Anda di halaman 1dari 6

Nama : Heni Fitria Sari

Nim : 07021181823014

1. TEORI KETERGANTUNGAN/DPENDENCY THEORY RAUL PREBISCH

Teori dependensia (teori ketergantungan) pada awalnya lahir dari hasil diskusi para
ekonom negara-negara Amerika Latin, yang kemudian menghasilkan Deklarasi Ekonomi
Amerika Latin. Pencetus dasar teori tersebut adalah Paul Alexander Baran, yang
menghasilkan model dasar dalam tesis akternatif mengenai keterbelakangan ekonomi yang
terjadi di negara-negara dunia ketiga (Kuncoro 2010).

Selanjutnya, teori dependensia yang dipelopori oleh Baran berakar dari karya Karl
Marx tentang strukturalisme ekonomi dan hubungan ekonomi antara negara-negara ekonomi
kaya dan negara miskin secara ekonomi. Karl Marx berpendapat bahwa sistem yang berlaku
umum (global), dan hubungan internasional yang didorong oleh kekuatan ekonomi dan
eksploitasi, yakni mengambil keuntungan secara ekonomi dengan mengorbankan individu
dan /atau negara-negara miskin. 

Teori Ketergantungan kemudian dikembangkan di akhir Tahun 1950-an di bawah


bimbingan Direktur Komisi Ekonomi PBB untuk Amerika Latin, Raul Prebisch. Prebisch dan
rekan-rekannya terganggu oleh fakta bahwa pertumbuhan ekonomi di negara-negara industri
maju tidak selalu mengarah pada pertumbuhan di negara-negara miskin. Memang, studi
mereka menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi di negara-negara kaya sering menyebabkan
masalah ekonomi yang serius di negara-negara miskin. Kemungkinan seperti itu tidak
diprediksi oleh teori neoklasik, yang telah diasumsikan bahwa pertumbuhan ekonomi
bermanfaat bagi semua (Pareto optimal) bahkan jika manfaat tidak selalu ditanggung
bersama.

 Ekonom Teori Dependesia (Teori Ketergantungan)

Raul Prebisch

Raúl Prebisch (April 17, 1901 - 29 April, 1986) adalah seorang ekonom Argentina
yang dikenal atas kontribusi untuk strukturalis ekonomi seperti hipotesis Prebisch-Singer,
yang membentuk dasar dari teori ketergantungan ekonomi. Dia biasa dipandang sebagai
ekonom Neo-Marxis.
Pemikiran Prebisch muncul dalam Havana Manifesto, bangkit dari
ketidaksetujuaannya atas pemerintahan Peronis, dan keprihatinannya atas masalah sosial-
ekonomi utama di Amerika Latin. Ide-ide Prebisch dipresentasikan dalam Economic
Commission for Latin America and the Caribbean (CEPAL).

Prebisch, ketua KEPBBAL memberikan kritik tentang keusangan konsep pembagian


kerja internasional (IDL) yang memiliki skema bahwa Amerika Latin akan lebih banyak
memperoleh keuntungan jika, di satu pihak, ia lebih memfokuskan pada upaya
memperoduksi bahan pangan dan bahan mentah yang diperlukan oleh Negara-negara
industri. Di pihak lain Negara-negara industri menyediakan keperluan  barang-barang industri
yang dibutuhkan Amerika Latin. Yang oleh Prebisch dianggap sebagai skema yang
menyebabkan munculnya masalah pembangunan di Amerika Latin, karena menyebabkan
ketergantungan ekspor pada pangan dan bahan mentah yang menyebabkan nilai tukar
perdagangan Amerika Latin merosot.

Prebisch menjelaskan melalui konsep inti seperti "pusat-pinggiran" dan asimetri


dalam perdagangan internasional sebagai alasan utama untuk mendorong industrialisasi di
negara berkembang bergerak menjauh dari teori "keunggulan komparatif".

Tiga unsur utama dalam teori strukturalisme Prebisch yaitu: 

1.     Asimetri dalam perdagangan internasional, 

2.     transformasi kebijakan negara terhadap pengembangan dan 

3.     integrasi regional merupakan faktor utama dalam teori strukturalisme Prebisch. 

Centre and Periphery Model

Terdapat hubungan dialektis berdasarkan dominasi ekonomi oleh negara-negara


kapitalis maju dengan akses ke tingkat teknologi tinggi, yang disebut Prebisch sebagai model
"pusat dan pinggiran" (centre and periphery model). Hubungan ini adalah kunci dalam
pemikiran Prebischian karena akan memutuskan pembenaran moral Negara untuk
memodernisasi dengan menetapkan hambatan tinggi bagi pesaing eksternal dan melindungi
industri nasional. Selain itu, model pusat-pinggiran adalah secara intrinsik terhubung dengan
kemungkinan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dengan memperoleh akses ke
teknologi melalui industrialisasi. 
Perbedaan dalam akses ke teknologi mengandung dua bentuk dominasi ekonomi
yaitu: pertukaran yang tidak seimbang atas barang dan ketidakmampuan bagi negara periferi
untuk menyerap surplus tenaga kerja dari daerah pedesaan beralih pada kota-kota besar.
Dimana kedua faktor ini adalah dua faktor pertama yang disebutkan di atas.

Tesis Prebisch-Singer

Dalam ilmu ekonomi, hipotesis Prebisch-Singer (juga disebut tesis Prebisch-Singer)


berpendapat bahwa harga komoditas primer menurun relatif terhadap harga pokok produksi
dalam jangka panjang, yang menyebabkan kondisi perdagangan ekonomi produk berbasis
primer memburuk. Pada tahun 2013, studi statistik baru-baru ini telah memberikan dukungan
moderat untuk ide tersebut. Ide ini awalnya dikembangkan oleh Hans Singer di 1948-1949
dan dikembangkan oleh Raúl Prebisch tidak lama kemudian; digunakan sebagai pilar utama
dari teori dan kebijakan ketergantungan seperti industrialisasi substitusi impor (ISI).

Penjelasan umum untuk fenomena ini seharusnya adalah bahwa barang manufaktur
memiliki elastisitas pendapatan yang lebih besar atas permintaan dibanding produk primer,
terutama makanan. Oleh karena itu, sebagaimana pendapatan meningkat, permintaan untuk
barang-barang manufaktur meningkat lebih cepat daripada permintaan produk primer. Selain
itu, produk utama memiliki elastisitas harga permintaan rendah, sehingga penurunan
harganya cenderung mengurangi pendapatan bukan meningkatkannya. Teori ini
menunjukkan bahwa yang sangat terstruktur pasar global bertanggung jawab terhadap
ketimpangan terus-menerus dalam sistem dunia.
2. Setelah melakukan review mahasiswa diminta untuk menganalisis fenomena
pembangunan di Indonesia saat ini terutama di dua periode pemerintahan Presiden
JokoWidodo dengan menggunakan pemikiran dari masing2 tokoh yg direview. Di dalam
analisis harap dimasukkan analisis kemungkinan Apa yang dapat dilakukan negara
berkembang untuk mengurangi akibat negatif dari kehadiran kapitalis asing.

Fenomena pembangunan menggunkan Analisis Raul Prebisch terhadap


kemiskinan negara pingiran
Pasa pembangunan ekonomi pemerintahan orde baru; obyek kajiannya
menggunakan lima tolok ukur, yang akhirnya pada suatu kesimpulan bahwa situasi
ketergantungan dan keterbelakangan sebagian besar telah atau sedang mewujud di
Indonesia. Lima tolok ukur yang digunakan yaitu:

Pertama, pertumbuhan ekonomi, pada masa ini ditandai dengan semakin lebarnya perbedaan
antara kelompok yang mampu dan kelompok yang tidak mampu dengan ciri golongan miskin
ternyata menjadi semakin miskin; keadaan ini bisa terjadi karena hancurnya industri kecil di
perdesaan disertai berkurangnya kesempatan kerja di sektor pertanian dengan tidak diimbangi
oleh timbulnya peluang kerja di sektor industri di perkotaan; 

Kedua, penyerapan tenaga kerja, Industri yang dikembangkan dengan semangat teknologi
padat modal ternyata ‘tidak banyak menyerap tenaga kerja’, sementara sektor pertanian yang
telah mengalami derasnya proses mekanisasi tidak lagi mampu menampung tenaga kerja
sebesar yang pernah dimiliki pada masa sebelumnya. Dalam keadaan yang demikian, maka
tenaga kerja tidak memiliki pilihan lain yang tersedia, kecuali tterjun dalam pasar tenaga
kerja sektor jasa;

Ketiga, proses industrialisasi, proses industrialisasi yang terjadi di Indonesia merupakan


proses industri subtitusi impor yang dikembangkan memiliki sifat ketergantungan modal dan
teknologi asing yang tinggi, dengan demikian pertumbuhan ekonomi yang terjadi bukan
merupakan pertumbuhan ekonomi yang bersentrum kedalam negeri, dan tidak berdasar pada
dinamika yang ada;
Keempat, pembiayaan pembangunan, karena sifat pertumbuhan ekonomi yang dimiliki dan
model industrialisasi yang dipilih, mau tidak mau, hanya memiliki satu pilihan yaitu
kebutuhan untuk selalu memperoleh modal asing, fenomena yang jelas menggambarkan
suatu ketergantungan kepada pihak lain;

Kelima, persediaan bahan makanan, bahwa sampai akhir tahun 1970 ternyata bangsa
Indonesia belum memiliki kemampuan swasembada pangan, sehingga tidk mengherankan
bila banyak dijumpai kebijaksanaan yang mengarah pada pencapaian tujuan ini.

Di indonesia, terjadi penurunan nilai tukar komoditi pertanian terhadap komoditi


barang industri. Barang industri semakin mahal dibanding hasil pertanian, akibatnya terjadi
defisit pada neraca perdagangan negara pertanian bila berdagang dengan negara industri.

Negara-negara industri sering melakukan proteksi terhadap hasil pertanian mereka


sendiri, sehingga sulit bagi negara pertanian untuk mengekspor ke sana (memperkecil
jumlah ekspor negara pinggiran ke pusat).
Kebutuhan akan bahan mentah dapat dikurangi dengan penemuan teknologi lama
yang bisa membuat bahan mentah sintetis, akibatnya memperkecil jumlah ekspor negara
pinggiran ke negara pusat.
Kemakmuran meningkat di negara industri menyebabkan kuatnya politik kaum
buruh. Sehingga upah buruh meningkat dan akan menaikan harga jual barang industri,
sementara harga barang hasil pertanian relatif tetap.

Solusi yang ditawarkan Raul Prebisch


Presbich berpendapat negara-negara yang terbelakang harus melakukan
industrialisasi, bila mau membangun dirinya, industrialisasi ini dimulai dengan
Industri Substitusi Impor (ISI). 
ISI dilakukan dengan cara memproduksi sendiri kebutuhan barang-
barang industri yang tadinya di impor untuk mengurangi bahkan menghilangkan
penyedian devisa negara untuk membayar impor barang tersebut.
 Pemerintah berperan untuk memberikan proteksi terhadap industri baru.
Ekspor bahan mentah tetap dilakukan untuk membeli barang-barang modal (mesin-
mesin industri), yang diharapkan dapat mempercepat indrustrialisasi dan
pertumbuhan ekonomi. Bagi Presbich campur tangan pemerintah merupakan sesuatu
yang sangat penting untuk membebaskan negara-negara pinggiran dari rantai
keterbelakangannya.

Anda mungkin juga menyukai