentally safe. This green
marketing incorporates a broad range of activities, including product modification,
changes to the productions process, packaging, changes, as well as modifying
advertising”(Istantia et al., 2016). Maksudnya, green marketing atau pemasaran hijau
merupakan pemasaran yang memasarkan produk yang dianggap aman bagi
lingkungan. Hal tersebut meliputi beberapa hal seperti modifikasi produk, perubahan
proses produksi, kemasan, hingga perubahan proses promosi. Sedangkan Mintu dan
Lozada (1993) dalam (Silvia, H, & Kusumawati, 2014) mendefinisikan pemasaran hijau
sebagai aplikasi dari alat pemasaran untuk memberikan fasilitas perubahan untuk
kepuasan organisasi dan tujuan individual dalam melakukan kegiatan pemeliharaan,
perlindungan, dan konservasi pada sumber daya alam.
Tujuan pemasaran hijau (green marketing)
menurut Grant (2007) dalam (Silvia et al., 2014), dibagi dalam tiga tahap:
(1) Tahap green, konsep pemasaran yang mengkomunikasikan sikap peduli terhadap
Green Marketing Dan Green Consumer Behavior Di Indonesia: Sebuah Studi Literatur
91 lingkungan hidup;
(2) Tahap greener, konsep pemasaran yang memiliki tujuan komersialisasi dan
mengubah gaya konsumen dalam mengkonsumsi atau memakai produk perusahaan;
(3) Tahap greenest, konsep pemasaran yang memiliki tujuan untuk mengubah budaya
konsumen kearah yang lebih peduli terhadap sumber daya alam.
Berdasarkan tiga tahap tersebut, tidak semua produsen berada pada tahap yang sama.
Apakah konsep pemasaran hijau (green marketing) di Asia, khususnya di Indonesia
sudah mempraktikan konsep pemasaran yang benar-benar berorientasi lingkungan
atau masih dalam tahap pertama, yakni hanya sebatas mengkomunikasikan
kepeduliannya terhadap lingkungan sebagai daya tarik pemasaran terhadap konsumen
peduli lingkungan? Karena menurut Grant (2007) dalam bukunya “The Green Marketing
Manifesto” konsep pemasaran hijau yang benar adalah yang bertujuan untuk
melestarikan lingkungan bukan hanya mencari nilai tambah yang membuat nama
produknya terlihat baik (Silvia et al., 2014). Hal tersebut dapat dilihat dari strategi
pemasaran perusahaan yang terdiri dari pengambilan keputusan dalam anggaran
pemasaran, bauran pemasaran, serta alokasi pemasaran dalam hubungannya dengan
kondisi kompetitif dan lingkungan yang diinginkan (Kotler & Keller, 2012).
Adapun bauran pemasaran pada green marketing adalah bauran pemasaran yang
harus responsif terhadap masalah lingkungan karena bertujuan untuk kelestarian
lingkungan (Agustin et al., 2015; Silvia et al., 2014) yang terdiri dari:
1. Green Product
Produk ramah lingkungan merupakan produk yang mengutamakan keamanan jangka
panjang bagi penggunanya dan lingkungan (Istantia et al., 2016) yang bertujuan untuk
mengurangi konsumsi sumber daya dan polusi serta meningkatkan konservasi sumber
daya yang langka (Tiwari, Tripathi, Srivastava, & Yadav, 2011).
2. Green Price
Biaya dalam menghasilkan green product yang memiliki kinerja, fungsi, desain, bentuk
yang menarik dan menjadi faktor penentu antara nilai produk dan kualitas produk relatif
lebih tinggi, seperti pemasangan teknologi baru, mesin, penggunaan sumber daya yang
lebih mahal berpengaruh terhadap produk sehingga harga green product lebih mahal
dibandingkan produk sejenis yang tidak berkonsep green marketing (Istantia et al.,
2016).
3. Green Place
Pilihan saluran green place memilih tempat atau lokasi saluran yang meminimalkan
kerusakan lingkungan serta membuat suatu produk tersedia sehingga memiliki dampak
signifikan bagi konsumen (Istantia et al., 2016).
4. Green Promotion
Green promotion merupakan gerakan promosi yang membahas hubungan antara
produk/ jasa dan lingkungan biofisik, promosi yang mempromosikan gaya hidup ramah
lingkungan dengan menyorot produk atau jasa, dan promosi yang menyajikan citra
perusahaan dari tanggung jawab lingkungan (Istantia et al., 2016; Tiwari et al., 2011).
Terdapat tiga tipe green advertising (Nandini, 2016):
• Iklan yang menggambarkan hubungan produk yang diciptakan dengan lingkungan
biofisikal.
• Iklan yang mempromosikan gaya hidup “green” dengan menggunakan produk yang
diciptakan.
• Iklan yang menggambarkan citra perusahaan dengan bertanggung jawab terhadap
lingkungan.
Selanjutnya, seiring dengan meningkatnya kepedulian konsumen akan kelestarian
lingkungan, bauran pemaran hijau atau green marketing mix dapat disinergikan
kedalam langkah-langkah strategi green marketing.
Dibawah ini adalah beberapa strategi green marketing yang dapat diadaptasi (Nandini,
2016):
1. Succesful market segmentation and concentration on selected market segmentation
(segmentasi pasar yang terkonsentrasi pada segmentasi pasar terpilih). Perusahaan
harus fokus terhadap pasar yang meliputi green consumers.
2. Developing a new generation of green product (mengembangkan generasi baru dari
green product). Perusahaan harus mempertimbangkan efek negatif sebuah produk
terhadap lingkungan dan berusaha meminimalisasikannya sejak dari tahap awal
pengembangan produk.
3. Green Positioning. Perusahaan yang tertarik untuk memposisikan perusahaannya
sebagai perusahaan yang “green” harus memastikan semua kegiatannya sesuai
dengan citra yang dikomunikasikan dan tidak melakukan kebohongan termasuk
kebohongan melalui media.
4. Applying Green Promotion. Kegiatan promosi perusahaan akan kepedulian terhadap
lingkungan akan sia-sia jika aktivitasnya tidk sesuai dengan apa yang dipromosikan.
5. Green Packaging. Perusahaan yang memproduksi dan menggunakan kemasan pada
produknya dapat mengganti kemasan produk dengan kemasan ramah lingkungan (eco-
friendly). Kemasan tersebut dapat digunakan sebagai alat bantu untuk konsumen yang
peduli terhadap lingkungan dalam memilih produk.
6. Deciding about Green Prices. Bersediakah konsumen membayar lebih untuk green
product? Penetapan harga merupakan tantangan bagi perusahaan dalam menawarkan
green product dikarenakan biaya produksi yang lebih tinggi dari produk biasa.
7. Applying “green” logistics. Mendesain kemasan yang efisien selain dapat
memudahkan proses distribusi produk juga dapat mengurangi sampah dalam jumlah
besar.
8. Changing the attitude towards waste. Menggunakan kemasan yang dapat didaur
ulang dapat menciptakan pasar baru karena limbah produksi yang dapat didaur ulang
dapat menjadi bahan baku untuk perusahaan lain.
Beberapa strategi green marketing lainnya yang tidak kalah penting juga diungkapkan
oleh B. Nandini, yakni (Nandini, 2016):
1. Being genuine. Perusahaan yang sungguh-sungguh melakukan bisnis yang
mengkampanyekan green marketing, seluruh kebijakan bisnis yang dirumuskannya pun
secara konsisten mendukung segala aktivitas perusahaan yang mencerminkan
kegiatan ramah lingkungan.
2. Educate your customer. Perusahaan tidak hanya mengkomunikasikan bahwa
perusahaan tersebut melakukan kegiatan peduli terhadap lingkungan tetapi juga
menjelaskan mengapa hal tersebut penting untuk dilakukan.
3. Give your customers an opportunity to participate. Menciptakan manfaat personal
dengan melibatkan konsumen dalam kegiatan pelestarian lingkungan.
4. Know your customer. Hal pertama yang harus dilakukan oleh perusahaan sebelum
menjual produknya adalah memastikan bahwa konsumen yang dituju adalah konsumen
yang menyadari dan peduli terhadap isu yang ingin diatasi oleh perusahaan.
5. Empower consumers. Memastikan bahwa konsumen merasakan sendiri, maupun
bersama-sama dengan konsumen lainnya dapat menciptakan perubahan.
Pemberdayaan konsumen tersebut dapat merupakan alasan utama mengapa
konsumen bersedia membeli green product.
6. Be transparent. Konsumen harus memiliki kepercayaan terhadap legitimasi
perusahaan dalam mengkomunikasikan produk yang dihasilkan. Maka dari itu,
perusahaan harus mengungkapkan informasi penting terkait untuk mencipatakan
ekonomi ramah lingkungan.
Perilaku Konsumen Hijau (Green Consumer Behavior)
Sebagaimana diungkapkan pada strategi pemasaran di atas, bahwa perusahaan perlu
untuk mengetahui konsumennya sebelum meluncurkan produknya (Nandini, 2016),
maka pemasar perlu mengetahui ciri dari perilaku konsumen yang peduli terhadap
lingkungan (green cosumer behavior).
Menurut Engel, “a consumer behavior is an action that direct involved to get things,
consumptions, and to use those things (product or services), including decision process
before and follow that decision” (Engel & Blackwell, 1982). Maksudnya, perilaku
konsumen adalah aksi yang secara langsung mempengaruhi bagaimana mendapatkan
sesuatu, konsumsi, dan bagaimana menggunakan produk tersebut (produk dan jasa),
termasuk proses sebelum dan sesudah memutuskan. Menurut Ujang Sumarwan
(2011), perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis
yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli,
menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau
kegiatan mengevaluasi (Sumarwan, 2011).
Lalu apa yang membedakan perilaku konsumen hijau (green consumer behavior)
dengan konsumen lainnya? Era 90-an isu lingkungan sudah mulai menjadi
kekhawatiran. Di Eropa dan Amerika Serikat, perusahaan menyadari bahwa konsumen
akan membeli atau tidaknya suatu produk berdasarkan pertimbangan isu lingkungan
(Andrew & Slamet, 2013). Perjanjian antara pemerintah Amerika Serikat dengan China
mengenai kerjasama dalam isu perlindungan lingkungan merupakan salah satu yang
terkait dengan munculnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. Kerjasama
antar dua negara tersebut mengakibatkan negara-negara yang berada di kawasan Asia
dan Amerika secara tidak langsung dituntut untuk dapat menjaga kondisi lingkungan
negara masing-masing agar emisi gas kaca yang mereka hasilkan dapat dikendalikan
sehingga perusahaan di dalam negeri dituntut untuk beroperasi dengan memasukan
unsur pelestarian lingkungan.
Di Indonesia, hal tersebut diatur dalam peraturan mengenai lingkungan hidup,
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 37 Tahun 2009. Hal tersebut
mendorong fenomena yang disebut green marketing, dimana target pasar adalah
segmen populasi konsumen hijau (green consumer) (Siringi, 2012) atau disebut juga
environmental consumerism (Ottman, 1995), dan didalamnya termasuk desain, proses
produksi, kemasan, penggunaan, dan pembuangan produk (Lampe & Gazda, 1995).
Green consumer didefinisikan sebagai mereka yang secara aktif mencari dan
mendukung produk yang memuaskan kebutuhan mereka dan memiliki dampak yang
paling kecil terhadap lingkungan (Ottman, 1995). Jika mereka dihadapkan kepada
pilihan antara dua produk yang identikal, mereka akan lebih memilih produk yang
ramah lingkungan (Pickett-Baker & Ozaki, 2008).
Sedangkan environmental consumerism didefinisikan sebagai konsumen yang sadar
akan kekhawatiran ekologi dan berusaha untuk melindungi dirinya dan planet bumi
dengan membeli lebih banyak produk yang tidak memiliki dampak ekologi pada proses
produksinya (Ottman, 1995). Dilandasi oleh kepedulian terhadap lingkungan tersebut,
perilaku dari green consumer berbeda dengan konsumen pada umumnya (green
consumer behavior).
Penelitian-penelitian terdahulu perihal green consumer behavior fokus terhadap
perilaku yang dapat mengurangi sumber daya dan penggunaan energi (Gardner &
Stern, 2002).
Istilah “green” umumnya digunakan secara bergantian dengan istilah “pro-
environmental” atau “eco-friendly” (Siringi, 2012). Tetapi, dikarenakan perbedaan
definisi antara “green” dan “environment”, maka istilahistilah tersebut digunakan untuk
tujuan yang berbeda.
Istilah “green” digunakan ketika hendak mengindikasikan kepedulian terhadap
lingkungan fisik seperti udara, air, dan tanah (physical environment) (Siringi, 2012).
Maka, “green consumer” adalah seorang individu yang perilakunya dipengaruhi oleh
kepeduliannya terhadap lingkungan dan hal tersebut dicerminkan oleh bagaimana
individu tersebut mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang
produk. Perilaku tersebut disebut “green consumer behavior” (Siringi, 2012).
Sedangkan, sikap kepedulian terhadap lingkungan dijelaskan oleh Axelrod dan Lehman
(1993) dalam (Andrew & Slamet, 2013), environmental behavior adalah “action which
contribute towards environmental preservation and or conservation”. Action yang
dimaksud mengacu pada proses dalam melakukan sesuatu, sedangkan contribute
maksudnya adalah bergabung dengan yang lain untuk memberikan sesuatu (bantuan,
uang, ide, dsb), maka dapat disimpulkan bahwa environmental behavior merupakan
satu perilaku maupun tindakan yang berkontribusi dan memiliki dampak yang positif
akan pelestarian lingkungan, sistem bumi, dan sumber daya alam.
Perilaku konsumen yang peduli lingkungan akan mempengaruhi keinginannya untuk
mengkonsumsi produk yang ramah lingkungan (Andrew & Slamet, 2013).
Lebih rinci, environmental behavior seseorang ditentukan oleh tujuh variabel (Lee,
2008) yaitu:
1. Environmental attitude (sikap terhadap lingkungan) yang mengacu pada penilaian
kognitif individu terhadap nilai dari perlindungan lingkungan (Lee, 2008).
2. Environmental concern (kepedulian terhadap lingkungan), yaitu tingkatan dari
keterlibatan secara emosional dalam isu-isu lingkungan (Lee, 2008).
3. Perceived seriousness of environmental problems (pemahaman mengenai
keseriusan dari masalah-masalah lingkungan). Jika seseorang konsumen menganggap
bahwa isu lingkungan adalah isu yang penting, tentunya perilaku konsumen tersebut
dalam kegiatan sehari-harinya akan sangat mempertimbangkan faktor lingkungan
(Andrew & Slamet, 2013). Di negara Asia, tingkat masalah lingkungan lebih buruk
daripada di negara barat. Menurut Moser dan Uzzel (2013) dalam (Andrew & Slamet,
2013) Green Marketing Dan Green Consumer Behavior Di Indonesia: Sebuah Studi
Literatur 95 mengungkapkan bahwa media, dalam hal ini diyakini memegang peranan
besar dalam mengajarkan keseriusan dari masalah lingkungan.
4. Perceived environmental responsibility (pemahaman mengenai tanggung jawab atas
lingkungan). Lai (2008) dalam (Andrew & Slamet, 2013) mengungkapkan, pengetahuan
seseorang akan lingkungannya menjadi faktor yang menentukan seberapa pahamnya
ia akan tanggung jawabnya terhadap lingkungan.
5. Perceived effectiveness of environmental behavior (pemahaman mengenai
keefektifan dari perilaku lingkungan). Apabila seorang individu berpandangan bahwa
keterlibatannya dalam kegiatan yang pro lingkungan akan memberikan perubahan yang
besar dalam lingkungan, maka ia akan melakukan aktivitasnya dengan
mempertimbangakn masalah lingkungan. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap
environmental behavior – nya (Andrew & Slamet, 2013).
6. Perceived self-image in environmental protection (pemahaman mengenai self-image
dalam perlindungan lingkungan). Ketika seseorang ingin menunjukkan jati dirinya, ia
akan merfleksikannya dalam tindakannya. Sama halnya dalam kepedulian terhadap
lingkungan, maka ia akan melakukan segala kegiatannya dengan menunjukkan bahwa
ia peduli terhadap masalah lingkungan melalui kegiatan yang dilakukannya (Andrew &
Slamet, 2013).
7. Peer influence (pengaruh teman sebaya). Pengaruh teman sebaya menjadi faktor
yang paling kuat dalam mempengaruhi dalam mempengaruhi perilaku pembelian
seseorang. Jika seseorang tidak berperilaku sama dengan teman sebayanya, maka
kemungkinan besar ia akan diperlakukan berbeda oleh lingkungan terdekatnya. Maka,
ia akan berusaha untuk berperilaku sama dengan rekan sebayanya atau teman
sepergaulannya (Lee, 2008).
Segmentasi Konsumen Peduli Lingkungan
Adapun segmentasi konsumen yang peduli terhadap lingkungan (Das, Dash, & Padhy,
2012):
1. True blue greens (30%): True blues adalah aktivis lingkungan. Mereka memiliki
karakteristik memiliki pengetahuan mendalam perihal isu lingkungan. Dibandingkan
dengan konsumen rata-rata, true blues lebih menunjukan perilaku sadar lingkungan,
seperti peduli terhadap proses daur ulang dari sebuah produk maupun kemasan.
2. Greenback greens (10%): Mereka tidak sepenuhnya memiliki waktu untuk melakukan
seluruh aktivitas pelestarian lingkungan, tetapi mereka masih memiliki kecenderungan
untuk membeli green product.
3. Sprouts (26%): Konsumen yag cukup peduli terhadap lingkungan, tetapi hanya yang
berhubungan dengan kebutuhan dirinya. Maka, mereka akan membeli produk yang
ramah lingkungan selama produk tersebut sesuai dengan kebutuhannya.
4. Grousers (15%). Grousers percaya bahwa perilaku individu mereka tidak dapat
memperbaiki kondisi lingkungan. Mereka umumnya tidak terlibat dan tidak tertarik
dengan isu lingkungan
5. Apathetics (18%). Apathetics tidak cukup peduli dengan lingkungan dan mereka juga
percaya bahwa ketidakpedulian terhadap lingkungan merupakan hal yang umum
(mainstream).
Berdasarkan literatur-literatur yang sudah dijabarkan perihal environmental
sustainability, green marketing, dan green consumer behavior, artikel ini hendak
menggambarkan perkembangan green consumer behavior dan strategi green
marketing seperti apa yang sudah dilakukan dalam pasar green consumers di Asia,
khususnya di Indonesia dengan mengacu pada beberapa penelitian-penelitian yang
sudah dilakukan.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah tinjauan pustaka dengan
menggunakan data sekunder yang diambil dari jurnal akademik serta material yang
relevan dengan judul artikel. Teknis pencarian jurnal adalah sebagai berikut: •
Pencarian jurnal akademik menggunakan google scholar dengan kata kunci (key word)
green marketing, environmental sustainability, green consumers dan green consumer
behavior. • Artikel-artikel yang ditemukan dipilah dengan mengacu pada abstrak, kata
kunci, hasil penelitian dan kesimpulan guna mendapatkan pengertian perihal konsep
dan teori, serta informasi lainnya tentang green marketing dan green consumer
behavior yang dibutuhkan dalam menyusun artikel ini. • Jurnal nasional yang dipilih
adalah jurnal yang menggambarkan situasi green marketing dan green consumer
behavior di Indonesia, sedangkan jurnal internasional dipilih untuk menggambarkan
green marketing di Amerika, Jepang dan China. • Rentang waktu yang digunakan
berkenaan dengan perkembangan green marketing dan perkembangan green
consumer behavior adalah tahun 2013 sampai dengan tahun 2015. Hal ini dikarenakan
masih terbatasnya penelitian tentang kedua topik tersebut baik masa lampau dan yang
terkini, khususnya di Indonesia.
KESIMPULAN
Dibandingkan dengan negara lainnya, seperti Amerika, Jepang dan China, aktivitas
green marketing serta perilaku konsumen yang pro-lingkungan (green consumer
behavior) di Indonesia masih relatif lebih sedikit atau rendah. Berdasarkan beberapa
literatur yang digunakan pada studi ini, beberapa faktor turut mempengaruhi,
diantaranya yang paling penting adalah kesadaran konsumen akan pentingnya peran
mereka dalam menjaga keberlangsungan lingkungan dengan mengubah perilaku
konsumsi mereka.
Kesadaran konsumen akan timbul dan 4 Go green memiliki empat prinsip umum yaitu
Reduce, Reuse, Recycle dan Replace (Kusminah, 2018) semakin kuat jika diberi
informasi dan pengetahuan yang lengkap dan benar perihal isu lingkungan.
Pengetahuan yang baik dari konsumen akan mendorong perilaku yang positif terhadap
keberlangsungan lingkungan (environmental sustainability).
Maka dari itu bagaimana produsen mengkomunikasikan perihal keterkaitan antara
konsumsi produk dengan keberlangsungan lingkungan adalah hal penting dalam
mengedukasi dan mempengaruhi konsumen menjadi green consumers. Selain itu,
dukungan pemerintah baik berupa regulasi lingkungan maupun regulasi perdagangan
yang pro-lingkungan pun akan ikut mendorong perilaku konsumen keaarah green
consumer behavior seperti yang sudah terjadi baik di Amerika Serikat, Jepang dan saat
ini China yang aktivitas green marketing-nya sedang berkembang. Green marketing
didukung oleh green consumer behavior yang positif serta dukungan pemerintah dalam
mendorong perilaku keberlangsungan lingkungan akan menjadikan Indonesia memiliki
potensi untuk menjadi pasar yang menjaga keberlangsungan lingkungannya di masa
yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, R. D., Kumadji, S., & Yulianto, E. (2015). PENGARUH GREEN MARKETING
TERHADAP MINAT BELI SERTA DAMPAKNYA PADA KEPUTUSAN PEMBELIAN
( Survei Pada Konsumen Non-Member Tupperware Di Kota Malang ). Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB), 22(2), 1– 10. Retrieved from
administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id Andrew, & Slamet, F. (2013). Pengaruh
Environmental Behavior Terhadap Green Purchasing Behavior Pada Anak Muda
Generasi C Di Jakarta. Peran Perbankan Syariah Dalam Penguatan Kapasitas Umkm
Menuju Kemandirian Ekonomi Nasional, 1993(April), 10–20. Anika. (2014). A Survey on
Green Marketing. International Journal of Engineering Sciences Paradigms and
Researches, 15(1), 37–42. Retrieved from www.ijesonline.com Banerjee, S. (2016).
Environmental Marketing ( Green Marketing Rudiments ). IOSR Journal of Business
and Management, 69–74. Das, S. M., Dash, B. M., & Padhy, P. C. (2012). Green
Marketing Strategies for Sustainable Business Growth. Journal of Business
Management & Social Sciences Research, 1(1), 82–87. Retrieved from
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.829.5447&rep=rep
1&type=pdf Duquesne University. (2010). Green marketing. Pittsburgh, Pennsylvania,
United States of America: Duquesne University: Center for Green Industries and
Sustainable Business Growth of Duquesne University, Pittsburgh, PA.
http://doi.org/10.1108/02580540810868041 Engel, J. F., & Blackwell, R. D. (1982).
Consumer behavior. Dryden Press. Retrieved from
https://books.google.co.id/books/about/Consumer_Behavior.html?id=aHsHN
CvBpecC&redir_esc=y Gardner, G. T., & Stern, P. C. (2002). Environmental problems
and human behavior. Pearson Custom Pub. Green America. (2013). The Big Green
Opportunity For Small Businesses in the US 2013. Hongwei, D. (2012). Environment
Policy and Consumer Behavior in Japan (The 6th Consortium on Global perspectives in
Japanese Studies : International Workshop “Consumption and Consumerism in
Japanese Culture”). 比較日 本学教育研究センター研究年報, 8(1), 165–170. Retrieved
from http://teapot.lib.ocha.ac.jp/ocha/bitstream/10083/51900/1/26_165-170.pdf
International Markets Bureau. (2011). The Indonesian Consumer Behaviour , Attitudes
and Perceptions Toward Food Products. Ottawa. Istantia, S., Kumadi, S., & Hidayat, K.
(2016). PENGARUH GREEN MARKETING TERHADAP CITRA MEREK DAN
KEPUTUSAN PEMBELIAN ( Survei pada Pengguna Produk Ramah Lingkungan Lampu
Philips LED di Perum Kepanjen Permai 1, RW 4, Desa Talangagung, Kec. Kepanjen,
Malang, Jawa Timur). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), 32(1), 174–182. Kotler, P., &
Keller, K. L. (2012). Marketing Management (14th ed.). Upper Saddle River, New
Jersey: Prentice Hall. Green Marketing Dan Green Consumer Behavior Di Indonesia:
Sebuah Studi Literatur 105 Kusminah, I. L. (2018). Penyuluhan 4r ( Reduce , Reuse ,
Recycle , Replace ) dan Kegunaan Bank Sampah Sebagai Langkah Menciptakan
Lingkungan yang Bersih dan Ekonomis di Desa Mojowuku Kabupaten Gresik. Jurnal
Pengabdian Masyarakat LPPM Untag Surabaya, 3(1), 22–28. Lampe, M., & Gazda, G.
M. (1995). Green marketing in Europe and the United States: An evolving business and
society interface. International Business Review, 4(3), 295–312.
http://doi.org/10.1016/0969-5931(95)00011-N Lee, K. (2008). Opportunities for green
marketing: young consumers. Marketing Intelligence & Planning, 26(6), 573–586.
http://doi.org/10.1108/02634500810902839 Lee, K. (2014). Predictors of Sustainable
Consumption among Young Educated Consumers in Hong Kong. Journal of
International Consumer Marketing, 26(3), 217–238.
http://doi.org/10.1080/08961530.2014.900249 Lloyd’s Register LRQA. (2015).
Sertifikasi ISO 14001 (EMS) - LRQA Indonesia | LRQA Indonesia. Retrieved August 7,
2017, from http://www.id.lrqa.com/standards-and-schemes/iso14001/ M. Laroche, J.
Bergeron, G.Barbaro-Forleo, Laroche, M., Bergeron, J., & G.Barbaro-Forleo. (2001).
Targeting consumers who are willing to pay more for environmentally friendly products.
Journal of Consumer Marketing, 18(6), 503–520. Morelli, J. (2011). Environmental
Sustainability: A Definition for Environmental Professionals. Journal of Environmental
Sustainability, 1(1), 1–27. http://doi.org/10.14448/jes.01.0002 Nair, S. R., & Maram, H.
K. (2015). Towards Sustainable Consumption : Analyzing Green Consumer Behaviour
Towards Sustainable Consumption : Analyzing Green Consumer. In Contemporary
Issues and Emerging Trends (pp. 1–13). SDMIMD Mysuru. Nandini, B. (2016). GREEN
MARKETING A WAY TO SUSTAINABLE DEVELOPMENT. Anveshana’s International
Journal Reserach in Regional Studies, Law, Social Science, Journalism and
Management, 1(5), 20–26. Ottman, J. A. (1993). Green marketing. McGraw-Hill.
Ottman, J. A. (1995). Green marketing. Chicago: Ntc Pub. Group. Pickett-Baker, J., &
Ozaki, R. (2008). Pro-environmental products: marketing influence on consumer
purchase decision. Journal of Consumer Marketing, 25(5), 281–293.
http://doi.org/10.1108/07363760810890516 Polonsky, M. J. (1994). Peer Reviewed Title
: An Introduction To Green Marketing Author : Polonsky , Michael Jay , University of
Newcastle Publication Date : Publication Info : Electronic Green Journal , UCLA
Library , UC Los Angeles Permalink : Abstract : The scope and importan. Electronic
Green Journal, 1(2). Qi, G. Y., Zeng, S. X., Tam, C. M., Yin, H. T., Wu, J. F., & Dai, Z.
H. (2011). Diffusion of ISO 14001 environmental management systems in China:
Rethinking on stakeholders’ roles. Journal of Cleaner Production, 19(11), 1250–1256.
http://doi.org/10.1016/j.jclepro.2011.03.006 Retnawati, B. B. (2011). PENINGKATAN
NILAI MEREK-MEREK ASLI INDONESIA DENGAN GREEN BRANDING. Dinamika
Sosial Ekonomi, 7(1), 1–9. Septifani, R., Achmadi, F., & Santoso, I. (2014). Pengaruh
Green Marketing , Portofolio Volume 12 Nomor 1 Mei 2015, 88 – 106 ISSN : 1829 -
7188 106 Pengetahuan dan Minat Membeli terhadap Keputusan Pembelian. Jurnal
Manajemen Teknologi, 13(2), 201–218. Setiaji, Y. (2014). Pengaruh Green Marketing
Terhadap Keberlanjutan Lingkungan, Profitabilitas Perusahaan dan Ekonomi
Masyarakat Lokal. Jurnal Media Wisata, 12(November), 116–138. Silvia, F., H, A. F. D.,
& Kusumawati, A. (2014). PENGARUH PEMASARAN HIJAU TERHADAP CITRA
MEREK SERTA DAMPAKNYA PADA KEPUTUSAN PEMBELIAN ( Survei pada
Konsultan Independen di Oriflame Cabang Surabaya ). Jurnal Administrasi Bisnis
(JAB), 14(1), 1–9. Siringi, R. (2012). Determinants of Green Consumer Behavior of Post
graduate Teachers. IOSR Journal of Business Management, 6(3), 19–25. Retrieved
from www.iosrjournals.org SSI SCHAFER. (n.d.). Limbah biodegradable - SSI
SCHAEFER. Retrieved August 5, 2017, from http://www.ssi-
schaefer.co.id/pengolahanlimbah/penampung-sampah-dan-daur-ulang/pecahan-limbah-
dan-materialdaur-ulang/limbah-biodegradable.html Sumarsono, & Giyatno, Y. (2012).
Analisis Sikap Dan Pengetahuan Konsumen Terhadap Ecolabelling Serta Pengaruhnya
Pada Keputusan Pembelian Produk Ramah Lingkungan. Performance, 15(1), 70–85.
Sumarwan, U. (2011). Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran
| Publikasi MB-IPB (2nd ed.). Bogor: Ghalia Indonesia. Retrieved from
http://publikasi.mb.ipb.ac.id/?p=73 Tiwari, S., Tripathi, D. M., Srivastava, U., & Yadav,
P. K. (2011). Green Marketing - Emerging Dimensions. Journal of Business Excellence,
2(1), 18–23. Widjojo, H., & Yudianto, B. R. (2015). Factors considered by Indonesian
youth in buying green product. Purusharta, 8(1), 13–26. Wijaya, T. (2014). Nilai Dan
Pengetahuan Sebagai Prediktor Intensi Beli Makanan Organik. Jurnal Manajemen Dan
Kewirausahaan, 16(1), 69–81. http://doi.org/10.9744/jmk.16.1.69–82 Zhu, Q., & Sarkis,
J. (2015). Green Marketing and Consumerism in China : Analyzing the Literature.
Worcester.