Anda di halaman 1dari 9

Karakteristik Ajaran Al-Quran

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Pengantar Studi Al-Quran
Dosen Pengampu: Drs. Mawardi Hatta, M,Ag

Oleh:

Ahmad Anshari (170104030086)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

BANJARMASIN

2018

1. Pengertian Feminisme
Feminisme berasal dari bahasa latin “femina” , yang artinya memiliki sifat
keperempuanan. Selain itu Feminisme dapat diartikan gerakan yang menuntut
persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. (Pengakuan tentang
ketidakseimbangan kekuatan antaradua jenis kelamin, dengan peranan wanita
berada dibawah pria).dalam bukunya pada tahun 1972 mengartikan Feminisme
merupakan suatu gerakan emansipasi wanita, gerakan dengan lantang
menyuarakan tentang perbaikan kedudukan wanita dan menolak perbedaan derajat
antara laki-laki dan wanita.
2. Latar dan Sejarah Karir Intlektual

Riffat Hasan lahir di Lahore, Pakistan, tempatnya disebuah rumah yang


berdampingan dengan Tempel Road Lahore. Belum didapat informasi yang jelas
tentang kapan Riffat Hasan dilahirkan kecuali ia berasal dari keluarga Sayyid
seorang kelas atas dan ia adalah seorang putri dari sembilan bersaudara-
saudaranya terdiri atas lima laki-laki dan tiga perempuan. Ayahnya yang biasa
dipanggil “Begum Shahiba” adalah patriakh di daerah itu. Sangat dihormati dan
sekaligus sangat tradisional pandangannya. Sementara ibunya ada;lah anak dari
seorang penyair, dramawan dan ilmuan terkemuka, Hakim Ahmad Suja’. Sebagai
anak keluarga yang berpendidikan, ibunya merupakan sosok yang lebih modern
dalam pemikirannnya. Riffat sendiri memandang ibunya sebagai seorang
pemberontak, terutama terhadap pandangan tradisional suaminya. Hal tersebut,
misalnya, ditujukan dengan penolakannya terhadap praktek-praktek tradisi yang
telah menjadi keyakinan suaminya seperti pandangan bahwa yang terbaik bagi
gadis-gadis adalah kawin pada usia enam belas tahun dengan seseorang yang telah
dipilih orang tua mereka. “penolakan ibuku terhadap cita-cita dan praktek budaya
patriakh dan komitmennya yang penuh gairah terhadap pembahasan anak-anak
perempuan chardewari (empat dinding) rumah tangga yang terpusat dan
didominasi laki-laki menempatkan kedalam katagori feminis radikal”, demikian
Riffat Hasan menggambarkan sosok Ibunya.

Keluarga Riffat yang bersifat Patriarkhi ini, kerena dominasi model


kepemimpinan ayahnya yang tradisional, merupakan medan fertil yang telah
berperan menumbuhkan benih-benih bagi permenungan feminismenya dan ntelah
mempengaruhi pola pikirnya dik mudian hari sehingga menjadikannya sosok
“mujahid” feminis. Terutama dan terlebih dengan adanya sikap yang ditunjukkan
ibunya yang senantiasa menentang tradisi keluarga yang Patriarkhi tersebut telah
semakin mengentalkan kesadaran dalam dirinya akan adanya realitas
ketidakadilan dan diskriminasi antara lak-laki dan perempuan. Tidaklah
berlebihan jika Riffat mengatakan “Aku jadi seperti sekarang ini, banyak
dikerenakan oleh pendidikan ibuku”. Selain pengaruh lingkungan keluarganya,
realitas yang terjadi dalam negaranya, Pakistan, juga tidak dapat kita nafiakan.
Hal ini dengan jelas dapat kita lihat dari keterlibatannya dalam suatu proyek
penelitian dinegaranya pada tahun 1938-1984 yang telah mendorongnya untuk
melakukan interpretasi Al-Qur’an dalam kerangka perjuangan Feminismenya.

Riffat hasan menjelaskan pada tahun 1983-1984 saya terlibat dalam satu
proyek penelitian di Pakistan, ketika itu pada masa pemerintahan ketika itu dan
Islamisasi sedang dimulai. Pernyataan yang timbul dikepala saya pada waktu itu,
mengapa skalau satu negaran atau pemerintahan mulai melakukan islamisasi,
tindakan pertama yang dilakukan adalah memaksa perrempuan kembali masuk
rumah, menutup seluruh tubuh mereka, memberlakukan peraturan peraturan dan
UU yang mengatur tingkah laku individu, terutama perempuan? Saya kemudian
mempelajari teks Al-Qur’an secara serius dan mendalam dan akhirnya melihat
perlunya reinterpretasi.

Memang harus diakui bahwa negara Pakistan, negara bahwa t empat Riffat
hasan dilahirkan dan dibesarkan adalah sebuah negara yang sarat dengan
pergolakan yang luar biasa. Hal ini adanya tarik ulur dan perdebatan panjang
antara pemikir Pakistan dalam rangka memberikan jati diri negaranya yang sejak
awal telah dicanangkan sebagai negara Islam. Realitas tawaran pemikiran yang
diawakili kubu Abu A’la al-Maududi yang mengajukan sebuah model negara
teokrasi yang lebih bersifat tradisional dan mereka yang menghendaki
pembentukan negara islam yang lebih modern berdasarkan kedaulatan rakyat
seperti yang ditawarkan Pazlurrahman, telah mewarnai perdebatan panjang
seputar Platfrom negara Islam Pakistan yang memang selama ini belum sempat
dirumuskan. “Pakistan lebih dari negara Islam manapun, menghadapi lebih
banyak persoalan yang menarik perhatian dalam perjuangannya untuk
mendapatkan idenditas keislamannya”.

Melihat realitas masyarakant Pakistan yang demikian, Riffat termasuk orang


yang sedikit mendapat peruntungan. Ia bisa mengayam pendidikan sampai jenjang
yang lebih tinggi meskipun harus melalui perjuangan keras. Hal ini dapat
diamaklumi kerena Riffat adalah sosok yang gigih, tegas dan cerdas. Kegigihan
dan ketegasannya ditunjukkan dengan penolakannyaterhadap pandangan
tradisional ayahnya yang menghendakinya agar keluar dari sekolah campuran dan
mendaftar disebuah sekolah khusus perempuan. Riffat juga mmenolak untuk
dikawinkan ketika ia telah mencapai usia enam belas tahun dan lebih memilih
meneruskan pendidikannya. Prihal kecerdasan Riffat memang tidak diragukan
lagi, selain kerena kesukaannya menulis puisi, cerita pendek dan artikel yang telah
menjadikan penyair-pengarang terkemuka di daerahnya. Riffat senantiasa tercatat
sebagai bintang dikelasnya dan puncaknya ia menduduki posisi sebagai orang
pertama dari 24.000 mahasiswa diseluruh propinsi dalam ujian lanjutan.

Prestasinya inilah yang kemudian melapangkan jalannya untuk mendapatkan


kesempatan melanjutkan pendidikan keluar negri, disamping sebagai cara praktis
untuk menolak kemauan ayahnya agar ia menikah. Pendidikan tertingginya
ditempuh di Inggris di st. Mary’s College University of Durham. Riffaf berhasil
menyelesaikan studinya dibidang sastra Inggris dan filsafat dalam waktu tiga
tahun meraih pridikat cumlaude. Riffat sudah mengantongi gelar Doktornya
dengan desertasi filsafat Muhammad Iqbal seorang pemiikir Pakistan modern
yang dikaguminya dalam usia relatif muda, 24 tahun.

Karir intelektual mulai nampak kemantapannya sejak ia menetap di Amerika


Serikat sekitar pada tahun 1976. Di negara ini, ia telah mendukumentasikan
dirinya sebagai ketua jurusan Religiuos Study Program di University of Lousville.
Selain itu ia juga menjadi dosen tamu di Harvard Divinity School. Pada saat
menjadi dosen tamu inilah ia melaporkan karyanya Equal Before Allah yang
didasarkan pada resetnya selama setahun(1986-1987). Ia juga menjabat sebagai
penasehat guru bersar perhimpunan Mahasiswa Muslim di University Oklahoma,
Stillwater.

Tidak diketahui dengan pasti kapan Riffat melakukan study intensif tentang
perempuan dalam Islam, sebuah study yang tidak semata sebagai tuntunan
akademik melainkan juga sebagai sebuah gerakan moral. Namun, demikian dapat
dijelaskan, Riffat menapaki perjalanannya sebagai seorang teolog feminis dimulai
pada tahun 1974 saat ia diminta untuk berbicara tentang perempuan dalam Islam
dan kappasitas sebagai dosen penasehat Mahasiswa cabang Oklahoma. Sejak saat
itulah ia mulai mengadakan interpretasi terhadap teks-teks agama dalam rangka
menemukan kebenaran dan keadilan bagi pembelaan terhadap perempuan Islam.

3. Kalam Femenisme Riffat Hasan.

Feminisme, harus diakui, pada dekade pada terakhir ini seholah telah menjadi
celerty of discourse. Berbagai wacana publik yang mencoba mengkaji dan
menggali tema ini dalam berbagai sudut pandang (angle) menyembul
kepermukaan. Hal yang menarik dari fenomena feminisme ini adalah telah
ditariknya wacana ini kedalam dataran-daran keagamaan. Para pemikir feminisme
tidak hanya berhenti pada analisis-analisis sosio-antropologis, tetapi mereka lebih
jauh mendalam kejantung wilayah-wilayah yang selama ini dianggap “riskan dan
beresiko” wilaya agama yang nota bene dianggap “sakral”. Dalam konteks
pemikiran islam, kita telah mengenal nama-nama seperti Fatima Mernisi, Aminah
Wadud Muhsin, Riffat Hasan, sebagai sosok pemikir muslim yang mempunyai
perhatian tinggi terhadap Feminisme terutama dalam relasinya dengan doktrin
keagamaan.

Pada pembagian ini penulis akan mengkaji pemikiran Riffat Hasan, sebagai
salah satu model untuk meneropong pemikiran yang dikembangkan dikalangan
Feminis. Pembahasan ini akan mencakup tiga segmen pokok yaitu latar sejarah
dan karir intlektual, kerangka metodologi pemikiran, dan konstruksi
pemikirannya. Tujuan mendasar dari pembahasan ini tidak lain untukk
mengetahui konstruksi kalam Feminisme Riffat hasan terutama sebagai langkah
awal dalam kaitannya deengan upaya melakukan konstruksi sistem pemikiran
(episteme) wacana kalam sosial yang berkembang dalam konteks pemikiran islam
kontemporer.

4. Metodologi kalam Feminisme

“Namun, masih belum jelas dan difahami sepenuhnya, bahkan oleh banyak
aktivis perempuan Pakistan dan negri Islam lainnya bahwa ide-ide dan sikap
negatif terhadap perempuan yang ada di masyarakat muslim pada umumnya
berakar pada teologi”. Demikianlah salah satu penggalan pernyataan kritik dan
sekaligus keprihatinan Riffat melihat realitas sosiologis masyarakat muslim yang
memperjuangkan nasib kaum perempuan yang hanya mengutamakan perbaikan
pada skala statistik sosiologis dan belum mengarah kejantung permasalahannya,
teologis. Bagi Riffat, perbaikan kondisi secara sosiologis seperti hak-hak sosial
dan politik adalah pentinng, namun, jika landasan teologis yang melahirkan
kecendrungan yang bersifat misoginis dalam tradisi islam tidak dibongkar, maka
diskriminasi terhadap perempuan akan senantiasa terus berlanjut. Berdasarkan hal
inilah, menurutnya, konstruksi teologi feminisme adalah sebuah keniscayaan.

Dalam konteks membangun dan mengembangkan sebuah pemikiran, hal yang


mendasar dan mesti adalah apa dan bagaimana sebuah kerangka metodologi
dibagun. Hal ini tidak lain kerena metodologi memiliki peranan yng sangat
signifikan. Motodologi merupakan motor fundamental bagi pengembangan dan
konstruksi keilmuan. Oleh kerena metodologi yang demikian penting, tidaklah
berlebihan bila Mukti Ali bahwa yang menentukan stagnasi dan inkrisi suatu
keilmuan bukanlah terletak pada ada atau tidak adanya orang jenius, melainkan
lebih ditentukan pada realitas metodologi. Demikian dengan halnya Riffat Hasan,
dengan upayanya untuk membangun dan mengembangkan teologi feminisnya, ia
pun tidak luput dari kunsruksi kerangka metodologis. Pada bagian berikut ini
penulis akan mencoba menguraikan kerangka metodologi yang dibangun Riffat
Hasan.
Sebelum lebih lanjut penulis membahas kerangka metodologi kalam atau
teologi feminisme Riffat Hasan, ada baiknya terlebih dahulu dijelaskan
bagaaimana pndekatan (approach) yang digunakan Riffat dalam konstruksi
pemikirannya. Sebagimana dijelaskan dalam salah satu artikel yang dimuat jornal
Ulumul Qur’an, feminisme dan al-Qur’an, artikel ini merupakan hasil wawancara
Wardah Hafizh dengan Riffat Hasan,dam membangun pemikiran teologi
feminismenya, Riffat menggunakan pendekatan dua level yaitu:

Pertama, pendekatan ideal-normatif. Pendekatan ini ditempuh untuk melihat


bagaimana Al-Qur’an menggariskan prinsip-prinsip ideal –normatif tentang
perempuan. Seperti bagaimana seharusnya perempuan itu menurut al-Qur’an,
tingkah lakunya, relasinya dengan Tuhannya, orang lain maupun dirinya sendiri.

Kedua, pendekatan empiris. Pendekatan ini dilakukan dalam rangka untuk


melihat secara empirik, realitas sosiologis yang terjadi dan dialami perempuan.
Misalnya, bagaimana perempuan memandang dirinya dam bagaimana orang lain
memanang perempuan dalam masyarakat Islam. Kedua pendekatan ini merupakan
dua hal yang intertwine. Dalam pengertian bahwa diantara kedua pendekatan
tersebut merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ia adalah satu-kesatuan.
Melalui dua pendekatan ini Riffat berupaya mendapatkan realitas empirik
sekaligus ideal-normatif sehingga memungkinkannya untuk mengadakan evaluasi,
penilaian dan kritik terhadap realitas yang dialami kaumnya berdasarkan
pendekatan ini Riffat mampu membaca adanya kesenjangan antara idealitas-
normatif dan realitasa empiris yang dialami kaum perempuan. Hal inilah yang
kemudian mendorongnya untuk melakukan pelacakan dan sekaligus pengkajian
secara mendalam terhadap’ teks-teks’ keagamaan yang telah membentuk sedimen
dalam realitas sosios-Historis masyarakat Muslim.

Selain pendekatan diatas, Riffat juga menggunakan pendeklatan Historis


didalam membangun pemikiran kalam feminismeny. Hal ini adalah sesuatu yang
mesti dilakukan dalam rangka untuk mencermati secara kritis realitas Islam yang
telah berdiri kokoh dalam bangunan sejarah. Sebagai mana dijelaskan oleh
Charles J. Adam dalam Islamik religius tradition bahwa untuk dapat memberikan
pemaknaan yang benar terhadap Islam, pendekatan historis adalah sebuah
keniscayaan. Hal ini tidak laini karena Islam sebagai sebuah visi hidup tidak sepi
dari dialektikanya dengan realitas sejarah yang selalu berubah dan berkembang.
Pendekatan historis ini dengan jelas dapt kita cermati dari sebaran pemikiran-
pemikiran Riffat. Seperti kritik yang dikemukakannya berkenaan dengan
mainstream penafsiran Al-Qur’an yang dalam sejarahnya mempakkan perpormal
patriarchy oriented, hal ini yang nota bene telah menjadikan perempuan
tersubordinasi dan digunakannya pendekatan historis ini. Tampa pendekatan
kesejarahan ini adalah sesuatu yang sulit bagi Riffat untuk melakukan hal
tersebut.

Penguasaan pendekatan di atas adalah suatu nyang mesti dilakukan sebagai


titik pijak dalam konstruksi dalam pemikiran feminisnya. Melalui pendekatan
yang dipilihnya ini memungkinkan Riffat secara leluasa melakukan pengkajian
yang berkenaan dengan teks-teks yang terhampar dalam realitas empiris sosiologis
walaupun yang telah terkam dalam sejarah pradaban manusia. Pendekatan ini
kemudian dikombinasikan dengan serangkayan metode. Riffat dalam hal ini
memang tidak secara eksplisit menjelaskan metode-metode yang digunakan.
Namun demikian, berdasarkan sebaran pemikiran yang dikedepankannya, kita
setidaknya bisa melacak dan membuat konstruksi berkenaan dengan hal tersebut.
Konstruksi metodologi kalam feminisme Riffat Hasan:

Pertama, metode dekonstruksi. Metode ini digunakan Riffat sebagai sebuah


keiscayaan. Hal ini tidakl lain kerena hakikat dicetuskannya ide tentang teologi
feminisme tidak lain adalah untuk membongkar dan melakukan kritk konstruktif
terhadap berbagi konsep keagamaan yang bias patriakhi. Menurut Riffat, adanya
diskrminasi dan segala bentuk ketidak adilan yang mimpa lkaum perempuan
dalam lingkungan umat Islam bersumber dari adanya pemahaman yang sangat
bias diamana orentasi patriakhi sangat kental mewarnai wajah pemahaman al-
Qur’an. Al-Qur’an adalah sumber utama paling otoritatif dalam tradisi Islam.
Kedua metode hermeneutik, salah satu upaya signifikan yang mesti dilakukan
berkaitan denagn adanya ketidakadilan terhadap perempuan adalah dengan
menggunakan renterpretasi terhadap teks-teks al-Qur’an yang selama ini dijadikan
istrumen legitimasi bagi tindakan diskriminasi terhadap perempuan. Dalam
konteks ini, metode hermeneutik menjadi sebuah keniscayaan. Hermeneutik
sebagaimana asal katanya “hermeneutikus” yang berati menjelaskan dan
menelusuri. Adalah upaya menghadirkan, membaca, dan memaknai sebuah teks
masa lalu sehingga sesuai dengan masa kekinian.

Anda mungkin juga menyukai