Anda di halaman 1dari 192

STRUKTUR BAJA 1

Drs. Henry Apriyatno, M.T.

Pengetahuan Umum tentang Baja i


STRUKTUR BAJA 1

Penulis : Drs. Henry Apriyatno, M.T.


Penyunting : Priyo Sudarmo
Tata letak : RGB Desain
Desain kover : RGB Desain

Cetakan I Januari 2019

Diterbitkan oleh
CV Mahata (Magna Raharja Tama)
Beran RT 07, No.56, Ds. IX
Tirtonirmolo, Kasihan, Bantuli, DI Yogyakarta
Telp. 0878-3981-4456, 0823-2755-0400
Email: penerbit.mahata@gmail.com

ISBN: 978-602-XXXX-XX-X

ii Struktur Baja
KATA PENGANTAR

P uji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah


memberikan rahmat-Nya sehingga buku ajar Struktur Baja 1 untuk
Jurusan Teknik Sipil ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Buku Struktur Baja 1 ini dibuat untuk menunjang kegiatan
pembelajaran Struktur Baja 1. Buku ini memberikan penjelasan
mengenai perencanaan struktur baja dengan menggunakan konsep
LRFD yang dilengkapi dengan beberapa contoh soal. Perencanaan
struktur baja dalam buku ini berpedoman pada SNI 03-1729-2002.
Buku ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mempersiapkan
dan melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan lebih baik.
Penulis menyadari bahwa di dalam buku Struktur Baja 1 ini masih
terdapat banyak kesalahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun guna penyempurnaan buku ini di masa

Pengetahuan Umum tentang Baja iii


yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun
tidak langsung.

Semarang, Januari 2018

Penulis

iv Struktur Baja
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................iii
Daftar Isi............................................................................................. v

Pertemuan 1 Pengetahuan Umum Tentang Baja............... 1


1.1 Perencanaan Struktur......................................2
1.2 Desain LRFD Struktur Baja............................8
1.3 Proses Pembuatan.........................................13
1.4 Sifat-Sifat Fisik Baja......................................15
1.5 Jenis-Jenis Profil Baja....................................16
1.6 Tegangan Dan Regangan..............................18

Pertemuan 2 Bidang Tarik............................................... 29


1.1 Pendahuluan.................................................30
2.2 Tahanan Nominal (Kapasitas Tarik)..............31

Pengetahuan Umum tentang Baja v


2.3 Luas Netto....................................................34
2.4 Efek Lubang Pada Luas Netto.......................36
2.5 Kelangsingan & Geser Blok..........................39

Pertemuan 3 Bidang Tekan............................................. 45


3.1 Pendahuluan.................................................46
3.2 Tekuk Euler..................................................46
3.3 Tahanan Tekan Nominal...............................49
3.4 Panjang Tekuk..............................................53
3.5 Kelangsingan................................................59

Pertemuan 4 Sambungan Baut........................................ 61


4.1 Pendahuluan.................................................62
4.2 Tahanan Nominal Baut.................................62
4.3 Geser Eksentris.............................................64
4.4 Kombinasi Geser dan Tarik...........................73
4.5 Sambungan yang Mengalami Beban Tarik
Aksial............................................................78
4.6 Geser dan Tarik Akibat Beban Eksentris.......81

Pertemuan 5 Sambungan Las.......................................... 85


5.1 Pendahuluan.................................................86
5.2 Jenis-Jenis Sambungan..................................87
5.3 Jenis-Jenis Las...............................................89

vi Struktur Baja
5.4 Batasan Ukuran Las......................................92
5.5 Luas Efektif Las............................................93
5.6 Tahanan Nominal Sambungan Las...............95
5.7 Geser Eksentris – Metoda Elastik................101
5.8 Geser Eksentris – Metoda Plastis.................103
5.9 Beban Eksentris Normal Pada Bidang Las...105

Pertemuan 6 Balok Terlentur........................................ 107


6.1 Pendahuluan...............................................108
6.2 Lentur Sederhana Profil Simetris.................108
6.3 Balok Terkekang Lateral..............................109
6.4 Desain Balok Terkekang Lateral..................113
6.5 Lendutan Balok..........................................119
6.6 Beban Terpusat Pada Balok.........................122
6.7 Perencanaan Gording..................................123

Pertemuan 7 Pembebanan............................................. 127


7.1 Pendahuluan...............................................128
7.2 Jenis-Jenis Pembebanan .............................129
7.3 Kuda-Kuda ................................................131
7.4 Batang Tarik...............................................135
7.5 Batang Tekan .............................................144

Pertemuan 8 Merencana Kuda-Kuda Baja..................... 151


1. Perencanaan Kuda-Kuda Baja.....................152

Daftar Isi vii


2. Perhitungan Pembebanan...........................162
3. Rekap Output Sap......................................165
4. Pendimensian Batang..................................166
5. Perhitungan Sambungan Las.......................178
6. Pendimensian Plat Kopel............................180
7. Gambar Kuda-Kuda...................................183

Daftar Pustaka.................................................................................184

viii Struktur Baja


PERTEMUAN 1

PENGETAHUAN UMUM TENTANG BAJA

TUJUAN PEMBELAJARAN :
1. Dapat memahami pengetahuan umum tentang perilaku baja dalam
perencanaan konstruksi baja.
2. Dapat memahami tegangan dan regangan baja.

POKOK PEMBAHASAN :
1. Pengetahuan umum tentang Perencanaan Struktur Baja
2. Desain LRFD Struktur Baja
3. Proses Pembuatan
4. Sifat-Sifat Fisik dan Mekanis Baja
5. Jenis-Jenis Profil Baja.
6. Tegangan dan Regangan Baja.

Pengetahuan Umum tentang Baja 1


1.1 PERENCANAAN STRUKTUR

P erencanaan struktur bisa didefinisikan sebagai paduan dari seni dan


ilmu, yang menggabungkan instuitif seorang insinyur berpengalaman
kedalam kelakuan struktur dengan pengetahuan mendalam tentang
prinsip statika, dinamika, mekanika bahan dan analisa struktur, untuk
mendapatkan struktur yang ekonomis dan aman serta sesuai dengan
tujuan pembuatannya.
Sebelum tahun 1850, perencanaan struktur umumnya merupakan
seni yang tergantung pada intuisi dalam menentukan ukuran dan tata
letak elemen-elemen struktur. Struktur yang dibuat manusia zaman
dahulu hakekatnya selaras dengan yang dilihat dari alam sekitarnya,
seperti balok dan pelengkung (arch). Setelah prinsip kelakuan dan sifat
bahan struktur-struktur lebih dipahami, prosedur perencanaan menjadi
lebih ilmiah.
Perhitungan yang menggunakan prinsip-prinsip ilmiah harus
menjadi pegangan dalam mengambil keputusan dan tidak diikuti begitu
saja. Seni atau kemampuan intuitif seorang insinyur berpengalaman
dimanfaatkan untuk mengambil keputusan berdasarkan hasil
perhitungan.
Perencanaan adalah suatu proses untuk menghasilkan penyeesaian
optimum. Dalam suatu perencanaan, harus ditetapkan kriteria untuk
menilai tercapai atau tidaknya penyelesaian optimum. Kriteria yang
umum untuk perencanaan struktur bisa berupa :
a) Biaya minimum.
b) Berat minimum.
c) Waktu konstruksi yang minimum.
d) Tenaga kerja minimum.
e) Biaya produksi minimum.

2 Struktur Baja
f ) Effisiensi operasi maksimum.
Prosedur perencanaan bisa dianggap terdiri atas dua bagian
perencanaan fungsional dan perencanaan kerangka struktural.
Perencanaan fungsional adalah perencanaan untuk rnencapai tujuan
yang dikehendaki seperti,
a) Menyediakan ruang kerja dan jarak yang memadai.
b) Menyediakan ventilasi dan/atau pendingin ruangan.
c) Fasilitas transportasi yang memadai, seperti elevator, tangga, dan
keran atau peralatan pengangkat bahan.
d) Penerangan yang cukup.
e) Menyajikan bentuk arsitektur yang menarik.
Perencanaan kerangka struktur adalah pemilihan tata letak dan
ukuran elemen struktur sehingga beban kerja (service load) dapat dipikul
dengan aman. Garis besar prosedur perencanaan adalah sebagai berikut :
a) Perancangan. Penetapan fungsi yang harus dipenuhi oleh struktur.
Tetapkan kriteria yang dijadikan sasaran untuk menentukan
optimum atau tidaknya perencanaan yang dihasilkan.
b) Konfigurasi struktur prarencana. Penataan letak elemen agar sesuai
dengan fungsi dalam langkah 1.
c) Penentuan beban yang harus dipikul.
d) Pemilihan batang prarencana. Berdasarkan keputusan dalam langkah
1, 2, dan 3, pemilihan ukuran batang dilakukan untuk memenuhi
kriteria obyektif seperti berat atau biaya terkecil.
e) Analisa struktur untuk menentukan aman atau tidaknya batang
yang dipilih. Termasuk dalam hal ini ialah pemeriksaan semua
faktor kekuatan dan stabilitas untuk batang serta sambungannya.
f ) Melakukan evaluasi hasil rancangan berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan diatas.

Pengetahuan Umum tentang Baja 3


g) Apabila hasil evaluasi menunjukkan belum tercapainya kriteria yang
telah ditetapkan, maka harus dilakukan perancangan ulang (langkah
1 s/d 6).
h) Keputusan akhir. Penentuan optimum atau tidaknya perencanaan
yang telah dilakukan.
Salah satu tahapan penting dalam perencanaan suatu struktur
bangunan adalah pemilihan jenis material yang akan digunakan. Jenis-
jenis material yang selama ini dikenal dalam dunia konstruksi antara
lain adalah baja, beton bertulang, serta kayu. Material baja sebagai
bahan konstruksi telah digunakan sejak lama mengingat beberapa
keunggulannya dibandingkan material yang lain. Beberapa keunggulan
baja sebagai material konstruksi, antara lain adalah:
a) Mempunyai kekuatan yang tinggi
b) Keseragaman dan keawetan yang tinggi
c) Sifat elastis, baja mempunyai perilaku yang cukup dekat dengan
asumsi-asumsi yang digunakan untuk melakukan analisa, sebab
baja dapat berperilaku elastis hingga tegangan yang cukup tinggi
mengikuti Hukum Hooke. Momen inersia dari suatu profil baja
juga dapat dihitung dengan pasti sehingga memudahkan dalam
melakukan proses analisa struktur
d) Daktilitas baja cukup tinggi, karena suatu batang 6ajayang menerima
tegangan tarik yang tinggi akan mengalami regangan tarik cukup
besar sebelum terjadi keruntuhan
e) Beberapa keuntungan lain pemakaian baja sebagai material
konstruksi adalah kemudahan penyambungan antarelemen yang
satu dengan lainnya menggunakan alat sambung las atau baut.
Pembuatan baja melalui pproses gilas panas mengakibatkan baja
menjadi mudah dibentuk menjadi penampang-penampang yang

4 Struktur Baja
diinginkan. Kecepataan pelaksaan konstruksi baja juga menjadi
suatu keunggulan materi baja.
Selain keuntungan-keuntungan yang disebutkan, material baja
juga emiliki beberapa kekurangan, terutama dari sisi pemeliharaan.
Konstruksi baja yang langsung dengan udara atau air, secara periodik
harus dicat. Perlindungan terhadap bahaya kebakaran juga menjadi
perhatian yang serius, sebab material baja akan mengalami penurunan
kekuatan secara drastis akibat kenaikan temparature yang cukup tinggi,
di samping itu baja juga merupakan konduktor panas yang baik,
sehingga nyala api dalam suatu bangunan justru dapat menyebardengan
lebih cepat. Kelemahan lain dari struktur baja adalah masalah tekuk
yang merupakan fungsi dari kelangsingan suatu penampang.

Gambar 1.1 Konstruksi Rangka Baja


Penentuan beban yang bekerja pada struktur atau elemen struktur
secara tepat tidak selalu bisa dilakukan. Walaupun lokasi beban pada

Pengetahuan Umum tentang Baja 5


struktur diketahui, distribusi beban dari elemen ke elemen pada struktur
biasanya membutuhkan anggapan dan pendekatan. Beberapa jenis
beban yang paling umum dibahas berikut ini.

a) Beban Mati
Beban Mati, adalah berat dari semua bagian suatu gedung/bangunan
yang bersifat tetap selama masa layan struktur, termasuk unsur-unsur
tambahan, finishing, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan
bagian tak terpisah dari gedung/bangunan tersebut. Yang termasuk dalam
beban ini adalah berat struktur, pipa-pipa, saluran listrik, AC, lampu-
lampu, penutup lantai, dan plafon. Beberapa contoh berat dari beberapa
komponen bangunan penting yang digunakan untuk menentukan
besarnya beban mati suatu gedung/bangunan diperlihatkan dalam Tabel
1.1 berikut ini :

Tabel 1.1 berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung

Bahan Bangunan Berat


Baja 7850 kg/m 3

Beton 2200 kg/m3


Beton bertulang 2400 kg/m3
Kayu (kelas 1) 1000 kg/m3
Pasir (kering udara) 1600 kg/m3
Komponen Gedung
Spesi dari semen, per cm tebal 21 kg/m3
Dinding bata merah ½ batu 250 kg/m3
Penutup atap genting 50 kg/m3
Penutup lantai ubin semen cm 24 g/m3
tebal

6 Struktur Baja
b) Beban Hidup
Beban hidup adalah beban gravitasi yang bekerja pada struktur
dalam masa layannya, dan timbul akibat penggunaan suatu gedung.
Yang termasuk beban ini adalah berat manusia, perabotan yang dapat
dipindah-pindah, kendaraan, dan barang-barang lain. Beberapa contoh
beban hidup menurut kegunaan suatu bangunan, ditampilkan dalam
Tabel 1.2.
Kegunaan Bangungan Berat
Lantai dan tangga rumah tinggal sederhana 125 kg/m2
Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, 250 kg/m2
toserba, restoran, hotel, asrama, dan rumah
sakit
Lantai ruang olahraga 400 kg/m2
Lantai pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, 400 kg/m2
ruang arsip, toko buku, ruang mesin, dan lain-
lain
Lantai gedung parkir bertingkat, untuk lantai 800 kg/m2
bawah

c) Beban Angin
Semua struktur memikul beban angin, terutama bangunan atap,
dinding gedung dan lain-lain yang mempunyai bidang luasan yang
besar. Angin menimbulkan tekanan pada sisi di pihak angin (windward)
dan hisapan pada sisi di belakang angin (leeward). Besar tekanan yang
ditimbulkan angin pada permukaan luasan bangunan tergantung kepada
kecepatan dan sudut permukaan, yang ditetapkan sebagai berikut :
• Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg/m2.

Pengetahuan Umum tentang Baja 7


• Untuk daerah yang letaknya ditepi pantai sampai sejauh 5 km dari
pantai, harus diambil minimum 40 kg/m2.
• Untuk daerah yang diperkirakan mempunyai tekanan tiup angin
yang lebih besar, maka tekanan angin harus dihitung sebagai berikut,
v2
p = (kg/m 2 )
16
Dimana, V = kecepatan angin satuan m/det.

d) Beban Gempa
Beban gempa adalah beban statik ekivalen yang bekerja pada
struktur akibat adanya pergerakan tanah secara vertikal dan horisontal.
Pada umumnya percepatan horisontal lebihbesar dari percepatan vertikal
sehingga pengaruh gempa horisontal lebih menentukan dari gempa
vertikal. Gerakan tanah secara horisontal ini menghasilkan gaya geser
dasar bangunan yang berikan oleh persamaan berikut,
C ×I
V = .Wt
R
Dimana, C = Faktor respon gempa.
I = Faktor keutamaan gedung
R = Faktor reduksi gempa
Wt = Berat total bangunan (termasuk beban hidup)

1.2 DESAIN LRFD STRUKTUR BAJA


Dalam struktur baja konsep dasar perencanaan yang digunakan
berdasarkan beban terfaktor (Load and Resistance Faktor Design,
LRFD).
Perencanaan dalam struktur baja harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut,
Rn≥ i
Qi

8 Struktur Baja
Dimana, Rn = Tahanan nominal
= Faktor tahanan
i
= Faktor beban
Qi = Beban mati, beban hidup, angin dan gempa
Pada bagian kiri menggambarkan kekuatan beban, dan sebelah
kanan menggambarkan sejumlah beban (beban mati, hidup, angin dan/
atau gempa dan lain-lain) yang bekerja.
Kombinasi Pembebanan
1) 1,4 D.
2) 1,2 D + 1,6 L + 0,5 ( La atau H ).
3) 1,2 D + 1,6 ( La atau H ) + ( L L atau 0,8 W ).
4) 1,2 D + 1,3 W + L L + 0,5 ( La atau H ).
5) 1,2 D ± 1,0 E + L L
6) 0,9 D ± (1,3 W atau 1,0 E ).
Keterangan :
D = adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi
permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap,
tangga, dan peralatan layan tetap.
L = adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung,
termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti
angin, hujan, dan lain-lain.
La = adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan
oleh pekerja, peralatan, dan material, atauselamapenggunaan
biasa oleh orang dan benda bergerak.
H = adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan
air.
W = adalah beban angin

Pengetahuan Umum tentang Baja 9


E = adalah beban gempa

Dengan,

L = 0,5 bila L < 5 kPa, dan L = 1 bila L ≥ 5 kPa

Kekecualian,
Faktor beban untuk L di dalam kombinasi pembebanan pada persamaan
harus sama dengan 1,9 untuk garis parkir, daerah yang digunakan untuk
pertemuan umum, dan semua daerah di manabeban hidup lebih besar
daripada 5 kPa (500 kg/m2).
Dalam perencanaan struktur berdasarkan metode LRFD, faktor
tahanan dapat dilihat pada abel 6.4.2 SNI 03-1729-2002 seperti berikut:
1) Komponen struktur yang memikul lentur = 0,90
2) Komponen struktur yang memikul gaya tekan aksial = 0,85
3) Komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial,
• terhadap kuat tarik leleh = 0,90
• terhadap kuat tarik fraktur = 0,75
4) Komponen struktur yang memikul aksi-aksi kombinasi,
• kuat lentur atau geser = 0,90
• kuat tarik = 0,90
• kuat tekan = 0,85
5) Komponen struktur komposit,
• kuat tekan = 0,85
• kuat tumpu beton = 0,60
• kuat lentur dengan distribusi tegangan plastic = 0,85
• kuat lentur dengan distribusi tegangan elastic = 0,90

10 Struktur Baja
6) Sambungan baut,
• baut yang memikul geser = 0,75
• baut yang memikul tarik = 0,75
• baut yang memikul kombinasi geser dan tarik = 0,75
• lapis yang memikul tumpu = 0,75
7) Sambungan las,
• las tumpul penetrasi penuh = 0,90
• las sudut dan las tumpul penetrasi sebagian = 0,75
• las pengisi = 0,75

CONTOH 1.1
1. Sebuah kolom baja dari suatu struktur bagunan gedung, memikul
beban aksial sebagai berikut : beban mati 85 ton, beban hidup dari
atap 25 ton, beban hidup dari lantai bangunan 110 ton, beban
angin ± 35 ton, beban gempa ± 30 ton. Hitunglah beban desain
kolom sesuai kombinasi LRFD!
Jawab :
Beban-beban yang harus dipikul profil tersebut adalah :
D = 85 ton
La = 25 ton
L = 110 ton
W = ± 5 ton
E = ± 30 ton
Maksimal diambil L = 0,5
Periksa terhadap kombinasi pembebanan :
U = 1,4 D = 1,4 (85) = 119 ton
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 ( La atau H)

Pengetahuan Umum tentang Baja 11


= 1,2 (85) + 1,6 + (110) + 0,5 (25)
= 290,5 ton
U = 1,2 D + 1,6 La + 0,5 L
= 1,2 (85) + 1,6 (25) + 0,5 (110)
= 197 ton
U = 1,2 D + 1,6 La + 0,8 W
= 1,2 (85) + 1,6 (25) + 0,8 (35)
= 170 ton
U = 1,2 D + 1,3 W + 0,5 L + 0,5 La
= 1,2 (85) + 1,3 (35) + 0,5 (110) + 0,5 (25)
= 215 ton
U = 1,2 D ± 1,0 E +0,5 L
= 1,2 (85) ± 1,0 (30) + 0,5 (110)
= 187 ton atau 127 ton
U = 0,9 D ± 1,3 W
= 0,9 (85) ± 1,3 (35)
= 122 ton atau 31 ton
U = 0,9 D ± 1,0 E
= 0,9 (85) + 1,0 (30)
= 106,5 ton atau 46,5 ton
Jadi, beban terfaktor yang harus dipikul oleh kolom tersebut adalah
sebesar 290, 5 ton.

12 Struktur Baja
1.3 PROSES PEMBUATAN
Dalam proses pembuatan baja, kandungan senyawa seperti silikon,
nitrogen, sulfur, fosfor dan kelebihan karbon dikeluarkan dari besi
mentah agar kandungan besi semakin murni dan atom besi semakin
terikat kuat. Elemen perpaduan seperti nikel, kromium, mangan dan
vanadium ditambahkan pada proses pengolahan untuk menghasilkan
nilai yang berbeda dari baja yang dihasilkan.
Karbon pada besi bekerja sebagai unsur pengeras, mencegah atom besi
untuk teratur dalam keterikatan. Kadar jumlah karbon dan penyebaran
perpaduan campuran (alloy) bahan baku dapat mengontrol kualitas
baja. Baja dengan peningkatan jumlah karbon dapat memperkeras
dan memperkuat besi, tetapi juga bisa menjadikannya lebih rapuh.
Pengertian baja secara ilmiah, baja adalah besi-karbon campuran dengan
kadar karbon sampai 5,1 persen, namun alloy dengan kadar karbon lebih
tinggi dari ini dikenal dengan besi.
Banyak aspek yang diperhatikan untuk pembuatan baja seperti
pembatasan gas-gas terlarut seperti nitrogen dan oksigen serta limbah
yang tertahan (disebut “inklusi”) pada pembuatan baja juga penting
untuk menjamin kualitas produk baja.
Baja diproduksi di dalam dapur pengolahan baja dengan bahan
utama besi kasar yang berupa padat maupun cair, besi bekas (skrap)
dan beberapa paduan logam. Inilah beberapa proses yang digunakan
dalam pembuatan baja, secara gambaran umum prosesnya adalah seperti
berikut ini :
1. Proses Konvertor
Konvertor adalah salah satu wadah untuk mengolah besi menjadi
baja siap untuk diproduksi. Dibuat dari plat baja dengan sambungan
las atau paku keling. Pada bagian dalam konvertor dibuat dari batu

Pengetahuan Umum tentang Baja 13


yang tahan api, batu tahan api tersebut dapat bersifat asam atau basa
tergantung dari sifat baja yang akan diolah.
Di bagian bawah konvertor terdapat lubang-lubang angin (tuyer)
sebagai saluran udara penghembus yang disebut sebagai air blast.
Terdapat juga penyangga pada konvertor yang dilengkapi dengan
trunnion untuk mengatur posisi horizontal atau vertikal konvertor.
2. Proses Siemens Martin
Proses siemens martin diolah didalam dapur pelebur baja yang
dapat mencapai suhu tinggi, Proses pengolahan baja siemens martin
dibuat oleh dua orang yang bernama Siemen dan Martin, sehingga
dapurnya disebut pula dapur siemen martin. Dapur untuk proses
siemens martin mempunyai tungku kerja yang diperlengkapi dengan
ruang-ruang hawa.
Tungku pengolahan ini mempunyai kapasitas 30 – 50 ton, bahan
baku yang diolah selain besi kasar juga dapat dimasukkan besi
bekas atau besi tua. Jika besi yang dimasukkan mengandung posfor,
bahan lapisan dapurnya bersifat basa. Sebaliknya jika besinya tidak
mengandung posfor bahan lapisan dalam pada dapurnya bersifat
asam.
3. Proses Basic Oxygen Furnace (BOF)
Proses pengolahan baja dengan proses Basic Oxygen Furnace (BOF)
merupakan modifikasi dari proses Bessemer. Pada proses Bessemer
menggunakan uap air panas ditiupkan pada besi kasar cair untuk
membakar zat kotoran yang tersisa. Sedangkan pada proses BOF
memakai oksigen murni sebagai ganti uap air.
Dapur bejana BOF biasanya berukuran 5 m untuk diameternya dan
mampu memproses 35 – 200 ton dalam satu pemanasan. Peleburan
baja menggunakan BOF ini juga termasuk proses yang paling baru
dalam industri pembuatan baja. Tungku konstruksi relatif sederhana,

14 Struktur Baja
pada bagian luarnya dibuat dari plat baja sedangkan dinding bagian
dalamnya dibuat dari batu tahan api (firebrick).
4. Proses Dapur Listrik
Proses pengolahan baja dengan menggunakan dapur listrik adalah
metode pengontrol temperatur peleburan dan memperkecil unsur-
unsur campuran di dalam baja yang dilakukan selama proses
pemurnian. Pada awal pemurnian baja digunakan dapur tungku
terbuka atau konvertor.
Kemudian ada proses pemurnian lagi yang dilakukan didalam
dapur listrik sehingga baja yang diperoleh menjadi lebih berkualitas.
Dapur listrik terdiri dari dua jenis, yaitu dapur listrik busur nyala
dan dapur induksi frekuensi tinggi.
5. Proses Dapur Kupola
Dapur Cupola (Cupola Funace) digunakan untuk peleburan besi
kasar kelabu dan besi bekas menjadi baja atau besi tuang, pada
umumnya digunakan untuk menghasilkan peleburan sehari-
hari berdasarkan pada kapasitas dari pabrik (foundry). Cupola
(kubah-kubahnya) biasanya dioperasikan secara berpasangan, jadi
pemeliharaannya bisa diatur pada satu kubah dankubah yang lainnya
tetap bisa beroperasi, demikian seterusnya secara bergantian.

1.4 SIFAT-SIFAT FISIK BAJA


1. Sifat Fisik
Sifat fisik baja meliputi :
a) Berat
b) Berat jenis
c) Daya hantar panas
d) Konduktivitas listrik

Pengetahuan Umum tentang Baja 15


Baja dapat berubah sifatnya karena adanya pengaruh beban dan
panas.
2. Sifat Mekanis
Sifat mekanis adalah kekuatan bahan dalam memikul beban yang
berasal dari luar. Sifat mekanis baja meliputi :
a) Kekuatan
Pada saat baja diberi beban, maka baja akan cenderung
mengalami deformasi/perubahan bentuk.
b) Keuletan (ductility)
Kemampuan baja untuk deformasi sebelum baja putus.
c) Kekerasan
Ketahanan baja terhadap besarnya gaya yang dapatmenembus
permukaan baja
d) Ketangguhan (toughness)
Hubungan antara jumlah energi yang dapat diserap oleh baja sampai
baja tersebut putus.

1.5 JENIS-JENIS PROFIL BAJA


1. Wide Flange (IWF)

16 Struktur Baja
IWF biasa digunakan untuk : balok, kolom, tiang pancang, tom &
bottom chord member pada truss, kantilever kanopi, dll.
2. Kanal U


Untuk kanal U hampir sama dengan IWF, kecuali pada kolom
jarang digunakan karena relatif lebih mudah mengalami tekuk
3. Profil I

Pengetahuan Umum tentang Baja 17


4. Profil H

1.6 TEGANGAN DAN REGANGAN


Tegangan dan regangan adalah konsep yang penting dalam
peninjauan baik kekuatan maupuan kekakuan. Keduanya merupakan
konsekuensi yang tidak dapat dipisahkan dari bekerjanya suatu beban
terhadap suatu bahan struktur. Menurut Macdonald (2001) Tegangan
dapat dianggap sebagai sebuah energi yang menahan beban, tegangan
adalah gaya dalam dibagi dengan luas penampang di mana gaya itu
bekerja. Oleh karena itu, tegangan adalah gaya dalam per satuan luas
penampang.
Baja merupakan bahan yang mempunyai daya tahan terhadap tarik
yang sangat besar. Dengan bahan yang besar baja hanya akan mengalami
regangan yang kecil.
Regangan adalah perbandingan antara pertambahan panjang ( ∆L )
terhadap panjang mula-mula ( L ), regangan dinotasikan dengan dan
tidak mempunyai satuan.

18 Struktur Baja
∆L
ε=
L
Dimana : ∆L = Perubahan panjang (perpanjangan)
L = Panjang awal (panjang semula)
Tegangan adalah perbandingan antara gaya tarik atau tekan yang
bekerja terhadap luas penampang benda.

N
σ=
A
Dimana : = Tegangan normal
N = Gaya normal
A = Luas penampang

Gambar Kurva Hubungan Tegangan (f ) vs Regangan ( )

Pengetahuan Umum tentang Baja 19


Gambar Bagian Kurva Tegangan – Regangan yang diperbesar
Titik-titik penting dalam kurva tegangan-regangan antara lain
adalah :
fp : batas proposional
fc : batas elastis
fyu, fy : tegangan leleh atas dan bawah
fu : tegangan putus
sb
: regangan saat mulai terjadi efek strain-hardening (penguatan
regangan)
u
: regangan saat tercapainya tegangan putus

1. Jenis-jenis Tegangan
a) Tegangan Normal
Menurut Frick (1978) Tegangan dibagi menjadi dua yaitu tegangan
normal dan tegangan geser, tegangan normal yaitu tegangan yang bekerja

20 Struktur Baja
dalam arah tegak lurus permukaan potongan melintang batang dengan
notasi (tau).

Gambar Tegangan Normal


(a) Sebuah batang berbentuk silinder akan ditarik sebesar P
(b) Batang panjang sebesar L
(c) Maka setelah diberi gaya sebesar P batang sepanjang L akan
bertambah sepanjang L +
(d) Dari hasil tersebut didapatkan rumus
P
σ=
A
dimana : = Tegangan normal (Mpa)
P = Gaya normal (N)
A = Luas penampang (mm2)
b) Tegangan Geser
Menurut Frick (1978) Tegangan geser adalah tegangan yang terjadi
akibat ada dua arah gaya yang berlawanan dan tidak lurus bidang suatu
benda.
Menurut Gere (2003) Tegangan geser adalah tegangan yang bekerja
dalam arah tangensial terhadap penampang.

Pengetahuan Umum tentang Baja 21


Gambar Tegangan Geser
Akibat aksi gaya tarik P, batang dan pengapit akan menekan baut
dengan cara tumpu sehingga menimbulkan tegangan tumpu (bearing
stress). Selain itu batang dan pengapit cenderung menggeser baut dan
memotong baut, sehingga timbul tegangan geser (shear stress) pada baut.
Rumus tegangan geser :
D
τ=
A
dimana : = tegangan geser rata-rata (Mpa)
D = Gaya sejajar penampang (N)
A = Luas penampang (mm2)

2. Elastis dan Plastis


Jika sebuah benda diberi gaya tarik atau tekan, maka benda tersebut
akan meregang (memanjang atau memendek). Namun jika suatu ketika
gaya tersebut dihilangkan, maka benda tersebut akan kembali seperti
semula, keadaan seperti ini disebut elastis, yaitu suatu keadaan dimana
benda kembali dari bentuk deformasinya ketika beban / gaya yang bekerja

22 Struktur Baja
tersebut dihilangkan. Contohnya adalah karet gelang, dalam kondisi
elastis, besarnya gaya berbanding lurus dengan besarnya deformasi.
Pada kondisi awal dimana beban bekerja, perpanjangan (deformasi)
akan hilang jika beban dihilangkan. Tapi jika beban terus ditingkatkan
sehinga tegangan terus bertambah, maka pada suatu titik atau batas
tertentu, perpanjangannya tidak bisa hilang seluruhnya atau terjadi
regangan permanen. Keadaan dimana terjadi perpanjangan (deformasi)
secara permanen adalah titik leleh, dan tegangan yang mengakibatkannya
disebut tegangan leleh.

Gambar Grafik hubungan antara tegangan dan regangan


Saat titik leleh ini tercapai, maka hubungan tegangan-regangan sudah
tidak linear lagi, perpanjangan (deformasi) dari benda sudah tidak elastis
lagi, tetapi sudah dalam keadaan plastis, dengan penambahan tegangan
dalam keadaan plastis maka pada suatu titik tertentu perpanjangannya
(deformasi) akan mencapai batasnya dinamakan titik batas, dimana
saat titik ini tercapai, tidak ada kenaikan tegangan yang berarti tetapi
regangan (deformasi) terus bertambah, hal ini ditunjukkan dengan garis
kurva turun setelah titik batas tercapai. Titik dimana regangan sudah
mencapai runtuh atau putus disebut titik putus / runtuh.

Pengetahuan Umum tentang Baja 23


Gambar perilaku material baja tulangan dinyatakan dalam bentuk kurva
hubungan tegangan regangan
Titik-titik penting ini membagi kurva tegangan-regangan menjadi
beberapa daerah sebagai berikut :
1. Daerah linear antara 0 dan fp, dalam daerah ini berlaku Hukum
Hooke, kemiringan dari bagian kurva yang lurus ini disebut sebagai
Modulus Elastisitas atau Modulus Young, E (=f/ ).
2. Daerah elastis antara 0 dan fe pada daerah ini jika beban dihilangkan
maka benda uji akan kembali ke bentuk semula atau dikatakan
bahwa benda uji tersebut masih bersifat elastis.
3. Daerah elastis yang dibatasi oleh regangan antara 2% hingga 1,2
– 1,5%, pada bagian ini regangan mengalami kenaikan akibat
tegangan konstan sebesar fy. Daerah ini dapat menunjukan pula
tingkat daktilitas dari material baja tersebut. Pada baja mutu tinggi
terdapat pula daerah plastis, namun pada daerah ini tegangan masih
mengalami kenaikan. Karena itu baja jenis ini tidak mempunyai
daerah plastis yang benar-benar datar sehingga tak dapat dipakai
dalam analisa plastis.

24 Struktur Baja
4. Daerah penguatan regangan (strain-hardening) antara sb dan u.
Untuk regangan lebih besar dari 15 hingga 20 kali regangan
elastis maksimum, tegangan kembali mengalami kenaikan namun
dengan kemiringan yang lebih kecil dari pada kemiringan daerah
elastis. Daerah ini dinamakan daerah penguatan regangan (strain-
hardening), yang berlanjut hingga mencapai tegangan putus.
Kemiringan daerah ini dinamakan modulus penguatan regangan
(Est).
Dalam perencanaan struktur baja, SNI 03-1729-2002 mengambil
beberapa sifat-sifat mekanik material baja yang sama yaitu :
Modulus Elastisitas, E = 200.000 Mpa
Modulus Geser, G = 80.000 Mpa
Angka poisson = 0,30
Koefisien muai panjang, = 12.10 -6/°C
Sedangkan berdasarkan tegangan leleh dan tegangan putusnya, SNI
03-1729-2002 mengklasifikasikan mutu dari material baja menjadi 5
kelas sebagai berikut :

Tabel 1.3 Sifat-sifat mekanis baja struktural


Tegangan putus Tegangan leleh
Regangan
Jenis Baja minimum fu minimum fy
minimum (%)
(Mpa) (Mpa)
BJ 34 340 210 22
BJ 37 370 240 20
BJ 41 410 250 18
BJ 50 500 290 16
BJ 55 550 410 13

Pengetahuan Umum tentang Baja 25


CONTOH 1.2
1. Suatu batang baja berpenampang lingkaran mempunyai panjang =
40 m dengan diameter = 8 mm. Diujung bawahnya dibebani suatu
benda yang mempunyai berat 1,5kN. Tentukan tegangan maksimal
yang terjadi pada batang baja dengan memperhitungkan berat
sendiri batang baja. Diketahui berat jenis baja = 77kN/m2.


Diketahui :
= 77 kN/m2
L = 40 m
Jawab :

P berat sendiri + beban


σmaks = +
A Atotal
Y.A.L + 1,5 kN
=
A
1,5 kN
= Y.L +
4 .π.(8)2
1

26 Struktur Baja
= 77.40 + 0, 02983

= 3080 kN / m 2 + 0, 02983kN / mm 2
A Atotal
Y.A.L + 1,5 kN
=
A
1,5 kN
= Y.L +
4 .π.(8)2
1

= 77.40 + 0, 02983

= 3080 kN / m 2 + 0, 02983kN / mm 2

1 Mpa = 1 N / mm 2
= 3, 08 Mpa + 29, 83
= 32, 91 Mpa

Pengetahuan Umum tentang Baja 27


28 Struktur Baja
PERTEMUAN 2

BIDANG TARIK

TUJUAN PEMBELAJARAN :
1. Dapat memahami konsep perencanaan perhitungan dimensi batang
tarik.
2. Dapat menganalisis ukuran penampang / dimensi batang.

POKOK PEMBAHASAN :
1. Pendahuluan
2. Tahanan nominal
3. Luas netto
4. Efek lubang pada luas netto
5. Kelangsingan
6. Geser blok

Batang Tarik 29
1.1 PENDAHULUAN

B atang tarik merupakan elemen struktur yang dihubungkan dengan


gaya gaya tarik aksial. Elemen struktur ini dapat kita jumpai seperti
pada struktur rangka jembatan, rangka atap, menara/tower transmisi
dan lainnya. Batang ini dapat terdiri dari profil tunggal ataupun profil-
profil tersusun, dimana hal yang paling menentukan adalah kondisi
dari penampang atau cross-section dari batang tersebut. Contoh dari
penampang (section) batang tarik adalah profil bulat, pelat, siku, siku
ganda, siku bintang, kanal, WF, dan lain-lain. Gambar profil berikut
menunjukkan beberapa penampang dari batang tarik yang umum
digunakan.

Gambar Elemen dari jembatan baja (Truss Bridge)

30 Struktur Baja
Gambar Gusset plate (plat sambung) pada batang tarik dengan
sambungan baut
Desain dan analisis dari elemen struktur umumnya adalah pemilihan
dari ukuran penampang yang mampu menahan beban.

2.2 TAHANAN NOMINAL (Kapasitas Tarik)


Dalam menentukan kapasitas tarik dari suatu elemen struktur,
terdaapt tiga kondisi yang harus diperiksa, dimana hal ini dipegaruhi
oleh kondisi batas atau kegagalan dari material elemen tersebut.
Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 10.1 dinyatakan bahwa semua
komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor sebesar Tu,
maka harus memenuhi:
Tu ≤ .Tn
Tn adalah tahanan nominal dari penampang yang ditentukan
berdasarkan tiga macam kondisi keruntuhan batang tarik :
a. Kondisi leleh dari luas penampang kotor, didaerah yang jauh dari
sambungan.
Bila kondisi leleh yang menentukan, maka tahanan nominal, Tn
dari batang tarik :
Tn = Ag.fy

Batang Tarik 31
Dengan Ag = luas penampang kotor, mm2
Ag = kuat leleh material, MPa
b. Kondisi fraktur dari luas penampang bersih (netto) pada daerah
sambungan.
Pada batang tarik yang mempunyai lubang, misalnya untuk
penempatan baut, maka luas penampangnya tereduksi, yang
dinamakan luas netto (An). Lubang pada batang menimbulkan
konsentrasi tegangan akibat beban kerja. Pada teori elastisitas
menunjukkan bahwa

Tegangan tarik di sekitar lubang baut tersebut adalah sekitar 3 kali


tegangan rerata pada penampang netto. Ketika serat bagian dalam
material mencapai regangan leleh Ey = fy/Es , tegangan menjadi
konstan sebesar fy, dengan deformasi yang masih berlanjut sehingga
semua serat dalam material mencapai Ey atau lebih. Tegangan yang
terkonsentrasi di sekitar lubang akan menimbulkan fraktur pada
sambungan.
Jika kondisi ini yang menentukan pada sambungan, maka tahanan
nominal Tn tersebut :
Tn = Ac.fu
Dengan Ac = luas penampang kotor, mm2
An = luas netto penamang, mm2

32 Struktur Baja
U = koefisien reduksi (akan dijelaskan lebih lanjut)
fu = tegangan tarik putus, MPa
Dengan adalah faktor tahanan, yang besarnya adalah:
= 0,90 untuk kondisi leleh, dan
= 0,75 untuk kondisi fraktur
– Kondisi LRFD : pada Load and Resistance Factor Design, beban
terfaktor akan dibandingkan dengan kekuatan elemen struktur.
Kekuatan tahanan nominal batang tarik:

Pu ≤ tPn

Pu = kombinasi dari beban terfaktor


P
t n
= faktor reduksi kekuatan nominal elemen

Nilai faktor reduksi kekuatan nominal :


For yielding, t
= 0.90
For fracture, t
= 0.75
Dengan demikian, ada dua (2) kondisi batas yang harus terpenuhi :
Pu ≤ 0.90 Fy.Ag
Pu ≤ 0.75 Fu.Ae

“The smaller of these is the design strength of the member.”

– Kondisi ASD : Pada Allowable Strength Design, total dari beban


service/layan (tidak terfaktor) akan dibandingkan dengan kekuatan
ijin bahan elemen struktur
Pn
Pa ≤
Ωt

Batang Tarik 33
Pa = beban service/ijin yang diaplikasi
Pn = kekuatan/tahanan ijin elemen struktur
Pa ≤
Ωt

Untuk leleh/yielding dari gross section, the safety factor Ωt is 1.67,


maka :

Pa P / Ω 0.6 Fy Ag
ft = dan Ft = n t = = 0.6 Fy
Ag Ag Ag

Untuk kondisi fraktur , SF (Safety Factor) = 2 , maka :


Pa P / Ω 0.5Fu Ae
ft = dan Ft = n t = = 0.5Fu
Ae Ae Ae

2.3 LUAS NETTO


Lubang yang dibuat pada sambungan untuk menempatkan alat
pengencang seperti baut ataupun paku keling dapat mengurangi luas
penampang, sehingga akan mengurangi tahanan penampang tersebut.
Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 17.3.5 mengenai pelubangan untuk
baut, dinyatakan bahwa suatu lubang bulat untuk baut harus dipotong
dengan mesin pemotong dengan api, atau dibor ukuran penuh, atau
dipons 3 mm lebih kecil dan kemudian diperbesar, atau dipons penuh.
Selain itu, dinyatakan pula bahwa suatu lubang yang dipons hanya
diijinkan pada material dengan tegangan leleh (fy) tidak lebih dari 360
MPa dan ketebalannya tidak melebihi 5600/fy mm.
Selanjutnya pada pasal 17.3.6 diatur mengenai ukuran lubang suatu
baut, yang dinyatakan bahwa diameter nominal dari suatu lubang yang
sudah jadi, harus 2 mm lebih besar dari diameter nominal baut untuk
suatu baut yang diameternya tidak lebih dari 24 mm. Untuk baut yang

34 Struktur Baja
diameternya lebih dari 24 mm, maka ukuran lubang harus diambil 3
mm lebih besar. Luas netto penampang batang tarik tidak boleh diambil
lebih besar daripada 85% luas bruttonva, An ≤ 0,85 Ag .

CONTOH 2.1
Hitunglah luas netto dari suatu batang tarik yang menggunakan
baut dengan diameter 19 mm. Lubang dibuat dengan metoda punching.

Jawab:
Luas kotor Ag = 6 100 = 600 mm2
Lebar lubang = 19 + 2 = 21mm
An = Ag – (lebar lubang tebal plat)
= 600 – 6(21) = 474 mm2 < 85%.Ag (= 510 mm2)

CONTOH 2.2
pelat dengan ukuran 210 x 8 mm

Batang Tarik 35
For a 16-mm bolt, hole diameter = 18 mm
Net area = (b – nd)t
= (210 – 4 18) 8
=1104 mm2

2.4 EFEK LUBANG PADA LUAS NETTO


Lubang baut dapat diletakkan berselang-seling seperti dalam
Gambar berikut. Dalam SNI 03-1729-2002 pasal 10.2.1 diatur
mengenai cara perhirungan luas netto penampang dengan lubang yang
diletakkan berselang-seling, dinyatakan bahwa luas netto harus dihitung
berdasarkan luas minimum antara potongan 1 dan potongan 2.

Keruntuhan Potongan 1-1 dan Potongan 1-2

An = Ag −An
Potongan 1-1 diperoleh = Ag − n.d.t
n.d.t
2
s 2 .t + s .t
= −
Potongan 1-2: An = Ag − n.d.t +g ∑
An A n.d.t ∑ 4u
4u

Dengan: Ag = luas penampang kotor


Au = luas penampang netto
t = luas penampang

36 Struktur Baja
d = diameter lubang
n = banyak lubang dalam satu potongan
s,u = jarak antar sumbu lubang pada arah sejajar dan tegak
lurus sumbu komponen struktur

CONTOH 2.3
Tentukan Anetto minimum dari batang tarik berikut ini, baut = 19
mm, tebal plat 60 mm.

Penyelesaian :
Luas kotor Ag = 6 (60 + 60 + 100 + 75) = 1770 mm2
Lebar lubang = 19 + 2 = 21 mm
Potongan AD: An = 1770 − 2(21)(6) = 1518 mm
2

An = 1770 − 2(21)(6) = 1518 mm 2


Potongan ABD: 552 × 6 552 × 6
An = 177055 × 6mm55 × 64 × 60 + 4 × 100

An = 1770 − 2(21)(6) = 15182 2(21)(6)
2
2+ = 1513 mm 2
An = 1770 − 2(21)(6) + + = 1513 mm 2

4 ×2 60 4 ×
55 × 6 55 ×552100
6 2 × 6 502 ×2 6
An = 1770 − 2(21)(6) + + +× 6 = 1513+ mm = 1505,125 mm 2
Potongan ABC:An = 1770 4−× ×
55 2 2(21)(6)
60 4 × 100
6 50 2
4 ×=60 4 × 100
An = 1770 − 2(21)(6) + + 1505,125 mm 2
4 ×2 ×
55 4 ×2100
606 50 ×6
An = 1770 − 2(21)(6) + + = 1505,125 mm 2
4 × 60 4 × 100

Periksa terhadap syarat An ≤ 0,85.Ag

Batang Tarik 37
0,85.Ag = 0,85(1770) = 1504,5 mm2
Jadi An minimum adalah 1504,5 mm2
– Sambungan diletakkan berselang-seling (staggered) pada sebuah
profil siku, kanal atau WF, maka penentuan nilai U sebagai
berikut :
a. Profil siku sama kaki atau tak sama kaki


b. Profil kanal


c. Profil WF

38 Struktur Baja
2.5 KELANGSINGAN & GESER BLOK

1. Kelangsingan
Kelangsingan komponen struktur tarik, = Lk/r, dibatasi sebesar
240 untuk batang tarik utama, dan 300 untuk batang tarik sekunder,
dimana Lk adalah panjang batang tarik, r adalah jari-jari inertia, SNI
fs.10.3.4.(1)..

2. Geser Blok
Suatu keruntuhan dimana mekanisme keruntuhannya merupakan
kombinasi geser dan tarik dan terjadi melewati lubang-lubang baut pada
komponen struktur tarik disebut keruntuhan geser blok. Keruntuhan
jenis ini sering terjadi pada sambungan dengan baut terhadap pelat
badan yang tipis pada komponen struktur tarik. Keruntuhan tersebut
juga umum dijumpai pada sambungan pendek, yaitu sambungan yang
menggunakan dua baut atau kurang pada garis searah dengan bekerjanya
gaya.

Gambar Geser blok, kombinasi keruntuhan antara geser dan tarik.


Keruntuhan geser blok adalah perjumlahan antara tarik leleh (atau
tarik fraktur) dengan geser fraktur (atau geser leleh), dengan tahanan
nominal ditentukan oleh salah satu persamaan berikut,

Batang Tarik 39
a) Geser leleh dengan tarik fraktur,
Bila fu . Ant0,6 fu . Anv, maka Nn = 0,6 fy . Agv + fu . Ant (15.a)
b) Geser fraktur dengan tarik leleh,
Bila fu . Ant < 0,6 fu . Anv, maka Nn = 0,6 fu . Anv + fy . Agt (15.a)
Dimana,
Agv = luas kotor/bruto akibat geser.
Anv = luas netto akibat geser.
Agt= luas kotor/bruto akibat tarik.
Ant = luas netto akibat tarik.
fy = tegangan leleh (sesuai mutu baja).
fu = tegangan fraktur/putus (sesuai mutu baja).

CONTOH 2.4

Data-data :
Mutu baja BJ-34, fy = 210 Mpa, fu = 340 Mpa.
Baut ½ “, dn = 12,7 mm, lobang d = 12,7 mm + 2 mm = 14,7 mm
x = e = 16,9 mm, luas profil bruto Ag = 6,91 cm2 = 691 mm2, ix = iy =
r = 1,82 cm.

40 Struktur Baja
Panjang batang tarik, Lk = 2,50 meter.
Diminta : Lakukan evaluasi terhadap sambungan tersebut dengan
metode LRFD dan ASD.

Penyelesaian :
A. Metode LRFD.
Faktor tahanan komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial
(tabel 6.4.2 SNI 03-1729-2002),
• terhadap kuat tarik leleh = 0,90
• terhadap kuat tarik fraktur = 0,75
1) Kekuatan tarik nominal terfaktor (Nu).
Kekuatan tarik nominal terfaktor dihitung sebagai berikut :
a) Kondisi leleh,
Nu Nn = . Ag . fy = 0,90 . (691 mm2) . (210 Mpa) = 130599
N = 130,6 kN.
b) Kondisi fraktur/putus terletak pada sambungan.
Luas penampang netto (potongan melalui satu lobang paku),
Anet = (691 mm2) – (14,7 mm) . (6 mm) = 602,8 mm2.
Luas penampang netto efektif,
U = 1 – (x/L) ≤ 0,9
= 1 – (16,9/100) = 0,831 < 0,9
Maka,
Ae = U . Anet = 0,831 . (602,8 mm2) = 500,93 mm2.
Nn = . Ae . fu = 0,75 . (500,93 mm2) . (340 Mpa) = 126737
N = 127,7 kN.
c) Kondisi geser blok
Luas

Batang Tarik 41
Agt = (6 mm) . (30 mm) = 180 mm2
Agv = (6 mm) . (130 mm) = 780 mm2
Ant = (180 mm2) – 1/2. (14,7 mm). (6 mm)
= 135,9 mm2
Anv = (780 mm2) – 2 ½ . (14,7 mm) . (6 mm)
= 559,5 mm2.
fu . Ant = (340 Mpa) . (135,9 mm2) = 58701 N = 5,8 ton.
0,6 fu Anv = 0,6 . (340 Mpa) . (559,5 mm2) = 114138 N = 11,4 ton.
fu . Ant < 0,6 fu . Anv
Maka kekuatan tarik nominal,
Nn = 0,6 fu . Anv + fy . Agt = 114138 + (210 Mpa) . (180 mm2) =
151938 N. Kekuatan tarik nominal terfaktor,
Nn = 0,75 . (151938 N) = 113953,5 N = 114 kN.
Yang menentukan adalah yang terkecil dari ketiga kondisi tersebut,
yaitu Nu Nn = 114 kN atau Nu Nn = 11,4 ton.
2) Kelangsingan.
Kelangsingan batang tarik dihitung sebagai berikut,
= Lk/r = 250/1,82 = 137 < 240 (memenuhi).
3) Luas penampang netto minimum.
Luas penampang minimum (SNI 03-1729-2002 fs.10.2.2.),
Anet > 85 % Ag = 0,85 . (691 mm2) = 587,35 mm2 < 602,8 mm2
(memenuhi).
Luas penampang netto yang terjadi masih diatas syarat luas
penampang minimum.
B. Metode ASD.
Luas penampang netto (potongan melalui satu lobang paku),

42 Struktur Baja
Anet = (691 mm2) – (14,7 mm) . (6 mm) = 602,8 mm2.
Faktor tahanan 0,75 untuk penampang batang tarik berlobang.
Kekuatan batang tarik dihitung sebagai berikut,
a. Pembebanan Tetap
fy
σ ≤ (faktor tahanan). , atau
1, 5
P fy
≤ (0,75). , atau
Anet 1, 5
(210 MPa)
P ≤ (0,75).(602,8 mm 2 ).
1, 5
= 63294 N = 63,3 kN = 6,3 ton

b. Pembebanan Sementara
fy
σ ≤ (faktor tahanan).(1,3)
1, 5
P fy
≤ (0,75).(1,3). , atau
Anet 1, 5
(210 MPa)
P ≤ (0,75).(602,8 mm 2 ).(1,3).
1, 5
= 82282,2 N = 82,3 kN = 8,2 ton
Maka, untuk pembebanan tetap, beban maksimum yang dapat
dipikul kurang dari 6,3 ton, dan untuk pembebanan sementara
kurang dari 8,2 ton

Batang Tarik 43
44 Struktur Baja
PERTEMUAN 3

BIDANG TEKAN

TUJUAN PEMBELAJARAN :
1. Dapat memahami konsep batang tekan
2. Dapat menganalisis perencanaan batang tekan

POKOK PEMBAHASAN :
1. Pendahuluan
2. Tekuk Euler
3. Tahanan tekan nominal
4. Panjang tekuk
5. Kelangsingan

Batang Tekan 45
3.1 PENDAHULUAN

B atang tekan yang hanya menerima gaya tekan secara sentris saja
dijumpai pada struktur rangka atap, jembatan, menara dan struktur
lain yang bersifat rangka. Pada struktur rangka atap dan jembatan
umumnya dijumpai pada batang-batang tepi atas, sedikit pada batang-
batang diagonal dan vertikal, lihat gambar berikut. Batang ini tidak
mengalami momen dan gaya lintang, hanya ada gaya normal tekan
yang bekerja sentris, tepat pada garis berat penampang, oleh karena sifat
dari struktur rangka itu sendiri dimana buhul-buhulnya dapat berotasi
sehingga gaya-gaya dalam yang lain seperti momen dan gaya lintang
akan tereduksi dengan sendirinya.

Gambar Struktur rangka atap.

3.2 TEKUK EULER


Pada tekuk elastis, komponen struktur yang dibebani gaya tekan,
masih dalam dalam keadaan elastis, akan melengkung secara perlahan-
lahan, seperti gambar 2. Gaya yang bekerja sentris pada batang
menyebabkan batang tersebut melentur sejauh y, sehingga terjadi

46 Struktur Baja
momen lentur tambahan sekunder yang besarnya,
Mx = P . y ...(1)
Garis lentur diberikan oleh persamaan berikut,
d 2 y − Mx P
= = . y ...(2)
dx 2 EI EI

Gambar Kolom tekuk Euler.


Dimana,
E = modulus elastisitas baja
I = momen inertia batang.
Persamaan (2) diatas adalah persamaan homogen linear orde kedua
homogeneous linear differential equation) apabila di integralkan akan
persamaan beban kritis yang bekerja pada batang tekan,
2E.I
pcr ...(3)
Lk 2
Dimana,
Lk = panjang tekuk batang.
Tegangan kritis,
Pcr
fcr ...(4)
Ag
2.E.I
fcr
...(5)
Ag .Lk 2

Batang Tekan 47
Untuk jari-jari inertia,
I
r ...(6)
Ag
Maka,
2.E.r 2
fcr ...(7)
Lk 2
untuk kelangsingan batang,
Lk
...(8)
r
Diperoleh,

fcr 2.E ...(9)


2

Pendekatan EULER diatas hanya terjadi pada batang tekan dalam


kondisi elastis dengan kelangsingan yang besar ( > 110, batang panjang),
artinya batang tekan sudah menekuk sebelum tegangan mencapai leleh.
Untuk kelangsingan sedang ( < 110, batang sedang ) akan terjadi tekuk
inelastis, yaitu pada sebagian penampang sudah leleh dan untuk batang
pendek ( < 20) seluruh penampang leleh, seperti dilukiskan gambar 2
berikut,

Gambar Kurva panjang batang/kolom versus kekuatan kritis.

48 Struktur Baja
Pada daerah tekuk inelastik besaran modulus elastis E menurun
menjadi Et (E > Et), dan kurva tegangan-regangan tidak lagi linear, dan
rumus EULER diatas berubah menjadi,
2.Et
fcr ...(10)
2
Grafik yang menggambarkan hubungan tegangan – kelangsingan
seperti berikut,

Gambar 3.4 Kurva hubungan antara tegangan (f ) vs kelangsingan ( )

Persamaan Euler diatas bergantung kepada anggapan berikut ini,


a. Kolom/batang benar-benar lurus.
b. Beban bekerja secara sentris, tanpa eksentrisitas gaya.
c. Kolom/batang mempunyai perletakan sendi pada kedua ujungnya.
d. Tidak terjadi puntir selama pelenturan.
e. Kolom/batang tidak cacat.

3.3 TAHANAN TEKAN NOMINAL


Suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan sentris
akibat beban terfaktorNu menurut SNI 03-1729-2002, pasal 9.1, harus
memenuhi :
Nu < n.Nn
...(11)

Batang Tekan 49
Dimana,
Øn = adalah faktor reduksi kekuatan (lihat SNI, Tabel 6.4-2),
= 0,85
Nu = beban terfaktor
Nn = kekuatan tekan nominal

a. Gaya tekuk elastis.


SNI pasal 7.6.1, gaya tekuk elastis komponen struktur (Ncr)
ditetapkan sebagai berikut:
Ag .fy
Ncr = ...(12)
λ c2
Dengan parameter kelangsingan kolom, c, ditetapkan sebagai
berikut:
1 Lk fy
λ c = ...(13)
π r E
Dengan Lk = k.L dan fy adalah tegangan leleh material. Dalam hal
ini k adalah faktor panjang tekuk, dan L adalah panjang teoritis kolom.

b. Daya dukung nominal komponen struktur tekan


Daya dukung nominal komponen struktur tekan dihitungsebagai
berikut:
Nn = Ag.f cr = Ag. Lk ...(14)
ω

f cr = fy ...(15)
ω

Untuk c
0,25 maka = 1 ...(16.a)
1,43
Untuk 0,25 < < 1,2 maka ω = ...(16.b)
c
1, 6 − 0, 67 λ c

50 Struktur Baja
Untuk c
≥ 1,2 maka = 1,25 c
2
...(16.c)
Keterangan:
Ag = luas penampang bruto, mm2
fcr = tegangan kritis penampang, Mpa
fy = tegangan leleh material, Mpa
= koefisien tekuk

CONTOH 3.1
Lakukanlah evaluasi terhadap komponen struktur tekan berikut
dengan memakai profil WF 300.200.9.14. Kondisi perletakan jepit –
sendi. Beban aksial terfaktor Nu = 120 ton = 1200 kN. Mutu baja BJ-37
(fy = 240 MPa, fu = 370 MPa). Panjang batang L = 4500 mm.
DATA-DATA :
WF 300.200.9.14
d = 298 mm
b = 201 mm
tf = 9 mm
L = 4500 mm
r = 18 mm
Ag = 8336 mm
rx = 126 mm
rv = 47,7 mm
h = d – 2.(tf + r)
= 298–2.(14+18)
h = 234 mm

Batang Tekan 51
EVALUASI
a. Kelangsingan batang
Faktor panjang tekuk, k = 0,80 (jepit-sendi, tabel 1)
– Tekuk ke arah sumbu –X,
Lkx = k . L =0,8 . (4500) = 3600 mm

L 3600
λ x = kx = = 28, 57 < 200 (memenuhi )
rx 126
– Tekuk ke arah sumbu –Y,
Lkx = k . L =0,8 . (4500) = 3600 mm
Lky 3600
λy = = = 75, 47 < 200 (memenuhi )
ry 47,7
b. Kekuatan nominal terfaktor batang tekan
– Ke arah sumbu –X,
1 Lkx fy
λ cx =
π rx E

1 240
λ cx = .(28,57) = 0, 3152 (untuk π = 3,14 )
π 200000
1,43
Untuk 0,25 < λ cx < 1,2 maka ωx =
1, 6 − 0, 67 λ cx
1,43
ωx = = 1, 0297
1, 6 − 0,, 67.(0, 3152 )

Kekuatan nominal batang tekan,


fy 240 MPa
N n = Ag . f cr = Ag . = (8336 mm). = 1942935 N
ωx 1,0297
N n = 1942,, 9 kN

52 Struktur Baja
Kekuatan nominal terfaktor,
Nu = øn . Nn = 0,85 . (1942,9) kN = 1651,5 kN > 1200 kN
(memenuhi)
– Ke arah sumbu –Y,

1 Lkx fy
λ cy =
π rx E

1 240
λ cy = .(75,47) = 0, 8326 (untuk π = 3,14 )
π 200000
1,43
Untuk 0,25 < λ cy < 1,2 maka ω y =
1, 6 − 0, 67 λ cx
1,43
ωy = = 1, 3722
1, 6 − 0,, 67.(0, 8326 )

Kekuatan nominal batang tekan,


fy 240 MPa
N n = Ag . f cr = Ag . = (8336 mm). = 1457980 N
ωx 1,3722
N n = 1458,, 0 kN

Kekuatan nominal terfaktor,


Nu = øn . Nn = 0,85 . (1458,0) kN = 1239,3 kN > 1200 kN
(memenuhi)

3.4 PANJANG TEKUK


Panjang tekuk (Lk) batang tekan sangat tergantung kepada jenis
perletakannya, seperti kolom dengan tumpuan jepit dapat mengekang
ujungnya dari berotasi dan translasi, sehingga mampu menahan beban
yang lebih besar dibandingkan tumpuan sendi. Panjang tekuk dihitung

Batang Tekan 53
seperti berikut,

Gambar Garis lentur akibat tekuk berdasarkan jenis perletakan.


Apabila Lk = k . L, dimana k faktor panjang tekuk, maka nilai k
dapat dilihat pada tabel berikut,

Tabel 3.1 Faktor panjang tekuk (k)

Jepit-rol Sendi-rol
Jepit- Jepit- Sendi- Jepit-
tanpa tanpa
jepit sendi sendi lepas
rotasi rotasi

k 1
0,50 1,00 1,00 2,00 2,00
teoritis 2

k
0,65 0,80 1,20 1,00 2,10 2,00
desain
Sumber : SNI03-1729-2002
Untuk kolom pada struktur portal, faktor panjang tekuknya (k)
dipengaruhi oleh nilai G pada ujung-ujung kolom. Nilai G pada salah

54 Struktur Baja
satu ujung adalah ratio jumlah kekakuan semua kolom terhadap jumlah
kekakuan semua balok yang bertemu di ujung tersebut yang ditulis
dengan rumus:

GA =
∑( I cA
LcA ) ...(17.a)
∑( I bA
LbA )
GB =
∑( I cB
LcB ) ...(17.b)
∑( I bB
LbB )
Lk = k . L ...(18)

Gambar Kolom dan balok portal.


IcA = Momen inertia kolom yang bertemu di titik A.
IcB = Momen inertia kolom yang bertemu di titik B.
LcA = Panjang kolom yang bertemu di titik A.
LcB = Panjang kolom yang bertemu di titik A.
IbA = Momen inertia balok yang bertemu di titik A.
IbB = Momen inertia balok yang bertemu di titik B.

Batang Tekan 55
LbA = Panjang balok yang bertemu di titik A.
LbB = Panjang balok yang bertemu di titik B.
Untuk tumpuan jepit nilai G = 1
Untuk tumpuan sendi nilai G = 10
Faktor panjang tekuk (k) dihitung dengan memasukan nilai G
kedua ujung-ujungnya pada nomogram gambar 8. Dari kedua titik nilai
G tersebut ditarik garis yang memotong garis skala k. Titik potong ini
menunjukan nilai k dari kolom tersebut. Perlu diperhatikan bahwa ada
dua nomogram, yaitu untuk struktur tak bergoyang dan untuk struktur
bergoyang. Struktur tak bergoyang artinya jika ujung-ujung dari kolom
yang ditinjau tidak dapat berpindah kearah lateral.

(a) Portal tidak bergoyang (b) portal bergoyang

Gambar Nomogram faktor panjang tekuk kolom portal.

56 Struktur Baja
CONTOH 3.2
Hitunglah nilai k untuk masing-masing kolom pada struktur portal
seperti gambar 9.

Penyelesaian :
a. Kekakuan tiap elemen balok dan kolom, dihitung dalam tabel
berikut,

Tabel 3.2 Kekakuan elemen balok dan kolom.


Ix / L
Elemen Fungsi Profil Ix cm4 L cm
cm3
AB KOLOM WF 200.200.8.12 4720 350 13.486
BC KOLOM WF 200.200.8.12 4720 300 15.733
DE KOLOM WF 250.125.6.9 4050 350 11.571
EF KOLOM WF 250.125.6.9 4050 300 13.500
GH KOLOM WF 200.200.8.12 4720 350 13.486
HI KOLOM WF 200.200.8.12 4720 300 15.733
BE BALOK WF 450.200.9.14 33500 600 55.833
CF BALOK WF 400.200.8.13 23700 600 39.500
EH BALOK WF 450.300.11.18 56100 900 62.333
FI BALOK WF 400.300.10.16 38700 900 43.000

Batang Tekan 57
b. Faktor G tiap titik buhul (Joint)

Tabel 3.3 Perhitungan faktor G tiap titik buhul (Joint).


Joint G Ket
(kolom AB+kolom
BC)/(Balok BE)
(13.486+15.733)/55.833
A 10 Sendi
(Kolom BC)/(Balok
(15.733)/39.500
B CF) 0.523
C 0.398
(11.571+13.500)/
D (kolom DE+kolom 10 Sendi
(55.833+62.333)(13.500)/
E EF)/(Balok 0.212
(39.500+43.000)
F BE+Balok EH) 0.164
G 10 Sendi
H (Kolom GH+kolom 0.469
(13.486+15.733)/62.333
HI)/(balok EH)
I 0.366
(15.733)/43.000
(kolom HI)/(Balok
FI)
c. Faktor panjang tekuk (panjang efektif ) k masing-masing kolom,

Tabel 3.4 Faktor panjang tekuk, k.


Kolom GA GA k
AB 10 0.523 1.80
BC 0.523 0.398 1.15
DE 10 0.212 1.72
EF 0.212 0.164 1.07
GH 10 0.469 1.79
HI 0.469 0.366 1.18

58 Struktur Baja
Contoh memakai nomogram untuk portal bergoyang, kolom AB,

3.5 KELANGSINGAN
Untuk batang-batang yang direncanakan terhadap tekan, angka
perbandingan kelangsingan,
= Lk/r < 200
Dimana,
Lk = panjang tekuk = k . L ; r = jari-jari inertia.

Batang Tekan 59
60 Struktur Baja
PERTEMUAN 4

SAMBUNGAN BAUT

TUJUAN PEMBELAJARAN :
1. Dapat menghitung kapasitas baut sebagai alat sambung dalam suatu
konstruksi baja
2. Dapat menganalisis dan mendesain sambungan baja yang
menggunakan baut sebagai alat sambungnya

POKOK PEMBAHASAN :
1. Pendahuluan
2. Tahanan Nominal Baut
3. Geser Eksentris
4. Kombinasi Geser dan Tarik
5. Sambungan yang Mengalami Beban Tarik Aksial
6. Geser dan Tarik Akibat Beban Eksentris

Sambungan Baut 61
4.1 PENDAHULUAN

S etiap struktur baja merupakan gabungan dari beberapa komponen


batang yang disatukan dengan alat pengencang. Salah satu alat
pengencang yang cukup populer adalah baut terutama baut mutu
tinggi. Baut mutu tinggi menggeser penggunaan paku keling sebagai alat
pengencang karena beberapa kelebihan yang dimilikinya dibandingkan
paku keling, seperti jumlah tenaga kerja yang lebih sedikit, kemampuan
menerima gaya yang lebih besar dan secara keseluruhan dapat menghemat
biaya konstruksi. Selain mutu tinggi ada pula baut mutu normal A307
terbuat dari baja kadar karbon rendah.
Dua tipe dasar baut mutu tinggi yang distandarkan oleh ASTM
adalah tipe A325 dan A490. Baut ini mempunyai kepala berbentuk segi
enam. Baut A325 terbuat dari baja karbon yang memiliki kuat leleh
560 – 630 MPa, baut A490 terbuat dari baja alloy dengan kuat leleh
790 – 900 MPa, tergantung pada diameternya. Diameter baut mutu
tinggi berkisar antar 0,5 – 1,5 in, yang sering digunakan dalam struktur
bangunan berdiameter ¾ dan 7/8 in, dalam desain jembatan antara 7/8
hingga 1 in.

4.2 TAHANAN NOMINAL BAUT


Suatu baut yang memikul beban terfaktor, Ru, sesuai persyaratan
LRFD harus memenuhi :
Ru < Rn
Dengan Rn adalah tahanan nominal baut sedangkan adalah faktor
reduksi yang diambil sebesar 0,75. Besarnya Rn berbeda – beda untuk
masing – masing tipe sambungan.

62 Struktur Baja
1. Tahanan Geser Baut
Tahanan nominal satu buah baut yang memikul gaya geser
memenuhi persamaan:
Rn = mr1 f ub Ab
Dengan: r1 = 0,50 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser

r1 = 0,40 untuk baut dengan ulir pada bidang geser
Rn = mr1 f u Aadalah
b
b kuat tarik baut (MPa)
Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak
berulir
m adalah jumlah bidang geser

2. Tahanan Tarik Baut


Baut yang memikul gaya tarik tahanan nominalnya dihitung
menurut:
Rn = 0,75f ub Ab

Rn = mr1 f ub Aadalah
Dengan: b kuat tarik baut (MPa)
Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

3. Tahanan Tumpu Baut


Tahanan tumpu nominal tergantung kondisi yang terlemah dari
baut atau komponen pelat yang disambung. Besarnya ditentukan sebagai
berikut:
Rn = 2,4dbtp fu
Dengan: db adalah diameter baut pada daerah tak berulir
tp adalah tebal pelat
fu adalah kuat tarik putus terendah dari baut atau pelat
Persamaan Rn = 0,75f u Ab berlaku untuk semua baut, sedangkan
b

untuk lubang baut selot panjang tegak lurus arah gaya berlaku :

Sambungan Baut 63
Rn = 2,0db tp fu
Tata letak baut diatur dalam SNI pasal 13.4. Jarak antar pusat lubang
baut harus diambil tidak kurang dari 3 kali diameter nominal baut, dan
jarak antara baut tepi dengan ujung pelat harus sekurang kurangnya 1,5
diameter nominal baut. Dan jarak maksimum antar pusat lubang baut
tak boleh melebihi 15tp (dengan tp adalah tebal pelat lapis tertipis dalam
sambungan) atau 200 mm, sedangkan jarak tepi maksimum harus tidak
melebihi (4 tp + 100 mm) atau 200 mm.

4.3 GESER EKSENTRIS


Apabila gaya P bekerja pada garis kerja yang tidak melewati titik berat
kelompok baut, makan akan timbul efek akibat gaya eksentris tersebut.
Beban P yang mempunyai eksentrisitas sebesar e, adalah ekuivalen statis
dengan momen P dikali e ditambah dengan sebuah gaya konsentris P
yang bekerja pada sambungan. Karena baik momen maupun beban
konsentris tersebut memberi efek geser pada kelompok baut, kondisi ini
sering disebut sebagai geser eksentri.
Dalam mendesain sambungan seperti ini, dapat dilakukan dua
macam pendekatan, yaitu :
1. Analisa elastik, yang mengasumsikan tak ada gesekan antara pelat
yang kaku dan alat pengencang yang elastik
2. Analisa plastis, yang mengasumsikan bahwa kelompok alat
pengencang dengan beban eksentris P berputar terhadap pusat
rotasi sesaat dan deformasi di setiap alat penyambung sebanding
dengan jaraknya dari pusat rotasi.

64 Struktur Baja
Gambar Contoh sambungan geser eksentris

Gambar Kombinasi Momen dan Geser

1. Analisa Elastik
Prosedur analisa ini didasarkan pada konsep mekanika bahan
sederhana, dan digunakan sebagai prosedur konservatif. Untuk
menurunkan persamaan yang digunakan dalam analisa ini, perhatikan
sambungan yang menerima beban momen M dalam gambar di bawah.

Gambar Sambungan dengan beban momen


Abaikan gesekan antara pelat, momen sama dengan jumlah gaya
dalam di bawah dikalikan jaraknya ke titik berat kelompok baut.

Sambungan Baut 65
M = R1 d1 + R1 d1 + . . . + R6 d6 = Rd

Gambar Sambungan dengan beban momen


Jika tiap baut dianggap elastik dan mempunyai luas yang sama,
maka gaya R dari tiap baut juga proporsional terhadap jarak ke titik
berat kelompok baut tersebut.
R1 R2 R
= = ... = 6
d1 d 2 d6
Atau R1 , R2 , R6 dapat dituliskan dalam beentuk:
R1 R R
R1 = d1 ; R2 = 2 d 2 ; R6 = 6 d 6
d1 d2 d6
Substitusikan
R1 2 R
M= d1 + R2 = 2 d 2 2
d1 d2
R1 2
M= d1 + d 2 2 
d1 
Sehingga gaya pada baut 1:
Md 1
R1 =
Σd 2

66 Struktur Baja
Dengan cara yang sama, maka gaya pada baut – baut yang lain
adalah:
Md 2 Md 3
R2 = ; R3 =
Σd 2
Σd 2
Atau secara umum dituliskan:
Md
R=
Σd 2
Apabila gaya R, diuraikan dalam arah x dan y seperti dalam Gambar
dibawah, maka dapat dituliskan komponen gaya dalam arah x dan y:
y
Rx = R
d
x
Ry = R
d
Subtitusikan
My
Rx =
Σd 2
Mx
Ry =
Σd 2

Gambar Gaya R diuraikan dalam arah x dan y

Sambungan Baut 67
Karena d 2 = x2 + y2 maka persamaannya secara umum dapat
dituliskan lagi
My
Rx =
Σx + Σy 2
2

Mx
Ry =
Σx + Σy 2
2

Dengan hukum penjumlahan vektor, maka gaya R didapatkan dari:

R = Rx2 + R y2

Untuk P
Ru = menghitung gaya total akibat beban eksentris, maka pengaruh
R = Σ
R N
2
+ R
gaya Ru memberikan
x
2
y konstribusi gaya kepada tiap baut sebesar:
R = RPx2 + ( R y + Ru )
2

Ru = 2
R = ΣRN
x + Ry
2

DenganP2N adalah jumlah baut. Dan total resultan gaya pada tiap
R == Rx + ( R y + Ru )
2
Ru
baut yang mengalami
ΣN gaya eksentris adalah:

R = Rx2 + ( R y + Ru )
2

2. Analisa Plastis
Cara analisa ini dianggap lebih rasional dibandingkan dengan cara
elastik. Beban P yang bekerja dapat menimbulkan translasi dan rotasi
pada kelompok baut. Translasi dan rotasi ini dapat direduksi menjadi
rotasi murni terhadap pusat rotasi sesaat. Lihat gambar berikut ini

68 Struktur Baja
Dari persamaan kesetimbangan diperoleh hubungan :


n
ΣFh = 0 i =1
Ri sin θi − P sin δ = 0


n
ΣFv = 0 i =1
Ri sin θi − P sin δ = 0


n
ΣM = 0 i =1
Ri d i − P (e + X n cos δ + yn sin δ = 0

Dengan substitusi: r0 = x0 cos y0 sin persamaan menjadi:


n
ΣM = 0 i =1
Ri d i − P (e + r0 ) = 0

Dimana r0 adalah jarak terdekat antara pusat rotasi sesaat (IC)


dengan titik berat baut (CG).
Sambungan Tipe Tumpu
Untuk sambungan tipe tumpu, slip diabaikan dan deformasi tiap
alat pengencang propersional terhadap jaraknya ke pusat rotasi besar.
Analisa dilakukan sebagai berikut:
Ri = Rni [1–exp(–0,4i)]0,55
Dengan:
Ri adalah tahanan nominal satu baut

Sambungan Baut 69
i
adalah deformasi baut i dalam mm
max
dari hasil eksperimental adalah sama dengan 8,6 mm

CONTOH 4.1
Hitung Pn yang boleh bekerja pada sambungan berikut ini, lakukan
analisa plastis. Alat sambung yang digunakan adalah baut A325 (db = 22
mm, fub = 825 MPa tanpa ada dalam bidang geser

JAWAB:
e = 75 + 50 = 125 mm
Rni = 0,5. fub. Ab. m = 0,5(825)(1/4 222)(1)=15,68 ton
Ri = Rni [1 – exp(–0,4 i)0,55

Beban bekerja pada sumbu y, = 0, dengan mengganti y/di untuk


sin i serta x/di untuk cos i, maka persamaan di atas menjadi :
yi
ΣRi =0
di
xi
ΣRi = Pn
di
ΣRi ⋅ d i = Pn (e + r0 )
di di
=
Ingat juga asumsi :i = , max .8, 6
d max d max

70 Struktur Baja
Persamaan di atas diselesaikan dengan trial and error
1. Misalkan r0 diambil sama dengan 75 mm, proses hitungan ditabelkan
sebagai berikut:

Didapat Pn = 60,730 ton


8904, 640
Didapat Pn = = 44, 5232 ton
(125 + 75)
Karena hasil tidak cocok, proses diulang lagi
2. Coba r0 = 51,46 mm

Didapat Pn = 43,099 ton

7605, 219
Didapat Pn = = 43, 0988 ton OK.
(125 + 51, 46 )

Sambungan Baut 71
Sambungan Tipe Friksi
Analisa hampir sama dengan tipe tumpu hanya saja Ri konstan yaitu:
Ri = 1,13 Proof Load m

CONTOH 4.2
Kerjakan soal sambungan tipe tumpu sebagai sambungan tipe friksi.
Karena Ri konstan, maka persamaan menjadi:
yi
Ri Σ =0
di
xi
Ri Σ =P
di
Ri Σd i = P (e + r0 )

yi
Ri Σ =0
di
xi
Ri Σ =P
di
Ri Σd i = P (e + r0 )

JAWAB:
Dengan cara trial and error, diperoleh hasil r0 = 59,569 mm
Didapat P = R . 2,90351 ton
n i

Ri ( 535, 91272 )
Didapat Pn = = Ri ⋅ 2, 90359
(125 + 59, 569)
Karena Ri = 1,13 0,35 1/4 222 0,75 585 1 = 6,5963 ton
(digunakan baut A325, db = 22 mm), sehingga Pn = 2,90359 6,5963
= 19,153 ton.

72 Struktur Baja
4.4 KOMBINASI GESER DAN TARIK

1. Sambungan Tipe Tumpu


Persamaan interaksi geser dan tarik dari berbagai studi eksperimental,
dapat direpresentasikan sebagai persamaan lingkaran berikut ini:

2 2
 Rut   Ruv 
  +  ≤1
 ∅i Rnt   ∅v RNV 
Dengan:
Rut adalah beban tarik terfaktor pada baut
Ruv adalah beban geser terfaktor pada baut
R adalah tahanan rencana pada baut dalam tarik saja
i nt

R adalah tahanan rencana pada baut dalam geser saja


v nv

v
, i
= 0,75
Rnt dan RNV masing – masing adalah tahanan nominal tarik dan geser
yang besarnya:
Rnt = 0,75 fub Ab
R = m . 0,5 f b A
nv u b
(persamaan baut tanpa ulir dalam bidang geser)
atau Rnv = m . 0,4 fu Ab (persamaan baut dengan ulir dalam bidang geser)
b

Sambungan Baut 73
Peraturan menyederhanakan persamaan interaksi geser-tarik
menjadi sebuah persamaan garis lurus:
2 2
 Rut   Ruv 
  +  ≤C
 ∅i Rnt   ∅v RNV 
Dengan C adalah suatu konstanta.
Dapat dituliskan lagi menjadi:
∅i Rut
Rut ≤ C ⋅ ∅i ⋅ Rut − .RNV
∅v RNV

74 Struktur Baja
Diperoleh :
Rut ∅ ( 0,75 f ub ) ⋅ Ab ∅ ( 0,75 f ub ) ⋅ Ab Rut
≤C −
Ab Ab 0, 75 ⋅ ( 0,5 f ub ) ⋅ Ab Ab

f ut ≤ ∅f i = ∅ ( 0,75 f ubC − 2 f uv ) 

Untuk baut dengan ulir pada bidang geser diperoleh :

f ut ≤ ∅f i = ∅ ( 0,75 f ubC − 2, 5 f uv ) 

Nilai konstanta C dalam peraturan ditetapkan besarnya adalah 1,3.


Nilai 2 dan 2,5 (koefisien fuv) dalam peraturan direduksi menjadi 1,5
dan 1,9. Besarnya nilai fi untuk masing-masing mutu baut ditabelkan
berikut ini dalam tabel berikut

Sambungan Baut 75
Dalam perencanaan sambungan yang memikul kombinasi geser
dan tarik, ada dua persyaratan yang harus dipenuhi :
vu  0,5∅f ub m 
1. f ut = ≤  Tanpa ulir di bidang geser/Dengan ulir
n ⋅ Ab  0,4∅f ub m 
di bidang geser
Sambungan Tipe Friksi
Untuk sambungan tipe friksi berlaku hubungan:
 Tn 
vn  n 
≤ ∅ Vn 1 −
n  1,13 × proofload 
 
Dengan: Vn = 1,13 .proofload.m
proofload = 0,75 Ab proofstress
Ab adalah luas bruto baut
Tu adalah beban tarik terfaktor
n adalah jumlah baut

CONTOH 4.3
Hitung kecukupan jumlah baut bagi sambungan berikut ini (tipe
tumpu dan tipe friksi), diketahui beban terdiri dari 10% beban mati dan
90% beban hidup. Baut A325 tanpa ulir di bidang geser.

JAWAB:

76 Struktur Baja
Pu = 1,2(0,1)(35) + 1,6(0,9)(35)
Pu = 54,6 ton
Tu = Pux = 0,8 54,6 = 43,68 ton
Tu = Puy = 0,6 54,6 = 32,76 ton
a. Sambungan tipe tumpu :
Geser :
vn 32, 76
f uv = = = 143, 634 MPa
nab 6. 1 4 π222

0, 5∅f ub m = 0, 5 × 0, 75 × 825 × 1 = 309, 375 MPa

f uv < 0, 5∅f ub m

Tarik :
ft = 807 – 1,5 fuv = 807 – (1,5 143,634) = 591,549 MPa
Rn = ft Ab = 0,75 591,549 1/4 222 = 16,865 ton

Tu 43, 68 = 7, 28ton
n = 6
Tu
n < ∅Rn

b. Sambungan tipe friksi :
vn = 1,13 proof load m
vn = 1,13 0,35 1 proof load = 0,3955
proof load = 1/4 222 0,75 585 = 16,68 ton
Vn = 1 0,3955 16,68 = 6,597 ton
Vu 32, 76 = 5, 46 ton
n = 6
 Tu
  43,86

∅ Vn  1 − n
 = 6, 597  1 − 6
 = 4, 038 ton
 1,13 ⋅ proof load   1,13 × 16, 68 
Tu Sambungan Baut 77
n > ∅ V n (baut tak mencukupi untuk sambungan tipe friksi)
Vu 32, 76 = 5, 46 ton
n = 6
 Tu
  43,86

∅ Vn  1 − n
 = 6, 597 1 −
6
 = 4, 038 ton
 1,13 ⋅ proof load   1,13 × 16, 68 
Tu
n > ∅Vn (baut tak mencukupi untuk sambungan tipe friksi)

4.5 SAMBUNGAN YANG MENGALAMI BEBAN TARIK AKSIAL


Tarik aksial yang terjadi tak bersamaan dengan geser, dijumpai pada
batang-batang tarik seperti penggantung atau elemen struktur lain yang
garis kerja bebannya tegak lurus dengan batang yang disambungnya.
Untuk memahami efek akibat beban eksternal pada baut mutu tinggi yang
diberi gaya tarik awal, perhatikan sebuah baut dan daerah pengaruhnya
pada pelat yang disambung. Pelat yang disambung mempunyai ketebalan
t dan luas kontak antara pelat adalah Ap.

Pada saat pemasangan awal, baut mutu tinggi sudah diberi gaya
pra tarik awal Tb , hal ini mengakibatkan pelat tertekan sebesar Ci dari
keseimbangan gaya:
Ci = Tb

78 Struktur Baja
Beban luar akhirnya bekerja, sehingga keseimbangan gaya sekarang
seperti nampak dalam dalam di atas.
P + Cf = Tf
Gaya P mengakibatkan baut memanjang sebesar:
T f − Tb
δb = ⋅t
Ab ⋅ Eb
Pada saat yang sama tekanan di antara pelat mengakibatkan pelat
memendek sebesar:
Ci − C f
δb = ⋅t
Ap ⋅ E p
Dengan:
Eb, Ep adalah modulus elastisitas baut dan pelat
Tf adalah gaya akhir yang bekerja pada baut setelah beban bekerja
Cf adalah gaya tekan akhir antara pelat seteah beban bekerja

Menyamakan b
dan p
diperoleh hubungan:
T f − Tb Ci − C f
=
Ab ⋅ Eb Ap ⋅ E p
Substitusikan Ci dan Cf sehingga didapatkan:
T f − Tb Tb − T f + P
=
Ab ⋅ Eb Ap ⋅ E p
Karena Eb dan Ep sama untuk material baja, maka dapat ditulis
dalam bentuk:
P
T f = Tb +
Ap
1+ Ab

Sambungan Baut 79
CONTOH 4.4
Baut A325 berdiameter 22 mm menerima gaya tarik aksial seperti
dalam gambar. Jika Ap = 6000 mm². Hitung gaya tarik akhir pada baut
Tf bila beban kerja terdiri dari 20% beban mati dan 80% beban hidup.

JAWAB:
Rn = 0,75fub0,7Ab = 0,75(825)(0,75)(1/4 222) = 17,64 ton
Rn = 1,2(0,2R) + 1,6(0,8R) = 1,52R = 17,64
Rn = 11,61 ton
Tb = proof stress 0,75Ab = 585(0,75)(1/4 222) = 16,678 ton

Ap 6000
= = 15.784
4 π22
2
Ab 1

P 11, 61
T f = Tb + = 16, 678 +
Ap 1 + 15, 78
1+ Ab
T f = 17, 37 ton

80 Struktur Baja
4.6 GESER DAN TARIK AKIBAT BEBAN EKSENTRIS
Tekanan tumpu awal fbi akibat gaya pratarik, dianggap seragam
sepanjang daerah kontak b . d yang sama dengan :
∑Tb
f bi =
b ⋅d

Dengan Tb adalah proof load kali jumlah baut. Tegangan tarik ftb
pada bagian atas bidang kontak akibat momen M, adalah:
M ⋅d 2 6⋅M
f tb = Tb + =
I bd 2
Beban T pada baut teratas sama dengan perkalian antara daerah
pengaruhnya (lebar b kali jarak antara baut, p) dengan ftb atau:
T=f .b.p
tb

Substitusikan sehingga diperoleh hubungan:

Sambungan Baut 81
6 Mp
T =
d2
Jika baut terluar berjarak p/2 terhadap bagian atas bidang kontak,
maka T menjadi:
6 Mp  d − p 
T =  
d2  d 

CONTOH 4.5
Hitung beban kerja P dalam sambungan berikut ini, jika digunakan
baut A325, db = 19 mm (tanpa ulir di bidang geser). Beban yang bekerja
terdiri dari 20% beban mati dan 80% beban hidup.

JAWAB:
Tu = 1,2(0,2P) + 1,6(0,8P) = 1,52P

6 ⋅ Mu ⋅ P  d − p  6 × 1, 52 ⋅ P × 75 × 80  320 − 80 
Tu = ⋅ =
d2  d  3202  320 

= 0, 40 ⋅ P
Pu 1, 52 ⋅ P
Vu = = = 0,19P
N 8
82 Struktur Baja
u
d2  d  3202  320 

= 0, 40 ⋅ P

Pu 1, 52 ⋅ P
Vu = = = 0,19P
N 8
Rnv = 0,75(0,5fub)mAb = 0,75(0,5)(825)(1)(1/4 192) = 8,77 ton
f A = A (807 – 1,5f ) < .621. A
ut b b uv b

futAb = 0,75(807)Ab – 0,75(1,5.fuv.Ab) < 0,75.621. Ab


futAb = 0,75(807)(1/4 192) – 0,75(1,5.fuv.Ab) < 0,75.621. (1/4 192)

max Tu = 17,16 – 1,125 . Vu < 13,2 ton


Samakan Tu dengan max Tu :
0,4 . P = 17,16 – 1,125(0,19 . P)
P = 27,96 ton

Periksa max Vu dan batas atas Tu (13,2 ton):


V = 0,19 . P = 0,19(27,96) = 5,3124 ton < 8,77 ton
u

Tu = 0,4 . P = 0,4(27,96) = 11,184 ton < 13,2 ton


Sehingga beban kerja P adalah 27,96 ton
Cara lain untuk menganalisa sambungan kombinasi geser dan tarik
yang menerima beban eksentris dilakukan dengan menghitung tegangan
tarik dalam baut dengan memakai teori lentur f = M . y/I

Sambungan Baut 83
84 Struktur Baja
PERTEMUAN 5

SAMBUNGAN LAS

TUJUAN PEMBELAJARAN :
1. Dapat memahami konsep perancangan sambungan las
2. Dapat menganalisis perencanaan sambungan las

POKOK PEMBAHASAN :
1. Pendahuluan
2. Jenis-Jenis Sambungan
3. Jenis-Jenis Las
4. Batasan Ukuran Las
5. Luas Efektif Las
6. Tahanan Nominal Sambungan Las
7. Geser Eksentris-Metoda Elastik
8. Geser Eksentris-Metoda Plastis
9. Beban Eksentris Normal pada Bidang Las

Sambungan Las 85
5.1 PENDAHULUAN

P engelasan merupakan salah satu teknik penyambungan logam


dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi
dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam penambah
dan menghasilkan sambungan yang kontinyu. Meskipun pengetahuan
tentang sudah ada sejak beberapa ribu tahun yang lalu, namun pemakaian
las dalam bidang konstruksi dapat terbilang masih baru, hal ini antara
lain disebabkan pemikiran para ahli mengenai beberapa kerugian las
yaitu bahwa las dapat mengurangi tahanan lelah bahan (fatigue strength)
dibandingkan paku keling dan mereka juga berpendapat bahwa tidak
mungkin untuk memastikan kualitas yang baik.
Semua jenis baja yang lunak, yang terdapat di pasaran, dapat di las
dengan baik. Kalau presentase zat arangnya sedikit naik, maka terasalah,
bahwa baja itu akan tersepuh karena kubangan las mendingin dengan
cepat. Sampai 0,25% C belum menimbulkan kesulitan-kesuliatan
besar. Kualitas las yang terbentuk dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
berikut:
1. Bahan induk
2. Bentuk-bentuk las
3. Pengerjaan pendahuluan
4. Batang-batang las dengan lapisannya
5. Cara mengelas
Melalui banyak penelitian tentang las, dewasa ini las mulai banyak
digunakan dalam bidang konstruksi. Hal ini antara lain karena proses
penyambungan dengan las memberi beberapa keuntungan, yaitu:
1. Dari segi ekonomi, harga konstruksi dengan menggunakan las
lebih murah dibandingkan dengan pemakaian baut atau keling, hal
ini dikarenakan pemakaian pelat-pelat sambungan maupun pelat

86 Struktur Baja
buhul dapat dikurangi.
2. Terdapat beberapa jenis elemen struktur tertentu yang tidak
memungkinkan memakai baut atau keling untuk menyambungnya,
contohnya adalah proses penyambungan kolom bundar, tentu lebih
memungkinkan untuk memakai las.
3. Struktur yang disambung dengan las akan lebih kaku daripada baut/
keling.
4. Komponen struktur dapat tersambung secara kontinu.
5. Mudah untuk membuat perubahan desain dalam struktur.
6. Tingkat kebisingan dalam pekerjaan las lebih rendah daripada baut/
keling.

5.2 JENIS-JENIS SAMBUNGAN


Beberapa jenis sambungan las, antar lain:
1. Sambungan sebidang (butt joint), sambungan ini umumnya
dipakai untuk pelat-pelat datar dengan ketebalan sama atau hampir
sama, keuntungan sambungan ini adalah tidak adanya eksentrisitas.
Ujung-ujung yang hendak disambung harus dipersiapkan terlebih
dahulu (diratakan atau dimiringkan) dan elemen yang akan
disambung harus dipertemukan secara hati-hati.

Sambungan Las 87
2. Sambungan lewatan (lap joint), jenis sambungan ini paling
banyak dijumpai karena sambungan ini mudah disesuaikan dengan
keadaan di lapangan, penyambungannya relatif lebih mudah, dan
juga cocok untuk tebal plat yang berlainan. Jika menggunakan
proses las SMAW, GMAW atau FCAW pengelasannya sama dengan
sambungan fillet.

3. Sambungan tegak (tee joint), sambungan ini banyak dipakai


terutama untuk membuat penampang tersusun seperti bentuk I,
pelat girder, stiffener.


4. Sambungan sudut (corner joint), dipakai untuk penampang
tersusun berbentuk kotak yang digunakan untuk kolom atau balok
yang menerima gaya torsi yang besar.

88 Struktur Baja
5. Sambungan sisi (edge joint), sambungan ini bukan jenis struktural
dan digunakan untuk menjaga agar dua atau lebih pelat tidak
bergeser satu dengan lainnya.

5.3 JENIS-JENIS LAS


Jenis-jenis sambungan las yang sering dijumpai di lapangan antara
lain:
1. Las tumpul (groove welds)
Dipakai untuk menyambung batang-batang sebidang, karena las
jenis ini menyalurkan secara penuh beban yang bekerja, maka las ini
harus memiliki kekuatan yang sama dengan batang yang disambungnya.
Las tumpul di mana terdapat penyatuan antara las dan bahan induk
sepanjang tebal penuh sambungan dinamakan las tumpul penetrasi
penuh. Sedangkan bila tebal penetrasi lebih kecil daripada tebal penuh
sambungan dinamakan las tumpul penetrasi sebagian.

Sambungan Las 89
Kedua batang yang disambung tidak perlu selalu merupakan
perpanjangan satu terhadap yang lain. Dapat juga membentuk sudut
sebagai berikut:
Pada suatu pelaksanaan yang baik, di mana penampang las sesuai
dengan penampang batang, tegangan pada las sama dengan tegangan
pada batang, sehingga apabila batang itu telah cukup kuat, maka las itu
tidak perlu dihitung lagi.
Macam-macam las tumpul:

Gambar Sambungan las tumpul perpanjangan

90 Struktur Baja
2. Las sudut (fillet welds)
Las jenis ini tidak memerlukan presisi tinggi dalam pengerjaannya.
Las sudut tergantung dari tempat di mana ia harus memikul. Jenis las ini
dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. las kepala (koplas), di sini tegak lurus pada arah gaya
b. Las sisi, di sini sejajar dengan arah gaya

Pada umumnya las sudut penampangnya merupakan segitiga siku-


siku sama kaki, sehingga penampang terkecilnya melalui garis tinggi
pada sisi miring dari ∆ siku-siku sama kaki (a).
Jika panjang las = 1, maka luas terkecil dari las ialah:
A=ax1
Ukuran terbesar dari a umumnya tergantung dari tebal terkecil
bahan yang disambung.
Pada umumnya, amin = 4 mm
Untuk konstruksi yang lebih kecil amin = 3 mm

Sambungan Las 91
3. Las baji dan pasak (slot and plug welds)
Jenis las ini biasanya digunakan bersama-sama dengan las sudut.
Manfaat utamanya adalah menyalurkan gaya geser pada sambungan
lewatan bila ukuran panjang las terbatas oleh panjang yang tersedia
untuk las sudut.

Gambar Sambungan las baji Gambar Sambungan las pasak

5.4 BATASAN UKURAN LAS

Gambar Ukuran Las Sudut


Ukuran las sudut ditentukan oleh panjang kaki. Panjang kaki
harus ditentukan sebagai panjang a1 dan a2. Bila kakinya sama panjang,
ukurannya adalah tw. Ukuran minimum las sudut, ditetapkan pada
tabel dibawah:

92 Struktur Baja
Tabel 5.1 Ukuran Minimum Las Sudut
Ukuran Minimum Las Sudut
Tebal Pelat (t, mm) Paling Tebal
(a, mm)
t≤7 3
7 < t ≤ 10 4
10 < t ≤ 15 5
15 < t 6
Sedangkan pembatasan ukuran maksimum las sudut adalah:
a. Untuk komponen dengan tebal kurang dari 6,4 mm, diambil tebal
komponen
b. Untuk komponen dengan tebal 6,4 mm atau lebih, diambil 1,6 mm
kurang dari tebal komponen
Panjang efektif las sudut adalah seluruh panjang las sudut berukuran
penuh dan paling tidak harus 4 kali ukuran las, jika kurang maka ukuran
las untuk perencanaan dianggap sebesar ¼ kali panjang efektif.

Gambar Ukuran Maksimim Las

5.5 LUAS EFEKTIF LAS


Kekuatan dari berbagai jenis las yang telah dibahas di depan,
berdasarkan pada luas efektif las. Luas efektif las sudut dan las tumpul
adalah hasil perkalian antara tebal efektif (te) dengan panjang las. Tebal
efektif las tergantung dari ukuran dan bentuk dari las tersebut, dan dapat
dianggap sebagai lebar minimum bidang keruntuhan.

Sambungan Las 93
Las Tumpul
Tebal efektif las tumpul penetrasi penuh adalah tebal pelat yang
tertipis dari komponen yang disambung. Untuk las penetrasi sebagian
perhatikan gambar.

Gambar Tebal Efektif Las Tumpul


Las Sudut
Tebal efektif las sudut adalah jarak nominal terkecil dari kemiringan
las dengan titik sudut di depannya. Asumsikan bahwa las sudut
mempunyai ukuran kaki yang sama (a) maka tebal efektif (te) adalah
0,707a. Jika ukuran las tak sama panjang, maka tebal efektif harus
dihitung dengan memakai hukum-hukum trigonometri.

94 Struktur Baja
Gambar Tebal Efektif Las Sudut

5.6 TAHANAN NOMINAL SAMBUNGAN LAS


Filosofi umum dari LRFD terhadap persyaratan keamanan suatu
struktur, dalam hal ini terutama untuk las, adalah terpenuhinya
persamaan:
Ø . Rnw ≥ Ru
Dengan: Ø adalah faktor tahanan
Rnw adalah tahanan nominal per satuan panjang las
Ru adalah beban terfaktor per satuan panjang las
Las Tumpul
Kuat las tumpul penetrasi penuh ditetapkan sebagai berikut:
a. Apabila sambungan dibebani dengan gaya tarik atau gaya tekan
aksial terhadap luas efektif, maka:
Ø.Rnw = 0,90.te.fy (bahan dasar)
Ø.Rnw = 0,90.te.fyw (las)
b. Bila sambungan dibebani dengan gaya geser terhadap luas efektif,
maka:
Ø.Rnw = 0,90.te.(0,6.fy) (bahan dasar)

Sambungan Las 95
Ø.Rnw = 0,80.te.(0,6.fyw) (las)
Dengan fy dan fyw adalah kuat leleh dan kuat tarik putus.
Las Sudut
Kuat rencana per satuan panjang las sudut, ditentukan sebagai
berikut:
Ø.Rnw = 0,75.te.(0,6.fuw) (las)
Ø.Rnw = 0,75.te.(0,6.fu) (bahan dasar)
Las Baji dan Pasak
Kuat rencana untuk las baji dan pasak ditentukan:
Ø.Rnw = 0,75.te.(0,6.fuw).Aw
Dengan Aw adalah luas geser efektif las
fuw adalah kuat tarik putus logam las

CONTOH 5.1
Tentukan ukuran dan tebal las sudut pada sambungan lewatan
berikut ini.

Sambungan menahan beban tarik D = 10 ton dan L = 30 ton.


Diketahui fuw = 490 Mpa; fu = 400 Mpa

96 Struktur Baja
JAWAB:
Persyaratan ukuran las:
Maksimum = tebal pelat – 1,6 = 16 – 1,6 = 14,4 mm
Minimum = 6 mm (Tabel 5.1)
Gunakan las ukuran 10 mm
te = 0,707 . a = 0,707 10 - 7,07 mm
Kuat rencana las sudut ukuran 10 mm per mm panjang:
Ø.Rnw = Ø.te .(0,60.fuw ) = 0,75(7,07)(0,60 490) = 1558,935 N/mm
Dan kapasitas las ini tak boleh melebihi kuat runtuh geser pelat:
Max Ø.Rnw = Ø.t.(0,60.fu ) = 0,75(16)(0,60 400) = 2880 N/mm
Beban tarik terfaktor, Tu:
Tu = 1,2D + 16L = 1,2(10) + 16(30) = 60 ton
Panjang total las dibutuhkan, Lw:
60.104
Lw = = 384, 8 mm ≈ 390 mm
1558, 935
Jika las sudut yang digunakan hanya berupa las memanjang saja
pada batang tarik datar, panjang tiap las sudut tidak boleh kurang dari
jarak tegak lurus di antara keduanya, dan panjang total tidak melebihi
1,5 kali panjang yang dibutuhkan. Oleh karena itu, untuk persoalan
di atas, maka diambil panjang las tiap sisi adalah 250 mm (Gambar
a). Dapat pula digabung antara las memanjang dan las melintang, yang
dapat mengurangi panjang sambungan lewatan (Gambar b).

Sambungan Las 97
Sambungan Seimbang (Balanced Connection)
Dalam beberapa kasus, batang menerima tarik aksial yang memiliki
eksentrisitas terhadap sambungan las. Pada profil siku yang menerima
beban tarik aksial dan disambung dengan memakai las sudut. Gaya T
bekerja pada titik berat profil siku. Beban T ini akan ditahan oleh gaya
F1,F2, dan F3 dari sambungan las. Gaya F1 dan F3 diasumsikan bekerja
tepat pada sisi profil siku. Gaya F2 akan bekerja pada titik berat las 2 yang
berjarak d/2 dari sisi profil siku. Ambil keseimbangan momen terhadap
titik A:
d
ΣM A = − F1 .d − F2 . + T .e = 0
2
T .e F2
F1 = −
2 2
Gaya F2 dihitung berdasarkan tahanan las Ø.Rnw kali panjang las, Lw:
F2 = Ø.Rnw .Lw
Dari keseimbangan gaya horizontal diperoleh:
FH = T – F1 – F2 – F3 = 0

98 Struktur Baja
Maka, didapat persamaan:
 e F
F3 = T 1 −  − 2
 d 2

Gambar Penyeimbang Sambungan Las


Selanjutnya panjang las 1 dan 3 dihitung sebagai berikut:
F1
Lw1 =
∅.Rnw

F3
Lw 3 =
∅.Rnw

Sambungan Las 99
CONTOH 5.2
Rencanakan sambungan las sudut untuk menahan gaya tarik sekuat
profil siku L 100.100.10 dari BJ 37. Mutu las fuw = 490 MPa.

JAWAB:
Hitung tahanan rencana dari profil siku, diambil harga terkecil dari:
Ø.Tn = 0,90.fy. Ag = 0,90(240)(1920) = 41,472 ton
Ø.Tn = 0,75.fu. Ae = 0,75(370)(0,85 1920) = 42,288 ton
Sambungan akan didesain terhadap Ø.Tn = 41,472 ton
Pilih ukuran las dan hitung Ø.Rnw
Ukuran minimum = 4 mm (Tabel 5.1)
Ukuran maksimum = 10 – 1,6 = 8,4 mm
Pakai ukuran las 4 mm
Ø.Rnw = Ø.te .(0,60.fuw ) = 0,75(7,07 4)(0,60 490) = 623,6 N/mm
max Ø.Rnw = Ø.te .(0,60.fu ) = 0,75(10)(0,60 370) = 1665 N/mm
Menentukan ukuran las

F2 = ∅.Rnw .Lw 2 = 623, 6 × 100 = 6, 236 ton


T.e F2 41, 472 × 28, 2 6, 236
F1 = − = − = 8, 58 ton
d 2 100 2
F3 = 41, 472 − 8, 58 − 6, 236 = 26, 656 ton

F1 8, 58 × 104
Lw1 = = = 137, 58 ≈ 140 mm
∅.Rnww 623, 6
F3 26, 656 × 104
Lw 3 = = = 427, 45 ≈ 430 mm
∅.Rnw 623, 6

100 Struktur Baja


5.7 GESER EKSENTRIS – METODA ELASTIK


Analisa didasarkan pada prinsip mekanika bahan homogen,
menggabungkan antara geser langsung dengan puntir. Tegangan pada
penampang homogen:
p
f ’= (tegangan akibat geser langsung)
A
T.r
f"= (tegangan akibat momen puntir)
Ip

Dengan:
r adalah jarak dari titik berat ke titik tegangan
Ip adalah momen inersia polar

Untuk kasus pada gambar di bawah, komponen tegangan yang


diakibatkan oleh geser langsung adalah:

Sambungan Las 101


Gambar 5.8 Sambungan Konsol dengan Geser Eksentris
Dan tegangan akibat puntiran:

T.y ( Px .e y + Py .e x ) . y
f"= =
Ip Ip

T.x ( Px .e y + Py .e x ) .x
f "y = =
Ip Ip

Dengan:
I p = I x + I y = ΣI xx + ΣA.y 2 + ΣI yy + ΣA.x 2
I p = I x +Inersia
Momen I y = Σpolar,
I xx + ΣIA.y 2
, untuk + ΣIlas
yy + ΣA.x 2
3dalam gambar 5.8b
 L .t  3 p tL t
I p = 2  w w3  + 2  Lw t e y 2  + 2 e 3w = e  Lw .t w2 + 12.Lw . y 2 + L3w 
 Lw12.t w  t L t
Ip = 2  + 2  Lw t e y 2  + 2 12e w
= 6e  Lw .t w2 + 12.Lw . y 2 + L3w 
 12  12 6
Karena te cukup kecil, maka:
te
Ip = 12.Lw . y 2 + L3w 
6

102 Struktur Baja


5.8 GESER EKSENTRIS – METODA PLASTIS
Seperti pada saat pembahasan geser eksentris pada sambungan
baut, beban berputar terhadap pusat rotasi sesaat.dalam analisa plastis
ini kelompok las dibagi-bagi menjadi segmen-segmen yang lebih kecil.
Dan tahanan R1 dari masing-masing segmen las ini proposional terhadap
jaraknya ke pusat rotasi sesaat. Arah kerja R1 diasumsikan tegak lurus
terhadap garis jarak titik berat segmen las ke pusat rotasi sesaat.
Tahanan rencana dari segmen las per satuan panjang adalah:
Ø.Rnw = Ø.te .(0,60.fuw ) . (1 + 0,50.sin1,5 )
Dengan:
Ø = 0,75
adalah sudut beban diukur dari sumbu memanjang arah las
Jika segmen las merupakan bagian dari suatu konfigurasi las yang
terkena beban geser eksentris, maka:
0 ,3
∆  ∆ 
Ri = 0, 60. f nw .t e . (1 + 0, 50.sin θ )  i 1, 9 − 0, 9 i
1,5

 ∆i  ∆i 
Dengan:
Ri adalah tahanan nominal segmen las, N/mm
adalah sudut beban diukur dari sumbu memanjang las, derajat
∆ 
∆i adalah deformasi elemen ke – i = ri .  u 
 r  min
∆m = 5,31.( + 2)–0,32.a, mm
∆u = 27,61.( + 6)–0,65.a, ≤ 4,318.a mm
a adalah panjang kaki las sudut, mm
Langkah-langkah dalam menyelesaikan soal geser eksentris
sambungan las (metoda plastis) adalah sebagai berikut:

Sambungan Las 103


1. Bagilah konfigurasi las menjadi segmen-segmen yang lebih kecil
2. Tentukan letak pusat rotasi sesaat (coba-coba)
3. Asumsikan gaya Ri dan Rj dari tiap segmen las bekerja dalam arah
tegak lurus terhadap garis yang menghubungkan pusat rotasi sesaat
dengan titik berat segmen las
4. Hitung , dalam derajat
∆ 
= ri .  u minimum
5. Hitung ∆m, ∆u, dan kemudian cariiharga
 r  min
6. Hitung ∆i
7. Hitung Ri
8. Dari persamaan kesetimbangan:

ΣM = 0 Pn (e + r0 ) = ΣRi .ri + ΣR j .rj


ΣRi .ri + ΣR j .rj
Pn =
(e + r0 )

Σf y = 0 Pn = Σ ( Ri ) y + Σ ( R j ) y

Pn = ΣRi cos θi + ΣR j sin θi

104 Struktur Baja


Gambar Tahanan R dari Segmen Las Sudut

5.9 BEBAN EKSENTRIS NORMAL PADA BIDANG LAS


Perhatikan sambungan konsol menggunakan las, yang dikenai
beban eksentris normal pada gambar di bawah.

Gambar 5.10 Tegangan pada Las Vertikal Geser dan Lentur

Sambungan Las 105


CONTOH 5.3
Hitung ukuran las yang diperlukan bagi sambungan pada gambar
5.10 bila diketahui beban kerja P = 4,5 ton terdiri dari 20% beban mati
dan 80% beban hidup. Eksentrisitas, e = 150 mm dan panjang las Lw =
250 mm. (fuw = 490 MPa)

JAWAB:
Beban kerja terfaktor, Pu:
Pu = 1,2.(0,20 4,5)+1,6.(0,8 4,5) = 6,84 ton

Akibat geser langsung :

P P 6,84.104
( Rn )v = = = = 136,, 8 N / m
A 2 × 1 × Lw 2 × 1 × 250
Akibat momen P.e :

M.c 6,84.104 .150.125


( Rn )t = ==
1
= 492, 48 N / m
I 2. ×11 × 250 3

12
Gaya Resultan :

∅Rn perlu = 136,82 + 492,482 = 511,127 N / m


Tahanan Las :
∅.Rnw = ∅.t e .0, 60. f nw = 0, 75 × 0, 707.a × 0, 6 × 490 = 155, 8935.a
511,127
a perlu = = 3, 278 mm ≈ 4 mm
155, 8935

106 Struktur Baja


PERTEMUAN 6

BALOK TERLENTUR

TUJUAN PEMBELAJARAN :
1. Mahasiswa dapat memahami balok terlentur.
2. Mahasiswa dapat mendimensi dimensi gording.

POKOK PEMBAHASAN :
1. Pendahuluan
2. Lentur Sederhana Profil Simetris
3. Balok Terkekang Lateral
4. Desain Balok Terkekang Lateral
5. Lendutan Balok
6. Beban Terpusat Pada Balok
7. Perencanaan Gording

Balok Terlentur 107


6.1 PENDAHULUAN

B alok adalah komponen struktur yang memikul beban-beban


gravitasi, seperti beban mati dan beban hidup. Suatu balok pada
umumnya akan mentransfer beban vertikal sehingga kemudian akan
terjadi lenturan. Komponen struktur balok merupakan kombinasi
dari elemen tekan dan elemen tarik, sehingga konsep dari komponen
struktur tarik dan tekan akan dikombinasikan dalam bab ini. Pada bab
ini diasumsikan bahwa balok tak akan tertekuk, karena bagian elemen
yang mengalami tekan, sepenuhnya terkekang baik dalam arah sumbu
kuat ataupun sumbu lemahnya.

6.2 LENTUR SEDERHANA PROFIL SIMETRIS


Perhitungan tegangan akibat momen lentur mempunyai rumus
umum yaitu : = M . dI. Sehingga tegangan lentur pada penampang
profil yang mempunyai minimal satu sumbu simetri, dan dibebani pada
pusat gesernya dapat dihitung dengan persamaan :

Mx M y
f = +
Sx Sy

Ix Iy
dengan Sx = dan S y =
cy cx
Mx ⋅c y M y ⋅ cx
sehingga f = +
Ix Iy

Keterangan :
f = tegangan lentur
Mx, My = momen lentur arah x dan y
Sx, Sy = Modulus penampang arah x dan y

108 Struktur Baja


Ix, Iy = Momen Inersia arah x dan y
cx, cy = jarak dari titik berat ke tepi serat arah x dan y
Gambar 6.1 dibawah menunjukkan beberapa penampang yang
mempunyai minimal satu buah sumbu simetri.

Gambar Modulus Penampang Berbagai Tipe Profil Simetri

6.3 BALOK TERKEKANG LATERAL


Distribusi tegangan pada sebuah penampang WF skibst momrnt
lentur, diperlihatkan dalam Gambar 6.2. Pada daerah beban layan,
penampang masih elastis (a), kondisi elastis berlangsung hingga tegangan
pada serat terluar mencapai kuat lelehnya (fy). Setelah mencapai
regangan leleh ( y ), regangan akan terus naik tanpa diikuti kenaik
r tegangan (Gambar 6.3).
Ketika kuat leleh tercapai pada serat terluar (b), tahanan momen
nominal sama dengan momen leleh Myx , dan besarnya adalah:
Mn = Myx = Sx . fy
Dan pada saat kondisi (d) tercapai, semua serat dalam penampang
melam­paui regangan lelehnya, dan dinamakan kondisi plastis.
Tahanan momen nominal dalam kondisi ini dinamakan momen
plastis Mp, yang besarnya:

Balok Terlentur 109


M p = f y ⋅ ∫ y ⋅ dA = f y ⋅ Z
A

Dengan Z dikenal sebagai modulus plastis.


Gambar Distribusi Tegangan pada Level Beban Berbed

Gambar Diagram Tegangan-Regangan Material Baja


= fy
Selanjutnya diperkenalkan istilah faktor bentuk (shape factor,
SF), yang merupakan perbandingan antara modulus plastis dengan
modulus tampang, yaitu:
Mp Z
SF = ξ = =
My S

110 Struktur Baja


Untuk profil WF dalam lentur arah sumbu kuat (sumbu x), faktor
bentuk berkisar antar 1,09 sampai 1,18 (umumnya 1,12). Dalam arah
sumbu lemah (sumbu y) nilai faktor bentuk bisa mencapai 1,5.

CONTOH 6.1:
Tentukan faktor bentuk penampang persegi berikut, dalam arah
sumbu kuat (sumbu x)!

Jawab :

CONTOH 6.2:
Tentukan faktor bentuk dari profil WF berikut, terhadap sumbu y!

Balok Terlentur 111


Jawab :
 b b  t t 
Z y = 2  2 ⋅ ⋅ t f ⋅  + 2  ( d − 2t f ) ⋅ w ⋅ w 
 2 4  2 4
1 1
Zy = ⋅ t f ⋅ b 2 + ⋅ ( d − 2t f ) ⋅ t w 2
2 4
1  1
I y = 2  ⋅ t f ⋅ b 3  + ⋅ ( d − 2t f ) ⋅ t w 3
12  12
1 1
Iy = ⋅ t f ⋅ b 3 + ⋅ ( d − 2t f ) ⋅ t w 3
6 12
Iy 1 1 t 3
Sy = = ⋅ t f ⋅ b 2 + ⋅ ( d − 2t f ) ⋅ w
b 3 6 b
2
Dan faktor bentuk :
1 1
Zy ⋅ t f ⋅ b 2 + ( d − 2t f ) ⋅ t w 2
3
SF = ξ = = 2 4
3
= = 1, 5
Sy 1 1 t 2
⋅ t f ⋅ b 2 + ( d − 2t f ) ⋅ w
3 6 b
Pada saat tahanan momen plastis Mp tercapai, penampang
balok akan terus ber­deformasi dengan tahanan lemur konstan Mp,
kondisi ini dinamakan sendi plastis. Pada suatu balok tertumpu
sederhana (sendi rol), munculnya sendi plastis di daerah tengah
bentang akan menimbulkan situasi ketidakstabilan, yang dinamakan
mekanisme kerun­tuhan. Secara umum, kombinasi antara 3 sendi
(sendi sebenarnya dan sendi plastis) akan mengakibatkan mekanisme
keruntuhan.
Dalam Gambar 6.4 sudut rotasi elastik dalam daerah beban
layan M, hingga serat terluar mencapai kuat leleh fy pada saat Myx·
Sudut rotasi kemudian menjadi inelastik parsial hingga momen

112 Struktur Baja


plastis Mp tercapai. Ketika sendi plastis tercapai, kurva M- menjadi
horizontal dan lendutan balok tetap bertambah. Dan pada tengah
bentang timbul rotasi u, yang mengakibatkan lendutan balok tak
lagi kontinu.
Agar penampang mampu mencapai u tanpa menimbulkan
keruntuhan akibat ketidakstabilan ini, maka harus dipenuhi ketiga
macam syarat yakni kekangan lateral, perbandingan lebar dan tebal
flens (bf/tf ), perbandingan tinggi dan tebal web (h/tw).

Gambar Sendi Platis dan Kurva M-

6.4 DESAIN BALOK TERKEKANG LATERAL


Tahanan balok dalam desain LRFD harus memenuhi persyaratan:
b
, Mn > Mu
Dengan: b = 0,90
Mn = tahanan momen nominal
Mu = momen lentur akibat beban terfaktor
Dalam perhitungan tahanan momen nominal dibedakan antara
penampang kompak, tak kompak, dan langsing seperti halnya saat

Balok Terlentur 113


membahas batang tekan. Batasan penampang kompak, tak kompak,
dan langsing adalah:
1. Penampang kompak : < p

2. Penampang tak kompak : p


< < r

3. Langsing : > r

Gambar Tahanan Momen Nominal Penampang Kompak dan Tak


Kompak

• PENAMPANG KOMPAK
Tahanan momen nominal untuk balok terkekang lateral dengan
penampang kompak:
M =M =Z.f
n p y

Dengan: Mp = tahanan momen plastis


Z = modulus plastis
fy = kuat leleh

• PENAMPANG TAK KOMPAK


Tahanan nominal pada saat = r
adalah:

114 Struktur Baja


Mu = Mr = (fy – fr ). S
Dengan: fy = tahanan leleh
fr = tahanan sisa
S = modulus penampang
Besarnya tegangan sisa fr = 70 MPa untuk penampang gilas panas,
dan fr = 115 MPa untuk penampang dilas.
Bagi penampang tak kompak yang mempunyai p < < r maka
besarnya tahanan momen nominal dicari dengan melakukan
interpolasi linear, sehingga diperoleh:

λp − λ λ − λp
Mn = Mp + Mr
λr − λ p λr − λ p
 b 
Dengan: = kelangsingan penampang balok  = 
 2t f 
r , p = tabel 7.5-1 Peraturan Baja
Untuk balok-balok hibrida di mana fyf > fyu maka perhitungan Mr
harus didasarkan pada nilai terkecil antara (fyf – fy) dengan fyw’

Tabel 6.1 Bentang untuk pengekangan lateral

Balok Terlentur 115


CONTOH 6.3
Rencanakan balok untuk memikul beban mati, D = 350 kg/m dan
beban hidup L = 1500 kg/m. Bentang balok L = 12 m. Sisi tekan flens
terkekang lateral. Gunakan profil baja WF dengan fy = 240 MPa dan fy
= 450 MPa.

Jawab:

qu = 1, 2D + 1, 6L = 1, 2(350) + 1, 6(1500)
kg ton
= 2820 = 2, 82
m m
1 1
M u = qu L2 = ⋅ 2, 82 ⋅122 = 50, 76 ton.m
8 8
M u 50, 76
Mu = = = 56, 4 ton.m
φu 0, 90
1
Z x = b ⋅ t f ( d − t f ) + ⋅ t u ’ ⋅ ( d − 2t f )
2

4
1 2 1
Zx = ⋅ b ⋅ t f + ⋅ t u ’2 ⋅ ( d − 2t f )
2 4
b = d − 2 ( r0 + t f )
116 Struktur Baja
4
1 2 1
Zx = ⋅ b ⋅ t f + ⋅ t u ’2 ⋅ ( d − 2t f )
2 4
b = d − 2 ( r0 + t f )
Untuk fy = 240 MPa
Coba profil WF 350.350.12.19
b 350
λf = = = 9, 21
2 ⋅ t f 2 × 19
b 350 − 2(20 + 19)
λ u’ = = = 22, 67
t u’ 12
λp λr
170 170
= = 10, 97
fy 240

370 370
= = 28, 37
f y − fr 240 − 70

1680 1680 2550 2550


= = 108, 44 = = 164, 6
fy 240 fy 240

Penampang kompak!
1
Z x = b ⋅ t f ( d − t f ) + ⋅ t w ⋅ ( d − 2t f )
2

4
1
Z x = 350(19)(350 − 19) + (12)(350 − 2 (19 ) )2 = 2493182 mm3
4
M p = Z x ⋅ f y = 2493182(240) = 59,84 ton.m
Mu
M p = 59,84 ton.m > 2 = 56,4 ton.m
φ
Untuk fy = 450 MPa
Coba profil 350.350.12.19

Balok Terlentur 117


b 350
λf = = = 9, 21
2 ⋅ t f 2 × 19
h 350 − 2(20 + 19)
λw = = = 22, 67
tw 12
λp λr
170 170
= = 8, 01
fy 450

370 370
= = 18, 98
f y − fr 450 − 70

1680 1680 2550 2550


= = 79, 2 = = 120, 2
fy 450 fy 450

Penampang tak kompak!

M p = Z x ⋅ f y = 2493182 ( 450 ) = 112,19 ton.m


Ix
M r = ( f y − f r ) ⋅ Sx = ( f y − f r ) ⋅ d
2

40300 ⋅104
M r = ( 450 − 70 ) ⋅ 850
= 87, 5 ton.m
2

(profil terlalu kuat, coba profil lain yang lebih kecil)


Coba WF 300.300.10.15
b 300
λf = = = 10
2 ⋅ t f 2 × 15
h 300 − 2(18 + 15)
λw = = = 23, 4
tw 10
λp λr
170 Baja
118 Struktur 170 370 370
= = 8, 01 = = 18, 98
fy 450 f y − fr 450 − 70

1680 1680 2550 2550


h 300 − 2(18 + 15)
λw = = = 23, 4
tw 10
λp λr
170 170 370 370
= = 8, 01 = = 18, 98
fy 450 f y − fr 450 − 70

1680 1680 2550 2550


= = 79, 2 = = 120, 2
fy 450 fy 450

Penampang tak kompak!



1
Z x = b ⋅ t f ( d − t f ) + ⋅ t w ⋅ ( d − 2t f )
2

4
1
Z x = 300(15)(300 − 15) + (10)(300 − 2 (15 ) )2 = 1464750 mm3
4
M p = Z x ⋅ f y = 1464750(450) = 65,91 ton.m
Ix
M r = ( f y − f r ) ⋅ Sx = ( f y − f r ) ⋅ d
2

20400 ⋅104
M r = ( 450 − 70 ) ⋅ 800
= 51, 68 ton.m
2

λp − λ λ − λp
Mn = Mp + Mr
λr − λ p λr − λ p
18, 98 − 10 10 − 8, 01
Mn = ⋅ 65,91 + ⋅ 51,68 = 63, 32 ton.m
18, 98 − 8, 01 18, 98 − 8, 01
Mu
M p = 63, 32 ton.m > φ = 56, 4 ton.m OK!

6.5 LENDUTAN BALOK


Lendutan maksimum untuk balok pemikul dinding atau finishing
yang getas adalah sebesar L/360, sedangkan untuk balok biasa lendutan

Balok Terlentur 119


tidak boleh lebih dari L/240. Pembatasan ini dimaksudkan agar balok
memberikan kemampuan layanan yang baik (serviceability). Besar
lendutan pada beberapa jenis pembebanan balok yang umum terjadi
ditunjukkan sebagai berikut:

M1 ⋅ L2
∆ L/ 2 = −
16 ⋅ E ⋅ I
5 ⋅ q0 ⋅ L4 5 1 L
2
∆ L/ 2 = =  q0 ⋅ L2  =
384 ⋅ E ⋅ I 48  8  EI

M1 ⋅ L2
∆ L/ 2 = −
16 ⋅ E ⋅ I
5 ⋅ q0 ⋅ L4 5 1 L
2
5 M 0 ⋅ L2
∆ L/ 2 = =  q0 ⋅ L2  = ⋅
384 ⋅ E ⋅ I 48  8  EI 48 E ⋅ I

P ⋅ b ( 3L2 − 4b 2 )
∆ L/ 2 = −
48 ⋅ EI
P ⋅ b ( 3L22 − 4b 2 ) 2
∆ = 5 M 0 ⋅ L M1 ⋅ L M 2 ⋅ L2
∆ L/ 2
L/ 2 =− −
48 ⋅ EI −
48 EI 16EI 16EI
2 0 ⋅L M1 ⋅ L M 2 ⋅ L2
2 2
5 LM
∆ L/ 2 = −
= 48 EI( 5M 0 −163EI M1 −−3 M
∆ L/ 2 )
162EI
48 ⋅ EI
L2
∆ L/ 2 = ( 5 M 0 − 3 M1 − 3 M 2 )
48 ⋅ EI

120 Struktur Baja


Karena M 0 = M 5 + 0, 5 ( M1 + M 2 ) , maka

5 ⋅ L2
∆ L/ 2 = ( M s − 0,1 ⋅ M1 − 0,1 ⋅ M 2 )
48 ⋅ EI

Dalam beberapa kasus tertentu, terkadang maslah batasan lendutan


lebih menentukan dalam pemilihan profil balok daripada tahanan
momennya.

CONTOH 6.4
Rencanakanlah komponen struktur balok baja berikut ini dengan
menggunakan profil WF seekoomis mungkin. Asumsikan terdapat
kekangan lateral yang cukup pada bagian flens tekan profil. Disyaratkan
pula bahwa lendutan tidak boleh melebiki L/300. Gunakan mutu baja
BJ 37!

Jawab:

Pu = 1, 2( 4 ) + 1, 6(10) = 20, 8 ton


Pu × L 20, 8 × 8
Mu = = = 41, 6 ton.m = 41, 6 ⋅107 Nmm
4 4
Asumsikan profil kompak!
Pu × L 20, 8 × 8
M p = Mu = = = 41, 6 ton.m = 41, 6 ⋅107 Nmm
4 4
M p = Zx ⋅ f y
Mp 41, 6 ⋅107
Z x perlu = = = 1925, 83 cm3
fy 240

Gunakan profil WF 500.200.10.16

Balok Terlentur 121


(Zx = 2096,36 cm3; Ix = 47800 cm3
Akibat berat sendiri profil, momen lentur bertambah menjadi:
1 
M u = 1, 2  ⋅ (0, 0897 )(8)2  + 41, 6 = 42, 4611 ton.m
8 
Periksa syaraat kelangsingan profil:
bf 200 170
= = 6, 25 < λ p = = 10, 97
2 ⋅t f 2 × 16 fy

h 500 − 2 (16 + 20 ) 1680


= = 42, 8 < λ p = = 108, 44
tw 10 fy

Penampang kompak!
M = Z . f = 2096,36(240)= 50,31 ton.m
n x y

. Mn = 0,90(50,31) = 45,281 ton.m > 42,4611 ton.m OK


Periksa terhadap syarat lendutan:
p.L3 10 ⋅104 × 80003 L
∆max = = = 11,16 mm < = 26, 66 mm
48EI 48 × 200000 × 47800 × 10000 300

6.6 BEBAN TERPUSAT PADA BALOK


Bila balok dikenai beban terpusat, leleh lokal akibat tegangan tekan
yang tinggi diikuti dengan tekuk inelastik pada daerah web akan terjadi
di sekitar lokasi beban terpusat itu. Gaya tumpu perlu (Ru) pada pelat
web harus memenuhi:
R < .R u n

Dengan: = faktor reduksi


Ru = kuat tumpu nominal pelat web akibat beban terpusat

122 Struktur Baja


6.7 PERENCANAAN GORDING

CONTOH 6.5
Rencanakanlah struktur gording pada suatu rangka atap dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Jarak antar gording = 1,25 m
Jarak antar kuda-kuda =4m
Sudut kemiringan atap = 25°
Penutup atap genteng, berat = 50 kg/m²
Tekanan tiup angin = 40 kg/m²

Jawab:
Coba menggunakan profil light lip channel 150.65.20.3.2, dengan
data-data:
I = 332.104 mm4
x

Iy = 54.104 mm4
Z = 44,331.103 mm3
x

Zy = 12,268.103 mm3

Beban mati:
Berat gording = 7,51 kg/m
Berat atap = 1,25 (50) = 62,5 kg/m
q = 70,01 kg/m
Beban hidup:
Di tengah-tengah gording P = 100 kg

Balok Terlentur 123


Beban angin:
Tekanan angin = 40 kg/m²
Koefisien angin tekan = 0,02 – 0,4
= 0,02(25) – 0,4 = 0,1
Koefisien angin hisap = –0,4
tekan
= 0,1(40)(1,25) = 5 kg/m
hisap
= –0,4(40)(1,25) = –20 kg/m
Mencari momen-momen pada gording:
Pada arah sumbu lemah dipasang trekstang pada tengah bentang
sehingga Ly = ½ x jarak kuda-kuda = 2 m
Akibat beban mati:
kg
q = 70, 01
m
kg
q x = q ⋅ cos 25 = 70, 01(cos 25) = 63, 45
m
kg
q y = q ⋅ sin 25 = 70, 01(sin 25) = 29, 59
m
M x = 18 ( 63, 45 )( 4 ) = 126, 9 kg.m
2

M y = 18 ( 29, 59 )( 2 ) = 14, 795 kg.m


2

Akibat beban hidup:


P = 100 kg

M x = 14 ( P ⋅ cos α ) Lx = 1
4 (100 )( cos 25)( 4 ) = 90, 631 kg.m
My = 1
4 ( P ⋅ sin α ) Ly = 14 (100 )( sin 25)( 2 ) = 21,131 kg.m

124 Struktur Baja


Akibat beban angin:
Karena beban angin bekerja tegak lurus sumbu x sehingga hanya
ada Mx

M x = 18 ( 5 )( 4 ) = 10 kg.m
2
angin tekan :
M y = 18 ( −20 )( 4 ) = −40 kg.m
2
angin hisap:

Kombinasi Beban:
Kombinasi Beban Arah x (kg.m) Arah y (kg.m)
1. U = 1,4D 177,66 20,713
2. U = 1,2D + 0,5La 197,5955 28,3195
3. U = 1,2D + 1,6La 297,2896 51,5636
U = 1,2D + 1,6La + 0,8W 305,2896 51,5636
4. U = 1,2D + 1,3W + 0,5La 210,5955 28,3195
5. U = 0,9D ± 1,3W 127,21 13,3155
74,21 13,3155
Jadi Mux = 305,2896 kg.m = 305,2896.104 N.mm
Muy = 51,5636 kg.m = 51,5636.104 N.mm
Asumsikan penampang kompak:
Mnx = Zx·fy = 44,331·103(240) = 10639440 N.mm
Mny = Zy·fy = 12,268·103(240) = 2944320 N.mm
Untuk mengantisipasi masalah puntir maka Mny dapat dibagi 2
sehingga:
M
M ux uy
+ ≤ 1, 0
φb ⋅ M nx φb ⋅ M2ny

305, 2896 ⋅104 51, 5636 ⋅104


+ = 0, 32 + 0, 39 = 0, 71 < 1, 0 OK!
0, 5 × 10639440 1 / 2 ⋅ 0, 9 × 2944320

Balok Terlentur 125


Untuk struktur berpenampang I dengan rasio bf/d ≤ 1,0 dan
merupakan bagian dari struktur dengan kekangan lateral penuh maka
harus dipenuhi persyaratan sebagai berikut:

 M ux   M uy 
  +   ≤ 1, 0
 φb ⋅ M px   φb ⋅ M py 
η η
 C mx ⋅ M ux   C my ⋅ M uy 
  +  ≤ 1, 0
 φb ⋅ M nx   φb ⋅ M ny 
Dengan ketentuan:
Untuk bf/d < 0,5 : = 1,0
Untuk 0,5 ≤ bf/d ≤ 1,0 : = 1,6
Untuk bf/d < 0,3 : = 1,0
Untuk 0,3 ≤ bf/d ≤ 1,0 : = 0,4 + bf /d ≥ 1,0

126 Struktur Baja


PERTEMUAN 7

PEMBEBANAN

TUJUAN PEMBELAJARAN :
1. Dapat memahami jenis pembebanan.
2. Dapat memahami gaya gaya batang
3. Dapat memahami defeksi kuda – kuda.
4. Dapat mendimensi batang tarik dan tekan.

POKOK PEMBAHASAN :
1. Pendahuluan
2. Jenis-Jenis Pembebanan
3. Kuda – kuda
4. Batang tarik dan batang tekan

Pembebanan 127
7.1 PENDAHULUAN

P embebanan pada struktur bangunan merupakan salah satu hal yang


terpenting dalam perencanaan sebuah gedung. Kesalahan dalam
perencanaan beban atau penerapan beban pada perhitungan akan
mengakibatkan kesalahan yang fatal pada hasil desain bangunan tersebut.
Untuk itu sangat penting bagi kita untuk merencanakan pembebanan
pada struktur bangunan dengan sangat teliti agar bangunan yang didesain
tersebut nantinya akan aman pada saat dibangun dan digunakan.
Pembebanan merupakan faktor penting dalam merancang
struktur bangunan.Untuk itu, dalam merancang struktur perlu
mengidentifikasikan beban – beban yang bekerja pada pada sistem
struktur. Beban – beban yang bekerja pada suatu struktur ditimbulkan
secara langsung oleh gaya – gaya alamiah dan buatan manuasia (
Schueller, 2001 ).
Secara umum, struktur bangunan dikatakan aman dan stabil apabila
mampu menahan beban gravitasi ( beban mati dan beban hidup ) dan
beban gempa yang bekerja pada bangunan tersebut.
Seberapa penting pembebanan ini ?

128 Struktur Baja


7.2 JENIS-JENIS PEMBEBANAN
Perencanaan struktur bangunan harus memperhitungkan faktor
pembebanan yang akan dipikul oleh struktur tersebut. Beban-beban
tersebut dapat berupa beban mati, beban hidup, beban gempa dan beban
hujan yang bekerja pada struktur tersebut. Pengertian dari beban-beban
tersebut menurut Peraturan Pembebanan Untuk Gedung ( PPI, 1983,
Hal 7 ) adalah sebagai berikut :
Pembebanan pada gedung biasanya terdiri dari :
1. Beban Mati ( D ) adalah berat dari semua bagian suatu gedung yang
bersifat tetap termasuk segala tambahan, penyelesaian mesein-mesin
serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari gedung tersebut. Selain itu merupakan berat seluruh bahan
konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding,
lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap, finishing, kladding
gedung dan komponen arsitektural dan struktural lainnya serta
peralatan layan.
2. Beban Hidup ( L ) adalah semua beban yang terjadi akibat
penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan kedalamnya
termasuk beban-beban pada lantai yang yang berasal dari barang-
barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang
tidak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung
dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga
mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap
gedung tersebut.
3. Beban Gempa ( E ) adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja
pada suatu struktur yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah
akibat gempa tersebut. Dalam hal pengaruh gempa pada struktur
gedung ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang
diartikan dengan beban gempa disini adalah gaya-gaya didalam

Pembebanan 129
struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu
(termasuk di dalamnya beban tekanan tanah).
4. Beban Hujan ( R ) adalah semua beban yang bekerja pada gedung
atau bagian gedung yang disebabkan oleh hujan.
5. Beban Atap ( A ) adalah beban yang berasal dari konstruksi atap (
berat keseluruhan dari struktur atap ).
6. Beban Angin ( W ) adalah beban yang diakibatkan oleh pergerakan
angin yang mengenai atau melalui bagian dari struktur bangunan.
7. Beban Tekanan Tanah ( H ) adalah beban akibat tekanan yang
berasal dari dalam tanah.
8. Beban Tekanan Fluida ( F ) adalah beban yang dihasilkan oleh
tekanan fluida yang bekerja pada struktur bangunan.
9. Beban Struktural lainnya adalah beban akibat pengaruh rangkak,
susut, dan ekspansi beton atau pengaruh perubahan temperatur.
10. Beban Additional (Tergantung kondisi dan situasi) adalah beban
yang memiliki nilai lebih besar dari nilai beban mati atau beban
hidup dan merupakan bagian dari struktur yang harus ditinjau
ulang.

Contoh beban additional adalah : tandon air di atas bangunan , kuda –


kuda ,tangga, lift , arsitektur seperti sunscreen.

130 Struktur Baja


7.3 KUDA-KUDA

Gambar Kuda – kuda


Konstruksi kuda-kuda ialah suatu susunan rangka batang yang
berfungsi untuk mendukung beban atap termasuk juga beratnya
sendiri dan sekaligus dapat memberikan bentuk pada atapnya. Kuda-
kuda merupakan penyangga utama pada struktur atap. Struktur ini
termasuk dalam klasifikasi struktur framework (truss). Umumnya kuda-
kuda terbuat dari kayu, bambu, baja, dan beton bertulang.Untuk lebih
mengenal fungsi kuda kuda kita akan uraikan sebagai berikut :
Kuda – kuda berfungsi untuk menerima beban dari atap yaitu :
– Air Hujan
– Angin
– Genteng
– Reng Usuk dan list-plank

Plafon
Dan beban dari kuda2 itu sendiri, adanya beban maka titik
pertemuan kedua kaki kuda-kuda bagian atas (P) mengalami perubahan

Pembebanan 131
letak yaitu turun ke P’, sehingga kaki kuda-kuda menekan kedua tembok
kearah samping. Bila tembok tidak kokoh maka tembok akan roboh.

Untuk mencegah agar kaki kuda-kuda tidak bergerak ke samping


akibat tekanan beban dari atas perlu dipasang balok horisontal untuk
menahan kedua ujung bawah balok kaki kuda-kuda yaitu berupa balok
tarik.

Karena lebar bentangan menahan beban yang bekerja dan beban


berat sendiri kuda-kuda, maka batang tarik AB akan melentur. Titik P

132 Struktur Baja


bergerak turun ke titik P’, dengan adanya pelenturan, tembok seolah
olah masuk ke dalam

Untuk mengatasi adanya penurunan pada batang tarik diujung atas


kaki kuda-kuda dipasangi tiang dan ujung bawah tiang menggantung
tengah-tengah batang tarik AB yang disebut tiang gantung.

Semakin besar beban yang bekerja dan bentangan yang semakin


panjang, sehingga kaki kuda-kuda yang miring mengalami pelenturan.

Pembebanan 133
Dengan adanya pelenturan pada kaki kuda-kuda maka bidang atap akan
kelihatan cekung kedalam, ini tidak boleh terjadi.

Untuk mencegah pelenturan pada kaki kuda-kuda perlu dipasangi


batang sokong/skoor dimana ujung bawah skoor memancang pada
bagian bawah tiang gantung ujung atas skoor menopang bagian tengah
kuda-kuda. Dengan demikian pelenturan dapat dicegah.

134 Struktur Baja


Pada bangunan-bangunan yang berukuran besar, kemungkinan
konstruksi kuda-kuda melentur pada bidangnya karena kurang begitu
kaku. Untuk itu perlu diperkuat dengan dua batang kayu horisontal
yang diletakkan kira-kira ditengah-tengah tinggi tiang gantung.

Untuk detail lengkap dari kuda kuda kayu bisa dilihat disini. 
Konstruksi kuda kuda kayu untuk rumah tinggal sederhana.

7.4 BATANG TARIK


Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima
gaya tarik aksial murni, dan umumnya terdapat pada struktur rangka
batang. Gaya tarik tersebut dikatakan sentris, jika garis gaya berimpit
dengan garis berat penampang. Batang tarik ini sangat efektif dalam
memikul beban, dan dapat terdiri dari profil tunggal ataupun profil
profil tersusun. Contoh penampang batang tarik adalah profil bulat,
pelat, siku, siku ganda, siku bintang, kanal, WF dll.

Pembebanan 135
Gambar Bentuk profil elemen batang

Kekuatan Tarik Nominal Metode LRFD ( SNI 03 - 1729


– 2002)
Dalam menentukan kekuatan nominal penampang suatu batang
tarik, harus ditinjau terhadap tiga macam kondisi keruntuhan yang
menentukan, yaitu :
1) Kondisi leleh dari luas penampang kotor/bruto, didaerah yang jauh
dari sambungan.
2) Kondisi fraktur/putus dari luas penampang efektif pada
daerah sambungan.
3) Kondisi geser blok pada sambungan

136 Struktur Baja


Tabel . Faktor reduksi kekuatan

Pembebanan 137
Luas Penampang Netto
Batang tarik yang disambung dengan paku keling (rivet) atau baut
(bolt) harus dilubangi.
Adanya lubang mengakibatkan berkurangnya luas penampang
batang tarik tersebut, sehingga kekuatannya menjadi berkurang.
SNI 03-1729-2002 Pasal 10.2.1. menyebutkan bahwa dalam
suatu potongan jumlah luas lubang tidak boleh melebihi 15%
luas penampang utuh.
• Luas penampang netto lubang sejajar

Gambar Lubang baut sejajar


Pada lobang sejajar seperti gambar di atas, luas penampang netto
(pot. a-a) diberikan oleh persamaan berikut,
Anet = Ag – (n . d . t)
dimana,
n = jumlah lobang (3 lobang)
d = diameter lobang (mm)
d = dn + 2mm, atau
d = dn + 3mm.

138 Struktur Baja


• Luas penampang netto lubang berselang-seling

Gambar Lubang baut berselang-seling


Pada lobang yang berselang-seling seperti gambar di atas
peninjauan luas penampang netto dilakukan terhadap potongan,
a. Potongan a – b
Anet = Ag – (n . d . t)
n = 2 lobang
b. Potongan a – c - b
2 2
Anet = Ag – (n . d . t) + (s1 . t)/4u1 + (s1 . t)/4u2
n = 3 lubang
c. Potongan a – c - d
2 2
Anet = Ag – (n . d . t) + (s1 . t)/4u1 + (s2 . t)/4u2
n = 3 lubang
Dari ketiga hasil peninjauan tersebut diambil Anet yang
terkecil, dan harus,
Anet 85% Ag

Pembebanan 139
• Luas penampang netto profil siku lobang berselang-seling

Gambar Lubang baut berselang-seling pada profil siku


Jarak U2 = ga + gb – t
a. Potongan a – b
Anet = Ag – (n . d . t)
n = 2 lobang
b. Potongan a – c - b
2 2
Anet = Ag – (n . d . t) + (s1 . t)/4u1 + (s1 . t)/4u2
n = 3 lubang
c. Potongan a – c - d
2 2
Anet = Ag – (n . d . t) + (s1 . t)/4u1 + (s2 . t)/4u2
n = 3 lubang
Dari ketiga hasil peninjauan tersebut diambil Anet yang terkecil,
dan harus, Anet 85%

140 Struktur Baja


• Luas penampang netto profil UNP dan IWF lobang berselang-seling

Gambar Lubang baut berselang-seling pada profil UNP dan IWF


Profil UNP :
u2 = ga + gb – t
Apabila tebal sayap (flens) t1 dan tebal badan (web) t2 tidak sama
maka,
u2 = (ga + gb) – (1/2t1 +1/2t2)
Profil IWF :
u2 = ga/2 + gb – t
Apabila tebal sayap (flens) t1 dan tebal badan (web) t2 tidak sama
maka,
u2 = (ga/2 + gb) – (1/2t1 +1/2t2)

Pembebanan 141
CONTOH 7.1
Soal (Soal tentang luas penampang netto) :
Sambungan seperti gambar berikut yaitu dua buah pelat tebal 4
mm disambung dengan tiga buah pelat dengan tebal 2 mm, diameter
alat penyambung dn = 12 mm, jumlah alat penyambung
8 (delapan) buah. Hitunglah luas penampang netto.

Gambar Pelat dengan sambungan berselang-seling


Penyelesaian :
Tebal pelat terkecil, t = 2 + 2 + 2 = 6 mm.
Diameter lobang, d = 12 mm + 2 mm = 14 mm.
a. Potongan 1 – 2 – 3
Terdapat 3 lubang baut Anet = (h . t) – (n . t . d)
= (250 x 6) – (3 x 6 x 14)
= 1500 – 252
= 1248 mm2.
b. Potongan 1 – 4 – 2 – 5 – 3
Terdapat 5 lubang baut s = 50 mm
u = 50 mm

142 Struktur Baja


Anet = (h . t) – (5 . t . d) + (s2 . t)/4u + (s2 . t)/4u + (s2 . t)/4u +
(s2 . t)/4u
= (250x6) – (5x6x14) + ((502x6)/(4x50)) + ((502x6)/(4x50))
+ ((502x6)/(4x50)) + ((502x6)/(4x50))
= 1500 – 420 + 75 + 75 + 75 + 75
= 1380 mm2
b. Potongan 1 – 4 – 5 - 3
Terdapat 4 lubang baut
s = 50 mm
u = 50 mm
Anet = (h . t) – (4 . t . d) + (s2 . t)/4u + (s2 . t)/(4 . 2u) + (s2 . t)/4u
= (250x6) – (4x6x14) + ((502x6)/(4x50)) + ((02x6)/(4x
(2x50)) + ((502x6)/(4x50))
= 1500 – 336 + 75 + 75
= 1314 mm2

Diambil Anet terkecil maka, Anet = 1248 mm2.Syarat Anet


menurut SNI 03-1729-2002 Pasal 10.2.1. yaitu,
Anet 85% x Ag
= 85% x h x t
= 0,85 x 250 x 6
= 1275 mm2 ------> Tidak memenuhi
Solusi :
a. Diameter paku dikecilkan.
b. Susunan paku pada satu potongan vertikal dirobah dari 3 (tiga)
buah menjadi 2 (dua) buah.

Pembebanan 143
7.5 BATANG TEKAN
Batang tekan yang hanya menerima gaya tekan secara sentris saja
dijumpai pada struktur rangka atap, jembatan, menara dan struktur lain
yang bersifat rangka. Pada struktur rangka atap dan jembatan umumnya
dijumpai pada batang-batang tepi atas, sedikit pada batang-batang
diagonal dan vertikal, lihat gambar berikut. Batang ini tidak
mengalami momen dan gaya lintang, hanya ada gaya normal tekan
yang bekerja sentris, tepat pada garis berat penampang, oleh karena sifat
dari struktur rangka itu sendiri dimana buhul-buhulnya dapat berotasi
sehingga gaya-gaya dalam yang lain seperti momen dan gaya lintang
akan tereduksi dengan sendirinya.

Gambar Struktur rangka atap


Pada struktur portal, kolom merupakan elemen utama yang
memikul gaya tekan, tetapi masih mengandung gaya dalam momen
dan gaya lintang.

144 Struktur Baja


Ada 2 macam batang tekan :
a) Batang tekan yang merupakan batang dari suatu rangka batang.
Batang ini dibebani gaya tekan aksial searah panjang batangnya.
Umumnya dalam suatu rangja batang, batang – batang tepi atas
merupakan batang tekan misalnya pada rangka batang atap seperti
yang terlihat pada gambar di bawah ini :

Kolom merupakan batang tekan yang bekerja untuk menahan balok


– balok loteng, rangka atap, lintasan crane dalam bangunan pabrik dan
sebagainya yang seterusnya akan melimpahkan semua beban tersebut ke
pondasi.

SIFAT DARI BATANG TEKAN


Keruntuhan batang tekan dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu:
1. Keruntuhan yang diakibatkan tegangan lelehnya dilampaui.
Hal semacam ini terjadi pada batang tekan yang pendek
(stocky column).
2. Keruntuhan yang diakibatkan oleh terjadinya tekuk. Hal se­macam
ini terjadi pada batang tekan yang langsing (slender column).
Pada keruntuhan akibat tekuk ini, asalkan tegangan pada seluruh
penampang masih dalam keadaan elastis (belum mencapai cri), gaya
tekuknya dapat dihitung berdasarkan rumus Euler.

Pembebanan 145
Tekuk Elastis Euler
Pada tekuk elastis, komponen struktur yang dibebani gaya
tekan, masih dalam dalam keadaan elastis, akan melengkung secara
perlahan-lahan, seperti gambar 2. Gaya yang bekerja sentris pada
batang menyebabkan batang tersebut melentur sejauh y, sehingga terjadi
momen lentur tambahan sekunder yang besarnya,

Mx = P . y

Dimana :
E = modulus elastisitas baja
I = momen inertia batang

146 Struktur Baja


Gambar Batang tekan kolom struktur
Pendekatan EULER diatas hanya terjadi pada batang tekan dalam
kondisi elastis dengan kelangsingan yang besar ( > 110, batang
panjang), artinya batang tekan sudah menekuk sebelum tegangan
mencapai leleh. Untuk kelangsingan sedang ( < 110, batang sedang )
akan terjadi tekuk inelastis, yaitu pada sebagian penampang sudah leleh
dan untuk batang pendek ( < 20) seluruh penampang leleh, seperti
dilukiskan gambar 4 berikut :

Pembebanan 147
Grafik yang menggambarkan hubungan tegangan – kelangsingan
seperti berikut,

Gambar Kurva hubungan antara tegangan (f ) versu kelangsingan ().


Persamaan Euler diatas bergantung kepada anggapan berikut ini
a. Kolom/batang benar-benar lurus.
b. Beban bekerja secara sentris, tanpa eksentrisitas gaya.
c. Kolom/batang mempunyai perletakan sendi pada kedua ujungnya.
d. Tidak terjadi puntir selama pelenturan.
e. Kolom/batang tidak cacat.

Panjang Tekuk
Panjang tekuk (Lk) batang tekan sangat tergantung kepada jenis
perletakannya, seperti kolom dengan tumpuan jepit dapat mengekang
ujungnya dari berotasi dan translasi, sehingga mampu menahan beban
yang lebih besar dibandingkan tumpuan sendi. Panjang tekuk
dihitung seperti berikut :

148 Struktur Baja


Tabel 1 : Faktor panjang tekuk (k)
Jepit- Jepit- Jepit-rol Sendi- Jepit- Sendi-rol
jepit sendi tanpa rotasi sendi lepas tanpa rotasi
1
k teoritis 0,50 1,00 1,00 2,00 2,00
2

k desain 0,65 0,80 1,20 1,00 2,10 2,00

Sumber : SNI 03-1729-2002

Batas kelangsingan batang tekan


Untuk batang – batang yang direncanakan terhadap tekan, angka
perbandingan kelangsingan dimana = Lk / r < 200
Lk = panjang tekuk = k . L : r = jari jari inersia
a) portal tidak bergoyang. (b) portal bergoyang

Pembebanan 149
150 Struktur Baja
PERTEMUAN 8

MERENCANA KUDA-KUDA BAJA

TUJUAN PEMBELAJARAN :
1. Mahasiwa mampu merancang desain kuda-kuda baja.
2. Mahasiswa mampu menghitung perencanaan kuda-kuda baja.

POKOK PEMBAHASAN :
1. Gambar kuda-kuda dan spesifikasi bahan, beban, muta baja, lokasi
bangunan.
2. Dimensi gording.
3. Analisis pembebanan, beban mati dan beban hidup.
4. Input data (output SAP 2000).
5. Dimensi batang.
6. Dimensi sambungan.
7. Dimensi plat buhul.
8. Gambar kuda-kuda.

Merencana Kuda-kuda Baja 151


1. PERENCANAAN KUDA-KUDA BAJA
Misal diketahui data sebagai berikut :
Bentang KK = 20 m = 20
Jarak KK = 3.5 m BJ = 50
Jenis Atap = Asbes fu = 500 MPa
Lokasi = Gunung fy = 290 MPa
Profil Gording = Canal b = 0.9
Berat Asbes = 11 kg/m
2
E = 200.000
Sambungan = Las

Gambar Rencana Kuda-Kuda Baja

1. Menghitung Dimensi Gording


Berikut cara untuk menentuka dimensi gording :
– Buka tabelprofil baja

152 Struktur Baja


– Carilah profil baja yang kira-kira sesuai dengan kerangka
struktur
– Catatlah Ix. Iy, Zx, Zy, dan berat gording untuk menentukan
dimensi gording
– Tentukan dimensi gording sesuai dengan ukuran kerangka
kuda-kuda
Sebagai contoh dipilih profil canal 100.50.20.1,6 dengan data yang
didapat dari tabel baja sebagai berikut :
Ix = 58.4 cm4 Zx
= 11.7 cm3
Iy = 14.0 cm4 Zy
= 4.47 cm3
Berat Gording = 6.71 kg/m
Jarak gording = 1.4434 m

a. Menghitung Beban Mati


Merupakan berat sendiri dari konstruksi kuda-kuda yang
direncanakan. Adapun cara menghitung beban mati yaitu :
Tentukan berat penutup atap sesuai jenis atap (Buka SNI Pembebanan
2013)
Hitung berat atap yang dihitung dengan rumus :
Berat atap = jarak gording beras asbes
Hitung beban mati dengan rumus :
q = berat gording + berat atap
Berikut adalah contoh perhitungan beban mati dengan penutup
atap asbes :
Berat atap = jarak gording beras asbes
= 1.4434 11
= 15.877 kg/m

Merencana Kuda-kuda Baja 153


q = berat gording + berat atap
= 6.71 + 15.877 = 22.587 kg/m
b. Menghitung Beban Hidup
P = 100 kg Berdasarkan SNI Pembebanan 2013
c. Menghitung Beban Angin
Tekanan angin untuk pegunungan = 25 kg/m2
Tekanan angin untuk pantai = 40 kg/m2
Koefisien angin tekan = 0.02 – 0.4 = 0
Koefisien angin hisap = – 0.4
Angin tekan = Koef. angin tekan tekanan angin jarak gording
=0 25 kg/m2 1.4434
= 0 kg/m2
Angin hisap = Koef. angin hisap tekanan angin jarak gording
= –0.4 25 kg/m2 1.4434
= –14.434 kg/m2
d. Menghitung Momen Gording
1. Akibat Beban Mati
Ly = 0,5 jarak gording
= 0,5 1.4434
= 0,722
cos 20 =0,939
sin 20 = 0.342
qx = q cos = 22.578 0.939 = 21.21
qy = q sin = 22.578 0.342 = 7.725
Beban mati arah x = 0.125 qx jarak kuda-kuda2
= 0.125 21.21 3.52

154 Struktur Baja


= 32.477 kgm

2
 jarak kuda - kuda 
Beban mati arah y = 0.125× qx × 
 2 
2
 3.5 
= 0.125× 7.725× 
 2 
= 2.957 kgm

2. Akibat Beban Hidup


P = 100
Beban Hidup arah x
= 0.25 (P cos a) jarak kuda-kuda
= 0.25 (100 cos 20) 3.5
= 82.162 kgm
Beban mati arah y
 jarak kuda - kuda 
= 0.25×( P × sin a )× 
 2 
 3.5 
= 0.25×(100× sin 20)× 
 2 

= 14.963
3. Akibat Beban Angin
– Angin tekan
Angin tekan = 0,125 angin tekan jarak kuda-kuda2

= 0.125 0 3.52

= 0 kgm

Merencana Kuda-kuda Baja 155


– Angin Hisap
Angin tekan = 0,125 angin hisap jarak kuda-kuda2

= 0.125 (–14.434) 3.52

= –22.102 kgm
e. Menghitung Kombinasi Beban
Buka SNI 03-1729-2002 pasal 6.2.2 mengenai kombinasi
pembebanan
1. U = 1.4D
Arah_x1 = 1.4 x Mx_D = 45.468 kgm
Arah_y1 = 1.4 x Mx_D = 4.14 kgm
2. U = 1.2D + 0.5L
Arah_x2 = 1.2 x Mx_D + 0.5 x Mx_L = 80.054 kgm
Arah_y2 = 1.2 x My_D + 0.5 x My_L = 11.03 kgm
3. U = 1.2D + 1.6L
Arah_x3 = 1.2 x Mx_D + 1.6 x Mx_L = 170.433 kgm
Arah_y3 = 1.2 x My_D + 1.6 x My_L = 27.489 kgm
4. U = 1.2D + 1.6L + 0.8W
Arah_x4 = 1.2 x Mx_D + 1.6 x Mx_L + 0.8 x M_WT = 170.433
kgm
Arah_y4 = 1.2 x My_D + 1.6 x Mx_L + 0.8 x M_WT = 27.489
kgm
5. U = 1.2D + 1.3W + 0.5L
Arah_x5 = 1.2 x Mx_D + 1.3 x M_WT + 0.5 x Mx_L = 170.433
kgm
Arah_y5 = 1.2 x My_D + 1.3 x M_WT + 0.5 x Mx_L = 170.433
kgm

156 Struktur Baja


6. U = 0.9D + 1.3W
Arah_x6 = 0.9 x Mx_D + 1.3 x M_WT = 29.229 kgm
Arah_y6 = 0.9 x My_D + 1.3 x M_WT = 2.611 kgm
7. U = 0.9D – 1.3W
Arah_x7 = 0.9 x Mx_D – 1.3 x M_WT = 29.229 kgm
Arah_y7 = 0.9 x My_D – 1.3 x M_WT = 2.661 kgm
Dengan :
D : Beban mati yang diakibatkan oleh berat kuda-kuda
L : Beban hidup
W : Beban angin

Jika yang diambil yang terbesar maka :


Mux = arah x terbesar 10000
Muy = arah y terbesar 10000
Asumsi penampang kompak :
Mnx = Zx fy 1000
Mny = Zy fy 1000
Untuk mengantisipasi masalah puntir, Maka Mny dapat dibagi 2,
sehingga :

Mux Muy
+ ≤ 1.0
φb × Mnx φ Mnx
2
1704 ×106 2749×105
+ = 1.029
0,9×393×106 1296 ×106
0,9
2
1.029 ≥ 1.0 "OKE"

Merencana Kuda-kuda Baja 157


f. Menghitung Gaya Lendutan
Ketentuan struktur gording yang direncanakan :
Jarak kuda-kuda 1 = jarak kuda-kuda x 1000
= 3.5 x1000
= 3.5 x 103
Profil gording = Canal 100.50.20.1,6
Berat gording = 6.71 kg/m
Berat asbes = 11 kg/m2
D = (berat gording + berat atap)
100
= 0.226 N/mm
L = P x 10
= 1 x 103 N
qu = 1.2D x 1.6L
= 1.6 x 103
Mu = 0.125 x qu x jarak kuda-kuda12
= 2.45 x 109 N/mm
Asumsi penampang kompak adalah :
Muy
Zx perlu = = 9.386 ×106 mm 2
φb × fy
Cek kelangsingan penampang
b = 50
tf = 1.6
b 100 − 2 × ( tf + 8 ) 
lf = = 15.625 > lw = 
2 × tf a
= 4.04 "kompak"

158 Struktur Baja


170 550
lp = = 9.983 < lr =
fy fy − 115
= 41.576 "tidak kompak"
1680 550
lp 2 = = 98.653 < lr 2 =
fy fy
= 141.741 "tidak kompak"

Penampang kompak:
Selanjutnya dihitung Ix perlu untuk memenuhi syarat lendutan:
1
ML = × L × Jarak kuda - kuda1 = 4.375 × 105 Nmm
8
Untuk memenuhi syarat lendutan, hanya beban hidup saja yang
dipertimbangkan :

Ix perlu =
(5 × ML × Jarak kuda - kuda1 ) 2

 ( Jarak kuda - kuda1) 


48 × E  
 300 
= 2.393 × 105mm 4
Ix perlu
= 23.926 cm 4
10000

Cek lendutan
Jarak kuda-kuda1 = 3.5 x 103 mm
I = Ix x 10000 = 5.84 x 105 mm4
( Jarak kuda - kuda1)
= 11.667
300
Syarat :

(5 × ML × Jarak kuda - kuda1 ) = 4.78 mm


2

48 × E × 1 Merencana Kuda-kuda Baja 159

Jarak kuda - kuda1


48 < "OKE"
300
= 11.667
300
Syarat :

(5 × ML × Jarak kuda - kuda1 ) = 4.78 mm


2

48 × E × 1
Jarak kuda - kuda1
48 < "OKE"
300
Tegangan
Kontrol :
Mux Muy fy
+ <
Zx Zy 1.5
1704000 274900 290
+ = 97.196 <
25400 9130 1.5
97.196 < 193.33
Gaya geser
Profil baja Light Lip Chanal : 100.50.20.1.6
d = 100 mm r0 = 3.6 mm
b = 50 mm h = d – [2(r0 + tf )]
tw = 20 mm = 89.6 mm
tf = 1.6 mm
Cek :
h 1100
= 4.48 < + = 64.594
20 fy
Kuat geser rencana harus memenuhi :
Vn = 0.6 fy d tw = 3.48 105
Vd = 0.9 Vn = 3.132 105
Vn > Vd
3.48 105 > 3.132 105 “OKE”

160 Struktur Baja


e. Mendimensi Batang Trackstang
Dari data pendimensian gording
– Akibat Beban Mati (qy)
qy = 7.725 kg/m
– Akibat Beban Hidup (P)
P = 100 kg
Menghitung beban yang timbul (Ptot)
Ptot = (qy jarak kuda-kuda) + P = 127.037
Perhitungan beban persegmen pajang gording dengan batang 2
batang trackstang
P tot
=
P persegmen = 42.346 kg
3
Menghitung P/ cm
luas tot
batag tracktang
.346 kg berdasarkan kombinasi lendutan
2
σ
Pijin = 1400
=kg
persegmen = 42
di mana : P 3tot
P= persegme=
P persegmen n 42.346 kg
Fn
σ = = 1400 kg / 3cm=2 0.003 cm 2
ijin
σijin 2
σ ijin = 1400
Menghitung kg
luas/ ncm
P persegme bersih (Fn) diameter trackstang:
Fn = Fbr = 0.003 cm 2
= d = σijin 0.n219 cm
P persegme
Fn = 0.25π P tot= 0.003 cm 2
=
P persegmen σijin = 42.346 kg
Fbr
= d =
Menghitung 0.3219 cm
.25π luas 2yang dibutuhkan (Fbr) batang trackstang
0Fbr
= d ijin =
σ = 1400angka
berdasarkan kg 0/ .cm
219 cm
keamanan:
0.25π
Fbr = P persegme
125% Fnn= 0.038 cm2 2
Fn = = 0.003 cm
σijin batang trackstang
Mencari diameter
Fbr
=d = 0.219 cm
0.25π
d.10 = 2.194 cm
pada perencanaan diameter batang trackstang diambil 10 mm.

Merencana Kuda-kuda Baja 161


“Berdasarkan ketetapan konstruksi baja untuk percobaan batang
trackstang MTH 10 mm.”

2. PERHITUNGAN PEMBEBANAN
Dari data diperoleh:
= 20
Bentang KK = 20 m
Jarak KK = 3,5 m
Tekanan Angin = 25 kg/m2
Berat Asbes = 11 kg/m2
BJ = 50

a. Menghitung Beban Mati


Akibat beban sendiri atap:
Jarak Gd
Bs Atap = Berat asbes ⋅ ⋅ Jarak KK = 27,785 kg
2
Akibat beban sendiri gording:
Bs Gd = (Berat Gd . sin ).Jarak KK = 8,032 kg
Akibat beban sendiri kuda-kuda:
Beban sendiri ditafsirkan:
q1 = (Bentang KK – 2) = 18 kg/m2
q2 = (Bentang KK + 5) = 25 kg/m2
Maka diambil tafsiran terbesar yaitu:
q2 = 25 kg/m2
Berat kuda-kuda berdasarkan tafsiran:
q2 ⋅ Jarak KK ⋅ Bentang KK
Bs KK = = 437, 5
4

162 Struktur Baja


Akibat bracing:
Bs Bracing = 25% . Bs KK = 109,375 kg
Beban Plafond
Direncanakan menggunakan plafond gypsum rangka hallow:
Berat Plafond = 18 kg/m2
Gaya yang bekerja:
P1 = Berat Plafond . Jarak KK . Bentang KK = 1,26 103
Berat plafond yang bekerja pada 1 joint batang horizontal kuda-
kuda:
P1
WP = = 105 kg
12
Beban akibat plafond pada tumpuan perletakan:
Wtumpuan = 0,5.WP = 52,5 kg
Beban mati yang dipikul pada joint kuda-kuda:
Bs Atap = 27,785 kg
Bs Gd = 8,032 kg
Bs KK = 437,5 kg
Bs Bracing = 109,375 kg
G = WP + Bs Atap + Bs Gd + Bs KK + Bs Bracing
= 687,692 kg
Beban yang dipikul kuda-kuda pada tumpuan:
0,5. G = 343,846 kg

b. Menghitung Beban Hidup


Beban hidup = 100 kg

Merencana Kuda-kuda Baja 163


c. Menghitung Beban Angin
= 20
Tekanan Angin = 25 kg/m2
Akibat angin tekan:
Cq = 0,02 . – 0,4 = 0
Besarnya angin tekan:
Wtekan = Cq . Tekanan angin . Jrk KK . Jarak Gd = 0 kg
Akibat angin hisap:
Koef angin hisap = –0,4
Besarnya angin hisap:
Whsp = Koef ang hisap . Tekanan angin . Jrk KK . Jarak Gd
= –50,519 kg
Pemisahan Beban Angin
Akibat angin tekan
Wtekanx = Wtekan . cos = 0 kg
Wtekan = Wtekan . sin
y
= 0 kg
Beban angin tekan pada tumpuan
0,5 . Wtekan = 0 kg
x

0,5 . Wtekany = 0 kg
Akibat angin hisap
Whisapx = Whisap . cos = –47,47 kg
Whisap = Whisap . sin
y
= –17,278 kg
Beban angin hisap pada tumpuan
0,5 . Whisap = –23,735 kg
x

0,5 . Whisapy = –8,639 kg

164 Struktur Baja


3. REKAP OUTPUT SAP
Tabel Rekap Output SAP
No. P(Kg)
Batang Tarik Tekan
a1 - -100053,1
a2 - -95276,19
a3 - -100223,22
a4 - -77219,71
a5 - -77130,61
a6 - -73554,67
a7 - -84440,38
a8 - -100223,22
b1 87359,59 -
b2 76862,85 -
b3 47264,94 -
b4 47260,93 -
b5 78220,93 -
b6 87350,21 -
c1 - -6562,93
c2 - -13466,61
c3 - -4047,29
c4 - 88,64
c5 - -6975,74
d1 - -6667,09
d2 - -13745,55
d3 - -3999,27
d4 - -8199,56

Merencana Kuda-kuda Baja 165


No. P(Kg)
Batang Tarik Tekan
d5 - -7544,22
e1 - -31716,77
e2 - -40232,83
e3 - 305,19
e4 - -151,49
v1 3258,89 -

4. PENDIMENSIAN BATANG
Setelah melakukan perhitungan di SAP, maka didapat data berupa
momen dan gaya tekan pada tiap batang. Maka yang perlu dilakukan
selanjutnya adalah melakukan perhitungan dan menentukan batang
tarik dan tekan. Data yang dipakai dari SAP dalam perhitungan batang
tekan dan tarik adalah P (tekanan).
Untuk membedakan antara batang tekan dan batang tarik, maka
lihat tanda positif dan negative pada P di data output SAP. Jika itu
positif, dihitung sebagai batang tarik. Sebaliknya, jika negative maka
dihitung sebagai batang tekan.

A. BATANG TEKAN
1. Batang Atas (a1 sampai a8)
Panjang Batang = 2,887 x 100 = 288 cm
Ptekan = 100223,22 kg (dari SAP)
Nu (Beban Terfaktor) = Ptekan x 10 = 1,0022 x 106 N
BJ = 50
fu = 500 MPa
fy = 290 MPa

166 Struktur Baja


E (modulus elastisitas baja) = 2 x 105 MPa
= 0,85
Coba ditaksir:
c = 1,2 (buku LRFD hal. 57)

( λc × π )
= = 99,003
fy
E

Panjang Batang
imax = = 2,916 cm
λ

Setelah melihat I maks, maka selanjutnya lihat table profil baja,


pilih I yang mendekati angka tersebut. Sebagai contoh, dipilih Profil 2L
100.100.20 dan didapat data sebagai berikut:
im = 2,93 cm
A = 36,2 x 100 = 362 mm2
Ag = 2A = 7,24 x 103 mm2
Panjang Batang
=
x
= 98,532 (SNI 03-1729-2002)
im

= λ2 fy
cx = 1,194 (SNI 03-1729-2002)
π E

Jadi, 1,194 ≥ 1,2


Karena c > 1,2 maka berdasarkan SNI 03-1729-2002 pasal 9,
rumus adalah sebagai berikut:
= 1,25 c22 = 1,783
fy
Nn = Ag = 1,001 x 106 N (buku LRFD hal. 56)
ω

Merencana Kuda-kuda Baja 167


Syarat: Nu ≤ 1 (buku LRFD hal. 65)
Nn

1,001 ≤ 1 “AMAN”
Jadi, batang atas (a1 sampai a8) menggunakan profil 2L 100.100.20
cukup untuk memikul beban tekan terfaktor sebesar 1,0022 x 106
N
Adapun untuk menghitung batang tekan yang lain, caranya
sama seperti perhitungan di atas.
2. Batang Diagonal (c2 sampai d2)
Panjang Batang = 2,084 x 100 = 208,4 cm
Ptekan = 13745,55 kg
Nu = Ptekan x 10 = 1,375 x 105 N
BJ = 50
fu = 500 MPa
fy = 290 MPa
E = 2 x 105 MPa
= 0,85
Coba ditaksir:
c = 1,2
( λc × π )
= = 99,003
fy
E

imax = Panjang Batang = 2,105 cm


λ

168 Struktur Baja


Pilih Profil 2L 100.100.20
im = 2,93 cm
A = 36,2 x 100 = 362 mm2
Ag = 2A = 7,24 x 103 mm2
Panjang Batang
2 = = 71,126
im

c2 = λ2 fy = 0,862
π E
Jadi, 0,862 < 1,2
1,43
Maka = = 0,929
1,6 − 0, 67 λc

fy
Nn = Ag = 1,921 x 106 N
ω
Nu
Syarat: ≤ 1
Nn
0,72 ≤ 1 “AMAN”
Jadi, Batang Diagonal c2 sampai d2 memakai profil baja sesuai
perhitungan yaitu menggunakan profil 2L 100.100.20
3. Batang Diagonal (c1, c3, dan d1, d3)
Panjang Batang = 1,048 x 100 = 104,8 cm
Ptekan = 6667,09 kg
Nu = Ptekan x 10 = 6,667 x 104 N
BJ = 50
fu = 500 MPa
fy = 290 MPa
E = 2 x 105 MPa

Merencana Kuda-kuda Baja 169


= 0,85
Coba ditaksir:
c = 1,2
=
( λc × π ) = 99,003
fy
E
Panjang Batang
imax = λ = 1,059 cm

Pilih Profil 2L 100.100.20


im = 2,93 cm
A = 36,2 x 100 = 362 mm2
Ag = 2A = 7,24 x 103 mm2
Panjang Batang
2 = = 35,768
im
λ2 fy
c2 = = 0,434
π E
Jadi, 0,862 < 1,2
1,43
Maka = = 0,235
1,6 − 0, 67 λc
fy
Nn = Ag = 7,596 x 106 N
ω
Syarat: Nu ≤ 1
Nn
0,88 ≤ 1 “AMAN”
Jadi, Batang Diagonal c1, c3 dan d1, d3 memakai profil baja sesuai
perhitungan yaitu menggunakan profil 2L 100.100.20

170 Struktur Baja


4. Batang Diagonal (c4, c5, dan d4, d5)
Panjang Batang = 3,082 x 100 = 308,2 cm
Ptekan = 8199, 56 kg
Nu = Ptekan x 10 = 8,2 x 104 N
BJ = 50
fu = 500 MPa
fy = 290 MPa
E = 2 x 105 MPa
= 0,85
Coba ditaksir:
c = 1,2

=
( λc × π ) = 99,003
fy
E
Panjang Batang
imax = = 3,113 cm
λ

Pilih Profil 2L 100.100.20


im = 2,93 cm
A = 36,2 x 100 = 362 mm2
Ag = 2A = 7,24 x 103 mm2
Panjang Batang
2 = = 105,188
im

c2 = λ2 fy = 1,275
π E
Jadi, 1,275 > 1,2

Merencana Kuda-kuda Baja 171


Maka = 1,25 c22 = 2,032
fy
Nn = Ag = 8,783 x 105 N
ω
Nu
Syarat: ≤ 1
Nn
1,14 > 1 “KURANG AMAN” maka perlu ganti profil

5. Batang Diagonal (e1 sampai dengan e4)


Panjang Batang = 3,006 x 100 = 300,6 cm
Ptekan = 40232,83 kg
Nu = Ptekan x 10 = 4,023 x 105 N
BJ = 50
fu = 500 MPa
fy = 290 MPa
E = 2 x 105 MPa
= 0,85
Coba ditaksir:
c = 1,2

=
( λc × π ) = 99,003
fy
E
Panjang Batang
imax = = 3,036 cm
λ

Pilih Profil 2L 100.100.20


im = 2,93 cm
A = 36,2 x 100 = 362 mm2

172 Struktur Baja


Ag = 2A = 7,24 x 103 mm2
Panjang Batang
2 = = 102,594
im

c2 = λ2 fy = 1,244
π E

Jadi, 1,244 > 1,2


Maka = 1,25 c22 = 1,933
fy
Nn = Ag = 9,233 x 105 N
ω
Nu ≤ 1
Syarat:
Nn
0,44 < 1 “KURANG AMAN” maka perlu ganti profil

B. BATANG TARIK
1. Batang Miring Bawah (b1, b2, b5, b6)
Panjang batang = 3,072 x 100 = 307,2 cm
Tu (gaya tarik terfaktor) = 87359,59 x 10 = 8,736 x 105 cm
(Dari ouput SAP)
tu (factor tahanan kondisi leleh) = 0,9
BJ = 50
fu = 500 MPa
fy = 290 MPa
Kondisi leleh:
 Tu 
 
 φfy 
Ag2 = = 33,471 cm2 (SNI 03-1729-2002)
100

Merencana Kuda-kuda Baja 173


Ag adalah luas kotor suatu batang profil. Maka, jika telah mendapat
Ag, lihat ke table profil baja, pilih profil yang paling mendekati seperti
dalam contoh berikut:

Dari table baja dicoba profil 2L 100.100.20


Ag = 36,2 x 100 = 3,62 x 103 mm2
Kontrol Dimensi:

Tn =
( φ2 Ag fy ) = 1,89 x 105 kg (SNI 03-1729-2002 pasal 10)
10

Berdasarkan SNI 03-1729-2002 pasal 10.1 bahwa semua komponen


struktur yang memikul gaya tarik aksial haru memenuhi syarat sebagai
berikut:
Syarat : Tu < Tn
Tu
= 8,736 x 104 < Tn = 1,89 x 105
10
“AMAN”

Kondisi Fraktur
Tu = 8,736 x 105 N
fr = 0,75 (factor tahanan untuk kondisi fraktur)
U = 0,85 (koefesien reduksi berdasarkan AISC)
BJ = 50
fu = 500 MPa
fy = 290 MPa
 Tu 
 
φfr Ufy 
An =  = 47,253 (luas netto, lihat buku LRFD hal. 32)
100

174 Struktur Baja


Karena menggunakan profil 2L, jadi:
An/2 = 23,627 cm2
Dicoba profil 2L 100.100.20
Control Dimensi:
An1 = Ag = 3,62 x 103 mm2

Tn1 =
( φfr ×U × Ag ×Tu ) = 1,15 4x 105 mm2 (lihat buku LRFD
hal.32) 10

Syarat : Tu < Tn (berdasarkan SNI 03-1729-2002 pasal 10.1)


Tu
= 8,736 x 104 < Tn1 = 1,154 x 105 kg
10
Cek Kelangsingan (lihat buku LRFD hal 44) :
Panjang barang
Syarat: = 189,63 < 240 “AMAN”
rmin
Maka, batang miring bawah (b1, b2, b5, b6) dengan menggunakan
profil 2L 100.100.20 cukup kuat untuk menahan beban tarik aksial
terfaktor dari output SAP.
Adapun untuk perhitungan batang tarik lainnya, caranya sama
seperti perhitungan di atas.
2. Batang Bawah (b3 dan b4)
Panjang batang = 3,949 x 100 = 394,9 cm
Tu = 47264,94 x 10 = 4,726 x 105 cm
tu = 0,9
BJ = 50
fu = 500 MPa
fy = 290 MPa

Merencana Kuda-kuda Baja 175


Kondisi leleh:
 Tu 
 
φfr Ufy 
Agt =  = 33,471 cm2
100
Karena menggunakan profil rangkap 2L, jadi:
Agt
2 = 16,736 cm
2

Dari data table baja dicoba profil 2L 100.100.20


Kontrol Dimensi:

( φfr × 2 Ag fy ×U )
Tn = 10 = 1,338 x 105 kg

Syarat : Tu < Tn
Tu
= 4,726 x 104 < Tn = 1,338 x 105 “AMAN”
10
Cek Kelangsingan:
panjang batang
Syarat: = 243,765 < 300
1, 62

“AMAN”
Maka, batang bawah (b1, b3) batang tarik sekunder dipakai profil
sesuai dengan hasil perhitungan kondisi leleh dan fraktur, yakni
menggunakan profil 2L 100.100.20
3. Batang Vertikal (v1)
Panjang batang = 4,660 x 100 = 466 cm
Tu = 3258,89 x 10 = 3,259 x 104 cm
tu = 0,9

176 Struktur Baja


BJ = 50
fu = 500 MPa
fy = 290 MPa

Kondisi leleh:
 Tu 
 
φfr Ufy 
Agt =  = 33,471 cm2
100
Karena menggunakan profil rangkap 2L, jadi:
Agt
= 16,736 cm2
2
Dari data table baja dicoba profil 2L 100.100.20
Kontrol Dimensi:

Tn
=
( φfr × 2 Ag fy ×U )
= 1,338 x 105 kg
10
Syarat : Tu < Tn
Tu
= 3,259 x 104 < Tn = 1,338 x 105 “AMAN”
10
Cek Kelangsingan:
panjang batang
Syarat: = 287, 654 < 300 “AMAN”
1, 62
Maka, batang vertikal (v1) batang tarik sekunder dipakai profil
sesuai dengan hasil perhitungan kondisi leleh dan fraktur, yakni
menggunakan profil 2L 100.100.20

Merencana Kuda-kuda Baja 177


5. PERHITUNGAN SAMBUNGAN LAS
Dalam sambungan las, ada beberapa jenis sambungan yang sering
ditemui di lapangan, yakni sambungan sebidang, sambungan lewatan,
sambungan tegak, sambungan sudut, sambungan sisi. Sedangkan jenis
las yang biasa dipakai adalah jenis las tumpul, las sudut, las biji dan
pasak.
Berikut contoh perhitungan sambungan las melanjutkan jawaban
soal di atas:
Dimensi sambungan perletakan A,B,C, dan D dianggap sama,
menggunakan profil baja 2L 100.100.20 dan BJ 50.
Dari data profil diperoleh:
Ag (berat kotor profil) = 3,62 x 103 mm2
e (eksentrisitas profil) = 32.0 mm
fy (kuat leleh baja) = 290 MPa
fu (kuat tarik baja) = 500 MPa
Mutu Las
Fuw (kuat tarik putus logam las) = 490 MPa
te (panjang efektif las, lihat buku LRFD hal. 142) = 0.707 x 4 =
2.828 mm
T (ukuran las, lihat buku LRFD hal. 142) = 10
Lw (panjang total las yang dibutuhkan) = 55
Menghitung tahanan rencana dari profil siku (lihat buku LRFD hal.
144), diambil harga terkecil dari:
0, 9 × fy × Ag
Tn leleh = = 94,482 ton
10.000
0, 75 × fu × Ag
Tn fraktur = = 135.75 ton
10.000

178 Struktur Baja


Karena 94,482 < 135,75 maka diambil Sambungan akan didesain
terhadap:
Tn leleh = 94.482 ton
Pilih ukuran las dan hitungan Rnw (lihat buku LRFD hal. 141)
Ukuran minimum = 4 mm
Ukuran maksimum = 10 – 1,6 = 8,4 mm
Pakai ukuran las yang terkecil, yakni 4 mm
Rnw = 0.75 x te x 0,6 x fuw = 623.574 N/mm
max Rnw = 0.75 x t x 0,6 x fu = 2,25 x 103 N/mm
Menentukan ukuran las (lihat buku LRFD hal. 143 dan 144)
φRnw × Lw 2
F2 = φRnw × Lw 2 = 3,43 ton
10..000
10 000
φRnw
φ Rnw ×
× Lw Lw 22
φφTn
Tn
10 leleh × e 2 F1
000 × e 2 −−F 1 = 53.257 ton
leleh
10..000
F1 =
φ dd11 × e 2 F221
Tn leleh
leleh
φTn × e 2 − F1
F3 = TnFFleleh − = 37,796 ton
11dd 11– F2 – F1 22

 φRnw 
 φRnw F 1 
Lw1 =  F 1  x 10.000 = 854,053 mm
φRnw 
φRnw FF33 
 φRnw
 φRnw
F 33 
F
Lw3 =   x 10.000 = 606.116 mm
 φ
φRnw
Rnw 

Setelah mengetahui panjang las yang dibutuhkan, selanjutnya


bisa digambar di lembar jawaban, menyesuaikan desain yang telah
direncanakan.

Merencana Kuda-kuda Baja 179


6. PENDIMENSIAN PLAT KOPEL
Plat Kopel pada simpul A dan B
Diketahui:
Ha = 20,73 cm
A = 20
BJ = 50
Fu = 500
Fy = 290
T_plat = 0.5 cm
Sin = 0,342
Cos = 0,939
H1 = 3,96
H2 = 6,11
H3 = 5,67

F 33 × h1 × 22 × 10000
F 3×
f1 = F × hh11 ××2× × 10000
10000 = 7,775 x 103 kg
38
38 , 55
,
38, 5
F 1 × h 2 × 22 × 10000
F 11 ×
f2 = F × hh 22 ×
×2× × 10000
10000 = 4,067 x 104 kg
16
16
16
F 1 × h 3 × 22 ×
F 1 × h 3 × 10000
× 10000
f3 = F 1 × h 3 × 2 × 10000 = 3,775 x 104 kg
16
16
16
F 3 × h 3 × 2 × 100
10000
F 33 ×
F × hh 33 ×
× 22 × × 1000000
f4 = 16 = 2,679 x 104 kg
16
16

POTONGAN I – I
Pada penampang I – I terjadi:

180 Struktur Baja


( f 1 × sin α ) + ( f 2 × sin α ) kg
τ= = 369, 862
t plat × h cm 2

 {( − f 1 × cos α ) + ( − f 2 × cos α ) + f 3 + f 4} 
σ= +
 t plat × h 
 {( − f 1 × cos α ) + ( − f 2 × cos α × 5,, 43 ) + ( f 3 × 5, 87 )} 
  = 435, 253
6 t plat × h
1 2
 

Cek tegangan yang diizinkan:


Syarat:
Tu ≤

(

σ 2 + 3 τ2 ) kg= 2,054 x 10 5
( σ + 3τ ) kg
2

≤ fy x 10 = 2,9 x 10
2

3

2 cm 2 2 cm 2

“TIDAK AMAN”

POTONGAN II – II
Diketahui:
Hb = 15,47 cm
A = 20
BJ = 50
Fu = 500
Fy = 290
H4 = 25,51
H5 = 28,51

Merencana Kuda-kuda Baja 181


F 3 × h 4 × 2 × 10000
f1 = = 5,009 x 104 kg
38, 5
F 3 × h5 × 2 × 10000
f2 = = 1,347 x 104 kg
16
Pada penampang II – II terjadi:

( f 1 × sin α ) + ( f 2 × sin α ) kg
Tτ = = 692, 867
t plat × h cm 2

 {( − f 1 × cos α ) + f 4}   {( − f 1 × cos α × 7, 73 ) + ( f 4 × 7, 73 )} 
Eσ =  + 
 t plat × h   6 t plat × h
1 2

kg
= 2, 97 × 103
cm 2
Cek tegangan yang diizinkan:
Syarat:
Tu ≤

( σ 2 + 3 τ2 ) kg= 3,203 x 10 3
( σ + 3τ ) kg
2

≤ fy x 10 = 2,9 x 10
2

2 cm 2 2 cm 2
“TIDAK AMAN”

182 Struktur Baja


7. GAMBAR KUDA-KUDA

Merencana Kuda-kuda Baja 183


DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 2000. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja


Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1729-2002. Bandung
Setiawan, Agus.2008. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD.
Jakarta: Erlangga
Oentoeng. 1999. Konstruksi Baja. Yogyakarta: Penerbit ANDI

184 Struktur Baja

Anda mungkin juga menyukai